Anda di halaman 1dari 34

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• File 7 Pancasila sbg Sistem Etika

 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


• Pancasila sbg suatu sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari
segala penjabaran norma – baik norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaraan lainnya.
• Di dalam filsafat Pancasila terkandung suatu pemikiran2 yg
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan
komprehensif (menyeluruh). Sistem pemikiran ini
merupakan nilai.
• Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara
langsung menyajikan norma-norma yg merupakan
pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis –
melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar. 1
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-


dasar yg bersifat fundamental dan universal bagi
manusia – dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

• Bila nilai-nilai tsb akan dijabarkan dalam kehidupan yg


bersifat praksis atau dalam kehidupa, nyata dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka nilai-
nilai tsb kemudian dijabarkan dalam suatu norma-
norma yg jelas sehingga merupakan suatu pedoman.
2
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Norma-norma tersebut meliputi :


• Norma moral – yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yg
dapat diukur dari sudut baik-buruk, sopan-tidak sopan, susila atau tidak
susila. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah terjabarkan dalam
suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika. Sehingga
Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan
beregara.
• Norma hukum – yaitu suatu system peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Dalam pengertian ini – Pancasila berkedudukan
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Negara Indonesia. Sebagai
sumber dari segala sumber hukum – nilai-nilai Pancasila yang sudah sejak
dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yg luhur yg terwujud dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal
dari bangsa Indonesai sendiri atau dengan perkataan lain – bangsa
Indonesia sebagai asal-mula materi (kausa materialis) .
3
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah


merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normative maupun praksis – melainkan merupakan
suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber norma , baik norma moral maupun norma
hukum – yg pada gilirannya harus dijabarkan lebih
lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun
norma hukum dalam kehidupan kenegaraan
maupun kehidupan kebangsaan.
4
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Pengertian Etika
• Sebagai usaha ilmiah – filsafat dibagi menjadi beberapa
cabang – menurut lingkungan bahasan masing2. Cabang2 itu
dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok, yakni : filsafat
teoritis dan filsafat praktis.
• Kelompok Filsafat teoritis – mempertanyakan segala sesuatu
yang ada.
• Kelompok Filsafat praktis membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
 5
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Filsafat teoritis – mempertanyakan dan


berusaha mencari jawabannya tentang segala
sesuatu. Misalnya, hakikat manusia, alam,
hakikat realitas sebagai keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui,
tentang yg transenden dlsb.
• Dalam hal ini filsafat teoritis juga mempunyai
maksud-maksud dan berkatian erat dengan
hal-hal yg bersifat praktis – karena
pemahaman yg dicari menggerakkan
kehidupannya. 6
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Etika termasuk kelompok filsafat praktis – dan


dibagi dua kelompok, yakni : etika umum dan etika
khusus.
• Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan2
moral.
• Etika adalah suatu ilmu yg membahas bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu – atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yg bertanggung jawab berhadapan dengan
pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). 7
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Etika umum mempertanyakan prinsip2 yg berlaku bagi


setiap tindakan manusia.
• Etika khusus membahas prinsip2 dalam hubungannya
dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno
1987).
• Etika khusus dibagi menjadi :
1. Etika individual > yang membahas kewajiban
manusia terhadap diri sendiri.
2. Etika sosial > yang membahas tentang kewajiban
manusia terhadap manusia lain dalam hidup
masyarakat – yg merupakan suatu bagian terbesar dari
etika khusus. 8
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Etika – berkaitan dengan pelbagai nilai, karena etika pada pokoknya


membicarakan masalah2 berkaitan dengan predikat nilai “susila”
dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”.
• Sebagai bahasan khusus, etika membicarakan sifat2 yg
menyebabkan orang disebut susila atau bijak. Kualitas2 ini
dinamakan kebajikan – yg dilawankan dengan kejahatan – yg berarti
sifat2 yg menunjukkan bahwa orang yg memilikinya dikatakan orang
yg tidak susila.
• Sebenarnya (Kattsof, 1986). etika lebih banyak bersangkutan
dengan prinsip2 dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia
• Etika juga dapat dikatakan berkaitan dengan dasar-dasar filosofis
dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. 9
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL


 
• Pengertian NILAI
• Nilai atau “value” (Inggris) termasuk bidang kajian filsafat.
Persoalan2 tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu
cabang filsafat yakni Filsafat Nilai (Axiology, theory of Value).
• Filsafat sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai.
• Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk
kata benda abstrak yg artinya “keberhargaan” (worth) atau
“kebaikan” (goodness) – dan kata kerja yg artinya suatu
tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian (Frankena). 10
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences


dikemukakan bahwa nilai adalah :
• kemampuan yg dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia;
• sifat dari suatu benda yg menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok (the believed capacity of any object
to satisfy a human desire).
• Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yg
melekat pada suatu objek – bukan objek itu sendiri.
 11
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Sesuatu itu mengandung nilai – artinya ada sifat atau


kualitas yg melekat pada sesuatu itu. Misalnya, bunga itu
indah, perbuatan itu susila. Indah – susila adalah sifat atau
kualitas yg melekat pada bunga dan perbuatan.
• Dengan demikian, maka nilai itu sebenarnya adalah suatu
kenyataan yg “tersembunyi” di balik kenyataan2 lainnya.
Adanya nilai itu karena adanya kenyataan2 lain sebagai
pembawa nilai.
• Menilai berarti menimbang – suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yg lain – selanjutnya
membuat keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan
nilai yg dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar
atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Keputusan nilai yg dilakukan oleh subyek penilai tentu


berhubungan dengan unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa
(kehendak) dan kepercayaan.
 
• Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu
berharga, berguna, benar, indah, baik, dlsb.
 
• Di dalam nilai itu sendiri – terkandung cita-cita, .
harapan2, dambaan2 dan keharusan.
•  Maka apabila kita berbicara tentang nilai – sebenarnya kita
berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yg merupakan
cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan.
13
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen –


bukan das Sein – kita masuk kerohanian bidang makna
normative – bukan kognitif, kita masuk ke dunia ideal – bukan
dunia realitas.
• Meskipun demikian, di antara keduanya das Sollen dan das
Sein – antara makna yg normative dan kognitif, antara dunia
yg ideal dan riil itu saling berhubungan atau saling berkaitan
erat. Artinya, bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi
das Sein, yang ideal harus menjadi riil, yang bermakna
normative harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari
yg merupakan fakta (Kodhi, 1989).
14
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

Hirarkhi Nilai
• Terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Hal ini sangat
tergantung pada titik tolak dan sudut pandang masing2 dalam
menentukan pengertian serta hirarkhi nilai.
• Misalnya, kalangan faham materialis – memandang bahwa
nilai tertinggi adalah nilai material. Kalangan hedonis –
berpandangan bahwa nilai yg tertinggi adalah nilai
kenikmatan.
• Banyak usaha untuk membuat penggolongan nilai dan
penggolongan tsb beragam – tergantung pada sudut
pandang dalam membuat penggolongan nilai tsb.
15
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada- tidak sama


luhurnya, tidak sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada yg lebih
tinggi dan ada yg lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya.
• Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat (4)
tingkatan sbb.:
1. Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat beberapa nilai
yang mengenakkan dan tidak mengenakkan – yg menyebabkan orang senang
atau menderita tidak enak.
2. Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yg penting
bagi kehidupan, misalnya – kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan
umum.
3. Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yg
sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
Nilai-nilai semacam ini adalah : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan
murni yg dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai
dari yang suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari
nilai-nilai pribadi. 16
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

Waltr G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan (8)


kelompok, sbb.:
1. Nilai-nilai ekonomis (ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda
yg dapat dibeli).
2. Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan
dari kehidupan badan).
3. Nilai-nilai hiburan (nilai permainan dan waktu senggang yg dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan).
4. Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yg
diinginkan).
5. Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yg
diinginkan).
6. Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni).
7. Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran).
8. Nilai-nilai keagamaan. 17
 
 
 
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Notonagoro membagi nilai menjadi tiga (3) macam:

1. Nilai material – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi kehidupan jasmani


manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2. Nilai vital – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerohanian – yaitu segala sesuatu yg berguna bagi rohani manusia.
 
