Anda di halaman 1dari 93

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

• PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pengertian Filsafat*) :
• Para ahli filsafat umumnya mempunyai tinjauan
senada meskipun ada perbedaan secara
harafiah.
• Filsafat > philein (Yunani), philosophia (Latin),
filsafat (Indonesia), falsafah (Arab),
philosophy (Inggris), philosophie (Belanda)
philosophier (Jerman), philosophie (Perancis).
1
• Filsafat > philein = cinta dan sophos = kebijaksanaan
(Yunani – bangsa Yunani yang mula2 berfilsafat) **)
• Filsafat > philos = sahabat dan sophia = pengetahuan
yang bijaksana (wishie, Belanda atau wisdom, Inggris,
hikmat, Arab).
• Filsafat - Philosophia diartikan sebagai cinta pada
pengetahuan yang bijaksana atau mengusahakan
pengetahuan yang bijaksana.
*) Prof.Dr. H. Kaelan,MS, **) Dr. Harun Nasution. ***) Sidi Gazalba. 2
Ciri Berfikir Kefilsafatan :
1. Kritis.
2. Bersifat mendalam.
3. Berpikir konseptual.
4. Koheren (runtut).
5. Rasional.
6. Bersifat Menyeluruh (komprehensif).
7. Bersifat Universal.
8. Bersifat Spekulatif.
9. Bersifat Sistematis.
10. Bersifat Bebas . 3
1. Kritis : senantiasa mempertanyakan segala sesuatu,
problema2 atau hal2 lain yang sedang dihadapi oleh
manusia – selalu bersifat dinamis.
• Pertanyaan yang fundamental adalah ‘apa?’ – dicari
inti atau substansinya.
• Sifat kritis dan dinamis ini mengawali perkembangan
ilmu pengetahuan.
• Metode induksi menjadi metode yang utama dalam
penelitian ilmiah. 4
• C.G. Henpel : ‘daripada induksi digunakan sebagai
tolok ukur menyusun hipotesis, lebih baik dipakai sbg
tolok ukur kesahihan.’
• A.D. De Groot mengembangkan proses daur (siklus)
yang terdiri atas – induksi, deduksi dan verifikasi.
• K.R. Popper menolak induksi dan mengajukan
pendapat tentang prinsip falsifikasi. Menurutnya,
setiap pertanyaan teoritis harus disusun sehingga
sebanyak mungkin terbuka untuk perubahan2.
5
2. Bersifat mendalam : bukan hanya sampai pada
fakta2 yg sifatnya sangat khusus dan empiris namun
sampai pada intinya yg terdalam atau substansinya
yg bersifat universal – atau hakikatnya.
• Sifat berfikir semacam ini sering disebut berfikir
secara radikal – sampai adanya sesuatu yg hendak
dipermasalahkan.
• Misalnya tentang obyek materia manusia – tidak
hanya sampai gejala2 empiris, khusus dan
senantiasa berubah, tetapi sampai kesimpulan
terdalam, tetap dan tidak berubah - hakikatnya.
Hal ini yg membedakan bidang disiplin ilmu
filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya. 6
3. Berpikir konseptual : tidak hanya sampai pada persepsi
tatapi sampai pengertian2 konseptual.
• Perenungan kefilsafatan merupakan kegiatan akal budi
dan mental manusia yg berusaha untuk menyusun bagan
yg bersifat konseptual yg merupakan suatu hasil
generalisasi serta abstraksi dari pengalaman tentang hal2
yg sifatnya khusus dan individual – bukan hanya
‘mengawang’ tetapi juga berkaitan dengan masalah
kongkrit yg dihadapi manusia.
• Generalisasi dan abstraksi sampai pada kesimpulan yg
bersifat konseptual. 7
4. Koheren (runtut) : Berfikir kefilsafatan bukan suatu
pemikiran acak, kacau atau frakmentaris.
• Pemikiran kefilsafatan berusaha menyusun suatu
bagan yang konseptual dan koheren (runtut),
terdapat suatu hubungan dan tidak terdapat suatu
pertentangan.
• Misalnya suatu pemikiran konseptual terdiri atas
unsur A,B,C,D, dan E maka kesemua unsur tsb harus
ada dalam bagan konseptual dan runtut.
8
5. Rasional : Pemikiran kefilsafatan selain konseptual dan
runtut, senantiasa terdapat hubungan yang logis – sesuai
dengan prinsip2 logika di antara bagian-bagiannya.
• Bagian2 tsb yang satu harus terkandung pada yg lain atau
merupakan penyimpulan yg berasal dari suatu perangkat
pernyataan yg mendahuluinya yg sejenis.
• Sifat rasional dalam berfikir kefilsafatan tidak sama dengan
sifat logika ilmu pasti.
• Sifat rasional kefilsafatan selalu terbuka bagi kritik.
• Misalnya konsep manusia yg bersifat ‘monopluralis’
(Notonagoro) – dapat diartikan bahwa segala sesuatu yg
unsur2nya tidak terkandung pada manusia bukanlah sbg
hakikat manusia. 9
6. Bersifat Menyeluruh (komprehensif) : pemikiran
kefilsafatan berusaha menyusun bagan yg konseptual,
rasional, logis dan bersifat menyeluruh.
• Berarti, bukan hanya berdasarkan pada suatu fakta yg khusus
dan individual yg kemudian sampai pada kesimpulan yg
khusus dan individual namun sampai pada kesimpulan yg
sifatnya paling umnum.
• Bersifat menyeluruh artinya tidak ada sesuatupun yg di luar
jangkauannya (Kattsoff, 1986).
• Misalnya, pemikiran kefilsafatan tentang manusia – bukan
sekadar manusia tertentu atau bangsa tertentu. 10
7. Bersifat Universal : pemikiran kefilsafatan berusaha
menyusun bagan yg konseptual, rasional, logis dan
menyeluruh, maka pada hakikatnya pemikiran
kefilsafatan bersifat universal.
• Artinya, sampai pada kesimpulan yg bersifat umum bagi
seluruh manusia di mana pun, kapan pun dan dalam
keadaan apa pun.
• Untuk berusaha menemukan kenyataan kebenaran
sampai kesimpulan2 yg universal, para filsuf memiliki
metode masing2 – kesamaannya pada pencapaian
kenyataan yg bersifat universal – filsafat sebagai
pandangan dunia (Weltanschauung).
11
8. Bersifat Spekulatif : Berfikir kefilsafatan bersifat spekulatif (perekaan).
Perekaan adalah dugaan2 yg masuk akal (rasional) yg melampaui batas2
fakta.
• Ini merupakan kemampuan kegiatan akal budi manusia melalui
kemampuan imajinasi yg berdisiplin menghadapi persoalan2 filsafat yg
menuntut pemecahan yg bijaksana.
• Tujuan perekaan adalah penyatupaduan dari semua pengetahuan,
pemikiran, dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan yg
komprehensif.
• Ini dapat dilakukan dengan cara pemikiran secara menyeluruh dari seluruh
hasil2 pengalaman etis keagamaan.
• Dengan cara demikian, diharapkan bahwa kesimpulan umum mengenai
sifat dasar alam semesta, serta kedudukan dan prospek manusia di
dalamnya dapat dicapai. 12
9. Bersifat Sistematis : pemikiran kefilsafatan tidak bersifat
fragmentaris dan acak.
• Pemikiran filsafat berusaha menyusun bagan yg konseptual, rasional, logis,
menyeluruh, universal atau bersistem.
• Artinya, pemikiran kefilsafatan senantiasa mempunyai bagian-bagian dan
di atara bagian2 tsb senantiasa berhubungan antara satu dan yg lainnya.
• Hubungannya terjalin dalam suatu kerjasama yg saling bergantung
(ketergantungan).
• Jadi pemikiran kefilsafatan yg bersifat rasional dan runtut pastilah
merupakan suatu sistem.
• Pemikiran kefilsafatan memiliki bagian2 yg berada dalam satu
jalinan hubungan, terdapat fungsi2 bagian, bersifat kompleks
serta empiris. 13
10. Bersifat Bebas : Sifat berfikir
kefilsafatan adalah berfikir secara
bebas untuk sampai pada hakikat yg
terdalam dan universal.
• Oleh karena itu, ciri kreativitas ada
dalam cara berfikir kefilsafatan.

14
Filsafat timbul karena persoalan2 yg dihadapi manusia.
• Cabang filsafat (tradisional) hanya ada tiga (3) yakni : logika,
etika, estetika. Kemudian berkembang yakni , metafisika dan
epistemologi .
• Logika – berkaitan dengan apa yg disebut benar dan apa yg
disebut salah.
• Etika – berkaitan dengan apa yg dianggap baik dan apa yg
dianggap buruk.
• Estetika – berkaitan dengan apa yg termasuk indah dan apa
yg termasuk jelek. keindahan.
• Metafisika – berkaitan dgn hakikat yg ada – hakikat keberadaan zat,
hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran (segala sesuatu yg ada).
• Epistemologi – berkaitan dengan hakikat pengetahuan (filsafat
pengetahuan) yg secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan. 15
• Apa yg dikaji oleh pengetahuan disebut Ontologi.
• Bagaimana mendapatkan pengetahuan disebut epistemologi.
• Untuk apa pengetahuan digunakan disebut aksiologi.
• Berkaitan dgn penentuan obyek yg ditelaah berdasarkan
pilihan2 moral, teknik prosedural untuk mendapatkan
pengetahuan yg benar merupakan operasionalisasi metode
ilmiah – dengan norma-norma moral tertentu dan bersifat
profesional maka kemudian dikenal istilah metodologi .

16
• Cabang filsafat yg sekarang dikenal sebagai bidang yg
mempunyai kajian formal adalah : 1) Epistemologi (Filsafat
Pengetahuan), 2) Etika (Filsafat Moral), 3) Etika (Filsafat
Seni), 4) Metafisika (hakikat keberadaan zat, hakikat
pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran- segala
sesuatu yg ada), 5) Politik (Filsafat Pemerintahan),
6) Filsafat Agama, 7) Filsafat Ilmu, 8) Filsafat
Pendidikan, 9) Filsafat Hukum, 10) Filsafat
Sejarah, 11) Filsafat Matematika.
• Selama manusia hidup sebenarnya tidak seorang pun dapat
menghindar dari kegiatan berfilsafat. Atau setiap orang dalam
hidupnya senantiasa berfilsafat. 17
• Jika seseorang berpendapat bahwa dalam hidup ini -
materi yang esensial dan mutlak, maka org tsb
berfilsafat materialism.
• Jika seseorg berpandangan bahwa kebenaran
pengetahuan itu sumbernya rasio – maka org tsb
berfilsafat rasionalisme.
• Bila seseorg berpandangan bahwa dalam hidup ini yg
terpenting adalah kenikmatan, kesenangan dan
kepuasan lahiriah – maka faham ini disebut
hedonism. 18
• Apabila seseorg berpandangan bahwa
dalam hidup masy maupun negara – yang
terpenting adalah kebebasan individu,
atau berpandangan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yg
bebas, maka org tsb berpandangan
individualisme, liberalisme.
19
• Secara etimologis – istilah filsafat >
bahasa Yunani : ‘philein’ yg artinya ‘cinta’
dan ‘sophos’ yg artinya ‘hikmah’ atau
‘kebijaksanaan’, ‘wisdom’. Dengan
demikian, secara harafiah – filsafat
bermakna ‘ cinta kebijaksanaan’.
• Makna filsafat tsb sesuai dengan
sejarah timbulnya ilmu pengetahuan – yg
sebelumnya di bawah naungan filsafat. 20
• Lingkup bahasan filsafat mencakup banyak
bidang antara lain tentang : manusia, alam,
pengetahuan, etika, logika, dll.
• Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan maka muncul pula filsafat yg
berkaitan dengan bidang2 ilmu pengetahuan
tertentu, misalnya :filsafat politik, sosial,
hukum, bahasa, ilmu pengetahuan, agama, dan
bidang2 ilmu lainnya. 21
• Keseluruhan arti filsafat yg meliputi berbagai
masalah tersebut, dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yakni :
a) Filsafat sebagai produk - mencakup
pengertian.
b) Filsafat sebagai suatu proses – dalam hal
ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu
aktivitas berfilsafat.

