Shift C 2016
OUTLINE
Patofisiologi Diagnosis
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Depresi mayor adalah suasana hati (afek) yang sedih atau kehilangan
minat atau kesenangan dalam semua aktifitas selama sekurang-kurangnya dua
minggu yang disertai dengan beberapa gejala yang berhubungan, seperti kehilangan
berat badan dan kesulitan berkonsentrasi (Maslim, 2001).
ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI DAN FISIOLOGI (1/5)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (2/5)
(Snell, 2009
ANATOMI DAN FISIOLOGI (3/5)
Cerebrum dibagi menjadi 4 bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut girus
dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Ke-4 lobus tersebut yaitu :
(Snell, 2009)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (4/5)
(Snell, 2009)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (5/5)
(Snell, 2009)
EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI (1/4)
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. berawal dari stres
yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. penyakit ini kerap diabaikan karena
dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa
berakhir dengan bunuh diri (Mok,H,2000).
Onset pada
Umumnya
gangguan depresi Tidak menikah
Wanita 2x > Pria depresi berat :
berat: atau bercerai
40 tahun.
20 – 50 tahun
PREVALENSI MENURUT JENIS KELAMIN
Walaupun depresi lebih sering terjadi pada perempuan, kejadian bunuh diri lebih
sering terjadi pada laki - laki terutama usia muda dan tua (Silberg dkk, 1999)
MENGAPA WANITA LEBIH TINGGI
TINGKAT PRAVALENNYA ?
Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan
estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita. Depresi sering
terjadi pada wanita dengan usia 25 - 44 tahun, dan puncaknya pada masa hamil.
Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan
karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga
menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan
kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major
depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan
gejala emosional.
(Mok, H , 2000).
EPIDEMIOLOGI (3/4)
(Mok, H , 2000).
ETIOLOGI
ETIOLOGI (1/6)
• Stresor Kehidupan
Kejadian-kejadian berbentuk stresor yang terjadi selama kehidupan
manusia (stressful life events) dapat mempengaruhi awitan (onset) atau
perjalanan GDM dan adanya hubungan dengan episode depresi. Dampak
stresor kehidupan lebih berat terhadap perempuan. Stresor kehidupan ada
yang bersifat :
1. Dependen (peristiwa kehidupan akibat perilaku yang bersangkutan)
2. Independen (peristiwa kehidupan akibat ketidakberuntungan, misalnya
bencana alam)
Stresor kehidupan dapat berbentuk :
Kehilangan (loss) berhubungan erat dengan depresi,
Ancaman atau bahaya berhubungan dengan ansietas,
Gabungan (kehilangan dan bahaya) berhubungan dengan komorbiditas antara
depresi dengan ansietas. Selain itu, derajat gejala pada ko- morbiditas lebih
berat dan lebih menetap.
(Amir, 2012)
ETIOLOGI (2/6)
• Interaksi Gen-Lingkungan
Gangguan depresi mayor dapat terjadi tanpa stresor kehidupan sebelumnya. Sebaliknya,
tidak semua individu yang memiliki dengan stresor kehidupan mengalami depresi.
Stresor kehidupan dapat menyebabkan depresi hanya pada orang-orang tertentu. Ada
dugaan bahwa depresi terjadi akibat adanya interaksi Gen-Lingkungan.
Penelitian yang dilakukan terhadap 1.037 anak yang dinilai secara komprehensif pada usia 3,
5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21 tahun menunjukkan bahwa polimorfisme fungsional pada gen
transporter serotonin (5-HT) berperan dalam terjadinya depresi. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa:
• Stresor kehidupan yang terjadi setelah usia 21 tahun, secara bermakna menyebabkan terjadinya
depresi pada usia 26 tahun. Depresi hanya terjadi pada karier dengan S-alel yang tidak mempunyai
riwayat depresi sebelumnya.
• Ide bunuh diri - biasanya mempunyai dasar genetik
• Anak-anak yang mengalami perlakuan salah (maltreatment) selama dekade pertama kehidupannya
dan kemudian mengalami depresi setelah dewasa.
(Amir, 2012)
ETIOLOGI (3/6)
• Hypothalamic-Pituitary-Adrenal-Axis (HPA)
Hubungan antara stresor kehidupan dengan depresi diduga
melalui aksis HPA. Peningkatan kadar kortisol plasma dan corticotrophin
releasing hormone (CRH) di cairan serebrospinal (CSS) sering terlihat
pada pasien depresi. Pada sebagian besar penderita depresi, terdapat
respons tes supresi kortisol, atau dexamethasone suppression test (DST),
yang abnormal.
Antidepresan yang menyebabkan perbaikan depresi dikaitkan
dengan kemampuannya menormalkan kembali hasil pemeriksaan DST. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan antara depresi dengan aktivitas HPA.
(Amir, 2012).
ETIOLOGI (5/6)
• Irama Sirkadian
Gangguan irama sirkadian dapat terjadi pada depresi.
