Anda di halaman 1dari 27

Demam Dengue

SMF Ilmu Kesehatan Anak


RSUD dr. Abdul Azis
Singkawang
Pendahuluan

• Demam Dengue (DD / DF), Demam Berdarah Dengue (DBD /


DHF), dan Sindroma Renjatan Dengue (SRD / DSS) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di
negara-Negara endemic dengue di Asia Pasifik dan Amerika
Selatan
• Di Indonesia dalam 50 tahun terakhir terdapat pertambahan
pasien hingga 30 kali lipat dan pergeseran epidemiologi dari
median 4-5 tahun menjadi 15 tahun
• Case fatality dapat diturunkan menjadi <1% jika pasien DBD
ditangani dengan terapi standar sejak dini di RS, maka
peningkatan tatalaksana DBD dan SRD wajib dilakukan
Patogenesis

• Patogenesis dengue belum jelas karena tidak ada binatang yang


dapat dijadikan sebagai model penyakit dengue
• Model pathogenesis dengue yang secara historis atau yang kini dianut
untuk menjelaskan spectrum gejala DD, DBD dan SRD:
• Antibody-Dependent-Enhancement (ADE) / Immunological Enhancement
Hypothesis  hipotesis yang paling banyak dianut peneliti dan klinisi
• Cell-mediated pathogenesis
• Cytokine storm phenomenon
• Pengaruh genetik
• Perbedaan strain virus
• Perbedaan kadar virus yang beredar dalam fase akut
• Perbedaan pada status nutrisi
Patogenesis – Immunological Enhancement
Hypothesis

• Sel fagosit mononuklear yaitu monosit makrofag, histiosit, dan


sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus
dengue primer
• Non-neutralising antibody baik bebas dalam sirkulasi maupun
yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor
spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel
fagosit mononuklear. Mekanisme awal ini disebut mekanisme
aferen.
• Selanjutnya virus dengue bereplikasi dalam sel fagosit
mononukler yang terinfeksi
Patogenesis – Immunological Enhancement
Hypothesis (lanjutan)

• Kemudian sel monosit yang mengandung kompleks imun


menyebar ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme
ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya
DBD dengan atau tanpa renjatan adalah jumlah sel yang
terkena infeksi
• Sel monosit yang telah teraktivasi mengadakan interaksi
dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat
dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini
dinamakan mekanisme efektor.
ADE
Virulensi Virus

• Virulensi = kapasitas virus untuk menimbulkan penyakit pada


penjamu
• Terdapat 4 serotipe virus dengue: DENV-1 hingga DENV-4
• Manifestasi DD, DBD, SRD dapat disebabkan berbagai
galur/strain virus dengue dengan virulensi yang berbeda-beda
Patofisiologi – Plasma Leakage

• Kebocoran Plasma pada dengue disebabkan oleh peningkatan


permeabilitas vaskuler akibat berbagai mediator misalnya C3a,
C5a dalam stadium demam akut dan prominen saat stadium
toksik.
• Kebocoran plasma akan menyebabkan terjadinya
hemokonsentrasi, hipoproteinemia / hipoalbuminemia, efusi
pleura, asites, renjatan
Patofisiologi - Perdarahan

• Perdarahan pada DBD disebabkan oleh:


• Vaskulopati: efek virus langsung pada fase akut yang menyebabkan
peningkatan fragiltas kapiler. Dapat dideteksi pada stadium awal dengan tes
tourniket atau Rumple-Leed
• Trombositopenia dan disfungsi trombosit: umum terjadi pada fase toksik
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3. Hal ini diakibatkan menurunnya
produksi trombosit akibat infeksi virus dengue langsung pada sel
haematopoetik progenitor dan sel-sel stroma, serta meningkatnya destruksi
perifer akibat immune-mediated injury pada trombosit.
• Disfungsi trombosit dapat dibuktikan dengan tidak ditemukannya pelepasan
adenosine difosfat yang baru kembali dalam 2-3 minggu berikutnya dan
peningkatan β-tromboglobulin plasma dan faktor trombosit
Patofisiologi – Respon Leukosit

• Terdapat peningkatan limfosit atipik yang berlangsung sejak


hari ketiga demam hingga hari ke delapan yang disebut
transformed lymphocyte
• Penelitian oleh Sutarjo menamakan ini Limfosit Plasma Biru
(LPB) yang mencapai nilai puncak pada hari ke enam
• Cut off point nilai LPB antara penderita dengue dan non-
dengue adalah 4%
Patofisiologi Dengue
Spektrum Manifestasi Klinis Dengue
• Menurut WHO 2011:
• Asimptomatis
• Simptomatis:
• Undifferentiated fever (demam tidak khas)
• Dengue fever / DD
• Tanpa perdarahan
• Dengan perdarahan
• Dengue Haemorrhagic Fever / DBD
• Tanpa renjatan
• Dengan renjatan (DSS)
• Expanded dengue syndrome / organopathy (manifestasi tidak lazim)
Kriteria Klinik Diagnostik