22
a) Filsafat sebagai produk-mencakup pengertian :
• Filsafat sbg jenis pengetahuan, ilmu, konsep,
pemikiran2 dari para filsuf zaman dahulu yg lazimnya
merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu.
Misalnya : rasionalisme, materialism, pragmatism dll.
• Filsafat sbg suatu jenis problema yg dihadapi oleh
manusia sebagai hasil aktivitas berfilsafat.
• Jadi manusia mencari suatu kebenaran yg timbul dari
persoalan yg bersumber pada akal manusia. 23
b) Filsafat sebagsai suatu proses :
• Dalam hal ini, filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas
berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan
dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yg
sesuai dengan obyeknya.
• Dalam pengertian ini, filsafat merupakan suatu system
pengetahuan yg bersifat dinamis.

• Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan


suatu kumpulan dogma yg hanya diyakini, ditekuni, dan
difahami sebagai suatu nilai tertentu – tetapi lebih merupakan
suatu aktivitas berfilsafat – suatu proses yg dinamis dengan
menggunakan suatu metode tersendiri. 24
Cabang-cabang filsafat yang pokok :
• Metafisika : membahas hal-hal yg bereksistensi di
balik fisis, yg meliputi bidang2 ontologi, kosmologi
dan antropologi.
• Epistemologi – berkaitan dengan persoalan hakikat
pengetahuan.
• Metodologi – yg berkaitan dengan persoalan hakikat
metode dalam ilmu pengetahuan.
25
• Logika : berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir,
yaitu rumus-rumus dan dalil2 berfikir yg benar.
• Etika : berkaitan dengan moralitas, tingkah laku
manusia.
• Estetika : berkatian dengan persoalan hakikat
keindahan.
• Berdasarkan cabang2 filsafat inilah kemudian muncul
berbagai macam aliran dalam filsafat.
26
• Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
• Pancasila yg terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat.
• Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian2 yg saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yg utuh.
• Menurut Shore dan Voich, 1974) sistem umumnya memiliki ciri-ciri sbb:
• Suatu kesatuan bagian-bagian.
• Bagian-bagian tsb mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
• Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
• Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(tujuan system).
• Terjadi dalam suatu lingkungan yg kompleks. 14
• Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
• Pancsila yg terdiri atas bagian-bagian, yaitu sila-sila
Pancasila – setiap sila pada hakikatnya merupakan
suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yg
sistematis.
• Susunan Kesatuan sila-sila Pancasila bersifat
organis
• Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan.
• Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri atas lima sila
yg masing2 merupakan suatu asas peradaban. 15
• Namun demikian, sila-sila Pancasila itu merupakan
suatu kesatuan dan keutuhan.
• Yaitu, setiap sila merupakan unsur (bagian mutlak) dari
Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan
yg majemuk tunggal.
• Konsekuensinya, setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta
di antara sila satu dan lainnya tidak saling
bertentangan.
16
• Kesatuan sila-sila Pancasila yg bersifat organis tersebut pada hakikatnya
secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologism manusia sebagai
pendukung dari inti, isi dan sila-sila Pancasila – yaitu hakikat manusia
‘monopluralis’ yg memiliki unsur-unsur:
• ‘susunan kodrat’ ->jasmani-rohani,
• ‘sifat kodrat’ ->individu-individu sosial
• ‘kedudukan kodrat’ -> sebagai pribadi berdiri sendiri – makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.
• Unsur- unsur hakikat manusia tsb merupakan suatu kesatuan yg bersifat
organis dan harmonis.
• Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing, namun saling berhubungan.
• Oleh karena itu, sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat
manusia ‘monopluralis’ – yg merupakan kesatuan organis – maka sila-sila
Pancasila juga memiliki kesatuan yg bersifat organis pula. 17
• Susunan Pancasila yg bersifat Hirarkhis dan
berbentuk Piramidal.
• Pengertian sistematis piramidal – untuk
menggambarkan hirarkhi sila-sila Pancasila dalam
urut2an luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi
sifatnya (kualitas).
• Jika dilihat dari intinya – urut2an lima sila Pancasila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat luasnya dan isi
sifatnya merupakan pengkhususan dari sila sesuai
urutannya (urutan sila yang mendahului suatu sila).
18
• Bila urutan lima sila dianggap mempunyai maksud
demikian, maka di antara lima sila ada hubungan yg
mengikat yg satu kepada sila lainnya – sehingga
Pancasila merupakan suatu keseluruhan yg bulat.
• Andaikata urut2an sila itu dipandang sebagai tidak
mutlak, maka di antara satu sila dengan sila lainnya
tidak ada sangkut pautnya – dan Pancasila menjadi
terpecah. Konsekuensinya, tidak dapat dijadikan asas
kerohanian negara. Sebab, setiap sila dapat diartikan
dalam macam2 maksud. Sehingga sebenarnya sama
saja dengan tidak ada Pancasila. 19
• Kesatuan sila-sila Pancasila yg memiliki susunan hirarkhis
piramidal menunjuk pada pengertian – bahwa Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi basis Sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yg dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Atau dapat difahami bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
Ketuhanan yg berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan
serta berkeadilan sosial.
• Sehingga di dalam setiap sila terkandung sila – sila lainnya.
• Secara ontologis (hakikat) sila-sila Pancasila mendasarkan pada
landasan : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat dan Adil (Notonagoro,
1975 : 49). 20
`
• Berdasarkan hakikat yg terkandung di dalam sila-sila Pancasila
– dan Pancasila sebagai dasar filsafat neg –> maka segala hal
yg berkaitan dengan sifat dan hakikat neg harus sesuai
dengan landasan sila-sila Pancasila.
• Ini berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai
berikut :
• Sila pertama Ketuhanan – adalah sifat2 dan keadaan neg
harus sesuai dengan hakikat Tuhan.
• Sila kedua Kemanusiaan – adalah sifat2 dan keadaan negara
yg harus sesuai dengan hakikat manusia.
21
• Sila ketiga Persatuan – adalah sifat2 dan keadaan
negara yg harus sesuai dengan hakikat satu.
• Sila keempat Kerakyatan – adalah sifat2 dan keadaan
negara yg harus sesuai dengan hakikat rakyat.
• Sila kelima Keadilan – adalah sifat2 dan keadaan
negara yg harus sesuai dengan hakikat adil.
(Notonagoro, 1975: 50).
• Kesesuaian yg dimaksud adalah kesesuaian antara
hakikat nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila dengan
negara – dalam pengertian kesesuaian sebab- akibat.
22
• Makna kesesuaian dimaksud adalah sebagai berikut :
• Bahwa hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa (sebagai sebab) – hakikat sila pertama – dan
sila kedua) yg membentuk persatuan mendirikan
negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah
disebut rakyat (hakikat sila III dan sila IV) yang ingin
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu suatu
keadilan dalam persekutuan hidup masyarakat negara
(keadilan sosial – hakikat sila V).
• Jadi secara konsisten negara haruslah sesuai
dengan hakikat Pancasila. 23
• Rumusan Pancasila yang Bersifat Hirarkhis dan Berbentuk
Piramidal
1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan
menjiwai sila-sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
meliputi dan menjiwai sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia. 24
3. Sila ketiga : Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, serta
meliputi dan menjiwai sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Sila kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.
25
• Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila
yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi

• Kesatuan sila-sila Pancasila yg “Majemuk Tunggal”,


“Hirarkhis Piramidal” juga mempunyai sifat ‘saling
mengisi dan saling mengkualifikasi’.

• Maksudnya – bahwa dalam setiap sila terkandung nilai


dari keempat sila lainnya. Atau dengan kata lain,
setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat
sila lainnya. 26
• Notonagoro : rumusan sila-sila Pancasila yg saling mengisi
dan saling mengkualifikasi adalah sbb:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang


adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
27
3. Sila Persatuan Indonesia adalah ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, berkemanusiaan yg adil dan beradab, berkerakyatan
yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan adalah ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusiaan yg adil dan beradab, dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yg adil dan
beradab, berkerakyatan yg dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
28
• Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Filsafat
• Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukan
hanya merupakan kesatuan yg bersifat formal-logis
saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis,
dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
• Kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkhis
dan mempunyai bentuk pyramidal – digunakan untuk
menggambarkan hubungan hirarkhis sila-sila Pancasila
dalam urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian
inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam
arti formal logis.
29
• Selain kesatuan sila-sila Pancasila itu hirarkhis dalam
hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu
menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila.
• Kesatuan yang demikian meliputi dasar ontologism –
dasar epistemologis – serta dasar aksiologis dari sila-
sila Pancasila.
• Secara filosofis – Pancasila sebagai suatu kesatuan
sistem filsafat – memiliki dasar ontologism, dasar
epistemologis dan dasar aksiologis sendiri – yang
berbeda dengan sistem filsafat lainnya, misalnya
materialism, liberalism, pragmatism, komunisme,
idealism dan lain paham filsafat di dunia.
30
Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
• Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak
hanya menyangkut sila-silanya saja, melainkan juga
meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Atau
secara filosofis meliputi dasar ontologis sila-sila
Pancasila.
• Pancasila yg terdiri atas lima sila – setiap silanya
bukanlah merupakan asas yg berdiri sendiri2,
melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologism.
• Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah
manusia yg memiliki hakikat mutlak monopluralis.
Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai
dasar antropologis.
31
• Menurut Notonagoro - subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila
adalah manusia.
• Hal ini dapat dijelaskan sbb: bahwa yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berperikemanusiaan yg adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan serta
berkeadilan sosial - pada hakikatnya adalah manusia.
• Demikian juga jikalau kita fahami dari segi filsafat negara bahwa
Pancasila adalah Dasar Filsafat Negara – adapun pendukung pokok
negara adalah rakyat – dan unsur rakyat adalah manusia itu
sendiri.
• Dengan demikian tepat jika dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat
dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia. 32
• Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologism memiliki hal-hal yang mutlak – yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa -jasmani dan rohani.
• Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
• Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
• Oleh karena kedudukan kodrat manusia sbg makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sbg makhluk Tuhan -> maka secara
hirarkhis sila pertama Ketuhanan YME mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila Pancasila lainnya. (Notonagoro,
1975). 33
• Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan
sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-
akibat – yakni negara sebagai pendukung hubungan.
• Tuhan YME, manusia, satu, rakyat dan adil sebagai
pokok pangkal hubungan.
• Landasan sila-sila Pancasila – yaitu Tuhan, manusia,
satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab dan negara
sebagi akibat.
• Sebagai suatu sistem filsafat – landasan sila-sila Pancasila itu
– dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yg
bertingkat. Ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk
piramidal. 34
• Menurut Notonagoro, hal tsb dpt dijelaskan sbb:
• “…sebenarnya ada hubungan sebab akibat antara negara pada
umumnya dengan manusia, karena negara adalah lembaga
kemanusiaan – yg diadakan oleh manusia. Adapun Tuhan adalah
asal segala sesuatu, termasuk manusia – sehingga terdapat
hubungan sebab dan akibat pula yg tidak langsung antara negara
dengan asal mula segala sesuatu; rakyat adalah jumlah dari
manusia2 pribadi – sehingga ada hubungan sebab akibat antara
negara dengan rakyat, lebih2 buat negara kita yg kekuasaannya
dengan tegas dinyatakan di tangan rakyat, berasal dari rakyat
sebagaimana tersimpul dalam asas kedaulatan rakyat. Tidak dari
satu – akan tetapi dari penjelmaan dari pada satu itu, ialah
kesatuan rakyat, dapatlah timbul suatu negara – sehingga tidak
secara langsung ada juga hubungan sebab dan akibat. 35
• Adil adalah dasar dari cita-cita setiap bangsa, jika
suatu bangsa tidak merdeka tidak mempunyai negara
sendiri itu adalah tidak adil. Jadi hubungan antara
negara dengan adil termasuk pula dalam golongan
hubungan yg harus ada dan mutlak, dan dalam arti
bahwa adil itu dapat mengandung unsur pula yg sejenis
dengan asas hubungan sebab dan akibat atau termasuk
dalam lingkungannya juga sebagai penggerak atau
pendorong utama….selain itu sila keadilan sosial
adalah merupakan tujuan dari keempat sila yg
mendahuluinya. Maka dari itu merupakan tujuan dari
bangsa kita dalam bernegara …”(Notonagoro, 1975).
• Berdasarkan uraian tsb maka hakikat kesatuan sila-
sila Pancasila yg bertingkat dan berbentuk piramidal
dapat dijelaskan sbb:
• Sila pertama Ketuhanan YME mendasari dan menjiwai
sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Hal tsb berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung
pokok negara adalah manusia – karena negara adalah
sebagai lembaga hidup bersama, sebagai lembaga
kemanusiaan dan manusia adalah makhluk Tuhan YME,
sehingga adanya manusia adalah sebagai akibat adanya
Tuhan YME sbg causa prima.
• Tuhan adalah asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan
adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah,
tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tata tertib
alam (Notonagoro, 1978).
• Sehingga dengan demikian sila pertama mendasari,
meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. 38
• Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan YME – mendasari dan menjiwai sila Persatuan
Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta sila Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hal ini dpt dijelaskan sbb : Negara adalah lembaga
kemanusiaan – yg diadakan oleh manusia. Maka manusia adalah
subyek pendukung pokok Negara. Negara adalah dari, oleh dan
untuk manusia. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab-akibat yg
langsung antara Negara dengan manusia. Adapun manusia adalah
makhluk Tuhan YME – sehingga sila kedua didasari dan dijiwai oleh
sila pertama. Sila kedua mendasari dan menjiwai sila ketiga
(Persatuan Indonesia), sila keempat (Kerakyatan) serta sila kelima
(Keadilan sosial). 39
• Pengertian tsb hakikatnya mengandung makna sbb:
rakyat adalah sebagai unsur pokok negara. Dan
rakyat adalah merupakan totalitas individu2 yg
bersatu yg bertujuan mewujudkan suatu keadilan
dalam hidup bersama (Keadilan sosial). Dengan
demikian, pada hakikatnya yg bersatu dan membentuk
suatu negara adalah manusia – dan manusia yg bersatu
dalam suatu negara adalah disebut rakyat sebagai
unsur pokok negara serta terwujudnya keadilan
bersama adalah keadilan dalam hidup manusia
barsama, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
40
• Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan YME – mendasari dan menjiwai sila Persatuan
Indonesia, sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta sila Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hal ini dpt dijelaskan sbb : Negara adalah lembaga
kemanusiaan – yg diadakan oleh manusia. Maka manusia adalah
subyek pendukung pokok Negara. Negara adalah dari, oleh dan
untuk manusia. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab-akibat yg
langsung antara Negara dengan manusia. Adapun manusia adalah
makhluk Tuhan YME – sehingga sila kedua didasari dan dijiwai oleh
sila pertama. Sila kedua mendasari dan menjiwai sila ketiga
(Persatuan Indonesia), sila keempat (Kerakyatan) serta sila kelima
(Keadilan sosial). 41
• Pengertian tsb hakikatnya mengandung makna sbb:
rakyat adalah sebagai unsur pokok negara. Dan
rakyat adalah merupakan totalitas individu2 yg
bersatu yg bertujuan mewujudkan suatu keadilan
dalam hidup bersama (Keadilan sosial). Dengan
demikian, pada hakikatnya yg bersatu dan membentuk
suatu negara adalah manusia – dan manusia yg bersatu
dalam suatu negara adalah disebut rakyat sebagai
unsur pokok negara serta terwujudnya keadilan
bersama adalah keadilan dalam hidup manusia
barsama, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
42
• Sila ketiga Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan YME dan sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab serta mendasari dan menjiwai sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan sila Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Hakikat sila ketiga tsb dapat dijelaskan sbb. :
• Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan YME dan kemanusian – bahwa manusia sbg
makhluk Tuhan YME yg pertama harus direalisasikan
adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu
persekutuan hidup yg disebut negara.
43
• Maka pada hakikatnya – yg bersatu adalah manusia sbg
makhluk Tuhan YME – oleh karena itu – persatuan
adalah sbg akibat adanya manusia sbg makhluk Tuhan
YME. Adapun hasil persatuan di antara individu2,
pribdi2 dalam suatu wilayah tertentu disebut sbg
rakyat – sehingga rakyat adalah merupakan unsur
pokok negara.
• Persekutuan hidup bersama manusia dalam rangka
untuk mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu
keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan sosial)
sila keempat dan kelima Pancasila.
44
• Notonagoro : “…sila Ketuhanan YME dan kemanusian,
meliputi seluruh hidup manusia dan menjadi dasar dari sila2
yg lainnya. Akan tetapi sila Persatuan atau kebangsaan,
Kerakyatan dan Keadilan sosial hanya meliputi sebagian
lingkungan hidup manusia – sbg pengkhususan dari sila kedua
dan sila kedua dan mengenai hidup bersama dalam
masyarakat, bangsa dan Negara. Selain itu, ketiga sila ini –
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan – satu dan lainnya
bersangkut paut – dalam arti – sila yang dimuka menjadi
dasar dari sila-sila berikutnya dan sebaliknya, sila2 yg
berikutnya merupakan pengkhususan dari sila-sila yg
mendahuluinya. Hal ini mengingat susunan sila-sila Pancasila
yg hirarkhis dan berbentuk pyramidal…” (Notonagoro, 1957).
• Sila keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan – makna pokok sila keempat adalah Kerakyatan
yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat.
• Sila keempat ini didasari dan dijiwai sila Ketuhanan YME,
Kemanusiaan dan Persatuan.
• Dalam kesatuan yg bertingkat, maka hakikat sila keempat
itu adalah sbb. :
• Hakikat rakyat adalah penjumlahan manusia-manusia,
semua orang, semua warga dalam suatu wilayah negara
adalah sebagai akibat bersatunya manusia sbg makhluk
Tuhan YME dalam suatu wilayah tertentu. 46
• Maka secara ontologism adanya rakyat adalah
ditentukan dan sebagai akibat adanya makhluk Tuhan
YME yg menyatukan diri dalam suatu wilayah negara
tertentu.

• Adapun sila keempat tsb mendasari dan menjiwai sila


Keadilan sosial (sila kelima Pancasila). Hal ini
mengandung arti bahwa negara adalah demi
kesejahteraan rakyatnya. Maka tujuan dari negara
adalah terwujutnya masyarakat yang berkeadilan –
terwujudnya keadilan dalam hidup bersama
(keadilan sosial). 47
• Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia - > memiliki makna pokok keadilan –
hakikatnya memiliki kesesuaian dengan hakikat adil.
• Sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh hakikat
keempat sila lainnya : Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan dan Kerakyatan.
• Hakikat maknanya – bahwa keadilan adalah sebagai
akibat dari adanya negara kebangsaan, dari manusia-
manusia yg ber-Ketuhanan YME.
• Sila kelima adalah merupakan tujuan dari keempat
sila lainnya. 48
• Secara ontologis, hakikat keadilan sosial juga ditentukan oleh
adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua
– Kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Menurut Notonagoro, hakikat keadilan yg terkandung dalam sila
kedua – yaitu keadilan yg terkandung dalam hakikat manusia
monopluralis – yaitu kemanusiaan yg adil terhadap diri sendiri,
terhadap sesama manusia dan terhadap Tuhan YME atau kausa
prima.
• Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis tsb dalam
bidang kehidupan bersama, baik dalam lingkup masyarakat, bangsa
dan negara dan kehidupan antar bangsa – yg menyangkut sifat
kodrat manusia sbg makhluk individu dan makhluk sosial – yaitu
dalam wujud keadilan dalam hidup bersama atau keadilan sosial.
Dengan demikian, logikanya – keadilan sosial didasari dan dijiwai
oleh keadilan sila kedua – Kemanusiaan yg adil dan beradab.
49
Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
• Pancasila sbg suatu sistem pada hakikatnya juga merupakan
suatu sistem pengetahuan.
• Dlm kehidupan sehari-hari – Pancasila mrpk pedoman atau
dasar bagi bangsa Indonesia dlm memandang realitas alam
semesta, manusia, masy, bangsa dan neg tentang makna
hidup serta sbg dasar bagi manusia dalam menyelesaikan
masalah yg dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
• Pancasila dlm pengertian seperti tsb di atas telah menjadi
suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief
system) yg telah menyangkut praksis, krn dijadikan landasan
bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masy dalam
berbagai bidang. Ini berarti -> filsafat telah menjelma
menjadi ideologi (Abdulgani, 1986). 50
• Menurut Prof. Wibisono (1996), sebagai ideologi –
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat
menarik loyalitas pendukungnya, yakni :
• 1) logos (rasionalitas atau penalarannya),
• 2) pathos (penghayatannya),
• 3) ethos (kesusilaannya).
• Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi, maka
Pancasila harus memiliki unsur rasional – terutama
dalam kedudukannya sbg suatu sistem pengetahuan.
51
• Dasar epistemology Pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sbg suatu
ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat
Pancasila (Soeryanto, 1991).
• Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat
manusia.
• Jika manusia merupakan basis ontologis Pancasila – maka
dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan
epistemologi – yaitu bangunan epistemology yg ditempatkan
dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996). 52
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology :
• 1) tentang sumber pengetahuan manusia,
• 2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, 3) tentang watak
pengetahuan manusia (Titus, 1984).
• Persoalan epistemology dalam hubungannya dengan Pancasila dapat
dirinci sbb.:
• Pancasila sbg. suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan
Pancasila.
• Tentang sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri – bukan berasal dari bangsa lain – bukan hanya
merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang
saja – namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam
mendirikan negara. Dengan lain perkatanaan – bangsa Indonesia adalah
kausa materialis Pancasila. 53
• Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah
bangsa Indonesia sendiri – yg memiliki nilai-nilai adat
istiadat serta kebudayaan dan nilai religious – maka
diantara bangsa Indonesia sbg pendukung sila-sila
Pancasila – dengan Pancasila sendiri sebagai suatu
sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang
bersifat korespondensi.
• Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan –
maka Pancasila memiliki susunan yg bersifat formal
logis – baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti sila-sila Pancasila. 54
• Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkhis
dan berbentuk piramidal.
• Sila ke-1 mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
• Sila ke-2 didasari dan dijiwai Sila ke 1 dan mendasari dan
menjiwai Sila ke-3, Sila ke-4 dan Sila ke-5.
• Sila ke-3 didasari dan dijiwai Sila ke-1 dan Sila ke-2 serta
mendasari Sila ke-4 dan Sila ke-5.
• Sila ke-4 didasari dan dijiwai Sila ke-1, Sila ke-2 dan Sila ke-3
serta mendasari dan menjiwai
• Sila ke-5 didasari dan dijiwai Sila ke-1, Sila ke-2, Sila ke-3 dan
Sila ke-4. 55
• Dengan demikian, maka susunan sila-sila Pancasila memiliki
sistem yang logis – baik kualitas maupun kuantitasnya.
• Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti
sila-sila Pancasila.
• Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal :
1. Pertama : Isi arti Pancasila yg umum - universal yaitu hakikat
sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila Pancasila yg umum universal
ini merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga
merupakan pangkal tolak derivasi – baik dalam pelaksanaan
pada bidang2 kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta
dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan
kongkrit. 56
2. Kedua- isi arti Pancasila yang umum kolektif – yaitu
isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara
dan bangsa Indonesia – terutama dalam tertib hukum
Indonesia.
3. Ketiga – isi arti Pancasila yg bersifat khusus dan
kongkrit – yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis
dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
khusus kongkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975).

57
Pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia.

• Masalah epistemology Pancasila diletakkan dalam rangka


bangunan filsafat manusia.
• Maka konsepsi dasar ontologis sila-sila Pancasila – yaitu hakikat
manusia monopluralis – merupakan dasar pijak epistemologi
Pancasila.
• Menurut Pancasila – bahwa hakikat manusia adalah monopluralis
– yaitu hakikat manusia yg memiliki unsur2 pokok yaitu susunan
kodrat yg terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani).
• Tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur-unsur : fisis
organis, vegetative, animal.
• Adapun unsur jiwa (rohani) manusia terdiri atas
unsur-unsur potensi jiwa manusia, yaitu :

• Akal – yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia


dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia.
• Rasa – yaitu unsur potensi jiwa manusia dalam
tingkatan kemampuan estetis (keindahan).
• Kehendak adalah unsur jiwa manusia dalam kaitannya
dengan bidang moral atau etika. 59
• Menurut Notonagoro – skema potensi rohaniah manusia
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal
manusia – merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam
kaitannya dengan upaya untuk memperoleh pengetahuan yg
benar – terdapat tingkat-tingkat pemikiran sbb.:
• Memoris, reseptif, kritis dan kreatif.
• Potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau
dengan perkataan lain – transformasi pengetahuan –
terdapat tingkatan sbb. : demonstrasi – imajinasi – asosiasi
– analogi – refleksi – intuisi – inspirasi dan ilham.
• Berdasarkan tingkatan tsb maka Pancasila mengakui
kebenaran rasio yg bersumber pada akal manusia. 60
• Selain itu – manusia memiliki indera – sehingga proses
reseptif indera merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran
pengetahuan yg sifatnya empiris.
• Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris – terutama
dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yg bersifat
positif.
• Potensi yg terdapat dalam diri manusia untuk mendapatkan
kebenaran empiris dalam kaitannya dengan pengetahuan
positif.
• Pancasila – juga mengakui kebenaran pengetahuan manusia
yg bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya
kedudukan kodratnya adalah sbg makhluk Tuhan YME – maka
sesuai dengan sila pertama Pancasila – epistemologi Pancasila
juga mengakui – kebenaran wahyu yg bersifat mutlak – sebagai
tingkatan kebenaran yg tertinggi. 61
• Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan
suatu sintesa yg harmonis antara potensi2 kejiwaan manusia –
yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan
kebenaran yg tertinggi – yaitu kebenaran mutlak.
• Selain itu – dalam sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia, sila
keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan sila kelima Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia – maka epistemologi
Pancasila juga mengakui kebenaran konsepsi terutama dalam
kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. 62
• Adapun sesuai dengan tingkatan sila-sila Pancasila yg
bersifat hirarkhis dan berbentuk piramidal – maka
kebenaran konsensus didasari oleh kebenaran wahyu
serta kebenaran kodrat manusia yg bersumber pada
kehendak.
• Sebagai suatu paham epistemologi – maka Pancasila
mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai –
karena harus diletakkan pada kerangka moralitas
kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya
untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yg
mutlak dalam hidup manusia.
63
Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
• Sila-sila Pancasila sbg suatu sistem filsafat juga memiliki satu
kesatuan dasar aksiologisnya – sehingga nilai-nilai yg
terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan.
• Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing2
dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hirarkhinya.
• Misalnya, kalangan materialis – memandang bahwa hakikat
nilai yg tertinggi adalah nilai material. Kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai yg tertinggi adalah nilai
kenikmatan.
64
• Dari berbagai macam pandangan tentang nilai – dapat
dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu :
• Subyektif : bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan
dengan subyek pemberi nilai – yaitu manusia. Hal ini bersifat
subyektif.
• Obyektif : pandangan bahwa hakikatnya sesuatu itu memang
pada dirinya sendiri memang bernilai – hal ini merupakan
pandangan dari paham obyektivisme.
• Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai. Hanya nilai
macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tsb
dengan manusia. 65
• Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolong-
nggolongkan nilai dan penggolongan tsb amat beraneka ragam,
tergantung pada sudut pandangnya masing2.
• Max Scheler – mengemukakan bahwa nilai yg ada tidak sama
luhurnya dan tidak sama tingginya. Nilai-nilai itu dalam
kenyataannya ada yg lebih tinggi dan ada yg lebih rendah bila
dibandingkan . satu dengan lainnya. Menurut tinggi rendahnya
nilai dapat digolongkan menjadi empat (4) tingkatan, yakni :
1. Nilai kenikmatan : nilai-nilai ini berkaitan dengan indera manusia –
sesuatu yg mengenakkan dan yg tidak mengenakkan dalam
kaitannya dengan indera manusia, yg menyebabkan manusia
senang atau menderita atau tidak enak. 66
Max Scheler – empat tingkatan nilai :
2. Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai
yg penting bagi kehidupan manusia, misalnya kesegaran
jasmani, kesehatan, serta kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkatan ini terdapat nilai
kejiwaan yg sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani ataupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini antara
lain, nilai keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yg
dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkatan ini terdapat moralitas
nilai dari yg suci. Nilai2 semacam ini terutama dari nilai2
pribadi. (Driyarkara, 1978). 67
Pandangan lain, menurut Notonagoro ,tingkatan nilai dibedakan menjadi tiga (3) macam
nilai, yaitu :
1. Nilai material – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi jasmani manusia.
2. Nilai vital – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
3. Nilai kerohanian – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi rohani manusia – yg
dapat dibedakan menjadi empat (4) tingkatan :
Pertama : nilai kebenaran – yaitu nilai yg bersumber pada akal, rasio, budi atau
cipta manusia.
Kedua : nilai keindahan atau estetis – yaitu nilai yg bersumber pada perasaan
manusia.
Ketiga : nilai kebaikan atau nilai moral – yaitu nilai yg bersumber pada unsur
kehendak atau karsa manusia (will).
Keempat : nilai religious – yg merupakan nilai kerohanian tertinggi dan bersifat
mutlak. Nilai religius ini berhubungan dengan kepercayaan dan
keyakinan manusia dan nilai religius ini bersumber pada wahyu yg
berasal dari Tuhan YME. 68
• Yang mengandung nilai bukan hanya sesuatu yg bersifat
material saja – tetapi juga yg bersifat non material.
• Bahkan sesuatu yg non material itu mengandung nilai yg
bersifat mutlak bagi manusia.
• Nilai-nilai material lebih mudah diukur – dengan
menggunakan indera ataupun alat ukur lainnya – seperti :
panjang, lebar, luas dll.
• Dalam menilai hal-hal yg bersifat rohaniah – alat ukurnya
adalah hati nurani manusia yg dibantu oleh alat indera
manusia – yakni cipta, rasa, karsa serta keyakinan
manusia.
• Menurut Notonagoro – nilai-nilai Pancasila termasuk nilai
rohaniah – tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui
nilai material dan nilai vital.
69
• Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila yang
tergolong sebagai nilai kerohanian tsb juga
mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis – yakni nilai material, nilai vital, nilai
kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai
kebaikan atau nilai moral maupun nilai kesucian yg
secara keseluruhan bersifat sistemik-hirarkhis ,
dimana sila pertama Ketuhanan YME sebagai
basisnya dengan sila kelima Keadilan sosial sebagai
tujuannya (Darmodihardjo, 1978).
70
Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu Sistem
• Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat
dibedakan atas :
• Hakikat Pancasila yg umum universal – yg
merupakan substansi sila-sila Pancasila – sebagai
pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara –
yaitu sebagai Dasar Negara – yg bersifat umum
kolektif serta realisasi.
• Realisasi pengamalan Pancasila yg bersifat khusus
dan kongkrit.
71
• Hakikat Pancasila adalah merupakan nilai.
• Sebagai pedoman penyelenggaraan negara adalah
merupakan norma. Adapun aktualisasi atau pengamalannya
adalah merupakan realisasi kongkrit Pancasila.
• Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat
pada Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan – merupakan suatu system nilai.
• Prinsip dasar yg mengandung kualitas tertentu itu
merupakan cita-cita dan harapan atau hal yang akan
dicapai oleh bangsa Indonesia yang akan diwujudkan
menjadi kenyataan kongkrit dalam kehidupannya, baik
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 72
• Di samping itu, prinsip2 dasar tsb telah menjelma
dalam tertib sosial, tertib masyarakat dan tertib
kehidupan bangsa Indonesia yg dapat ditemukan dalam
adat-istiadat, kebudayaan serta kehidupan
keagamaan bangsa Indonesia.
• Sesuai dengan isi yg terkandung dalam Pancasila
secara ontologis – mengandung tiga masalah pokok
dalam kehidupan manusia – yakni bagaimana
seharusnya manusia itu terhadap Tuhan YME –
terhdapa dirinya sendiri serta terhadap manusia lain,
dan masyarakat. Dengan demikian maka dalam
Pancasila itu terkandung implikasi moral yg terkandung
dalam substansi Pancasila yg merupakan suatu nilai. 73
• Nilai-nilai yg terkandung dalam sila satu sampai
dengan sila kelima – merupakan cita-cita, harapan
dan dambaan bangsa Indonesia yg akan diwujudkan
dalam kehidupannya.
• Sejak dahulu cita-cita tsb telah didambakan oleh
bangsa Indonesia – agar terwujud dalam suatu
masyarakat yang “gemah ripah loh jinawi, tata
tentrem karta raharja” – dengan penuh harapan
diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan
perbuatan setiap manusia Indonesia.
74
• Bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila.
Ini dapat difahami berdasarkan pengertian bahwa - yg
berketuhanan – yg berkemanusiaan – yg berpersatuan – yg yg
berkerakyatan dan yg berkeadilan pada hakikatnya adalah
manusia.
• Sebagai pendukung nilai – bangsa Indonesia itulah – yg
menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai suatu
dasar-dasar nilai.
• Pengakuan, penghargaan dan penerimaan Pancasila sebagai
suatu dasar-dasar nilai – telah menggejala dan termanifestasi
dalam sikap tingkah laku dan perbuatan manusia dan bangsa
Indonesia – maka bangsa Indonesia – sekaligus mengemban
nilai-nilai Pancasila. 75
• Nilai-nilai yg terkandung dalam Pancasila itu mempunyai
tingkatan dalam hal kuantitas maupun kualitasnya – namun
nilai-nilai tsb merupakan suatu kesatuan saling berhubungan
serta saling melengkapi. Ini dapat difahami bahwa sila-sila
Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yg
bulat dan utuh atau merupakan suatu kesatuan organik
bertingkat dan berbentuk pyramidal. Nilai-nilai itu
berhubungan erat dan nilai yg satu tidak dapat dipisahkan dari
nilai lainnya. Dengan demikian, nilai-nilai itu masing-masing
merupakan bagian integral dari suatu sistem nilai yg dimiliki
bangsa Indonesia – yang akan memberikan pola atau patron
bagi sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia. 76
• Pancasila merupakan suatu sistem nilai yang dapat
dilacak dari sila-sila Pancasila yg merupakan suatu
sistem . Sila-sila itu merupakan suatu kesatuan
organik. Antara sila satu dan lainnya dalam Pancasila
itu saling mengkualifikasi saling berkaitan dan
berhubungan secara erat. Adanya sila yang satu
mengkualifikasi adanya sila lainnya.
• Dalam pengertian ini pada hakikatnya Pancasila itu
merupakan suatu sistem nilai- dalam arti bahwa
bagian-bagian atau sila-silanya saling berhubungan
secara erat sehingga membentuk suatu struktur yg
menyeluruh. 77
• Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai
kerohanian yang tertinggi.
• Nilai Ketuhanan termasuk nilai tertinggi karena bersifat mutlak.
• Nilai Kemanusiaan – sebagai pengkhususan nilai Ketuhanan –
karena manusia adalah makhluk Tuhan YME.
• Nilai Ketuhanan dan nilai Kemanusiaan – jika dilihat dari
tingkatannya adalah lebih tinggi dari nilai-nilai kenegaraan yg
terkandung dalam ketiga sila lainnya – Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Ketiga nilai tsb berkaitan dengan kehidupan kenegaraan –
seperti dijelaskan dalam pokok pikiran keempat berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esaa berdasarkan Kemanusiaan yang adil
dan beradab”. 78
• Adapun nilai-nilai kenegaraan yang terkandung di dalam ketiga sila
tersebut berturut-turut memiliki tingkatan sbb.:
• Nilai Persatuan – dipandang dari tingkatannya memiliki tingkatan yg
lebih tinggi daripada nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan sosial.
Sebab, Persatuan merupakan syarat mutlak adanya Rakyat dan
terwujudnya Keadilan.
• Nilai Kerakyatan yang didasari nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan
dan Persatuan dan mendasari nilai Keadilan sosial – karena
Kerakyatan adalah sebagai sarana terwujudnya suatu Keadilan
sosial – barulah kemudian nilai Keadilan sosial adalah sebagai
tujuan dari keempat sila lainnya.
• Hal yg perlu diperhatikan – meskipun nilai-nilai yang terkandung di
dalam sila-sila Pancasila – berbeda-beda dan memiliki tingkatan
serta luas yg berbeda-beda – namun keseluruhan nilai tersebut
merupakan suatu kesatuan dan tidak saling bertentangan.
• Perlu diperhatikan dalam realisasinya - baik dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat bangsa dan negara
terutama dalam penjabarannya dalam bidang kenegaraan
dan tertib hukum Indonesia tingkatan nilai-nilai tersebut
harus ditaati – sebab bila tidak demikian maka akan
bertentangan dengan hakikat landasan sila-sila Pancasila.
Misalnya, dalam realisasi kenegaraan terutama dalam suatu
peraturan perundang-undangan maka nilai-nilai Ketuhanan
adalah yang tertinggi dan bersifat mutlak. Oleh sebab itu,
hukum positif di Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini
tidak dapat bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan.
80

Anda mungkin juga menyukai