Anda di halaman 1dari 27

“MERAIH BERKAH DENGAN MAWARIS”

‫السال م عليكم ورحمة هللا‬


“MERAIH BERKAH DENGAN
MAWARIS”
Kompetensi Dasar
• Menerapkan ketentuan syariat Islam dalam
melakukan pembagian harta warisan.
• Memahami ketentuan waris dalam Islam.
• Mempraktikkan pelaksanaan pembagian waris
dalam Islam.
Indikator
1. Menjelaskan pengertian warisan.
2. Menyebutkan hal-hal yang perlu dilakukan sebelum harta diwaris.
3. Membedakan antara muwarits, harta waris, ahli waris dan furudhul
muqaddarah dan contohnya.
4. Membedakan antara ahli waris dzawil furudh dan ashabah dan contohnya.
5. Membedakan antara hijab dan mahjub serta contohnya.
6. Mengidentifikasi sebab-sebab mendapat dan tidak mendapat harta waris.
7. Menyebutkan hikmah adanya hukum waris.
8. Menghitung harta waris dengan benar.
9. Memperagakan pembagian waris dengan cara ashabah dan gharawain.
10.Memperagakan pembagian waris dengan cara ar rad.
11.Memperagakan pembagian waris dengan cara al aul
12.Mengamalkan ketentuan syariat dalam pembagian waris
1. PENGERTIAN WARISAN
Warisan adalah harta peninggalan yang
ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Warisan
berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa
arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari
kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan.
Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya
sesuatu dari seseorang kepada orang lain’. Atau
dari suatu kaum kepada kaum lain.
Warisan di Jaman Jahiliyah Tidak sesuai dengan
. Hukum Islam
Ahli waris yang berhak menerima adalah :
1. Anak laki-laki ( anak pertama yang lebih diutamakan dan yang bisa berperang, Untuk
An.ak pr dan anak-anak tidak mendapat warisan
2. Anak angkat juga mendapat warisan
3. Orang yang punya perjanjian. Misal : 2 orang punya janji untuk saling bisa mewaris
harta peninggalannya jika salah satu meninggal

Ahli waris menurut Adat


1. Ahli waris adalah yang paling dekat dengan si pewaris Maka Anak pertama yang paling
utama
2. Adat patrilineal ( susunan garis keluarga menarik garis keturunan dari ayah ) bagiam ana
laki lebih abnyak dari perempuan
3. Adat matrilineal (susunan garis keluarga menarik garis keturunan dari ibu ) Maka wanita
mendapat bagian lebih banyak dari pada anak laki-laki
4. Adat parental : susunan keluarga laki / pr adalah sama, Maka bagianya sama
4 KEWAJIBAN SEBELUM HARTA DI WARIS

1.Menunaikan Zakat harta


2. biaya pengurusan jenazah
3. Melunasi hutang si mayit
4. Melaksanakan wasiat/Nadzarnya
PERBEDAAN MUWARIS, AHLI WARIS, HARTA WARIS
DAN FURUDHUL MUQADDARAH
• Muwarrits adalah orang yang akan mewariskan hartanya orang yang
dinyatakan telah meninggal.
• Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta
peninggalan (mewarisi) orang yang meninggal, baik karena
hubungan keluarga,pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba
sahaya (wala’).
• Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan
tirkah (peninggalan) adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal, baik berupa uang atau materi lain yang dibenarkan
oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.
• Furudhul Muqaddarah yaitu istilah dalam ilmu waris yang artinya
ketentuan-ketentuan seperti anak mendapat 1/2,bapak mendapat
1/6 dan seterusnya.
AHLI WARIS PIHAK LAKI-LAKI
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Bapak
4. Kakek / ayahnya ayah
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki sebapak
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10. Suami
11. Paman sekandung
12. Paman sebapak
13. Anak dari paman laki-laki sekandung
14. Anak dari paman laki-laki sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan budak
AHLI WARIS PIHAK PEREMPUAN
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek / ibunya ibu
5. Nenek / ibunya bapak
6. Nenek / ibunya kakek
7. Saudari sekandung
8. Saudari sebapak
9. Saudari seibu
10. Isteri
11. Wanita yang memerdekakan budak
• Contoh Pembagian Harta Warisan :

Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah. Menurut bahasa,


artinya barang peninggalan mayit. Sedangkan menurut jumhur
ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi
milik si mayit.

Adapun barang tidak berhak diwarisi, diantaranya:


1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya,
atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya.
2. Harta yang telah diwakafkan oleh mayit, seperti kitab dan lainnya.
3. Barang yang diperoleh dengan cara haram, seperti barang curian,
hendaknya dikembalikan kepada pemiliknya, atau diserahkan
kepada yang berwajib.
Semua barang peninggalan mayit bukan berarti mutlak menjadi
milik ahli waris, karena ada hak lainnya yang harus diselesaikan
sebelum harta peninggalan tersebut dibagi
PERBEDAAN AHLI WARIS DZAWIL FURUDH
DAN ASHABAH
Ahli waris dikelompokkan dalam 4 bagian, yaitu :
1. Dzawil furud, yaitu ahli waris yang jumlah bagiannya telah ditentukan di
dalam al-Qur’an.
2. Ashobah , yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta
1. Ashobah bi nafsihi, yakni ahli waris yang menjadi ashobah karena dirinya
sendiri. Contoh : anak laki-laki
2. Ashobah bi ghairi, ahli waris yang menjadi ashobah karena ada ahli waris lain
yang setingkat. Contoh :
a. Anak perempuan dengan anak laki-laki
b. Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3. Ashabah ma’al ghair, ahli waris yang menjadi ashobah bersama ahli waris lain.
Contoh :
a. Saudara perempuan kandung bersama anak perempuan/cucu perempuan
b. Saudara perempuan sebapak bersama anak perempuan/cucu perempuan
Perbedaan Hijab dan Mahjub
• Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang.
Dalam fiqh mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan
ahli waris yang jauh hubungan kerabatnya yang kadang-kadang
atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat.
Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang
terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab.

• Adapun pengertian al-hujub menurut kalanga


ulama fara’idh adalah menggugurkan hak ahli waris untuk
menerima waris, baik secara keseluruhan atau sebagian saja
disebabkan adanya orang yang lebih berhak menerimanya.
Macam-macam Hijab
1. Hijab Nuqshan ; penghalang yang
menyebabkan berkurangnya bagian
seorang ahli waris atau berkurangnya
bagian yang diterima oleh seorang ahli
waris karena ada ahli waris lain.
Seperti suami, seharusnya menerima
bagian ½, karena bersama anak
perempuan, maka menjadi ¼.
Seharusnya Ibu mendapat bagian 1/3,
karena bersama anak, bagian Ibu
3 Sebab mendapatkan harta warisan
1. Adanya Hubungan Kerabat Antara Keduanya
Adanya hubungan kerabat, seperti Ayah dan ibu berhak mendapatkan harta
waris jika anaknya meninggal. Karena mereka berdua adalah kerabatnya, yaitu
orang tuanya, begitu pula sebaliknya sang anak berhak mewarisi harta orang
tuanya karena dia adalah anaknya, dan begitu seterusnya. Kesimpulannya bahwa
kerabat adalah ayah, ibu dan siapapun yang ada hubungan dengan mayit lewat
keduanya seperti saudara, paman, dan lain-lain. Begitu pula anak laki-laki atau
perempuan dan siapapun yang ada hubungan kerabat dengan mayit lewat
mereka. Seperti cucu, cicit dari anak laki-laki, dan lain-lain.
2. Adanya Hubungan Suami Istri Antara Keduanya
Sebab yang kedua seorang mendapat harta waris dari almarhum/almarhummah
adalah adanya hubungan suami istri antara keduanya, baik yang meninggal sang
suami maupun sang istri. Asalkan akad nikahnya sesuai dengan prosedur agama
dan dianggap sah walaupun keduanya tidak atau belum melakukan hubungan
intim, maka keduanya saling mewarisi. Lain halnya jika akad nikahnya dianggap
tidak sah oleh agama misalnya perkawinan tanpa wali, tanpa saksi atau kawin
mut’ah. Maka keduanya tidak saling mewarisi.
3. Hubungan Wala’
Sebab yang ketiga seseorang berhak mendapatkan harta waris
adalah adanya hubungan wala’ antara keduanya. Yang
dimaksudkan dengan wala’ di sini adalah seseorang berhak
mendapatkan asobahnya almarhum/almarhummah
karena dia adalah bekas tuan dari
almarhum/almarhummah yang pernah dia merdekakan.
Maka jika ada bekas hamba sahaya meninggal dunia tanpa
meninggalkan seorang ahli warispun, atau meninggalkan ahli
waris akan tetapi termasuk ahli furud (ahli waris yang berhak
mendapatkan harta waris secara fard) maka agama
memutuskan semua harta warisnya atau sisa pengambilan
ahli furud diberikan kepada mantan .
5 Sebab Tidak Mendapatkan Harta Warisan
a. Kekafiran kerabat yang muslim tidak dapat mewarisi kerabatnya yang kafir,
dan orang yang kafir tidak dapat mewarisi kerabatnya yang muslim. Sabda
Rasulullah saw : “Orang kafir tidak mewarisi orang muslim dan orang muslim
tidak mewarisi orang kafir”. (H.R Bukhari dan Muslim)
b. Pembunuhan. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka pembunuh
tersebut tidak bisa mewarisi yang dibunuhnya. Sabda Rasululah saw : ”
Pembunuh tidak berhak mendapatkan apapun dari harta peninggalan orang
yang dibunuhnya”. (H.R Ibnu Abdil Bar)
c. Perbudakan. Seorang budak tidak dapat mewarisi apapun ataupun diwarisi,
baik budak secara utuh ataupun sebagiannya.
d. Perzinaan. Seorang anak yang terlahir dari hasil zina tidak dapat diwarisi dan
mewarisi bapaknya. Ia hanya dapat mewarisi dari ibunya.
e. Li’an. Anak suami istri yang melakukan li’an tidak dapat mewarisi dan
diwarisi bapak yang tidak mengakuinya sebagai anak. Hal ini diqiyaskan
dengan anak dari hasil zina.
Cara PERHITUNGAN HARTA WARIS
1. Al-Muwarrits (orang yang akan mewariskan hartanya)
dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin kembali,
atau hilang yang mungkin dicari.

2. Al-WaritsunwalWaritsat (ahli waris), masih hidup pada


saat kematiannya Al-Muwarrits

3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan


untuk kepentingan si mayit.

4. Hendaknya mengerti Ta’silulMas’alah, yaitu angka yang


paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku
bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat.
Adapun caranya :

a. Jika ahli waris hanya memiliki bagian ashabah, maka ta’silulmas’alahnya


menurut jumlah yang ada ; yaitu laki-laki mendapat dua bagian dari bagian
wanita.
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka
angka ta’silulmas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka
aslulmas’alahnya 5, maka setiap anak laki-laki = 1

b. Jika ahli waris ashabulfurudh hanya seorang, yang lain ashabah, maka
ta’silulmas’alahnya angka yang ada.
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka
ta’silulmas’alahnya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk
anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
c. Jika ahli waris yang mendapatkan ashabulfurudh lebih dari satu, atau ditambah ashabah, maka
dilihat angka pecahan setiap ahli waris, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8, 1/3. 2/3.
- Jika sama angka pecahannya ( ‫)المماثلة‬, seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah
satu, yaitu angka 3
- Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( ‫)المداخلة‬, maka ta’silul masalahnya angka yang
besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3
- Jika pecahan satu sama lain bersepakat ( ‫ )الـمتوافقة‬maka ta’silul masalahnya salah satu
angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain.
Misalnya ; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalahnya 24
- Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (‫)المباينة‬, maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya
dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya :
angak 2/3, ¼, maka ta’silulmas’alahnya 4 x 3 = 12

d. Bila sulit memahami bagian [c1-c4], maka bisa memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24
untuk dijadikan angka pedoman yang bisa dibagi dengan pecahan suku-suku bagian ahli waris
dengan hasil yang bulat.

Misalnya : si A mendapatkan 2/3, si B mendapatkan ¼, maka angka pokok yang bisa


dibagi keduanya bukan 8, tetapi 12 dan setersunya.
• Dalam membagi harta waris setelah diketahui ta’silul masalah dan bagian setiap
ahli warisnya, ada tiga cara yang bisa ditempuh.
1. Dengan cara menyebutkan pembagian masing-masing ahli waris sesuai dengan
ta’silul masalahnya, lalu diberikan bagiannya
Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris :
isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4,
dan ibu mendapatkan 1/3.
– Isteri mendapatkan /4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
– Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
– Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000
= 50.000
2. Atau dengan mengalikan bagian setiap ahli waris dengan jumlah harta waris,
kemudian dibagi hasilnya dengan ta’silulmas’alah, maka akan keluar bagiannya.
Contoh :
– Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
– Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
– Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
3. Atau membagi jumlah harta waris dengan ta’silulmas’alah, lalu hasilnya dikalikan
dengan bagian ahli waris, maka akan keluar hasilnya.
Contoh :
-Isteri bagiannya 120.000: 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
-Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
-Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000
PEMBAGIAN HARTA WARIS DENGAN CARA
ASHABAH DAN GHARAWIN
Gharawain yaitu 2 masalah pembagian harta warisan dengan cara ashabah yaitu ahli waris
yang mendapatkan sisa harta
Contoh dari masalah Gharawain :
1. Pembagian warisan jika ahli warisnya suami, ibu dan bapak
2. Pembagian warisan jika ahli warisnya istri, ibu dan bapak
Contoh kasus :
Untuk Masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami ½ , ibu 1/3 sisa
(setelah diambil suami) dan bapak Ashabah. Misal harta peninggalan 60juta, maka:
Suami ½ x Rp. 60 juta = 30juta,
Ibu 1/3 x Rp 60 juta = 20 juta
Bapak = 10 juta (ashabah : 6-1 = 5)
Apabila perhitungan seperti di atas maka ayah hanya memperoleh 10 juta, padahal
pendapatan ayah harus lebih besar dari ibu. Di samping itu, ayah sebaga ashabul furud, juga
merupakan ahli waris yang berhak menerima bagian Ashabah.
Untuk menghilangkan kejanggalan ini, harus diselesaikan cara khusus yaitu penerimaan
Ibu bukanlah 1/3 harta peninggalan, melainkan hanya 1/3 dari sisa harta peninggalan
Jadi : Suami ½ x 60juta = 30 juta
Ibu 1/3 dari sisa 30 juta = 10 juta
Ayah (ashabah) = 20 juta
PEMBAGIAN HARTA WARIS DENGAN CARA
AR-RAD
Radd artinya mengembalikan . Masalah terjadi apabila dalam pembagian waris
terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashabul furudh memperolah
bagiannya .
Contoh :
Seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari :
Anak perempuan dan ibu, harta warisannya sebesar Rp. 12.000.000. Bagian
masing-masing ialah :
Sebelum di radd :
Ahli waris Bagian AM (6) Harta Warisan Penerimaan
12.000.000

Anak Pr 1/2 3 3/6 x 6.000.000


12.000.000
Ibu 1/6 1 1/6 x 2.000.000
12.000.000
4 Jumlah Rp 8.000.000
• Setelah di Radd :

Ahli Waris bagian AM (6-4) Harta Warisan Penerimaan


Rp. 12.000.000

Anak Pr 1/2 3 ¾ x 12.000.000 9.000.000

Ibu 1/6 1 ¼ x 12.000.000 3.000.000

4 Jumlah 12.000.000
PEMBAGIAN HARTA WARIS DENGAN AL AUL
Secara harfiah, Aul artinya bertambah atau meningkat. Dikatakan Aul karena
dalam praktek pembagian warisan, angka asal masalah harus ditingkatkan sebesar
angka bagian yang diterima oleh ahli waris yang ada.
Contoh :
Seorang istri meninggal dan meninggalkan ahli waris :
1. Suami mendapat ½ bagian karena tidak ada anak dan cucu
2. Ibu mendapat 1/6 bagian saudara lebih dari 1 orang
3. 1 saudara Pr seibu sebapak mendapat ½ karena hanya 1 orang
4. 1 saudara Pr sebapak mendapat 1/6 karena mewaris bersama dengan 1 orang
saudara perempuan seibu sebapak.
Dalam kasus ini, terlihat bahwa pembilang lebih besar dari penyebut, kemudian
masing-masing ahli waris pendapatannya berkurang dari porsi yang semestinya
diterima yaitu :
- Suami harusnya 3/6 tapi menjadi 3/8
- Ibu harusnya 1/6 akan tetapi menjadi 1/8
- Sdr pr seibu sebapak 3/6 menjadi 3/8
- Sdr pr sebapak 1/6 tapi menjadi 1/8
Perundang-Undangan Waris di
Indoensia
• Perundang-undangan waris di Indoensia terdapat pada Kompilasi Hukum
Islam Buku II Hukum Kewarisan. Buku II Hukum Kewarisan terdiri dari
5 Bab, 43 Pasal.
• Beberapa hal yang perlu diketahui dari Buku II Hukum Kewarisan:
 Pengertian Hukum Kewarisan
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan
hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan bagiannya masing-masing
 Penghalang memperoleh Harta Waris terhalang menjadi ahli waris
apabila:
• dipersalahkan telah membunuh atau menoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewaris
• dipersalahkan karena secara memfitnah telah mengajukan
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan
HIKMAH ADANYA HUKUM WARIS
• mendistribusikan harta peninggalan secara
adil dan merata kepada ahli waris
• menghindarkan diri dari pertikaian dan
perselisihan akibat perebutan harta warisan
• Dapat memahami hukum-hukum Allah
tentang pembagian harta warisan
• Mematuhi hukum waris islam dengan
dilandasi rasa ikhlas karena Allah dan
untuk memperoleh ridha-Nya
• Memperkuat keyakinan bahwa Allah swt
betul-betul Maha adil
Sikap dan perilaku mulia sebagai implementasi dari
penerapan hukum mawaris antara lain ;
1. Meyakini bahwa hukum waris merupakan ketetapan Allah Swt. yang
paling lengkap dalam al-Qur‘an dan hadis Nabi.
2. Hukum untuk mempelajari ilmu waris adalah fardzu kifayah, karena itu
setiap muslim harus ada yang mempelajarinya
3. Meninggalkan keturunan dalam keadaan berkecukupan lebih baik dari
pada meninggalkannya dalam keadaan miskin. (”Berikanlah sesuatu hak
kepada orang yang memiliki hak itu”(HR.al-Khamsah,kecuali an-Nas’i)
4. Apabila seseorang ada tanda-tanda meninggal dunia, hendaklah
berwasiat yang baik-baik.
5. Berhukum dengan hukum waris Islam merupakan suatu kewajiban,
karena
• setiap pribadi, apakah dia laki-laki atau perempuan dari ahli waris, berhak
• memiliki harta benda hasil peninggalan sesuai ketentuan syariat Islam
secara
• adil

Anda mungkin juga menyukai