Anda di halaman 1dari 56

Pemeriksaan Fisik Rongga

Thorax

Pembimbing : dr. Akmal M. Hanif


Sp.PD-KKV, MARS, FINASIM
Manubrium sterni Insisura suprasternal
Garis – garis Pedoman pada
Sternum
Pemeriksaan Paru Angulus sterni

 Garis pedoman dinding


dada depan

1. Garis mid sternal:


2. Para sternal

3. Garis
Prosesus midclavicularis
xipoideus

4. Aris axilaris anterior

5. Garis axilaris posterior


Manubrium sterni Insisura suprasternal

Sternum Angulus sterni


Linia mid sternal
Linia sternalis

Linia parasternal

Linia mid clavicula

Linia axilaris Tulang Iga 2


anterior
Sela iga 2
Prosesus xipoideus Tulang rawan
iga 2
Costocondral
junctions
Angulus costalis
Bagian samping dan belakang

Linia axilaris

A P
M
 Tiga tempat di permukaan dinding toraks yang
dapat dijadikan patokan dalam pemeriksaan
fisik paru
Agulus sterni
Bagian yang menonjol dari sternum
merupakan pertemuan manubrium sterni ,
sternum dan iga 2
Menghitung sela iga dapat dimulai dari sini
Vertebre C 7
Yang paling menonjol, menghiting
vertebra dapat dimulai dari sini
Sela iga 7
Tepat di bawah ujung skapula.
Proyeksi paru pada dinding dada
Pemeriksaan fisik sistem respirasi

Pemeriksaan fisik Paru:


1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Rongga thorax

 Bagian anterior
 Bagian posterior
Bagian anterior

 Inspeksi :
 Deformitas atau asimetri
 Retrakssi abnormal ruang sela iga bawah
pada saat inspirasi
 Tertinggalnya atau terganggunya bagian dada
yang bersifat lokal pada gerakan inspirasi
Palpasi

 Ada empat manfaat yang potensial


 Identifikasi daerah-daerah yang nyeri ketika
ditekan
 Peniliaian terhadap abnormalitas yang terlihat
 Penilaian lebih lanjut terhadap ekspansi dada
 Penilaian fremitus taktil
Pemeriksaan dada posterior

 Inspeksi : Dari posisi garis tengah di


belakang tubuh pasien, perhatikan bentuk
dada dan cara dada bergerak yang
meliputi :
 Deformitas atau ketidaksimetrisan
 Retraksi ruang sela iga yang abnormal pada
saat inspirasi
 Gangguan gerak pernapasan pada salah satu
atau kedua sisi atau tertinggalnya gerak
pernapasan unilateral
A. Inspeksi jantung
 Tanda-tanda yang diamati :
 (1) bentuk prekordium
 (2) Denyut pada apeks jantung
 (3) Denyut nadi pada dada
 (4) Denyut vena
bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah
simetris
Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat
perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat
dari pembesaran jantung, efusi epikardium,
efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Back insp
Denyut apeks jantung (iktus kordis)
 Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau
berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak
medial dari linea midclavicularis sinistra
 Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
 Sifat iktus :
 Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang
sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan
meluas.
 Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa
iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk
merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole.

Back insp
Denyutan nadi pada dada
 Apabila di dada bagian atas terdapat
denyutan maka harus curiga adanya
kelainan pada aorta
 Aneurisma aorta ascenden dapat
menimbulkan denyutan di ruang
interkostal II kanan, sedangkan denyutan
dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a.
pulmonalis dan aneurisma aorta Back insp
descenden
Denyutan vena
 Vena yang tampak pada dada dan
punggung tidak menunjukkan denyutan
 Vena yang menunjukkan denyutan
hanyalah vena jugularis interna dan
eksterna
Palpasi

 Pada saat palpasi fokuskan terhadap nyeri


tekan dan abnormalitas pada kulit yang
berada di atasnya, ekspansi respiratorius
dan fremitus.
 Kenali daerah-daerah yang nyeri ketika
ditekan  lakukan palpasi dengan hati
hati
 Lakukan pengkajian terhadap
abnormalitas yang terlihat  massa atau
Palpasi jantung
 Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan
jantung adalah sebagai berikut :
 Pemeriksaan iktus cordis
 Pemeriksaan getaran / thrill
 Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
 Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya
iktus, dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak
 Kadang-kadang kita tidak dapat melihat,
tetapi dapat meraba iktus
 Pada keadaan normal iktus cordis dapat
teraba pada ruang interkostal kiri V, agak
ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis
kiri. Back palp
Pemeriksaan getaran / thrill
 Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan
katub bawaan atau penyakit jantung congenital.
 Disini harus diperhatikan :
 Lokalisasi dari getaran
 Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
 Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan
darah akan mengalir lebih cepat.
 Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan
terdengar bising jantung

