Anda di halaman 1dari 55

Diskusi Kelompok

Pemicu 1
Kelompok 5
Dee Sinta 11161040000001
Zhimhadha 11161040000005
Annajmi Indillah 11161040000007
Nadia Ikhwani Parastuti 11161040000011
Annisa Putri Utami 11161040000013
Mia Nurjanah 11161040000021
Cholisa Erlani Obey 11161040000027
Mutiara Eka Rahmanda 11161040000035
DK 1
PSIK A 2016
Konsep TB Paru pada anak

Konsep Faringitis pada anak

Konsep Otitis Media pada anak

Konsep Anemia pada anak

Konsep Hipertermi pada anak

Asuhan Keperawatan pada kasus


TB Paru Pada Anak
• Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang di
sebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya.
Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.
Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal
dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.
• Anak-anak dengan kekebalan tubuh buruk paling rentan
tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB
tidak menular antara sesama anak.
Etiologi
• Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis.
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan
pemanasan,sinar matahari,dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderitta mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal
dari penderita TBC.
• Jika terkena kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di
dekatnya, terutama orangtua, maka anak tetap terkena. Di
antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil kemungkinan
menularkan.
Klasifikasi

• TB Primer • TB Pasca Primer


Kadang-kadang tuberculosis Tuberculosis yang terjadi setelah
ditemukan pada anak tanpa timbulnya tuberculosis primer
keluhan atau gejala. Dengan dan menimbulkan gejala yang
lebih berat. Dapat menunjukkan
melakukan uji tuberculin secara gejala seperti bronkopneumonia,
rutin, dapat ditemukan penyakit sehingga pada anak dengan
tuberculosis pada anak. Gejala gejala bronkopneumonia yang
tuberculosis primer dapat juga tidak menunjukkan perbaikan
berupa panas yang naik turun dengan pengobatan
selama 1-2 minggu dengan atau bronkopneumonia yang adekuat
tanpa batuk pilek. harus dipikirkan kemungkinan
tuberculosis.
Manifestasi Klinis

• Reaksi BCG yang sangat • Pembesaran kelenjar di kulit,


cepat. Misalnya, bengkak terutama di bagian leher.
hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. • Mata merah bukan karena
sakit mata, tapi di sudut
• Berat badan anak turun
tanpa sebab yang jelas, atau mata ada kemerahan yang
kenaikan berat badan setiap khas.
bulan berkurang. • Pemeriksaan lain juga
• Demam lama atau berulang dibutuhkan diantaranya
tanpa sebab. pemeriksaan tuberkulin
• Batuk lama, lebih dari 3 (Mantoux Test, MT) dan
minggu. foto.
Patofisiologi

Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada


anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang
biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam
kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa,
kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk
keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan
ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap
oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru.
Perjalanan penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil
ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran
limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar
hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer
predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus
primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi
atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitas seluler).
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa
bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena
daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
Faktor Resiko

1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Keadaan stress
Meningkatkan sekresi steroid adrenal menyebabkan
penekanan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk
penyebarluasan infeksi.
4. Nutrisi
5. Kontak dengan penderita TBC
Komplikasi

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah)


yang dapat mengakibatkan kematian karena syok
hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau
kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, dan ginjal.
Penatalaksanaan

Pengobatan OAT pada anak dapat dilakukan dalam


jangka pendek yaitu 6-9 bulan
1. 2HR/7H2R2 : INH + Rifampisin setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH + Rifampisin setiap hari atau 2
kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH + Rifampisin + Pirazinamid setiap hari
selama 2 bulan pertama, kemudian INH + Rifampisin
setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
Perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan
dengan :
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian oksigen yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti:
isoniazid, streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid
dan lain-lain)
7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita
tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan
aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan
Pemeriksaan Penunjang
• Kultur sputum : positif untuk • Histologi atau kultur jaringan : positif untuk
mycobakterium pada tahap akhir penyakit. mycobakterium tubrerkulosis.
• Ziehl Neelsen : positif untuk basil asam
cepat. • Biopsi jarum pada jaringan paru ; positif
• Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan untuk granula TB ; adanya sel raksasa
vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 menunjukan nekrosis.
mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi • Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan
intra dermal. Antigen menunjukan infeksi
masa lalu dan adanya anti body tetapi kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
tidak secara berarti menunjukan penyakit peningkatan rasio udara resido dan
aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang kapasitas paru total dan penurunan
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif saturasi oksigen sekunder terhadap
tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mycobacterium yang infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan
berbeda. jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru
• Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi kronis luas).
lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi
cairan, perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat masuk rongga area fibrosa.
Pencegahan

1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan.
Faringitis Pada Anak

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa


faring atau dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya
merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu
tonsilofaringitis akut atau b.agian dari influenza (rinofaringitis)
Etiologi

1. Virus yaitu Rhinovirus, 3. Jamur yaitu Candida jarang


Adenovirus, Parainfluenza,
Coxsackievirus, Epstein –Barr terjadi kecuali pada
virus, Herpes virus. penderita imunokompromis
2. Bakteri yaitu, Streptococcus ß yaitu mereka dengan HIV
hemolyticus group A, dan AIDS, Iritasi makanan
Chlamydia, Corynebacterium
diphtheriae, Hemophilus yang merangsang sering
influenzae, Neisseria merupakan faktor pencetus
gonorrhoeae.
atau yang memperberat
Faktor Risiko

• udara yang dingin • konsumsi alkohol yang


• turunnya daya tahan tubuh berlebihan
yang disebabkan infeksi • merokok dan seseorang
virus influenza yang tinggal di lingkungan
• konsumsi makanan yang kita yang menderita sakit
kurang gizi tenggorokan atau demam
Klasifikasi
1) Faringitis Akut 2) Faringitis Kronik
a. Faringitis viral a. Faringitis kronik hiperplastik
b. Faringitis bakterial b. Faringitis kronik atrofi
c. Faringitis fungal
d. Faringitis Gonorea
3) Faringitis Spesifik
a. Faringitis tuberkulosis : merupakan proses sekunder dari
tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum
dapat timbul tuberkulosis faring primer.
b. Faringitis luetika : Treponema pallidum (Syphilis) dapat
menimbulkan infeksi di daerah faring, seperti juga penyakit lues di
organ lain.
Patofisiologi
Bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa
faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal → kuman akan
menginfiltrasi lapisan epitel → mengikis epitel → jaringan limfoid
superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan
sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat
melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh
darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau
jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan
menjadi meradang dan membengkak.
Manifestasi Klinis
a. Faringitis viral (umumnya oleh e. Faringitis atrofi: umumnya
rhinovirus): diawali dengan gejala tenggorokan kering dan tebal
rhinitis dan beberapa hari serta mulut berbau.
kemudian timbul faringitis. Gejala
lain demam disertai rinorea dan f. Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat
mual. pada faring dan tidak berespon
b. Faringitis bakterial: nyeri kepala dengan pengobatan bakterial non
hebat, muntah, kadang disertai spesifik.
demam dengan suhu yang tinggi, g. Bila dicurigai faringitis gonorea
jarang disertai batuk. atau faringitis luetika, ditanyakan
c. Faringitis fungal: terutama nyeri riwayat hubungan seksual
tenggorok dan nyeri menelan.
d. Faringitis kronik hiperplastik:
mula-mula tenggorok kering, gatal
dan akhirnya batuk yang
berdahak.
Pemeriksaan Penunjang

Kultur Apus Tenggorokan


Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko
sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi antibiotik
dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh
positif maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat
namun apabila hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik
dihentikan kemudian dilakukan follow-up.
Pencegahan

1. Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh


dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
2. Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.
3. Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan
yang dapat mengiritasi tenggorok.
4. Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga
kebersihan mulut.
5. Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur
Komplikasi
• Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media,
epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia.
• Faringitis yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus jika tidak
segera diobati dapat menyebabkan peritonsillar abses, demam
reumatik akut, toxic shock syndrome, peritonsillar sellulitis,
abses retrofaringeal dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari
pembengkakan laring.
• Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada satu dari 400
infeksi GABHS yang tidak diobati dengan baik
Penatalaksanaan

Terapi Pokok Pemberian farmakoterapi


• Topikal
• Istirahat cukup
– Obat kumur antiseptik
• Minum air putih yang cukup
– Menjaga kebersihan mulut
• Berkumur dengan air yang – Pada faringitis fungal diberikan
hangat nystatin 100.000−400.000 2
kali/hari
• Oral sistemik
– Anti virus metisoprinol
(isoprenosine)
– penicillin G benzatin 50.000
U/kgBB/IM
Otitis Media

Otitis media adalah peradangan sebagian / seluruh mukosa


telinga, tuba esutachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media tuberkulosis adalah radang kronik mukosa
telinga tengah yang disebabkan oleh basil tahan asam
Mycobacterium tuberculosis dan jarang oleh Mycobacterium
atypic.
Manifestasi Klinis

Perforasi multipel membran timpani, otore tanpa disertai


nyeri, dan jaringan granulasi yang banyak. Gejala lain sekret
telinga yang banyak, nekrosis tulang, limfadenopati preaurikula,
retroaurikula dan servical, parese fasialis, tuli sensorineural dan
ada hubungan dengan TB paru.
Klasifikasi

Ada 5 stadium OM berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah,


yaitu:

1. Stadium Oklusi : gambaran 4. Stadium Perforasi : ruptur


retraksi membran timpani membran timpani sehingga nanah
2. Stadium Hiperemis : pembuluh keluar dari telinga tengah ke liang
darah yang melebar di sebagian telinga.
atau seluruh membran timpani 5. Stadium Resolusi : perforasi
3. Stadium Supurasi : edem yang membran timpani kembali
hebat telinga tengah disertai menutup dan sekret purulen tidak
hancurnya sel epitel superfisial ada lagi
serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani
Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menebar ke telinga
tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius mereka dapat menyebaban infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saliran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubunggendang telnga dengan
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Komplikasi

1. Komplikasi Intratemporal 2. Komplikasi Intrakranial


a. Mastoiditis akut a. Meningitis
b. Petrositis b. Encefalitis
c. Labirintitis c. Hidrosefalus otikus
d. Perforasi pars tensa d. Abses otak
e. Atelektasis telinga tengah e. Abses epidural
f. Paresis fasialis f. Ampiema subdural
g. Gangguan pendengaran. g. Trombosis sinus lateralis.
Penatalaksanaan
1. Stadium Oklusi : diberikan 3. Stadium Supurasi : diberikan
obat tetes hidung HCL efedrin antibiotika dan obat-obat
0,5%, dalam larutan fisiologik simptomatik.
untuk anak < 12 thn dan HCl 4. Stadium Perforasi : Diberikan
efedrin 1% dalam larutan H2O2 3% selama 3-5 hari dan
fisiologik untuk anak yang diberikan antibiotika yang
berumur > 12 thnatau dewasa. adekuat sampai 3 minggu
2. Stadium Presupurasi : Pada 5. Stasium Resolusi : biasanya
anak diberikan Ampisilin 4x50- akan tampak sekret mangalir
100 mg/KgBB, amoksisilin keluar. Pada keadaan ini dapat
4x40 mg/KgBB/hari atau dilanjutkan antibiotik sampak
eritromisin 4x40 3 minggu
mg/KgBB/hari
Anemia

Penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi,


abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau
keduanya
Derajat Anemia pada anak

• Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr / dl


• Ringan Hb 8 gr / dl – 9,9 gr / dl
• Sedang Hb 6 gr / dl – 7,9 gr / dl
• Berat Hb < 6 gr / dl
Etiologi

1. Gangguan produksi eritrosit


yang dapat terjadi karena 2. Kehilangan darah
• Perubahan sintesa Hb • Akut karena perdarahan
• Perubahan sintesa DNA atau trauma / kecelakaan
akibat kekurangan nutrien yang terjadi secara
• Fungsi sel induk ( stem sel ) mendadak
terganggu • Kronis karena perdarahan
• Infiltrasi sumsum tulang pada saluran cerna atau
menorhagia
3. Meningkatnya pemecahan 4. Bahan baku untuk
eritrosit ( hemolisis) pembentukan eritrosit tidak ada
• Faktor bawaan
• Faktor yang didapat
Manifestasi klinis
Gejala masing – masing anemia
Gejala umum
• Disebut juga sebagai sindrom • Anemia defisiensi besi :
anemia, timbul karena iskemia disfagia, atrofi papil lidah,
organ target serta akibat stomatitis angularis, dan kuku
mekanisme kompensasi tubuh sendok ( koilonychia ).
terhadap penurunan kadar • Anemia megaloblastik : glositis,
hemoglobin (Hb <7 gr/dL) gangguan neurologik pada
• Sindrom anemia terdiri dari defisiensi vitamin B12.
rasa lemah , lesu, cepat lelah, • Anemia aplastik : perdarahan,
telinga mendenging (tinnitus), dan tanda – tanda infeksi.
mata berkunang – kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas
dan dyspepsia.
Faktor resiko

Faktor langsung Faktor tidak langsung


Penghancuran sel darah • Tingkat Pendapatan keluarga
merah yang berlebihan, • Tingkat Pengetahuan
kehilangan darah, penurunan • Pelayanan Kesehatan
produksi sel darah merah akibat
mengidap penyakit infeksi • Asupan Zat Protein
malaria dan kecacingan. • Penyerapan Zat Protein
• Kebutuhan Zat Besi
Patofisiologi anemia akibat kuman TB
Adanya invasi mikroorganisme, sel maligna atau reaksi autoimun
menyebabkan aktivasi sel T (CD3+) dan monosit. Sel-sel ini meinduksi
mekanisme efektor imun dengan cara memproduksi sitokin-sitokin seperti
interferon-γ dari sel T dan TNF-α, Interleukin-1, Interleukin-6 dan Interleukin-
10 (dari monosit atau makrofag). Sitokin-sitokin proinflamasi ini
menyebabkan penghambatan proliferasi dan diferensiasi dari sel eritroid
progenitor dan memicu penekanan eritropoetin di ginjal.
• Interleukin-6 dan lipopolisakarida menstimulasi ekspresi dari hepsidin
protein fase akut yang akan menurunkan absorbsi zat besi di diuodenum
• menunjukkan interferon-γ dan lipopolisakarida atau keduanya akan
meningkatkan ekspresi dari divalent metal transporter-1 (DMT-1) pada
makrofag dan menstimulasi pengambilan zat besi. Sitokin interleukin-10
meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan pemasukan
transferin ke dalam monosit. Interferon–γ dan lipopolisakarida
menurunkan ekpresi ferroportin yang menghambat pengeluaran zat besi
dari makrofag dan juga dipengaruhi hepsidin.
• Pada waktu yang sama, TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-10 mempengaruhi
ekspresi ferritin serta menstimulasi penyimpanan dan retensi zat
besi di dalam makrofag. Mekanisme inilah yang menyebabkan
penurunan konsentrasi zat besi di sirkulasi dan keterbatasan
ketersediaan zat besi untuk eritroid.
• TNF-α, interleukin-1 dan interferon-γ menghambat produksi
eritropoetin di ginjal. TNF-α, interferon-γ dan interleukin-1
menghambat diferensiasi dan proliferasi sel eritroid progenitor
secara langsung. Selain itu, terbatasnya ketersediaan jumlah zat
besi dan penurunan aktivitas biologis dari eritropoetin
menyebabkan penghambatan eritropoesis dan terjadi anemia.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Status Besi


• Feritin
• Serum Iron
• Total Iron Binding Capacity
(TIBC)
• Saturasi Transferin (TfSat)
Pencegahan

• Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan


• Suplementasi zat besi
• Fortifikasi zat besi
Penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan
untuk meningkatkan kualitas pangan
• Penanggulangan penyakit infeksi dan parasite
Penatalaksanaan
IDAI, (2011) memberikan 5 rekomendasi
• Rekomendasi 1 • Rekomendasi 3
Suplementasi besi diberikan kepada Saat ini belum perlu dilakukan uji
semua anak, dengan prioritas usia balita tapis (skrining) defisiensi besi secara
(0-5 tahun), terutama usia 0-2 tahun. massal.
• Rekomendasi 2 • Rekomendasi 4
(1) bayi BBLR (<2.500 gram) dengan Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb)
dosis 3 mg/kgBB/hari sejak usia 1 dilakukan mulai usia 2 tahun dan
bulan sampai 2 tahun, selanjutnya setiap tahun sampai usia
(2) bayi cukup bulan dengan dosis 2 remaja. Bila dari hasil pemeriksaan
mg/kgBB/hari sejak usia 4 bulan ditemukan anemia, dicari penyebab
sampai 2 tahun, dan bila perlu dirujuk.
(3) anak usia 2 - 5 (balita) dengan • Rekomendasi 5
dosis 1 mg/kgBB/hari sebanyak Pemerintah harus membuat
2x/minggu selama 3 bulan kebijakan mengenai penyediaan
berturut-turut setiap tahun preparat besi dan alat laboratorium
untuk pemeriksaan status besi.
Hipertermi

Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal 37


˚C yang merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit
yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan
suhu pusat tubuh serta aktivitas sistem imun.
Klasifikasi
1. Demam kontinu, yaitu demam yang 5. Demam quotidian, yaitu demam
ditandai dengan adanya peningkatan yang memiliki dua titik tertinggi
suhu tubuh yang menetap dengan
kemudian turun dalam siklus 12 jam.
fluktuasi maksimal 0,4 oC selama
periode 24 jam. 6. Demam relapsing, yaitu demam yang
2. Demam remitten, yaitu demam yang tinggi terjadi secara mendadak, dan
ditandai oleh penurunan suhu setiap berulang secara tiba-tiba
hari tetapi tidak mencapai batas normal berlangsung selama 3 – 6 hari
dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24
jam. 7. Demam rekuren, yaitu demam yang
3. Demam intermitten, yaitu demam
timbul kembali setelah periode
dimana suhu kembali normal setiap bebas demam dengan interval yang
hari, pada umumnya pada pagi hari, tidak teratur
dan puncaknya pada siang hari.
4. Demam septik, yaitu suatu kondisi
dimana terdapat perbedaan suhu yang
sangat besar antara puncak dengan titik
terendah pada demam remitten dan
intermitten.
Etiologi

1. Penyakit/trauma
2. Peningkatan metabolism
3. Aktivitas yang berlebihan
4. Pengaruh medikasi
5. Terpapar lingkungan panas
6. Dehidrasi dan pakaian yang tidak tepat
7. Faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Patofisiologi
• Saat bakteri penyebab TB masuk ke dalam tubuh, tubuh akan melakukan
mekanisme pertahanan untuk melawan bakteri tersebut. Salah satunya
adalah dengan memperbanyak pembentukan makrofag yang berasal dari
monosit. Makrofag ini merupakan salah satu jenis sel darah putih yang
ketika bekerja, ia akan memproduksi suatu molekul kimiawi yang disebut
dengan TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor - alfa). Molekul inilah yang
kemudian memberikan signal pada otak untuk meningkatkan set point
termoregulator di hipotalamus.
• Karena peningkatan set point termoregulator ini, tubuh akan terpicu
untuk meningkatkan suhu tubuh yakni dengan cara memperkecil
diameter pembuluh darah (vasokonstriksi) untuk mencegah kehilangan
panas berlebih serta mensignalkan respons untuk menggigil. Setelah set
point ini tercapai, tubuh akan berusaha mengeluarkan kelebihan panas
tubuh, salah satunya adalah dengan cara berkeringat. Irama sirkadian
tubuh normal paling rendah saat pagi 36,1oC, lebih tinggi pada sore hari
diata sjam 7 malam. Sehingga kejadian demmam atau berkeringat malam
dapat dihubungkan dengan irama sirkadian.
Komplikasi

1. Peradangan usus
2. Perforasi yang tidak
disertai peritonitis
3. Peritonitis
Penatalaksanaan

1. Terapi non-farmakologi 2. Terapi farmakologi


a. Pemberian cairan dalam Obat-obatan yang dipakai
jumlah banyak untuk dalam mengatasi demam
mencegah dehidrasi dan (antipiretik) adalah
beristirahat yang cukup. parasetamol (asetaminofen)
b. Memakai satu lapis pakaian dan ibuprofen. Pada anak-
dan satu lapis selimut. anak, dianjurkan untuk
c. Memberikan kompres hangat pemberian parasetamol
pada penderita. sebagai antipiretik.
Kasus
Anakku batuk dan demam

Anak X umur 5 tahun dibawa oleh ibunya ke RS dengan keluhan batuk


sudah 4 minggu tidak sembuh sembuh. Awalnya batuk kering
kemudian sekarang keluar dahak dan terkadang ada darah yang ikut
keluar bercampur dengan dahak. Kalau malam tidurnya sering keluar
keringat. Sudah 2 minggu ini susah makan, beratnya sudah turun 2 kg
berat badan sebelum sakit 16 kg, Anak X juga merasa sakit
tenggorokannya bila menelan. Mulai 2 hari yang lalu telinga kanan
dan kiri keluar cairan seperti nanah. Saat dilakukan pemeriksaan
darah didapatkan Hb 10 gr/dL. Hasil pengukuran suhu 39.5°C, bibir
tampak kering dan pecah pecah. Anak minum hanya 2 gelas dalam
sehari.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien 3. Pola Nutrisi
a. Nama : Anak X Sudah 2 minggu susah makan,
b. Usia : 5 tahun beratnya turun 2kg sebelum sakit 16
2. Keluhan Utama kg. Serta minum hanya 2 gelar
Batuk sudah 4 minggu tidak perhari.
sembuh-sembuh. Awalnya batuk 4. Pemeriksaan Fisik
kering, sekarang keluar dahak dan a. Suhu : 39,5°C
terkadang ada darah yang ikut keluar
b. BB sebelum sakit : 16 kg
bercampur dengan dahak, sering
keluar keringat pada malan hari. Sakit c. BB saat ini : 14 kg
tenggorokan bila makan. 2 hari yang d. Bibir tampak kering dan pecah-
lalu telinga kanan dan kiri keeluar pecah
cairan seperti nanah.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah : Hb 10 gr/dl

6. Analisa Data b. DS
1) Batuk 4 minggu tidak sembuh-
a. DO sembuh,awalnya batuk kering,
1) BB sebelum sakit : 16 kg saat ini dahak dan kadang
bercampur darah
2) BB saat ini : 14 kg 2) Keluar keringat pada malam
3) Suhu : 39,5◦C hari
3) 2 minggu susah makan
4) Bibir kering dan pecah- 4) Sakit tenggorokan bila
pecah menelan
5) Hb :10gr/dl 5) Telingga kanan dan kiri keluar
cairan seperti nanah mulai 2
hari yang lalu
6) Anak x hanya minum2 gelas
perhari
B. Diagnosa Keperawatan

Data Masalah Etiologi


DS : Batuk 4 minggu belum Bersihan jalan napas tidak Proses infeksi
sembuh-sembuh. Awal efektif
batuk kering,sekarang
keluar dahak dang kadang
darah
DO : Suhu tubuh : 39,5◦C Hipertermi Proses Penyakit/inflamasi
DS : Sering keluar keringat
pada malam hari
DO : BB turun 2 kg,dan Defisit Nutrisi Ketidakmampuan menelan
bibir kering dan peca- makanan
pecah.
DS : Susah makan 2
minngu, sakit tenggorokan
saat menelan
C. Intervensi Keperawatan
DX NOC NIC

DX.1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Airway suction


selama 1x24 jam diharapkan klien : a. Kaji fungsi pernapasan
1. Respiratory status : Ventilation b. Auskultasi bunyi napas
2. Respiratory satatus : Airway patency c. Bersihkan sekret dari mulut dan
Dg KH : trakea, penghisapan sesuai keperluan
a. Mendemonstrasikan batuk efektif d. Gunakan alat yang steril setiap
dan suara nafas yang bersih, tidak melakukan tindakan
ada sianosis dan dispnea ( mampu e. Anjurkan pasien untuk istirahat
mengeluarkan sputum , mampu f. Ajarkan keluarga tentang larangan
bernafas dengan mudah) merokok di ruang perawatan
b. Menunjukan jalan nafas yang paten 2. Airway Management
c. Mampu mengidentifkasi dan a. Posisikan pasien untuk
mencegah faktor yang dapat memaksimalkan ventilasi
menghambat jalan nafas. b. Ajarkan batuk efektif
c. Lembabkan udara atau oksigen
inspirasi
d. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
e. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi
DX. 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Fever Treatment
selama 2x24 jam diharapkan klien : a. Monitor suhu sesering mungkin
1. Thermoregulasi, baik dg KH : b. Monitor IWL
a. Suhu tubuh dalam rentang normal c. Monitor warna dan suhu kulit
b. Nadi dan RR dalam rentang normal d. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan e. Monitor intake dan output
tidak ada pusing f. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
g. Kolaborasi pemberian cairan intravena
h. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila

DX. 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Nutrition Management


selama 4x24 jam diharapkan klien : a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
1. Nutritional Status : food and Fluid Intake, dg menentukan jumlah kalori dan nutrisi
KH : yang dibutuhkan pasien.
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
dengan tujuan intake Fe
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
badan protein dan vitamin C
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan 2. Nutrition Monitoring
nutrisi a. BB pasien dalam batas normal
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi b. Monitor adanya penurunan berat badan
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
berarti biasa dilakukan
d. Monitor lingkungan selama makan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai