Anda di halaman 1dari 58

Curriculum Vitae

Nama : Djatnika Setiabudi

Tpt/Tgl lahir : Bandung, 1 Januari 1958

Alamat : Jl. Mulia Graha II/14 Ciwastra , Bandung 40286,


email : djatnika_setiabudi@yahoo.com; HP: 0811232417

Pekerjaan : Kepala Departemen Ilmu kesehatan Anak RSHS/FK Unpad


Ka Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik Dep. IKA

Pendidikan : - Dokter : Fakultas Kedokteran Unpad - 1982

- Dokter Spesialis Anak : FK Unpad - 1992

- Master of Clinical Tropical Medicine (Trop. Ped.):


Faculty of Tropical Medicine Mahidol Univ. - 2003

- Spesialis Anak Konsultan (Infeksi/Peyakit Tropis) - 2005

- Doktor, Bidang Ilmu Kedokteran: Unpad - 2013


TATALAKSANA DIFTERI

Djatnika Setiabudi

Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis


Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSHS – FK Unpad
Definisi
Penyakit infeksi akut, sangat menular disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheriae yang ditandai
dengan pembentukan pseudomembran pada
permukaan mukosa atau kulit, dan dapat
menyebabkan komplikasi yang berat,
sehingga menimbulkan kematian
Etiologi
Corynebacterium diphtheriae:

Bakteri aerob berbentuk batang


Gram positif
Gambaran pleomorfik,
ujung bentuk tabuh
Non-spore-forming
Non-acid-fast
Non-motile
Gram staining
Neisser staining

6
Epidemiologi
Tersebar luas di seluruh dunia
Sekarang morbiditas
Dapat terjadi outbreak :
 cakupan imunisasi

 kualitas dan ketersediaan vaksin

 Pengetahuan masyarakat kurang


Transmisi
 Sumber :
 Sekret dan duh (discharge) yang berasal
dari penderita atau carrier
- Manusia merupakan reservoar utama
 Cara penularan:
- melalui droplet (batuk, bersin, berbicara)
- kontak
 Portal of entry :
Saluran pernafasan
Konjungtiva, mukosa atau kulit yang tidak utuh
(luka)
Faktor Risiko
1.Poor nutrition
2.Outbreak in the community
3.Crowded or unsanitary living conditions
4.Low vaccine coverage among infants and children
5.Lack of mass immunization programs amongst
children and adults at high risk
6.Insufficient information for the general public on
dangers of the disease and the benefits of
immunization
7.Lack of vaccines in many areas
Pathogenesis of Exotoxins
Patogenesis/Patofisiologis
C. diphteriae

Mukosa (saluran nafas) / kulit

Eksotoksin Pseudomembran

Pembuluh limfe / darah

jantung saraf ginjal Organ lain


Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 2 – 10 hari ( 3 – 6 hari)
Bervariasi : tanpa gejala toksemia berat / fatal
Tergantung :
 imunitas pejamu
 virulensi/toksigenitas c.diphteriae
 lokasi penyakit
 anatomis
 umur
 penyakit sistemik penyerta
Difteri Tonsil Faring
(Faucial diphtheria)

Anoreksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan


Pseudomembran putih keabuan, sulit dilepaskan dari
dasarnya
Dalam 1 – 2 hari pseudomembran melebar, dapat
menutupi tonsil / dinding faring, uvula, palatum
molle, laring, trakhea
Usaha melepaskan membran perdarahan
Limfadenitis servikalis / submandibularis
Edema jaringan lunak leher Bullneck
Pharyngeal diphtheria
Pharyngeal diphtheria

BULLNECK

15
Difteri Laring
Merupakan perluasan difteri faring
Gejala obstruksi saluran nafas atas
(OSNA) lebih mencolok
Stridor (inspriratoir) progresif
Retraksi suprasternal / interkostal /
supraklavikular
Membran lepas OSNA berat
perlu trakeostomi
Laryngeal diphtheria

Post trakeostomi
Difteri Hidung
Awal menyerupai common cold
Sekret hidung serosanguinus
mukopurulen
Pseudomembran putih pada septum nasi
Absorpsi fibrin lambat
Difteria Kulit, Konjungtiva,
Telinga, dan Vulvovaginal
Tidak lazim
Tukak di kulit dengan pseudomembran
pada dasarnya
Lesi konjungtiva : kemerahan, edema,
pseudomembran pada konjungtiva palpebra
Otitis eksterna: sekret purulen / bau
Vulvovaginal : hygiene yang sangat buruk
Difteria Kulit
Difteri Konjungtiva