Gangguan tersebut tidak saja menganggu parameter fisiologik
(misalnya, temperatur tubuh) atau parameter biologik (misalnya,
sekresi kortisol), tetapi juga mengganggu siklus tidur-bangun dan
mood. Terapi yang bertujuan menormalkan kembali ritme
sirkadian, secara bermakna, dapat menghilangkan gejala depresi.
(Amir, 2012).
ETIOLOGI (6/6)
Penelitian yang dilakukan terhadap 1.037 anak yang dinilai secara komprehensif
pada usia 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21 tahun menunjukkan bahwa polimorfisme
fungsional pada gen transporter serotonin (5-HT) berperan dalam
terjadinya depresi.
Antidepresan bekerja setidaknya pada salah satu monoamine. Karena itu, menurut teori
ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan ketersediaan serotonin
Jika stimulasi terlalu kecil, maka saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity)
atau jumlah reseptor meningkat (up-regulasi). Jika stimulasi berlebihan, maka saraf akan
mengalami desensitisasi atau down-regulasi.
(Sikawati, 2017).
HIPOTESIS PERMISIF (1/1)
Hipotesis Permisif menyatakan bahwa kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara
serotonin dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin menentukan
kondisi emosi depresi atau manik. Teori ini mempostulatkan kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan
(permit) kadar noradrenalin menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar
serotonin rendah, noradrenalin rendah maka terjadi depresi; jika kadar serotonin rendah,
noradrenalin tinggi terjadi manik.
Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT (gen transporter serotonin) akan memperbaiki kondisi
sehingga tidak muncul “bakat” gangguan mood
(Sikawati, 2017).
HIPOTESIS DISREGULASI (1/1)
(Sikawati, 2017).
DIAGNOSIS
SCREENING (1/2)
• Skrining dilakukan kepada pasien yang terjangkit Major Depressive Disorder (MDD), telebih dengan pasien
dengan gejala somatik.
• Skrining dilakukan dengan dengan ‘interview’ kepada pasien dengan metode skring ‘quick question’.
• Pertanyaan yang diberikan diantaranya:
1. Apakah Anda kehilangan minat atau kesenangan dalam hal-hal yang biasanya Anda sukai?
2. Apakah Anda merasa sedih, rendah, rendah, depresi atau putus asa?
Depression should not be diagnosed or excluded solely on the basis of a PHQ-9 score.
Associated Document: Patient Health Questionnaire – 9 for more information (PDF, 41KB)
ASSESMENT (3/3)
Pedoman diagnosis :
• Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode
depresif berat tanpa gejala psikotik.
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
biasanya memperlihatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging busuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
stupor.
• Emosional: Kehilangan kemampuan untuk merasakan kepuasan, kurang ketertarikan pada aktivitas
biasanya, merasakan kesedihan, pesimis, mudah menangis, putus asa, gelisah (terjadi pada 90% pasien
depresi), merasa bersalah, dan gangguan psikotik (halusinasi pendengaran dan delusi)
• Fisik: Kelelahan, merasa sakit (terutama sakit kepala), gangguan tidur, nafsu makan menurun atau
meningkat, kehilangan minat seksual, keluhan pada gastrointestinal (lambung dan usus) dan kardiovaskular
(jantung dan pembuluh darah) (terutama palpitasi (detak jantung cepat))
• Intelektual atau kognitif: Menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau lambat dalam berpikir,
memori buruk untuk mengingat kejadian terbaru, kebingungan, dan merasa bimbang (tidak pasti) dalam
membuat keputusan
• Gangguan psikomotor: Retardasi psikomotor (Lambat dalam gerakan fisik, proses berpikir, dan berbicara)
atau agitasi psikomotor
(Wells et al., 2015).
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI FARMAKOLOGI
(Stringer, 2006)
TERAPI FARMAKOLOGI
• Pemilihan kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya,
SSRI, dan penghambat MAO.
• Antidepresan trisiklik dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena
penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan
dengan beberapa jenis obat dan makanan.
(PIONAS, 2015)
SSRI (SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE
INHIBITOR)
(Bolwig, 2011)
VAGUS NERVE
STIMULATION (VGS)
(Howland, 2014)
REPETITIVE TRANSCRANIAL MAGNETIC
STIMULATION
(Berlim, 2014)
DEEP BRAIN STIMULATION (DBS) (1/2)
• Pasien harus dipantau terhadap efek samping, teratasinya gejala yang dialami sebelumnya, dan adanya
perubahan pada fungsi sosial dan pekerjaan.
• Pasien yang mendapatkan antidepresan trisiklik bersamaan dengan antihipertensi yang menghambat
adrenergik harus dipantau tekanan darahnya secara teratur.
• Pasien usia lebih dari 40 tahun harus menjalankan pemeriksaan EKG sebelum memulai terapi
antidepresan trisiklik, dan pemeriksaan EKG selanjutnya perlu dilakukan secara berkala.
