Anda di halaman 1dari 14

 Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif

intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon


secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001)
 Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri
meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic
Society).
 Asma bronchial adalah suatu penyakit pernapasan dimana
terjadi penigkatan respon saluran pernapasan yang
menimbulkan reaksi obstruksi pernapasan akibat spasme otot
polos bronkus. (Sjaifoellah, 2001: 21)
• ekstrinsik • Intrinsik • Asma
gabungan

Alergik alergik dan


non alergik
non-alergik.
Faktor Predisposisi

Faktor Presipitasi
GENETIK, Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya
yang jelas. Penderita dengan penyakit alergI biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor Presipitasi
Fatofisiologi
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel
mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan
ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel
mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin
serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kel jalan
napas, bronkospasme,. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus
otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis.
Pada asma idiopatik ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh
faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan asetilkolin ini menyebabkan bronkokonstriksi merangsang pembentukan

mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah

terhadap respon parasimpatis. Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari

sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik

dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-

adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik

dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi

reseptor -alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada

peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast

bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat

cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan

bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan b-adrenergik

terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap

peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.


Manifestasi Klinik
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita
tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma
bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk,
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Sputum Pemeriksaan Darah


Pemeriksaan Penunjang
Komplikasi

Gagal Nafas

Anda mungkin juga menyukai