Back palp
Pemeriksaan gerakan trachea
 Pada pemeriksaan jantung, trachea harus
juga diperhatikan karena anatomi trachea
berhubungan dengan arkus aorta
 Pada aneurisma aorta denyutan aorta
menjalar ke trachea dan denyutan ini
dapat teraba
Perkusi

 Dengan pemeriksaan ketok/ perkusi


menggetarkan udara dalam paru
 Penilaian
 Sonor
 Hipersonor
 redup
 Pekak
Teknik perkusi
• Ketukan biasanya dilakukan
dengan jari tengah tangan kanan
yang dilengkungkan di sendi ke
dua.
• Tangan digoyangkan dengan sendi
pergelangan tangan sebagai engsel.
• Ketokan dilakukan di atas bagian
yang keras, seperti; clavicula,
tulang iga, sternum
• Di atas bagian yang lunak dipakai
landasan ( fleximeter), biasanya
dipakai jari tengah tangan kiri yang
diletakkan di dinding dada tegak
lurus atau sejajar dengan iga.
Pemeriksaan perkusi dilakukan secara
sistematis.
 Mulai dengan melakukan perkusi dari atas
kebawah
 Badingkan antara dada kiri dgn kanan
 Pemeriksaan dapat dimulai di dada bagian
depan kemudian belakang
 Tentukan batas organ yang berdekatan
dengan paru
Lokasi perkusi depan
Batas paru hati
1. Mulai ketok sepajang garis linia Mid
Clavilaris dextra ke arah kaudal
2. Tentukan daerah perobahan dari
sonor ke redup merupakan batas paru
hati, kira kira sela iga VI
 Batas ini berobah pada waktu
inspirasi dan ekspirasi, disebut dengan
peranjakan hati biasanya sekitar 2 jari.
 Batas paru hati meninggi pada ;
 efusi pleura, infiltrat di kanan.
 Batas paru hati menurun pada
 Emfisema.
Pemeriksaan batas kanan jantung

 Dari batas paru hepar naik ke atas 2 jari


 Mulai perkusi ke arah medial menuju
sternum
 Tentukan batas perobahan sonor jadi pekak
 Biasanya pada linea sternalis kanan.
Batas paru lambung
1. Ketukan dilakukan di derah
axilaris anterior ke arah
kaudal.
2. Tentukan daerah perobahan
sonor menjadi tympani,
biasanya sela iga 8
Pemeriksaan batas kiri jantung
 Batas kiri jantung
 Dari batas paru lambung nail ke atas 2 jari
 Lakukan perkusi dari lateral ke medial menuju sternum
 Tentukan daerah perobagan sonor jadi pekak
 Biasanya bata kiiri jantung normal 1 jari medial LMCS,
sela iga 5
 Batas atas jantung
 Lakukan perkusi pada linea parasternalis kiri dari arah
kranial ke kaudal sampai perobahan sonor jadai pekak
 Biasanya pada daerah sela iga 3 para sternal kiri
 Daerah mediastinum
1. Biasanya pekak karena tidak mengandung udara
2. Tidak melewati sternum
3. Pelebaran mediastinum pada;
 pembesaran aorta, vena cava superior, tumor
 Daerah supraclavikula
“ Ismus Cronig,”  derah dipuncak paru, seluas ± 3
jari bisanya sonor
 Mengecil bila ada TB
 (pemeriksaan yang sering dilakukan untuk memdeteksi
adanya fibosis paru di daerah apek paru sebelum ada Ro
torak)
Perkusi bagian belakang paru
 Lakukan perkusi mulai
dari puncak paru
 Bandingkan perkusi
bagian kiri dengan kanan
 Tentukan daerah yang
mengalami perobahan
bunyi perkusi
 Kemudian tentukan
Batas paru belakang,
biasanya setinggi
vertebre torakal X- IX
Menentukan peranjakan diafragma
Auskultasi