Lesi konjungtiva :
kemerahan, edema, pseudomembran pada
konjungtiva palpebra
Komplikasi
Myocarditis :
Biasanya terjadi pada awal minggu kedua
Takikardi atau bradikardi, bunyi jantung redup,
muntah, nyeri abdomen, dyspnea

Komplikasi Neurologis:
Paralysis palatum ( akhir minggu ke-2)
Polyneuritis umum ( minggu ke-3 – 6 )
Gangguan akomodasi ( minggu ke-3 )

Komplikasi renal (nefritis):


Oliguria dan proteinuria
Miokarditis dan AV block
Diagnosis
Riwayat penyakit :
- Keluhan nyeri menelan, demam tidak tinggi
- Keluhan non spesifik
- Riwayat imunisasi dan kontak

Pemeriksaan klinis :
- pseudomembran
- bullneck

 Diagnosis pasti :
isolasi C. diphteriae
Diagnosis Banding
Faucial diphtheria :

 Acute streptococcal membranous tonsillitis:


demam tinggi, penderita tampak kurang toksik

 Viral membranous tonsillitis :


demam lebih tinggi, membran mudah dilepaskan

Herpetic tonsillitis ( Gingivitis dan stomatitis )

Infectious mononeucleosis :
Disertai ruam kulit dan lymphadenopathy
Diagnosis Banding
Laryngeal diphtheria :
Croup
Acute epiglottitis
Laryngotracheobronchitis
Peritonsillar abscess
Retropharyngeal abscess

Nasal diphtheria :
Foreign body in nose
Rhinorrhea
Prinsip Tatalaksana
1. Strict isolation

2. Netralisasi toksin bebas yang beredar dalam sirkulasi


dengan pemberian antitoksin (ADS)

3. Pemberian Antibiotika untuk eradikasi kuman


penghasil toksin

4. Terapi Suportif dan simptomatik

5. Tatalaksana komplikasi
Antitoxin (Diphtheria antitoxin)

Bergantung kepada waktu dan lokasi


Difteri laring bila ≤ 48 jam : 20,000 - 40,000 Unit
Difteri faring bila ≤ 48 jam : 40,000 – 60,000 Unit
Bila lebih dari 3 hari atau terdapat bullneck :

80,000 – 120,000 units


Sebelum pemberian dilakukan uji kulit
Antibiotika
Penisilin prokain: 50.000 – 100.000 IU/kgBB/hari,
dibagi dalam dua dosis, i.m., selama 7 – 10 hari

Erythromycin: 40-50 mg/kg/hari, dibagi 3-4 dosis,


p.o., (maximum 2 g/hari), selama 10- 14 hari

Penderita dikatakan bebas dari kuman bila kultur


negatif 2 kali berturut-turut dalam interval 24 jam.
Terapi Suportif dan simptomatik

Tirah baring selama 2- 3 minggu

(bila ada miokarditis bisa sampai 4-6 minggu)


Pemberian cairan / diet adekuat
Dijaga kelembaban udara
Bila diperlukan antipiretik dan sedatif
Monitor frekwensi dan irama bunyi jantung

(untuk deteksi miokarditis)


Tatalaksana komplikasi
Obstruksi jalan nafas:
Humidified oxygen
Tracheostomy

Myocarditis :
Fluids and salt restriction
Sedation and oxygen supply
Diuretics and digoxin, coticosteroid

Neurological complications :
Palatal paralysis ( NG feeding )
Generalised weakness (fisioterapi)
Tatalaksana epidemiologik
1. Isolasi ketat / barrier nursing: difteri sangat menular
2. Tatalaksana kontak untuk mencegah penyebaran:
1. Dewasa: identifikasi sebagai sumber penularan dan obati
bilamana kultur positif
2. anak/saudara:
1. Amati bila dalam masa inkubasi : penderita baru
2. Tanpa gejala, imunisasi lengkap: booster
3. Tanpa gejala, imunisasi tak lengkap/tak imunisasi: imunisasi
dasar dan booster
4. Kultur positif: obati
3. Erytromisin etilsuksinat untuk menekan circulating C diphtheria
4. Imunisasi penderita setelah sembuh .
Pencegahan

Umum :
Menjaga kebersihan
Memberi pengetahuan tentang bahaya difteri

Khusus :
Imunisasi DPT
Pengobatan karier
Prognosis

Kematian biasanya disebabkan oleh:

Respiratory obstruction

Myocarditis

Respiratory paralysis
TERIMAKASIH
KLB Difteri di Cianjur 2001
(Desa Cikalong)
1. Hasil pengukuran titer antibodi difteri (Ig G) yang
dilakukan terhadap 40 anak yang telah diimunisasi
DPT sebagai respon KLB difteri diwilayah desa
Cikalong Kabupaten Cianjur tahun 2001 setelah 1
bulan pasca imunisasi, Ig G yang terbentuk
memberikan hasil yang kurang memuaskan.

2. Sebanyak 25% anak berumur diatas 5 tahun titer


antibodinya nol (0). Angka cakupan imunisasi dasar
di Desa Cikalong tersebut menunjukkan lebih dari
95%, selama 5 tahun terakhir.
80
75
72,5 72,5
70
67,6

61,5
60 57,9
60
55
50 48,4
% Titer

40 40,5
37,3
34,5 35,3
33,3
30

21,2
20

10

0
<1 2 3 4 5 6 SD I SD II SD III SD IV SD V SD VI SMP 1 SMP 2 SMP 3
Umur/Kelas Sekolah

Gambar 1. Persentase subyek dengan Titer Serologis


diatas nilai protektfi minimum menurut umur/ kelas
KLB di Tasikmalaya & Garut
A. Tasikmalaya, 2005:
1. Jumlah penderita 47 orang, 15 orang meningal dan
ditemukan 8 orang carrier, (CFR = 31,91%,
2. Umur penderita antara 1 s/d 14 tahun.
3. Lokasi KLB tersebar di 14 desa pada 7 kecamatan.

B. Garut, 2007 :
4. Jumlah penderita 11 suspect, 6 confirm, 2 meninggal, (CFR =
11,7 %.
5. Umur penderita antara 2 s/d 14 tahun.
6. Lokasi KLB di 1 desa.
KLB Difteri di TK Kota Semarang
(Sekolah TK) thn 2002
Pemeriksaan titer IgG difteri dilakukan dengan
teknik Enzym Imuno Assay di Puslitbang Dep Kes.
dengan cara Diftolisa G ( bakteri tunggal).
Sebanyak 7,2% anak titer IgG nya nol (0),
92,8% anak memiliki titer > 0,1 – 1,5 IU/ml.
MASALA H

• KEMATIAN MASIH TINGGI

• Penemuan terlambat  PETUGAS TAK TAHU


• Tak merujuk  PETUGAS TAK PEDULI
• Nosokomial  TAK ADA RUANG ISOLASI
• Status imunisasi “D”  NEGATIV
• Terjadi di daerah sulit  WIL.KEPULAUAN
• Pengetahuan masy.masih kurang  TERLAMBAT
Apa Yang Harus Kita Lakukan ?

1. Menanggulangi KLB
2. Menurunkan kasus di daerah endemis tinggi
3. Memperkuat imunisasi dan surveilans rutin

Disesuaikan dengan kondisi daerah 


penanggulangan dan survei/penelitian
STRATEGI OPERASIONAL 2012

- Ketersediaan logistik obat “ Difteri “


- Ketersediaan Ruang khusus penderita ( Ruang
“Isolasi “ )

- Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan


- PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN
- Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter
IRD
- Advokasi kepada Bupati/Walikota  langsung
- Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)
Performance of Diphtheria Laboratory
Close Contact Specimens (Old Algorithm)
2005-2011
Year Spec Number Σ Positive Percentage

2005 975 32 3.25%


2006 612 1 0.16%
2007 807 35 4.33%
2008 723 39 5.39%
2009 2146 215 10.02%
2010 4866 389 7.99%
2011 8012 519 6,4%
2012 20.0%
45
Masalah Mutu
Rekap Hsl Supervisi Suportif

UPS  penyimpanan vaksin tdk memenuhi syarat


 cenderung beku

Penyebab :
1. LE tdk distandarisasi (RT, BOX)
2. Krg pengawasan & pembinaan dari Puskesmas
& kab/kota
Masalah Cakupan
Rekapan Hsl Coverage survey
Masy menolak, dg alasan :
 Situasi

 Anak tak dibawa ke tempat pelayanan krn sedang sakit = 30%.