• Pasien harus dipantau terhadap munculnya ide bunuh diri setelah pemberian antidepresan.
• Jika diberikan obat antidepresan dengan nama dagang yang berbeda dari sebelumnya, pasien harus
dipantau secara ketat terhadap kekambuhan atau kemunculan kembali penyakit.
(Sukandar et al, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
• Amir, N. 2012. Luaran (Outcome) TerapipadaGangguanDepresi Mayor. Continuing Medical Education, 39(2): 92-96.
• Brent D .,dan Lisa P. 2008.Depressive Disoders (in Childhood and Adolescence). In: Ebert M,Nurcombe B, Loosen P, Leckman.J. Current Diagosis& Treatment Psychiatry.2nded.
Vol 601-60
• Berlim, M.T.,Van den Eynde, F., Tovar-Perdomo, S. and Daskalakis, Z.J., 2014. Response, remission and drop-out rates following high-frequency repetitive transcranial
magnetic stimulation (rTMS) for treating major depression: a systematic review and
• meta-analysis of randomized, double-blind and sham-controlled trials. Psychological medicine, 44(2), pp.225-239.
• Bolwig, T.G., 2011. How does electroconvulsive therapy work? Theories on its mechanism. The Canadian Journal of Psychiatry, 56(1), pp.13-18.
• Caspi A, Sugden K, Moffitt TE. 2003. Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science; 301: 386-9.
• Depkes RI. 2007. pharmaceutical Care untukPenderitaGangguanDepresif. BaktiHusada :Direktorat Bina FarmasiKomunitasdanKlinik.
• García MR, Pearlmutter BA, Wellstead PE, Middleton RH . 2013. A Slow Axon Antidromic Blockade Hypothesis for Tremor Reduction via Deep Brain Stimulation. PLoS ONE. 8 (9): e73456
• Guidelines and Protocols Advisory Committee. (2015). Major depressive disorder in adults: diagnosis & management.Victoria, CB: Bcguidelines. ca; 2013.
• Hollon, S.D. 2005. Psychiatry. J Clin P sychiatry. 66 : 455-468
• Howland, R. H. (2014). Vagus Nerve Stimulation. Current Behavioral Neuroscience Reports, 1(2), 64–73. http://doi.org/10.1007/s40473-014-0010-5
• Joseph Goldberg, MD., 2016 .Tests Used to Diagnose Depressio. Available at. https://www.webmd.com/depression/guide/depression-tests. (Accessed 18 of March 2018)
• Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A.2010. SinopsisPsikiatriJilid 2. TerjemahanWidjajaKusuma. Jakarta: BinarupaAksara
• Kendler KS, Karskowski LM, Presscott CA. 1999. Causal relationship between stressful life events and the onset of major depression. Am J Psychiatry;156: 837-41.
• Kringelbach ML, Jenkinson N, Owen SL, Aziz TZ. 2007. Translational principles of deep brain stimulation. Nature Reviews Neuroscience. 8 (8): 623–635
• Maslim R. 2001. BukuSaku Diagnosis GangguanJiwaRujukanRingkasdari PPDGJ III, Cetakanpertama. Jakarta : PT Nuli Jaya.
DAFTAR PUSTAKA
• Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/73/2015 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
• PIONAS. 2015. Depresi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan
• Retaz, E. 2015. Magnetic Seizure Therapy for Unipolar and Bipolar Depression: A Systematic Review. Available at
• https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4444586/ . [Diakses tanggal 17 Maret 2018]
• Rosita Fontes,et.al., 2013. Reference interval of thyroid stimulating hormone and free thyroxine in a reference population over 60 years old
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3877984/ (Accessed 18 of March 2018)
• Ruhe HG, Mason NS, Schene AH. 2007. Mood is indirectly related to serotonin, norepinephrine, and dopamine levels in human: a meta-analysis
of monoamine depletion studies. Mol Psychiatry; 12:331-59.
• Sikawati, Zullie. 2017. Depression.Yogyakarta: UniversitasGadjahMada
• Silberg J, Pickles A, Rutter M, et al.1999. The Influence of Genetic Factors andLife Stress on Depression among Adolescent Girls.Archives
ofGeneralPsychiatry. 56: 225-32
• Snell. Richard S. 2009. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran
• Stringer. 2005. Basics Concept in Pharmacology : A Student’s Survival Guide 3 th Ed. California : McGraw-Hill Companies, Inc.
• Sukandar, E.Y., Retnosari, A., Joseph, I.S., I Ketut, A., Adji, P.S., dan Kusnandar. 2013. ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta : ISFI.
• W. Lam R, Mok. H, 2000. Depression Oxford Psychiatry Library.Lunbeck Institutes. p. 1-57.
• Wells, Barbara G., Joseph T. Dipiro., Terry L. Schwinghammer., Cecily V. Dipiro. 2015. Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. US: McGraw-Hill
Education. p. 712.
•