• Demam Dengue
• Demam 2-7 hari timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik
• Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa
uji tourniket positif
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
• Leukopenia <4.000/mm3
• Trombositpenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau


lebih tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat
ditegakkan
Kriteria Klinik Diagnostik
• Demam Berdarah Dengue
• Demam 2-7 hari timbul mendadak, tinggi, terus-menerus
• Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniket
positif
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala
• Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data populasi
menurut umur
• Ditemukan adanya efusi pleura, asites
• Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositpenia <100.000/mm3

Demam disertai dua atau lebih menifestasi klinis, ditambah bukti


perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis DBD
Tanda Bahaya (warning Sign)
• Klinis :
• Demam turun tapi keadaan anak memburuk
• Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
• Muntah yang menetap
• Letargi dan gelisah
• Perdarahan mukosa
• Pembesaran hati
• Akumulasi cairan
• Oliguria
• Laboratorium:
• Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
• Hematokrit awal tinggi
Sindrom Renjatan Dengue

• Jika kriteria DBD dipenuhi dan ditemukan tanda dan gejala syok
hipovolemik baik yang erkompensasi maupun yang dekompensasi

• Tanda dan gejala syok terkompensasi


• Takikardia
• Takipneu
• Tekanan nadi (Selisih diastol dan sistol) <20mmHg
• CRT > 2 detik
• Kulit dingin
• Produksi urin menurun <1 ml/kgBB/jam
• Anak gelisah
Sindrom Renjatan Dengue

• Tanda dan gejala syok dekompensasi


• Takikardia
• Hipotensi (sistol dan diastol turun)
• Nadi cepat dan kecl
• Pernapasan Kussmaull atau hiperpneu
• Sianosis
• Kulit lembab dan dingin
• Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Expanded Dengue Syndrome

• Memenuhi kriteria DD atau DBD baik syok atau tidak, dengan


manifestasi gejala yang tidak biasa seperti:
• Kelebihan cairan
• Gangguan elektrolit
• Ensefalopati
• Ensefalitis
• Perdarahan hebat
• Gagal ginjal akut
• Haemolytic Uremic Syndrome
• Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
• Infeksi ganda
Pemeriksaan Serologis

• Pemeriksaan NS1 (non-structural protein 1): bagian dari protein


surface yang berhubungan dengan signal transduction dan
berhubungan dengan replikasi virus
• Mempunyai sensitivitas di atas 80% dan spesifisitas mendekati
100%
• Dapat dipakai hingga hari demam ke-9

• Selain pemeriksaan NS1 dapat mempergunakan identifikasi


virus, RNA virus, antigen virus dan IgG atau IgM
Tatalaksana DBD (menurut IDAI)

• Penggantian cairan: kebutuhan rumatan (maintenance)


ditambah dengan perkiraan defisit cairan 5%. Pemberian cairan
dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil
Jumlah Cairan Kecepatan
BB Ideal (kg) Rumatan Rumatan +
yang Diberikan (mL/kgBB/jam)
(mL) Defisit 5%
(mL) ½ rumatan 1,5
5 500 750 Rumatan 3
10 1000 1500
Rumatan + defisit 5
15 1250 2000 5%
20 1500 2500 Rumatan + Defisit 7
25 1600 2850 7%
30 1700 3200 Rumatan + defisit 10
10%
Tatalaksana DBD (menurut WHO)

• Pasien Dengue dengan Warning Sign (Grup B)


