Anda di halaman 1dari 35

Pemungut PPN dan PPn BM

Anang Mury Kurniawan


anangmury@gmail.com
MEKANISME
 Secara umum PPN yg terutang atas transaksi penyerahan
BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian,
pembeli BKP/JKP yg bersangkutan wajib membayar kpd
PKP Penjual sbsr harga jual ditambah PPN yg terutang
 Namun demikian, apabila yg bertindak sebagai pembeli
BKP/JKP tsb berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus),
PPN yg terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak
dipungut oleh PKP Penjual, malainkan disetor langsung
ke kas negara oleh Pemungut PPN tsb. Dg demikian,
Pemungut PPN hanya membayar kpd PKP Penjual
sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor
langsung ke kas negara.
PASAL 16A UU PPN
1) Pajak yang terutang atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
2) Tata cara pemungutan, penyetoran, dan
pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
DASAR HUKUM
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 Tentang Penunjukan
Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk
Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 Tentang Penunjukan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi Dan
Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya
Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah,
Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012
Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan
Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan
Pelaporannya
 PMK No 37/PMK.03/2015 Penunjukan badan usaha tertentu untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai
 Dan pajak penjualan atas barang mewah, serta tata cara pemungutan,
penyetoran, dan pelaporannya
BENDAHARA PEMERINTAH
• Setelah diundangkan Undang Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, terjadi pergeseran terminologi dan fungsi pejabat pengelola APBN
sehingga dilakukan redifinisi yang dengan sendirinya mempengaruhi terminologi
yang digunakan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003.
• Sehubungan dengan hal tersebut dalam pasal 1 angka 11 Peraturan Dirjen Pajak
No PER-147/PJ./2006 dirumuskan pengertian bendaharawan pemerintah sebagai
berikut :
• Bendaharawan Pemerintah adalah :
– Bendahara Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah yaitu Pejabat yang
mengeluarkan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; atau
– Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) yaitu Pejabat yang diberi
kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran, menguji tagihan kepada negara dan menandatangani SPM, yang
ditunjuk oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran.
KEWAJIBAN PEMUNGUT
 Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan
pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang terutang.
 Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran
melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena
Pajak yang telah dipungut oleh Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara dimaksud.
• Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan
oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara termasuk
jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN
PEMERINTAH DALAM HAL
• pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
• pembayaran untuk pembebasan tanah;
• pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat
fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
• pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
• pembayaran atas rekening telepon;
• pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; atau
• pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
• Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang terutang
sehubungan dengan pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp.1000.000,00 (satu
juta rupiah), dipungut dan disetor oleh
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum
Contoh 1 :
Harga jual 769.231
PPN 10% 76.923
PPn BM 20% 153.846
Jumlah pembayaran 1.000.000
PPN dan PPn BM tidak dipungut Bendaharawan Pemerintah
melainkan dipungut oleh PKP Rekanan selaku pihak yang
menyerahkan BKP, sehingga Bendaharawan Pemerintah membayar
Rp1.000.000 termasuk PPN dan PPn BM

Contoh 2 :
Harga jual 950.000
PPN 10% 95.000
Jumlah pembayaran 1.045.000
Karena pembayaran termasuk PPN melebihi Rp1.000.000 maka
Bendaharawan Pemerintah wajib memungut PPN sebesar Rp95.000
dengan cara memotong dari jumlah pembayaran tersebut
 Pemungutan Pajak Pertumbuhan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dilakukan pada saat
pembayaran dengan cara pemotongan secara
langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah.
 PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh
Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus
disetor paling lama 7 hari setelah tanggal pelaksanaan
pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara. (PMK No.242/PMK.03/2014)
 Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka
penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
 Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor
ke Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara setempat,
paling lambat akhir bulan setelah berakhirnya
bulan dilakukan pembayaran tagihan.
 Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
JIKA KEWAJIBAN TIDAK DILAKSANAKAN
• Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib
menolak permintaan pembayaran berikutnya
yang diajukan Bendaharawan Pemerintah
• Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib
menyampaikan daftar Bendaharawan
Pemerintah yang berada dalam wilayah
kerjanya beserta daftar perubahannya setiap 3
(tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak
yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak
MEKANISME PEMUNGUTAN PPN ATAU DAN
PPNBM
1) Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah termasuk jumlah pajak yang
terutang.
2) pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan, wajib membuat:
a) Faktur Pajak dan SSP, dengan ketentuan Faktur Pajak diisi dengan lengkap rangkap 3 (tiga) dengan
peruntukan :
- lembar ke-1 untuk Bendaharawan pemerintah sebagai Pemungut PPN
- lembar ke-2 untuk arsip PKP Rekanan
- lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah.
Oleh Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan, pada setiap lembar Faktur Pajak wajib
dibubuhi cap “Disetor tanggal ……..” dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah yang
bersangkutan.
Oleh KPPN yang melakukan pemungutan untuk kepentingan Bendaharawan Pemerintah, pada setiap
lembar Faktur Pajak dicantumkan “nomor dan tanggal advis SPM”.
b) SSP yang diisi adalah kolom identitas dan jumlah pajak terutang, sedangkan kolom lainnya tidak perlu diisi.
Adapun jumlah lembar SSP dibuat rangkap 5 (lima). Setelah PPN dan PPnBM, atau PPN yang terutang
disetor ke bank persepsi atau kantor pos, SSP tersebut didistribusikan :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak
- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan, akan dilampirkan pada SPT Masa PPN
- lembar ke-4 untuk bank persepsi atau kantor pos.
- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
Pada setiap lembar SSP ini oleh KPPN yang melakukan pemungutan pajak untuk kepentingan
Bendaharawan Pemerintah dibubuhi “nomor dan tanggal advis SPM”. pada SSP lembar ke-1 dan lembar
ke-2 dibubuhi cap “TELAH DIBUKUKAN” oleh KPPN.
3) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM.
3) Pemungut PPN wajib memungut pajak yang terutang pada saat pembayaran;
4) Penyetoran Pajak yang dipungut.
Pajak yang dipungut oleh Bendaharawan selaku Pemungut PPN wajib disetor ke kas negara
pajak yang dipungut paling lambat dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal pelaksanaan
pembayaran oleh bendahara.
Dalam hal tanggal penyetoran jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
5) Pelaporan pajak yang telah dipungut dan disetor.
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM
atau PPN wajib menyampaikan laporan kepada KPP tempat Bendaharawan Pemerintah
terdaftar dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut PPN
Formulir 1107PUT” yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan, yang masing-masing diperuntukkan sebagai
berikut :
- lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP ;
- lembar ke-2, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.
KASUS
• Bendahara SD Negeri X pada bulan April melakukan
pengeluaran sebagai berikut:
1. Pembayaran untuk pembelian ATK dari PT GRAMEDIA Rp400.000
2. Pembayaran jasa pemborong kepada PT KONTRUKSINDO untuk
pembangunan gedung kelas baru senilai Rp50.000.000
3. Pembayaran tagihan telepon kepada PT TELKOM sebesar
Rp1.500..000
4. Pembayaran untuk pengadaan buku pelajaran umum kepada PT
PENERBIT ERLANGGA Rp30.000.000
5. Membayar gaji 10 orang guru masing-masing sebesar Rp2.500.000
• Jelaskan aspek pemungutan PPN atas pembayaran yang
dilakukan oleh Bendahara SD Negeri X
KASUS
• PT Batavia Computindo adalah rekanan dari Pemda Kota Depok,
telah terdaftar sebagai wajib pajak di KPP Jakarta Tanjung Priok
dengan NPWP : 01.234.567.8-072.000. Pada tahun anggaran 2011
PT Batavia Computindo mendapat proyek pengadaan komputer
untuk Pemda Kota Depok. Sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK)
tanggal 27 Februari 2011 nilai kontrak sebesar Rp80.000.000
termasuk PPN. Penyerahan barang dilakukan PT Batavia
Computindo tanggal 10 Maret 2011, sedangkan realisasi
pembayaran baru diterima tanggal 7 April 2011.
• Jelaskan kewajiban terkait PPN yang harus dipenuhi oleh PT Batavia
Computindo selaku rekanan
• Jelaskan kewajiban terkait PPN yang harus dipenuhi oleh
Bendahara Pemda Kota Depok selaku Pemungut PPN
KONTRAK KERJA SAMA PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS
BUMI DAN KONTRAKTOR ATAU PEMEGANG KUASA/PEMEGANG
IZIN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI

• Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang


Izin adalah:
– kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan
minyak dan gas bumi; dan
– kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin
pengusahaan sumber daya panas bumi,
• yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun
unitnya.
• Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan Nilai
• Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
oleh Rekanan kepada Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut,
disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau
Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.
 Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut
oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan
Dasar Pengenaan Pajak.
 Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak selain
terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, maka jumlah Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut
oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin
adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang
Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT OLEH KONTRAKTOR
ATAU PEMEGANG KUASA/PEMEGANG IZIN DALAM HAL:

a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00(sepuluh


juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut
atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar
bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan; dan/atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak
dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
• Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, dan huruf e dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh Rekanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
 Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak kepada Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin
 Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
 penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
 penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
 penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
 Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dilakukan paling lama pada saat:
 penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak;
 penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
atau
 penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
 Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut
ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
 Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
 Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
PEMUNGUT BUMN
85/PMK.03/2012
• Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
• Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara dipungut, disetor,
dan dilaporkan oleh Badan Usaha Milik Negara.
SE - 45/PJ/2012
• BUMN sebagai Pemungut PPN
adalah BUMN yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang
paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan
dan joint operation atau bentuk kerja sama
lainnya.
PENYERAHAN SESAMA BUMN
• PPN dan PPnBM yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak dari BUMN kepada BUMN tidak
dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut
PPN, sehingga BUMN yang menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak tetap melakukan kewajiban
pemungutan PP
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT OLEH BADAN USAHA
MILIK NEGARA DALAM HAL :
• pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
• pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
• pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak
oleh PT Pertamina (Persero);
• pembayaran atas rekening telepon;
• pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
dan/atau
• pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
FAKTUR PAJAK
• Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.
• Faktur Pajak harus dibuat pada saat :
– penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak;
– penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
– penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan.
PENYETORAN DAN PELAPORAN
• Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor
Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
• Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan
disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha Milik
Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak
• Tanggal jatuh tempo penyetoran tidak
mengacu pada tanggal penerbitan Faktur
Pajak oleh PKP Rekanan, dengan demikian
apabila BUMNterlambat melakukan
penyetoran yang disebabkan karena
keterlambatan PKP Rekanan
menerbitkan Faktur Pajak, maka atas
keterlambatan penyetoran tersebut tetap
dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan
BADAN USAHA TERTENTU
PMK NO 37/PMK.03/2015
a. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah, dan
restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan
usaha milik negara lainnya;
b. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh
Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk
Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara
yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT
Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali
Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas
Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal
Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI
Syariah, dan Bank BNI Syariah.

Dalam hal badan usaha tertentu tidak lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha
milik negara, badan usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah

Anda mungkin juga menyukai