 Dapat dilakukan secara direct dengan


telinga dan secara indirect
menggunakan alat bantu
 Dilakukan dengan menggunakan stetoskop
 Dua tipe stetoskop:
 Tipe bell untuk nada rendah
 Tipe Bowel/ membran untuk nada tinggi
Lokasi auskultasi depan
Lokasi auskultasi belakang
Bunyi napas pokok
 Arus udara waktu respirasi membentuk bising
pada trakea, dan pada bronkus timbul bising
bronkial dan bising vesikular pada alvioli paru.
 Bising di trakea dapat didengar di leher, bunyi kh
dengan nada tinggi
 Bising bronkial dapat didengar di daerah antara
kedua skapula, bunyi kh dengan nada lebih
rendah
 Bising vesikuler di daeran lain dari toraks,
bunyi f
 Vesikuler ---- hampir seluruh lap paru
 Inspirasi lebih panjang , lebih keras, nadanya lebih tinggi
dari ekspirasi
 Bronkovesikuler ---- daerah RIC I dan II linea
sternalis, inter scapula
 Inspirasi dan ekspirasi sama pajang dan nada sama
 Campuran antra elemen vesikuler dengan bronkial
 Bronkial ---- supra sternal
 Ekspirasi lebih panjang, lebih keras , nadanya lebih
tinggi dari inspirasi
 Trakeal ---- trakea
 Ekspirasi sama panjang dgn inspirasi, suara keras ,
nadanya sama tinggi inspirasi dgn ekspirasi
Bunyi tambahan
 Krepitasi pada emfisema subkutis
 Suara krik-krik halus , seperti bunyi meremas biskuit
mari didekat telinga
 Suara gesekan pleura ( fleural friction rub) bunyi
berasal dari permukaanan pleura yang tidak rata.
 Suara seperti bunyi gesekan jari telujuk dengan ibu jari
didekat telinga
 Ronchi ( rales)
 Suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran
udara yang melewati saluran napas yang berisi
sekret/ eksudat atau akibat penyempitan saluran
napas oleh edema saluran napas.
 Ronchi dibagi 2
 Ronchi basah ( moist rales)
 Ronchi kering ( dry rales)
 Ronchi basah
 Akibat adanya exudat/ cairan dalam bronkiolus atau
alvioli bisa juga bronkus atau tarakea
 Ronchi basah kasar
 gelembung udara besar di saluran nafas besar ( pasien penuruan
kesadaran tidak kuat batuk)
 Ronchi basah sedang tak nyaring
 Gelembung udara kecil yang pecah di saluran nafas sedang dan kecil
( bronkiektasis , bronkopneumonia)
 Ronchi basah halus
 Terbukanya asinus atau albvioli yang kolap secara mendadak yang
berisi eksudat sebagian / bunyi gesekan rambut ( pneumonia, edema
paru)
 Ronchi kering ( bising suitan)
 Lewatnya udara melalui saluran napas yang menyempit oleh
karena cairan yang lengket dan tidak mudah dipindahkan
 Tergantung diameter bronkus yang ada kelainan bising dibagi kecil
sedang dan besar
 Terdengan pada fase inspirasi kadang pada fase eksiprasi
 Dapat berobah setelah batuk, kadang terputus putus
 “Berbeda dengan (bising Mengi / Wheezing )
 Bising mengi ( Wheezing)
 Terdengar sebagai suitan, namun didegar
sepanjang ekspirasi, ekspirasi dilakukan dengan
tekanan .
 Mengi tidak hilang dengan batuk, malah
bertambah keras
 Mengi gejala penting penyakit asma dan PPOK
 Bronchophoni
 Vokal sound (suara biasa) didengar pada lapangan paru
terdengar kurang keras, kurang jelas dan jauh.
 Apabila terdengar lebih keras, pada pangkal telinga
pemeriksa disebut bronkoponi positif ;
 Biasanya pada infiltrat, atelektasis kompresif
 Eugophoni
 Bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya oleh
karena atelektasis kompresif akibat efusi pleura.
 Didengar pada perbatasan cairan dan parenkim paru
 Bronchial whisphered pectoralique
 Suara bisikan terdengar jelas , keras , nada
tinggi dengan fase ekspirasi lebih panjang.
 Ditemukan pada;
 atelektasis kompresif / konsildasi ( asal bronkus
terbuka)
Auskultasi Jantung.
 Auskultasi jantung menggunakan alat
stetoskop duplek, yang memiliki dua
corong yang dapat dipakai bergantian.
 Corong pertama berbentuk kerucut
(bell)yang sangat baik untuk
mendengarkan suara dengan frekuensi
tinggi (apeks)
 Corong yang kedua berbentuk lingkaran
(diafragma) yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi dengan nada rendah
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal,
yaitu

1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II


BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup
atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi
isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya
katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks.
Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

2. Bising jantung / cardiac murmur


BUNYI JANTUNG I
 Daerah auskultasi untuk BJ I :
 Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
 Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis
terdengar disini
 Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik
pula untuk mendengar katub mitral.
 Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
 stenosis mitral
 interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
 pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada
kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
 Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
 shock hebat
 interval PR yang memanjang
 decompensasi hebat.
BUNYI JANTUNG II
 Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
 hipertensi
 arterisklerosis aorta yang sangat.
 Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
 kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri,
stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
 BJ I dan II akan melemah pada :
 orang yang gemuk
 emfisema paru-paru
 perikarditis eksudatif
 penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
BISING JANTUNG
 Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising
systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising
diastole). Cara termudah untuk menentukan bising systole atau
diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising
dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka
bising itu adalah bising systole.
 Tentukan lokasi bising yang terkeras.
 Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan.
Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan
penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan
dijalarkan lebih dulu.
BISING JANTUNG
 Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat
bising :
(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-
benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai
intensitas diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila
stetoskop tidak diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan
stetoskop.
 Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising
gesek, bising yang meniup, bising yang melagu

Anda mungkin juga menyukai