 Orang tua terlalu sibuk = 13%
 Anak hadir tetapi dalam keadaan sakit = 9%
 Kurangnya vaksin = 9%.
 Biaya tidak terjangkau (transport menuju
tempat pelayanan) = 6%
 Tempat pelayanan imunisasi terlalu jauh = 6%.
 Jadwal posyandu yg tak sesuai dgn waktu luang orang tua = 4%.
Masalah Cakupan
Rekapan Hsl Coverage survey

Masy menolak, dg alasan :


 Kurang Informasi
Kurangnya pengetahuan ibu tentang kebutuhan
imunisasi = 20%.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang kelengkapan
imunisasi bagi bayinya = 13%.
Takut efek samping = 13%
Kurangnya pengetahuan ibu tentang jadwal pelayanan
imunisasi di Posyandu/Puskesmas = 20%.
Presepsi yang salah tentang kontraindikasi = 3%
Masalah Cakupan
Rekapan Hsl Coverage survey

Masy menolak, dg alasan :


 Motivasi

 Penundaan imunisasi = 12%.


 Kurang percaya ttg manfaat imunisasi = 4%.
 Adanya rumor yang buruk tentang imunisasi/vaksin =
3%.
Masalah Mutu
Rekap Hsl Supervisi Suportif
Puskesmas & Posyandu  krg patuh thdp SOP (umur
minimal DPT-HB1 & Campak, interval min dosis
berikutnya).

Penyebab :
1. Ptgs m’vaksinasi berdasarkan jadwal Posyandu,
bukan tgl lahir bayi.
2. Bayang-bayang target K-4, Kn1 dll  record di
kohort bayi tdk sama dg di buku KIA / KMS
(tgl lahir, tgl imunisasi)
HASIL ASSESMENT
KUALITAS PELAYANAN “ IMM SWASTA “ (UPS)
DI 9 KOTA DI JATIM (2009)

• 56.3% LE belum distandarisasi


• 40.6% LE digunakan menyimpan barang selain
vaksin
• 40.6% LE tak dilengkapi termometer (ada tapi
tak berfungsi)
• 34.4% LE suhunya tidak memenuhi syarat 2-8%

• 50% Vaksin belum ditoto sesuai sifat vaksin


• 18.8% Vaksin dengan VVM CD masih disimpan
• 15.5% Vaksin kadaluwarso masih disimpan
• 9.4% Vaksin ditemukan kondisi beku
• 68.3% Vaksin sisa tak dilengkapi tanggal buka
HASIL ASSESMENT
KUALITAS PELAYANAN “ IMM SWASTA “ (UPS)
DI 9 KOTA DI JATIM (2009)

• 56.3% Pelarut vaksin belum disimpan di LE


minimum 12 jam
• 21.9% Petugas belum tahu penyebab vaksin
rusak
• 37.5% Petugas belum tahu tanda2 vaksin
rusak
• 43.8% Petugas belum tahu jenis vaksin
berdasarkan sifatnya
• 50% Petugas belum tahu batas waktu
maksimum penyimpanan vaksin SISA
• 37.5% Petugas yg membersihkan lokasi
suntikan dengan alkohol
Case: history and examination

Patient details - name, age, sex


- address (school)
- hospital & physician
Laboratory - source / date of specimen
Clinical - symptoms / onset date
- treatment
Epidemiology - immunisation status
- travel history,
- animal contacts, raw milk
- list of contacts
Case management I
Antitoxin treatment
clinical indication
take serum before giving anti-toxin
pre-test for allergy (if time)
dose depends on site, severity of disease
Isolation
until 2 negative cultures taken 24 hours apart and 24
hours after end of antibiotic treatment
disinfecting of soiled articles
follow-up cultures 2 weeks after finishing treatment
Case management II
Antibiotics (erythromycin or benzylpenicillin)
to eliminate carriage and prevent spread - does not
replace anti-toxin
Nasopharyngeal swabs after treatment

Immunisation (convalescent stage)


unimmunised: complete primary course
immunised: booster with D (<10 y) or d (>10 y), only
available as part of combined vaccine
Management of close contacts I

Anyone in close contact with a case of diphtheria caused by


toxigenic C.diphtheriae or C.ulcerans (risk related to
duration and closeness of contact)

Definition of close contacts:


household / kissing contacts/ sekolah??
health care staff (exposed to oro-pharyngeal secretions /
wound discharge of a cutaneous case)

Domestic pets
Management of close contacts II
Throat swabs

Antibiotic prophylaxis

Immunisation unless last dose <12 months ago

Monitor contacts for signs/symptoms of diphtheria for 7


days (self-monitor)

Inform GP

Exclude from work if food handler, or in contact with


unimmunised children - until screening results known
Management of close contacts III

Contacts who are carriers should be isolated and treated


until 2 negative cultures from both nose & throat/wound
taken 24 hours apart and 24 hours after finishing antibiotic
treatment

Other contacts - public transport, casual contacts -


opportunity to consider boosting immunity, depending on
level of contact

Anda mungkin juga menyukai