Anda di halaman 1dari 34

Referat EPILEPSI

Martina Wati 17360335

Dokter Pembimbing :
dr. Joyce kambodji Sp.S

STASE NEUROLOGI
RSUD KABANJAHE
Definisi
Epilepsi merupakan gangguan
susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan
(seizure, fit, attact, spell) yang
bersifat spontan (unprovoked) dan
berkala.

Bangkitan dapat diartikan sebagai


modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal
dari sekolompok besar sel-sel otak,
bersifat singkron dan berirama.
Epidemiologi
Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi
parasit, tumor otak.

Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja.
Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi.

Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir.

Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk
akan menderita epilepsi seumur hidup
Klasifikasi

Epilepsi Grand Mal Epilepsi Petit Mal Epilepsi Fokal

Epilepsi ini biasanya


Epilepsi grand mal Epilepsi fokal dapat
ditandai dengan
ditandai dengan melibatkan hampir setiap
timbulnya keadaan tidak
timbulnya lepas muatan bagian otak, baik region
sadar atau penurunan
listrik yang berlebihan setempat pada korteks
kesadaran selama 3
dari neuron diseluruh serebri atau struktur-
sampai 30 detik, dimana
area otak-di korteks, di struktur yang lebih
selama waktu serangan
bagian dalam serebrum, dalam pada serebrum
ini penderita merasakan
dan bahkan di batang dan batang otak.Epilepsi
beebrapa kontraksi otot
otak dan talamus.Kejang fokal disebabkan oleh
seperti sentakan (twitch -
grand mal berlangsung resi organik setempat
like), biasanya di daerah
selama 3 atau 4 menit. atau adanya kelainan
kepala, terutama
fungsional.
pengedipan mata.
Klasifikasi
International League Against Epilepsi (ILAE)

1. Bangkitan parsial
a. Bangkitan parsial sederhana
 Motorik
 Sensorik
 Otonom
 Psikis

b. Bangkitan parsial kompleks


 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan
kesadaran
 Bangkitan parsial yang disertai dengan gangguan kesadaran
saat awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
 Parsial kompleks yang menjadi umum tonik-klonik
 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian
menjadi umum tonik-klonik
 2. Bangkitan umum
a. Bangkitan umum
 Lena (absence)
 Mioklonik
 Klonik
 Tonik
 Tonik-klonik
 Atonik
Etiologi

Epilepsi • adalah epilepsy yang penyebabnya tidak


diketahui secara pasti. Epilepsy primer
primer juga disebut dengan idiopatik epilepsy.

Epilepsi • Tumor, Ketidakseimbangan metabolism


seperti hipoglikemi, Trauma kepala,
Penggunaan obat-obatan, Kecanduan
sekunder alcohol, Stroke termasuk perdarahan,
Trauma persalinan.

Epilepsi • dianggap simtomatik tetapi penyebabnya


belum diketahui, termasuk disini adalah

kriptogenik Sindrom West, Sindrom Lennox-Gastaut


dan epilepsy mioklonik.
Patofisiologi

 Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi


neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua
jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan
listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Manifestasi Klinis

1. Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak


tertentu dan muatan ini tetap terbatas didaerah tersebut. Penderita
mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,
tergantung kepada daerah otak yang terkena.
2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak
penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1 – 2 menit. Penderita
menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang
aneh dan tanpa tujuan
3. Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai
dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan
listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan
seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
Lanjutan ..

4. Epilepsy primer generalisata ditandai dengan muatan listrik


abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal
menyebabkan penyebaran kelainan fungsi.
5. Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya
sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis
lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak
matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama
10-30 detik.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena:

Sisi Otak yang Terkena Gejala


Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Haluinasi kilauan cahaya


Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh
Lobus parietalis
tertentu
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitive
Lobus temporalis yang kompleks. Misalnya berjalan berputar-
putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Halusinasi bau, baik yang menyenangkan
Lobus temporalis anterior sebelah dalam
maupun yang tidak menyenangkan
Faktor risiko

1. Faktor resiko untuk epilepsy meliputi:


 Bayi yang lahir kurang bulan.

 Bayi yang mengalami kejang pada satu bulan pertama setelah


dilahirkan.
 Bayi yang lahir dengan struktur otak yang abnormal.

 Perdarahan didalam otak.

 Pembuluh darah abnormal didalam otak.

 Tumor otak.

 Infeksi pada otak, abses meningitis atau ensefalitis.

 Serebral palsy.
2. Factor yang dapat memicu terjadinya kejang yaitu:
 Lupa minum obat
 Kurang tidur
 Sakit (dengan atau tanpa demam)
 Stress psikologi yang berat
 Penggunaan alcohol yang berat
 Penggunaan kokain atau ekstasi
 Kurangnya nutrisi seperti vitamin dan mineral
 Siklus menstruasi
Diagnosa epilepsi

 Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat


paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak
diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan
khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang
relevan.
 Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan
pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis.Penderita atau orang
tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat
adanya epilepsi dikeluarganya.
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi :

a. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat


paroksismal menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan
epilepsi.
b. Langkah kedua : apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bankitan apa (
lihat klasifikasi ).
c. Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang
ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita
oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Penatalaksanaan
Komplikasi
 Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh
stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan
kepribadian seperti:
 Personalitas: sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual
 Hilang ingatan: hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada
hipoccampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda)
 Kepribadian keras : agresif dan defensive
Status epileptikus

 Status epileptikus adalah keadaan dimana terjadi kejang berulang-


ulang dan di antara dua serangan pasien tetap tidak sadar atau pasien
kejang satu kali akan tetapi lama kejang lebih dari 30 menit. Namun
sekarang setiap kali kita mendapatkan pasien kejang sudah sudah
dianggap sebagai SE atau apabila sudah berlangsung lebih dari 5 menit.
1

 Gambaran klinis SE mencakup aktivitas motorik tonik dan atau klonik


kontinyu yang berhubungan dengan gangguan kesadaran yang jelas.
Kebanyakan kasus SE (75%) gejalanya mudah terlihat dan mencakup
kejang umum berulang tanpa pemulihan sempurna di antara kejang. 1
Epidemiologi
 Perbandingan antara terjadinya kasus status epileptikus antara laki-
laki dan perempuan adalah sama. Tidak ada perbedaan perbandingan
terhadap angka terjadinya kasus status epileptikus pada ras/suku
tertentu. Frekwensi lebih tinggi pada usia muda, dan insidensi
meningkat seiiring bertambahnya usia. Lebih dari 70% kasus status
epileptikus terjadi pada anak-anak, namum insidensi status epileptikus
pada beberapa penelitian, ditemukan lebih tinggi pada populasi yg
berusia lebih dari 60 th dengan angka kejadian 83 kasus per 100.000
populasi, serangan sering terjadi pada usia 15-91th dengan usia rata-
rata 62th.
Klasifikasi

Status epileptikus diklasifikasikan menjadi :


 Status epileptikus konvulsiv (Generalized convulsive SE)
 Status epileptikus non konvulsiv
 Epilepsi parsial kontinyu
Status epileptikus konvulsiv (Generalized convulsive
SE)
 Tipe ini merupakan tipe yang sering terjadi dan tipe yang
cenderung berbahaya dari epileptikus, generalized dissini
berarti mengarah pada aktivitas listrik pada korteks yang
berlebihan dan abnormal. Sementara convulsive mengarah
pada aktivitas motorik dari kejang.
Pada status epileptikus non konvulsiv, dibagi menjadi
2 kategori:
 SE absence
 Partial kompleks
Epilepsi parsial kontinyu
 Epilepsi parsial kontinyu merupakan serangan kejang yang
berasal dari area korteks cerebri dan tidak ada perubahan
pada kesadaran. Status epileptikus fokal dapat terjadi di
semua regio korteks. Ketika menyerang kortex motorik
cerebri, gejala yang timbul berupa kedutan yang repetitif,
ritmik dan fokal pada wajah maupun bagian tubuh lainnya.
Biasanya pasien tetap sadar.
Etiologi
Faktor penyebab :
 Tumor otak
 Infark serebri
 Meningitis
 Trauma
 Ensefalitis
Faktor pencetus :
 Minum OAE tidak teratur
 Penghentian OAE mendadak
 Bila withdrawal peminum alkohol/ pecandu obat penenang.
 Infeksi sistemik
 Gangguan metabolik dengan akibat gangguan keseimbangan
elektrolit
Tatalaksana
 Status epileptikus (SE) tonik klonik merupakan keadaan
kegawatdaruratan neurologis yang membutuhkan tindakan cepat dan
tepat. Status epileptikus perlu di hentikan, karena:
 Semakin lama kejang berlangsung semakin sulit di kontrol dan
semakin banyak kerusakan sel otak. Kerusakan sel otak terutama oleh
bangkitan eksistasi yang terus menerus dan bukan oleh komplikasi
aktivitas kejangnya.
 Tetapi, faktor sistemik (hiperpireksia) dapat menimbulkan kerusakan
sel otak.
 Oleh karenanya sebaiknya seizure dapat dihentikan dalam waktu 30
menit baik secara klinik maupun elektronik.
 Prinsip penanganan SE adalah hentikan kejang segera dan jangan
menunda pemberian obat anti kejang karena takut efek samping dari
obat yang akan menghentikan henti nafas.
 Penatalaksanaan SE harus dimulai dengan penanganan 5B (Breathing,
Blood, Brain, Bowel, Bladder) untuk menstabilkan kondisi pasien.
Suhu badan, tekanan darah, bacaan elektrokardiogram, serta fungsi
respirasi harus dipantau. “Pulse oximetry” atau analisa gas darah arteri
dilakukan untuk memeriksa oksigenasi. Bantuan nafas diberikan jika
diperlukan, selanjutnya dipasang jalur intravena untuk rehidrasi dan
penggunaan vasopresor mungkin diperlukan jika pasien mengalami
hipotensi.
STADIUM PENATALAKSANAAN
Stadium I (0-10 menit)  Memperbaiki fungsi kardio respirasi
 Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi

Stadium II (1-60 menit)  Pemeriksaan status nerologik


 Penukuran tekanan darah, nadi, dan suhu
 EKG (elektro kardio grafi)
 Memasang infus paa pembuluh darah besar
 Megambil darah 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
 Pemberian OAE emergensi:
Diazepam 10-20 g iv (keceatan pemberian ≥ 2-5 mg/menit atau
rectal apat diulang 15 menit kemudian)

 Memasukkan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa Thiamin 250


mg intravena

Stadium III (0-60/90 menit)  Menentukan etiologi


 Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit seteah pemberian
diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18mg/kg dengan
kecepatan 50 mg/menit
 Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
 Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit)  Bila kejang tetapi tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer
pasien k ICU, beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila
perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam
20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit),
dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau
bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off
 Memantau bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan
TIPE TERAPI PILIHAN TERAPI LAIN
SE Lena Benzodiazepine IV/Oral Valproate IV

SE Parsial Kompleks Clobazam Oral Lorazepam/phenyton/Phenobarbital IV

Benzodiazepin, lamotrigine, topiramate,


SE Lena atipikal Valproate Oral mthylphenidate, sterod oral

Methylhenidate, steroid
SE tonik Lamotrigine oral
Anastesia dengan thiopentone, phenobarbital,
SE nonkonvulsivus pada Phentoin IV atau propofol atau midazolam
pasien koma Phenobarbtal
DOSIS DEWASA
OBAT

MIDAZOLAM 0,1-1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit dilanjutkan


dengan pemberian 0,05-0,4 mg/kgBB/jam melalui infuse

THIOPENTHONE 100-250 mg bolus, diberikan dalam 20 detik kemudian dilanjutkan denan


bolus 50 mg setiap 2-3 menit samapai bangkitan teratasi, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian dalam infus 3-5 mg/kgBB/jam

PENTOBARBITAL 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 25 mg/menit, kemudian 0,5-1 mg/kgBB


ditingkatkan sampai 1-3 mg/kgBB/jam

PROPOFOL 2 mg/kgBB kemudian dtingkatkan menjadi 5-10 mg/kgBB/jam


Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan
terjadinya kejang berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas
listrik didalam otak tiba-tiba terganggu. Gangguan ini dapat
menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi
dan sensasi.
Tidak semua kejang disebabkan oleh epilepsy.
Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu seperti
meningitis, ensefalitis atau trauma kepala. Ada banyak tipe
kejang pada epilepsy, setiap tipe kejang digolongkan menurut
gejala yang terjadi. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang
parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area
otak yang terpengaruh.
Lanjutan

 Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih


dari 30 menit atau dua/lebih bangkitan dimana diantara
dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran.
 Pada timbulnya kejang, ada tiga kejadian yang saling
terkait: Fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya
kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik
berlebihan; Fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga
terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan; dan
otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi
untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptic
(sinkronisasi dari epileptic discharge)

Anda mungkin juga menyukai