• Nilai kerohanian ini dapat dibedakan menjadi empat (4) macam :
1) Nilai kebenaran – yg bersumber pada akal manusia (rasio, budi, cipta).
2) Nilai keidahan atau nilai estetis – yg bersumber pada unsur perasaan
manusia.
3) Nilai kebaikan atau nilai moral – yg bersumber pada unsur kehendak
manusia (karsa, will).
4)  Nilai religious –yg merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai
religious ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. 18
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• N. Rescher melakukan pembagian nilai berdasarkan pembawa


nilai (trager), hakikat keuntungan yg diperoleh dan hubungan
antara pendukung nilai dan keuntungan yg diperoleh.
• Ada pula pengelompokan nilai menjadi : nilai intrinsik dan
ekstrinsik, nilai obyektif dan nilai subyektif, nilai positif dan
nilai negative (disvalue) dll.
• Yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yg bersifat
material saja – akan tetapi juga sesuatu yg berwujud non
material atau immaterial. Bahkan sesuatu yg immaterial itu
dapat mengandung nilai yg sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia. 19
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Nilai material relative lebih mudah diukur – yaitu


dengan menggunakan alat indera maupun alat
pengukur – seperti berat, panjang, lebar, luas dll.

• Nilai kerohanian/spiritual lebih sulit mengukurnya.


Dalam menilai hal2 kerohanian/spiritual – yg menjadi
alat ukurnya adalah hati nurani manusia yg dibantu
oleh alat indera manusia – cipta, rasa, karsa dan
keyakinan manusia.
20
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

• Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila


tergolong nilai kerohanian – tetapi nilai kerohanian yg
mengakui adanya nilai material dan nilai vital.

• Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis


– baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral,
maupun nilai kesucian yg sistematis hirarkhis – yg dimulai dari
sila Ketuhanan YME sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’
(Darmodihardjo, 1978). 21
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PENGERTIAN NILAI – NORMA DAN MORAL

• Selain nilai-nilai yg dikemukakan oleh para tokoh aksiologi tersebut menyangkut


wujud macamnya – nilai-nilai tsb juga berkaitan dengan tingkatan-tingkatannya.
Hal tsb dilihat secara obyektif karena nilai-nilai tsb menyangkut segala aspek
kehidupan manusia.
• Ada sekelompok nilai yg memiliki kedudukan atau hirarkhi yg lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Ada yg lebih rendah bahkan ada tingkatan
nilai yg bersifat mutlak. Namun demikian, masyarakat atau bangsa sebagai
pendukung nilai-nilai tsb.
• Misalnya bagi bangsa Indonesia – nilai religious merupakan suatu nilai yg bersifat
mutlak. Artinya, nilai religius tsb hirarkhinya di atas segala nilai yg ada dan tidak
dapat dijastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai
tsb bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.
• Namun bagi bangsa yg menganut faham sekuler – nilai yg tertinggi adalah pada
akal pikiran manusia – sehingga nilai Ketuhanan di bawah otoritas akal manusia.
22
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKSIS

NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan


NILAI PRAKSIS
 
• Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya, maka
nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yakni :
nilai dasar – nilai instrumental dan nilai praksis.
 
• Nilai Dasar
• Walaupun nilai memiliki sifat abstrak – artinya tidak dapat
diamati melalui indera manusia, namun dalam realisasinya
nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yg bersifat nyata (praksis). Namun
demikian, setiap nilai memiliki nilai dasar (dasar ontologis) –
yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna
terdalam dari nilai-nilai tsb. 23
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKSIS

• Nilai dasar bersifat universal – karena menyangkut hakikat


kenyataan obyektif segala sesuatu. Misalnya, hakikat Tuhan,
manusia atau segala sesuatu lainnya.
• Jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka
nilai tersebut bersifat mutlak – karena hakikat Tuhan adalah
kausa prima (sebab pertama) – sehingga segala sesuatu
diciptakan (berasal) dari Tuhan.
• Demikian pula jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat
manusia – maka nilai-nilai tsb bersumber pada hakikat
kodrat manusia. Sehingga jika nilai-nilai dasar kemanusiaan
itu dijabarkan dalam norma hukum – maka diistilahkan
sebagai hak dasar (hak asasi).
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKSIS

• Demikian juga hakikat nilai dasar itu dapat juga


berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas,
kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu.
• Demikianlah sehingga nilai dapat juga disebut sebagai
sumber norma – yg pada gilirannya dijabarkan atau
direalisasikan dalam suatu kehidupan yg bersifat
praksis.
• Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat
berbeda-beda – namun secara sistematis tidak dapat
bertentangan dengan nilai dasar yg merupakan
sumber penjabaran norma serta realisasi praksis tsb.
25
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKSIS

b. Nilai Instrumental
• Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis – maka
nilai dasar tsb di atas harus memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yg jelas.
• Nilai instrumental inilah yg merupakan pedoman yg dapat diukur
dan dapat diarahkan.
• Bila nilai instrumental tsb berkaitan dengan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari – maka hal itu akan merupakan suatu
norma moral.
• Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi
ataupun Negara – maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu
arahan, kebijaksanaan, atau strategi yg bersumber pada nilai dasar.
• Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan
suatu eksplisitasi dari nilai dasar. 26
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL dan NILAI PRAKSIS

c.

Nilai Praksis
 
• Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran
lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu
kehidupan yg nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan
perwujudan dari nilai instrumental itu.
• Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya –
namun demikian tidak dapat menyimpang atau bahkan
bertentangan dengan nilai dasar.
• Artinya, oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan
nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya –
tidak boleh menyimpang dari sistem tsb. 27
 
 
 
 
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL


 
• Nilai adalah kualitas dari suatu yg bermanfaat bagi
kehidupan manusia – baik lahir maupun batin.
• Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku – baik disadari
maupun tidak disadari.
• Nilai berbeda dengan fakta yg dapat diobservasi melalui suatu
verifikasi empiris.
• Nilai bersifat abstrak – yang dapat difahami, dipikirkan,
dimengerti dan dihayati oleh manusia.
• Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita, keinginan dan
segala sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia.
• Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkrit – tidak dapat
ditangkap dengan indera manusia – dan nilai dapat bersifat
subyektif maupun obyektif. 28
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Nilai bersifat subyektif bila nilai tersebut diberikan oleh


subyek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok
suatu nilai).
• Nilai bersifat obyektif jika nilai tersebut telah melekat pada
sesuatu terlepas dari penilaian manusia.
• Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun
sikap dan tingkah laku manusia – maka perlu lebih
dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih obyektif
– sehingga lebih memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam tingkah laku yang kongkrit.
• Maka wujud yg lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah
merupakan suatu norma. 29
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Terdapat berbagai macam norma.


• Dari berbagai macam norma tsb – norma hukum yg paling kuat
keberlakuannya – karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan
eksternal – misalnya, penguasa atau penegak hukum.
• Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
• Istilah moral – mengandung integritas dan martabat pribadi
manusia.
• Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yg
dimilikinya.
• Makna moral yg terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
• Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma
sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. 30
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Hubungan antara moral dengan etika sangat erat


sekali – meski kadang kala kedua hal tsb
disamaratakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua
hal tsb memiliki perbedaan.
• Moral adalah suatu ajaran-ajaran atau wejangan-
wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan –
baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak – agar menjadi
manusia yg baik.
31
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Etika adalah cabang filsafat – yaitu suatu pemikiran kritis dan


mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral tsb. (Krammer, 1988 dalam
Darmodihardjo, 1996).
• Atau seperti dikemukakan oleh De Vos (1987) bahwa etika
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
kesusilaan. Yang dimaksud dengan kesusilaan adalah identik
dengan pengertian moral. Sehingga etika pada hakikatnya
adalah sebagai ilmu pengetahuan yg membahas tentang
prinsip2 moralitas.
32
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri2. Tetapi tidak


dengan demikian halnya dengan etika.
• Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yg kritis
terhadap etika. Terdapat suatu kemungkinan bahwa
seseorang mengikluti begitu saja pola-pola moralitas yg ada
dalam suatu masyarakat – tanpa perlu merefleksikan secara
kritis.
• Etika tidak berwenang menentukan apa yg boleh atau
tidak boleh dilakukan oleh seseorang.
• Wewenang itu dipandang berada ditangan pihak-pihak yg
memberikan ajaran moral. Hal inilah yg menjadi kekurangan dari
etika jika dibandingkan dengan ajaran moral. 33
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
HUBUNGAN NILAI – NORMA dan MORAL

• Meskipun demikian, dalam etika seseorang dapat


mengerti – mengapa, dan atas dasar apa manusia
harus hidup menurut norma-norma tertentu. Hal yg
terakhir inilah yg merupakan kelebihan etika jika
dibandingkan dengan moral.
• Hal ini dapat dianalogikan – bahwa ajaran moral
sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita
memperlakukan sebuah mobil dengan baik. Sedangkan
etika memberikan pengertian pada kita tentang
struktur dan teknologi mobil itu sendiri.
• Demikianlah hubungan yg sistematik antara nilai, norma dan
moral yg pada gilirannya ketiga aspek tsb terwujud dalam
suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia. 34

Anda mungkin juga menyukai