• Tentukan nilai hematokrit masuk
• Berikan RL atau NS; mulai dengan 5-7 mL/kgBB selama 1-2 jam, kurangi
menjadi 3-5 mL/kgBB selama 2-4 jam, dan kurangi menjadi 2-3 mL/kgBB
sesuai dengan respon klinis
• Ukur ulang hematokrit
• Jika nilai Hematokrit sama atau naik, teruskan 2-3 mL/kgBB selama 2-4
jam
• Jika keadaan memburuk dan nilai hematokrit meningkat oesat
tingkatkan hingga 5-10 mL/kgBB selama 1-2 jam, periksa hematokrit
kembali dan sesuaikan laju cairan sesuai keadaan klinis
Tatalaksana DBD dengan syok terkompensasi
Menurut IDAI
• Berikan Oksigen 2-4 L/menit
• Cairan isotoik 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam, cek hematokrit
• Syok teratasi, cairan 10 mL/kgBB selama 1-2 jam
• Jika keadaan stabil kurangi bertahap menjadi 7, 5, 3, 1.5 mLkgBB.
Umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi cairan IV sudah tidak
diperlukan, ganti dengn cairan oral
• Jika tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium dan
gula darah untuk menilai A-B-C-S (Acidosis, Bleeding, Calcium, Sugar)
yang memperberat syok hipovolemik, koreksi jika ada kelainan
• Apabila setelah koreksi ABCS nilai hematokrit masih tinggi / meningkat
berikan bolus kedua (sebaiknya koloid) 10-20 mL/kgBB dalam waktu 10-
20 menit, jika tidak teratasi 10-20 mL/kgBB koloid dalam 10-20 menit
atau transfusi darah jika tidak membaik dan rawat ICU untuk pemberian
ventilasi buatan dan obat inotropik
Tatalaksana DBD dengan syok dekompensasi
Menurut IDAI
• Berikan Oksigen 2-4 L/menit
• Pasang akses vena, jika 2 kali gagal atau lebih dari 3-5 menit, berikan cairan via
intraosseus
• Cairan kristaloid/koloid 10-20 mL/kgBB bolus pertama dalam 10-20 menit,
sekaligus periksa status ABCS
• Jika syok teratasi, cairan kristaloid 10 mL/kgBB selama 1-2 jam
• Jika keadaan stabil kurangi bertahap menjadi 7 5, 3, 1.5 mLkgBB. Umumnya
setelah 24-48 jam pasca resusitasi cairan IV sudah tidak diperlukan, ganti dengn
cairan oral
• Jika belum teratasi, periksa ulang hematokrit, jika masih tinggi berikan bolus
kedua, koreksi status ABCS; jika hematokrit rendah atau normal dan ada
perdarahan masif berikan transfusi fWB 10 mL/kgBB atau fPRC 5 mL/kgBB; jika
Ht turun dan tidak ada perdarahan, berikan bolus kedua dan pertimbangkan
transfusi darah
• Jika syok masih tidak teratasi atau profound shock pertimbangkan rawat ICU
Penanganan Syok Dengue menurut WHO
(Grup C)
• Terkompensasi:
• Berikan IV kristaloid 5-10mL/kgBB dalam waktu 1 jam, evaluasi
kondisi pasien
• REFF: Jika membaik kurangi bertahap 5–7 ml/kg selama 1-2 jam lalu
3–5 ml/kg untuk 2–4 jam dan kemudian 2-3 mL/kg dan seterusnya
tergantung kondisi hemodinamik pasien hingga 24-48 jam
• Jika hematokrit masih masih tinggi atau meningkat (>50%) berikan
bolus kristaloid 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Evaluasi kondisi
pasien. Jika syok teratasi kembali ke REFF
• Jika hematokrit terus menurun (<40% nilai semula) menandakan
adanya perdarahan dan perlu untuk transfusi darah
Penanganan Syok Dengue menurut WHO
(Grup C)
• Dekompensasi:
• Berikan bolus IV kristaloid/koloid 20mL/kgBB dalam waktu 15 menit, evaluasi
kondisi pasien
• REFF: Jika membaik berikan kristaloid atau koloid menjadi 10 ml/kg selama 1
jam yang kemudian secara bertahap dikurangi menjadi 5–7 ml/kg selama 1-2
jam lalu 3–5 ml/kg untuk 2–4 jam dan kemudian 2-3 mL/kg dan seterusnya
tergantung kondisi hemodinamik pasien hingga 24-48 jam
• Jika hematokrit terus menurun (<40% nilai semula) menandakan adanya
perdarahan dan perlu untuk transfusi darah
• Jika hematokrit masih masih tinggi atau meningkat (>50%) ubah kristaloid
menjadi koloid dan bolus kedua 10-20 mL/kgBB dalam waktu 30 menit. Evaluasi
kondisi pasien. Jika syok teratasi kembali ke REFF, jika tidak teratasi berikan
bolus ketiga dengan volume serupa hingga kondisi pasien stabil atau
pertimbangkan rawat ICU
Syarat memulangkan pasien

• 24 jam bebas demam tanpa pemberian antipiretik


• Hematokrit Stabil
• Keadaan klinis membaik
• Tiga hari setelah syok teratasi
• Trombosit di atas 50.000/uL
• Nafsu makan membaik
• Tidak ada distress pernafasan
SEKIAN
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai