Anda di halaman 1dari 16

TINDAK

PIDANA
KORUPSI
Tri Wahyu Diah L.
Taskia Nafis
Galuh Ihza M.
Dinar Novaza
Oktavia Rizkya P.
Farah Aenun Nabila
Indri Lestari
M. Ainun Ikhsan
Amalia Dwi Nur C.
Refa Noor Indah P.
Pengertian Tindak Pidana
Korupsi
Perbuatan seseorang dengan atau karena
melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan atau perekonomian negara
atau daerah atau merugikan suatu badan yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau
badan hukum lain yang mempergunakan modal
dan kelonggaran-kelonggaran masyarakat.
Jenis-jenis Korupsi

1. Korupsi Transaktif (Transactive corruption)


2. Korupsi yang memeras (Extortive corruption)
3. Korupsi investif (investive corruption)
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)
5. Korupsi defensif (defensive corruption)
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Peraturan Perundang-undangan
Terkait Korupsi
Undang-Undang No.24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak Pidana
Korupsi
Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation
Convention Against Corruption (UNCAC) 2003
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Peran serta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi
Tugas dan Peran Lembaga Pemerintahan
dalam Pemberantasan Korupsi

1. Kepolisian
2. Kejaksaan
3. KPK
4. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Riwayat Korupsi Di Indonesia

Korupsi di Indonesia sudah ‘membudaya’ sejak dulu,


sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama,
Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi,
namun tidak membuakan hasil.
Era Sebelum Indonesia Merdeka

Kita dapat menyimak bagaimana tradisi korupsi berjalan dan perebutan


kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas
dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa
Wongateleng dan seterusnya)
Selain itu pecahnya atau hancurnya kerajaan Mataram disebabkan oleh adanya
ikut campurdari VOC yang lebih karena perilaku elit bangsawan yang korup,
lebih suka memperkaya pribadi dan keluarga, kurang mengutamakan aspek
pendidikan moral, kurang memperhatikan “character building”, mengabaikan
hukum apalagi demokrasi Terlebih lagi sebagian besar penduduk di
Nusantara tergolong miskin, mudah dihasut provokasi atau mudah termakan
isu dan yang lebih parah mudah diadu domba.
Belanda memahami betul akar “budaya korup” yang tumbuh subur pada bangsa
Indonesia, maka melalui politik “Devide et Impera” mereka dengan mudah
menaklukkan Nusantara.
Era Pasca Kemerdekaan

Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali


dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi – Paran dan Operasi Budhi
– namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati
menjalankannya
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah
diharuskan mengisi formulir yang disediakan – istilah sekarang :
daftar kekayaan pejabat negara. Dalam perkembangannya kemudian
ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi
keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak
diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.
Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963,
upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan dengan
membentuk Lembaga Operasi Budhi. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara
lainnya yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi.
Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya,
untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina
mengajukan permohonan kepada Presiden untuk menjalankan
tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak
diperiksa dengan dalih belum mendapat izin dari atasan
Era Orde Baru

Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu


memberantas korupsi sehingga dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK) yang diketuai Jaksa Agung
Tahun 1930, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes
keberadaan TPK karena diduga adanya ketidak-seriusan TPK dalam
memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto.
Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen
Kehutanan banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang
korupsi
Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa,
akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat
beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa
Namun kornite ini hanya “macan ompong” karena hasil temuannya tentang
dugaan korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.
Era Reformasi

Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya “korupsi” lebih banyak
dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era
Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah
terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas
Kemudian, Presiden BJ Habibie pembentukan berbagai komisi
atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga
Ombudsman, Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid
membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK).
Namun TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia
mengalami kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian
masyarakat tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat
mendukung upaya pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan
pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di tempat-
tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden,
melahirkan kecurigaan masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan
proses tawar-menawar tingkat tinggi.
Di masa pemerintahan Megawati pula kita rnelihat dengan kasat mata
wibawa hukum semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas
kekuasaan.
Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa. Belakangan kasus-
kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi. Hingga
tahun 2019 ini pun korupsi masih merajalela bahkan sudah menjadi hal
yang biasa di Indonesia.
Indonesia pernah memiliki delapan komisi dan lembaga
antikorupsi pendahulu Komisi Pemberantasan Korupsi yang
ternyata dibubarkan. Delapan komisi dan lembaga antikorupsi
yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi
tersebut adalah:

1. Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran)


2. Operasi Budhi
3. Tim Pemberantasan Korupsi
4. Komisi Empat
5. Operasi Penertiban
6. Tim Pemberantas Korupsi
7. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
8. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
9. Komisi Pemberantasan Korupsi
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai