Anda di halaman 1dari 72

DEPRESI MAYOR

Shift C 2016
OUTLINE

Definisi dan Anatomi Epidemiologi Etiologi

Patofisiologi Diagnosis

Terapi Farmakologi &


Manifestasi Klinis Monitoring dan Konseling
Nonfarmakologi
DEFINISI (1/1)

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).

Depresi mayor adalah suasana hati (afek) yang sedih atau kehilangan
minat atau kesenangan dalam semua aktifitas selama sekurang-kurangnya dua
minggu yang disertai dengan beberapa gejala yang berhubungan, seperti kehilangan
berat badan dan kesulitan berkonsentrasi (Maslim, 2001).
ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI DAN FISIOLOGI (1/5)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (2/5)

(Snell, 2009
ANATOMI DAN FISIOLOGI (3/5)

Cerebrum dibagi menjadi 4 bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut girus
dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Ke-4 lobus tersebut yaitu :

Lobus Lokasi Fungsi


Lobus Frontal Lobus frontal, terletak di Emosi, perencanaan,
daerah otak sekitar dahi kreativitas, penilaian,
Anda. gerakan dan pemecahan
masalah dikendalikan di
lobus frontal. Lobus
frontal dibagi lagi ke
dalam korteks prefrontal,
area premotor, dan area
motor

(Snell, 2009)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (4/5)

Lobus parietal terletak di Pengatur suhu, rasa,


belakang lobus frontal dan tekanan, sentuhan dan
di bagian belakang atas rasa sakit dikendalikan di
otak. lobus parietal. Beberapa
fungsi bahasa juga dapat
dikendalikan di lobus
parietal.
Sesuai namanya, lobus Kebanyakan pendengaran
temporal terletak di setiap dan fungsi bahasa
sisi otak dikendalikan di lobus
temporal. Proses emosi,
belajar dan pendengaran
juga terletak di lobus
temporal.

(Snell, 2009)
ANATOMI DAN FISIOLOGI (5/5)

Lobus oksipital terletak Penglihatan dan


di bagian punggung kemampuan untuk
bawah otak di bagian mengenali obyek
belakang kepala. dikendalikan di lobus
oksipital. Retina mata
mengirimkan masukan
ke lobus oksipital otak
yang kemudian
menafsirkan sinyal
sebagai gambar

(Snell, 2009)
EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI (1/4)

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. berawal dari stres
yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. penyakit ini kerap diabaikan karena
dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa
berakhir dengan bunuh diri (Mok,H,2000).

Pravalensi penderita depresi :

Onset pada
Umumnya
gangguan depresi Tidak menikah
Wanita 2x > Pria depresi berat :
berat: atau bercerai
40 tahun.
20 – 50 tahun
PREVALENSI MENURUT JENIS KELAMIN

Laki - laki 5%-12%. perempuan 10% - 25%

Walaupun depresi lebih sering terjadi pada perempuan, kejadian bunuh diri lebih
sering terjadi pada laki - laki terutama usia muda dan tua (Silberg dkk, 1999)
MENGAPA WANITA LEBIH TINGGI
TINGKAT PRAVALENNYA ?

Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan
estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita. Depresi sering
terjadi pada wanita dengan usia 25 - 44 tahun, dan puncaknya pada masa hamil.
Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan
karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga
menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.

(Brent dan Lisa, 2008)


EPIDEMIOLOGI (2/4)

Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan
kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major
depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan
gejala emosional.

Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari


MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter
yang berulang

(Mok, H , 2000).
EPIDEMIOLOGI (3/4)

Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya


menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis
atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau
spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana
depresi klinis pada pasien

(Mok, H , 2000).
ETIOLOGI
ETIOLOGI (1/6)

• Stresor Kehidupan
Kejadian-kejadian berbentuk stresor yang terjadi selama kehidupan
manusia (stressful life events) dapat mempengaruhi awitan (onset) atau
perjalanan GDM dan adanya hubungan dengan episode depresi. Dampak
stresor kehidupan lebih berat terhadap perempuan. Stresor kehidupan ada
yang bersifat :
1. Dependen (peristiwa kehidupan akibat perilaku yang bersangkutan)
2. Independen (peristiwa kehidupan akibat ketidakberuntungan, misalnya
bencana alam)
Stresor kehidupan dapat berbentuk :
 Kehilangan (loss) berhubungan erat dengan depresi,
 Ancaman atau bahaya berhubungan dengan ansietas,
 Gabungan (kehilangan dan bahaya) berhubungan dengan komorbiditas antara
depresi dengan ansietas. Selain itu, derajat gejala pada ko- morbiditas lebih
berat dan lebih menetap.
(Amir, 2012)
ETIOLOGI (2/6)

• Interaksi Gen-Lingkungan
Gangguan depresi mayor dapat terjadi tanpa stresor kehidupan sebelumnya. Sebaliknya,
tidak semua individu yang memiliki dengan stresor kehidupan mengalami depresi.
Stresor kehidupan dapat menyebabkan depresi hanya pada orang-orang tertentu. Ada
dugaan bahwa depresi terjadi akibat adanya interaksi Gen-Lingkungan.

Penelitian yang dilakukan terhadap 1.037 anak yang dinilai secara komprehensif pada usia 3,
5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21 tahun menunjukkan bahwa polimorfisme fungsional pada gen
transporter serotonin (5-HT) berperan dalam terjadinya depresi. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa:
• Stresor kehidupan yang terjadi setelah usia 21 tahun, secara bermakna menyebabkan terjadinya
depresi pada usia 26 tahun. Depresi hanya terjadi pada karier dengan S-alel yang tidak mempunyai
riwayat depresi sebelumnya.
• Ide bunuh diri - biasanya mempunyai dasar genetik
• Anak-anak yang mengalami perlakuan salah (maltreatment) selama dekade pertama kehidupannya
dan kemudian mengalami depresi setelah dewasa.
(Amir, 2012)
ETIOLOGI (3/6)

• Hipotesis Defisiensi Monoamin


Antidepresan bekerja setidaknya pada salah satu monoamin
(dopamin, serotonin, norepinefrin). Triptofan merupakan sumber
serotonin. Rendahnya kadar triptofan dapat menimbulkan depresi
pada pasien yang berhasil diobati dengan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI). Pada orang normal, defisiensi -methyl paratyrosine tidak
menimbulkan depresi, kecuali pada pasien yang berhasil dengan
pengobatan norepinephrin reuptake inhibitor (NRI).
(Amir, 2012).
ETIOLOGI (4/6)

• Hypothalamic-Pituitary-Adrenal-Axis (HPA)
Hubungan antara stresor kehidupan dengan depresi diduga
melalui aksis HPA. Peningkatan kadar kortisol plasma dan corticotrophin
releasing hormone (CRH) di cairan serebrospinal (CSS) sering terlihat
pada pasien depresi. Pada sebagian besar penderita depresi, terdapat
respons tes supresi kortisol, atau dexamethasone suppression test (DST),
yang abnormal.
Antidepresan yang menyebabkan perbaikan depresi dikaitkan
dengan kemampuannya menormalkan kembali hasil pemeriksaan DST. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan antara depresi dengan aktivitas HPA.
(Amir, 2012).
ETIOLOGI (5/6)

• Irama Sirkadian
Gangguan irama sirkadian dapat terjadi pada depresi.
Gangguan tersebut tidak saja menganggu parameter fisiologik
(misalnya, temperatur tubuh) atau parameter biologik (misalnya,
sekresi kortisol), tetapi juga mengganggu siklus tidur-bangun dan
mood. Terapi yang bertujuan menormalkan kembali ritme
sirkadian, secara bermakna, dapat menghilangkan gejala depresi.
(Amir, 2012).
ETIOLOGI (6/6)

Obat yang dapat menginduksi:


PATOFISIOLOGI DEPRESI MAYOR

1. Stresor Kehidupan dan Interaksi Gen-Lingkungan


2. Hipotesis Amina Biogenik (Defisiensi Monoamin)
3. Hipotesis Sensitivitas Reseptor
4. Hipotesis Permisif
5. Hipotesis Disregulasi
6. Dll.
STRESOR KEHIDUPAN DAN
INTERAKSI GEN-LINGKUNGAN (1/2)

Kejadian-kejadian berbentuk stresor yang terjadi selama kehidupan manusia (stressful


life events) dapat mempengaruhi awitan (onset) atau perjalanan Gangguan Depresi Mayor.
Hubungan antara stresor kehidupan yang bersifat dependen (peristiwa kehidupan
akibat perilaku yang bersangkutan) atau stresor kehidupan yang bersifat independen
(peristiwa kehidupan akibat ketidakberuntungan, misalnya gempa bumi) telah banyak
diteliti. Baik stresor kehidupan yang bersifat dependen maupun independen berhubungan dengan
episode depresi. Hubungan yang sangat kuat terlihat pada peristiwa kehidupan yang
bersifat dependen.

(Amir, 2012; Kendler, et al., 1999).


STRESOR KEHIDUPAN DAN
INTERAKSI GEN-LINGKUNGAN (2/2)

Stresor kehidupan dapat menyebabkan depresi hanya pada orang-orang tertentu.


Ada dugaan bahwa depresi terjadi akibat interaksi antara gen dengan lingkungan.

Penelitian yang dilakukan terhadap 1.037 anak yang dinilai secara komprehensif
pada usia 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21 tahun menunjukkan bahwa polimorfisme
fungsional pada gen transporter serotonin (5-HT) berperan dalam
terjadinya depresi.

(Caspi, et al., 2003).


HIPOTESIS AMINA BIOGENIK
(DEFISIENSI MONOAMIN) (1/1)

Hipotesis Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena

kekurangan (defisiensi) senyawa monoamin, terutama: noradrenalin dan serotonin.

Antidepresan bekerja setidaknya pada salah satu monoamine. Karena itu, menurut teori

ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan ketersediaan serotonin

dan noradrenalin, misalnya MAO inhibitor atau antidepresan trisiklik.

(Ruhe, et al., 2007; Sikawati, 2017).


HIPOTESIS SENSITIVITAS RESEPTOR
(1/1)

Hipotesis Sensitivitas Reseptor menyatakan bahwa depresi merupakan hasil perubahan


patologis pada reseptor, yang diakibatkan oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamin. Saraf post-
sinaptik akan memberikan respon bergantung terhadap besar-kecilnya stimulasi oleh
neurotransmitter.

Jika stimulasi terlalu kecil, maka saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity)
atau jumlah reseptor meningkat (up-regulasi). Jika stimulasi berlebihan, maka saraf akan
mengalami desensitisasi atau down-regulasi.

Obat-obat antidepresan umumnya bekerja meningkatkan neurotransmiter, meningkatkan stimulasi


saraf, menormalkan kembali saraf yang supersensitif atau desensitisasi.

(Sikawati, 2017).
HIPOTESIS PERMISIF (1/1)

Hipotesis Permisif menyatakan bahwa kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara
serotonin dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin menentukan
kondisi emosi depresi atau manik. Teori ini mempostulatkan kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan
(permit) kadar noradrenalin menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan gangguan mood. Jika kadar
serotonin rendah, noradrenalin rendah maka terjadi depresi; jika kadar serotonin rendah,
noradrenalin tinggi terjadi manik.

Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT (gen transporter serotonin) akan memperbaiki kondisi
sehingga tidak muncul “bakat” gangguan mood

(Sikawati, 2017).
HIPOTESIS DISREGULASI (1/1)

Gangguan depresi dan psikiatrik disebabkan oleh ketidateraturan


neurotransmitter, seperti:
a. Gangguan regulasi mekanisme homeostasis
b. Gangguan pada ritmik sirkadian
c. Gangguan pada sistem regulasi sehingga terjadi penundaan level
neurotransmiter utk kembali ke baseline

(Sikawati, 2017).
DIAGNOSIS
SCREENING (1/2)
• Skrining dilakukan kepada pasien yang terjangkit Major Depressive Disorder (MDD), telebih dengan pasien
dengan gejala somatik.
• Skrining dilakukan dengan dengan ‘interview’ kepada pasien dengan metode skring ‘quick question’.
• Pertanyaan yang diberikan diantaranya:
1. Apakah Anda kehilangan minat atau kesenangan dalam hal-hal yang biasanya Anda sukai?
2. Apakah Anda merasa sedih, rendah, rendah, depresi atau putus asa?

(Guidelines and Protocols Advisory Committee, 2015)


SCREENING (2/2)
• Menyebabkan perasaan yang tertekan (biasanya
dipengruhi oleh efek obat-obatan, alcohol)
Substance abuse

• Menyebabkan perasaan yang tertekan


Medical illness

• Mania, hypomania, bipolar, schizoafektif, skizofrenia, dll.


Other psychiatric disorders

• Kecuali jika tetap bertahan selama lebih dari dua bulan


atau menunjukkan penanda kerusakan fungsional, ide
Bereavement bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
ASSESSMENT (1/3)

• Wawancara klinis untuk menentukan


apakah pasien memenuhi DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders) dengan krieria
diagnosis yang digunakan adalah
S2IGECAPS dan berfokus pada status
fungsional.
ASSESSMENT (2/3)

• Diagnosis ini juga dapat • Pertimbangan:


dilakukan dengan hasil respon
dan nilai dari . 1. Diagnosis banding, terutama skrining untuk Bipolar I dan II

merupakan kuisioner 2. Riwayat depresi dan treatmen yang dilakukan


yang diberikan kepada pasien 3. Riwayat penyakit keluarga
yang membantu dalam
diagnosis dan menilai tingkat 4. Stress psikososial
kaparahan (misalnya ringan,
5. Kondisi mental yang terkait dengan depresi (misal, penyakit paru
sedang, berat) dari pasien
obstruktif kronik, migrain, multiple sclerosis, masalah punggung,
depresi.
kanker, epilepsi, dan penyakit jantung.

6. Informasi lain dari kerabat dekat

Depression should not be diagnosed or excluded solely on the basis of a PHQ-9 score.
Associated Document: Patient Health Questionnaire – 9 for more information (PDF, 41KB)
ASSESMENT (3/3)

Dokter Anda mungkin menentukan diagnosis depresi berdasarkan:


• Ujian fisik Dokter
Dalam beberapa kasus, depresi mungkin terkait dengan masalah kesehatan fisik yang
mendasarinya.
• Tes laboratorium
dokter Anda mungkin melakukan tes darah yang disebut penghitungan darah lengkap atau tes
tiroid Anda untuk memastikannya berfungsi dengan baik.
• Evaluasi kejiwaan
gejala, pikiran, perasaan dan pola perilaku Anda. Anda mungkin diminta mengisi kuesioner
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini
• DSM-5.
menggunakan kriteria depresi yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Mental
Disorders (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association
(Joseph Goldberg, MD., 2016)
LAB TESTS (1/3)
• TSH
Suatu uji lab untuk mengetahui kadar hormon thyroxine (T4) and triiodothyronine (T3) dalam tubuh.
Kedua hormone tersebut mengatur berapa energi yang dikeluarkan tubuh.
TSH yang melebihi batas mengindikasikan gejala seperti kecapean, gangguan jiwa, dan hypothyroidism
ringan
TSH yang kurang dari batas mengindikasikan gejala seperti hyperthyroidism, kurang berat badan, dan
badan merasa lemah
LAB TESTS (3/3)
• CT scan atau MRI otak untuk menyingkirkan penyakit serius seperti tumor otak
• Elektrokardiogram (EKG) untuk mendiagnosis beberapa masalah jantung
depresi merupakan faktor risiko tersendiri pada coronary artery disease (CAD), baik pada laki-laki
maupun wanita
• Electroencephalogram (EEG) untuk merekam aktivitas listrik otak

(Joseph Goldberg, MD., 2016)


PEDOMAN DIAGNOSIS
MENURUT PPDGJ III
Episode Depresif
Gejala lainnya :
Gejala utama (pada derajat ringan, 1. Konsentrasi dan perhatian kurang
sedang, dan berat) :
2. Harga diri dan kepercayaan diri
1. Afek depresif berkurang
2. Kehilangan minat dan kegembiraan 3. Gagasan tentang rasa bersalah dan
3. Berkurang energi yang menuju tidak berguna
meningkatnya keadaan mudah lelah 4. Pandangan masa depan yang
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja
suram dan pesimistis
sedikit saja) dan aktivitas menurun.
5. Gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri
6. Gangguan tidur
7. Nafsu makan berkurang

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


• Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
• Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat hanya
digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode
depresif berikutnya harus diklasifikasi pada salah satu diagnosis
gangguan depresi berulang.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


EPISODE DEPRESI RINGAN
Pedoman diagnosis:
• Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
tersebut
• diatas
• Ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya
• Tidak boleh ada gejala yang berat
• Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua
minggu
• Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
• Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


EPISODE DEPRESI SEDANG
Pedoman diagnosis :
• Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
pada episode ringan
• Ditambah sekurang-kurangnya ada tiga (dan sebaiknya empat) dari gejala
lainnya
• Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar dua minggu
• Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga
• Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


EPISODE DEPRESI BERAT TANPA
GEJALA PSIKOTIK
Pedoman diagnosis :
• Semua gejala utama depresi harus ada.
• Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat.
• Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala
secara rinci. Sehingga penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat
masih dapat dibenarkan.
• Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu
• Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN
GEJALA PSIKOTIK

Pedoman diagnosis :
• Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode
depresif berat tanpa gejala psikotik.
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
biasanya memperlihatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging busuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
stupor.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


MANIFESTASI KLINIS
MANIFESTASI KLINIS (1/1)

• Emosional: Kehilangan kemampuan untuk merasakan kepuasan, kurang ketertarikan pada aktivitas
biasanya, merasakan kesedihan, pesimis, mudah menangis, putus asa, gelisah (terjadi pada 90% pasien
depresi), merasa bersalah, dan gangguan psikotik (halusinasi pendengaran dan delusi)
• Fisik: Kelelahan, merasa sakit (terutama sakit kepala), gangguan tidur, nafsu makan menurun atau
meningkat, kehilangan minat seksual, keluhan pada gastrointestinal (lambung dan usus) dan kardiovaskular
(jantung dan pembuluh darah) (terutama palpitasi (detak jantung cepat))
• Intelektual atau kognitif: Menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau lambat dalam berpikir,
memori buruk untuk mengingat kejadian terbaru, kebingungan, dan merasa bimbang (tidak pasti) dalam
membuat keputusan
• Gangguan psikomotor: Retardasi psikomotor (Lambat dalam gerakan fisik, proses berpikir, dan berbicara)
atau agitasi psikomotor
(Wells et al., 2015).
TERAPI FARMAKOLOGI
TERAPI FARMAKOLOGI

Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang sampai


berat yang meliputi depresi major yang terkait penyakit fisik dan setelah
melahirkan. Obat kelompok ini juga efektif untuk dysthymia (depresi kronik
derajat rendah)
(PIONAS, 2015)
GOLONGAN OBAT ANTIDEPRESAN

(Stringer, 2006)
TERAPI FARMAKOLOGI

• Pemilihan kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya,
SSRI, dan penghambat MAO.

• Antidepresan trisiklik dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena
penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan
dengan beberapa jenis obat dan makanan.
(PIONAS, 2015)
SSRI (SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE
INHIBITOR)

• Obat-obat ini memblok ambilan kembali (reuptake) serotonin tanpa


mempengaruhi ambilan kembali norepinefrin atau dopamin
• Mekanisme obat – obat ini dalam meringankan depresi adalah dengan blokade
ambilan kembali serotonin
• Contoh Obat : fluoksetin, sitalopram, fluvoksamin, paroksetin, sertralin,
esitalopram, reboksetin
SNRIS
(SEROTONINE/NOREPINEPHRIN
E REUPTAKE INHIBITOR )

• SNRI memblok ambilan kembali serotonin maupun


epinefrin
• Contoh obat : Duloxetine,Venlafaxine
HETEROSIKLIK/TRISIKLIK

• Obat –obat ini menghambat ambilan kembali


norepinefrin dan serotonin
• (Stringer, 2006)
INHIBITOR MAO
(MONOAMIN OKSIDASE)

• Peran utama MAO adalah mengoksidasi senyawa – senyawa monoamin, termasuk


norepinefrin, serotonin, dan dopamin
• Dengan memblok MAO, penghilangan senyawa monoamin tersebut dapat diperlambat
• Efek Samping : Dapat menyebabkan krisis hipertensif fatal
(Stringer, 2006)
TERAPI
NONFARMAKOLOGI
ELECTROCONVULSIVE
THERAPY (ECT)

Menggunakan elektroda yang dialiri listrik dengan


dosis tertentu.
Dapat mempengaruhi sekresi neuroendokrin pada
hipotalamus .
Penggunaan ECT utamanya digunakan kepada pasien
yang mengalami depresi mayor dengan kriteria
seperti :
- Tidak nafsu makan
- Tidak memiliki gairah seksual
- Dan sulit untuk tidur.

(Bolwig, 2011)
VAGUS NERVE
STIMULATION (VGS)

Merupakan suatu alat yang ditempelkan didalam tubuh


(Utamanya pada dada sebelah kiri).
Berguna untuk merangsang saraf vagus nerve dengan
kejutan listrik untuk dapat lebih aktif dalam
mentransmisikan sensor sinyal dari otak ke tubuh
ataupun sebaliknya.
VGS digunakan sebagai treatment karna sistem saraf
vagus nerve sendiri secara tak langsung terhubung
dengan bagian otak kortikal-limbik-thalamus-striatal
yang mengatur fungsi emosi individu.

(Howland, 2014)
REPETITIVE TRANSCRANIAL MAGNETIC
STIMULATION

Membuat gelombang magnet dengan


menginduksi arus listrik yang terdapat
pada bagian otak transcranial.
Gelombang magnet yang terbentuk
akan meningkatkan aktivitas
penghantaran sensor yang ada pada
otak.

(Berlim, 2014)
DEEP BRAIN STIMULATION (DBS) (1/2)

• Ditemukan pada tahun 2005


• Deep Brain Stimulation (DBS) adalah prosedur bedah saraf yang melibatkan
implantasi alat medis yang disebut neurostimulator (pacu jantung), yang
mengirimkan impuls listrik, melalui elektroda implan, ke target spesifik di otak
(inti otak ) untuk pengobatan gangguan depresi mayor
• DBS di daerah otak terpilih telah memberikan manfaat terapeutik untuk
gangguan yang tahan terhadap pengobatan
(Kringelbach, dkk., 2007)
DEEP BRAIN STIMULATION (DBS) (2/2)

• Implantasi langsung elektroda ke daerah di otak dengan tujuan mengubah dan


menghubungkan aktivitas otak yang sedang berlangsung.
• Elektroda dihubungkan dengan pacemaker yang di implan di bawah kulit dada.
• Mekanisme :
1. Blokade depolarisasi: Arus listrik menghalangi keluaran neuron pada atau di
dekat lokasi elektroda.

2. Penghambatan sinaptik: Hal ini menyebabkan regulasi tidak langsung dari


keluaran neuron dengan mengaktifkan terminal akson dengan koneksi
sinapsis ke neuron di dekat elektroda stimulasi.

3. Desinkronisasi aktivitas osilator abnormal neuron

4. Aktivasi antidromik dapat mengaktifkan/memblokir neuron jarak jauh atau


memblokir slow akson
(Garcia, dkk., 2013)
MAGNETIC SEIZURE THERAPY (MST) (1/2)

• Ditemukan pada tahun 2008


• MST adalah eksperimental intervensi terapeutik yang menggabungkan aspek terapi Electroconvulsive Therapy (ECT) dan
Transcranial Magnetic Stimulation (TMS), untuk mencapai keefektifan dengan keamanan yang lebih baik
• MST mungkin terbukti menjadi alat yang berharga dalam pengobatan gangguan mood, seperti gangguan depresi mayor
(MDD) dan gangguan bipolar.
• Sebuah studi kasus menemukan efek antidepresan yang signifikan, dengan tingkat remisi berkisar antara 30% sampai 40%.
• Tidak ada efek samping kognitif signifikan yang terkait dengan MST yang ditemukan, dengan profil kognitif yang lebih baik
bila dibandingkan dengan ECT.
• Kesimpulannya, MST efektif dalam mengurangi gejala depresi pada gangguan mood, dengan efek samping yang umumnya
kurang dari ECT.
(Retaz, 2015)
MAGNETIC SEIZURE THERAPY (MST) (2/2)

• Induksi fokus pada kejang dengan high frequency repetitve-TMS


• Kejang berasal dari daerah korteks yang dangkal
• Tidak ada aliran listrik yang melewati daerah di otak yang lebih dalam
• Tetapi sampai saat ini mekanisme aksinya masih belum diketahui
INTERPERSONAL PSYCHOTHERAPY

• Terapi Interpersonal berfokus pada perilaku dan interaksi


pasien depresi dengan keluarga, teman, rekan kerja, dan
orang-orang penting lainnya dalam hidupnya.
• Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi dan meningkatkan harga diri.
• Ini biasanya berlangsung tiga sampai empat bulan dan
bekerja dengan baik untuk depresi yang disebabkan oleh
kehilangan dan kesedihan, konflik hubungan, peristiwa besar
dalam hidup, isolasi sosial, atau transisi peran (seperti
menjadi seorang ibu).
(Hollon, 2005)
COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY

• Terapi perilaku kognitif (CBT) berfokus pada bagaimana


pemikiran mempengaruhi perasaan dan cara bertindak
seseorang.
• Ide terapi perilaku kognitif adalah bahwa pasien dapat
mengubah cara pasien berpikir tentang situasi, dan ketika
pasien melakukannya, pasien juga mengubah perasaan dan cara
pasien dalambertindak.
• Akibatnya, pasien bisa merasa lebih baik, dan berperilaku
berbeda dalam menanggapi tekanan hidup, bahkan ketika
situasi tetap sama.
(Hollon, 2005)
MONITORING DAN KONSELING
MONITORING (1/1)

• Pasien harus dipantau terhadap efek samping, teratasinya gejala yang dialami sebelumnya, dan adanya
perubahan pada fungsi sosial dan pekerjaan.
• Pasien yang mendapatkan antidepresan trisiklik bersamaan dengan antihipertensi yang menghambat
adrenergik harus dipantau tekanan darahnya secara teratur.
• Pasien usia lebih dari 40 tahun harus menjalankan pemeriksaan EKG sebelum memulai terapi
antidepresan trisiklik, dan pemeriksaan EKG selanjutnya perlu dilakukan secara berkala.
• Pasien harus dipantau terhadap munculnya ide bunuh diri setelah pemberian antidepresan.
• Jika diberikan obat antidepresan dengan nama dagang yang berbeda dari sebelumnya, pasien harus
dipantau secara ketat terhadap kekambuhan atau kemunculan kembali penyakit.
(Sukandar et al, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
• Amir, N. 2012. Luaran (Outcome) TerapipadaGangguanDepresi Mayor. Continuing Medical Education, 39(2): 92-96.
• Brent D .,dan Lisa P. 2008.Depressive Disoders (in Childhood and Adolescence). In: Ebert M,Nurcombe B, Loosen P, Leckman.J. Current Diagosis& Treatment Psychiatry.2nded.
Vol 601-60
• Berlim, M.T.,Van den Eynde, F., Tovar-Perdomo, S. and Daskalakis, Z.J., 2014. Response, remission and drop-out rates following high-frequency repetitive transcranial
magnetic stimulation (rTMS) for treating major depression: a systematic review and
• meta-analysis of randomized, double-blind and sham-controlled trials. Psychological medicine, 44(2), pp.225-239.
• Bolwig, T.G., 2011. How does electroconvulsive therapy work? Theories on its mechanism. The Canadian Journal of Psychiatry, 56(1), pp.13-18.
• Caspi A, Sugden K, Moffitt TE. 2003. Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science; 301: 386-9.
• Depkes RI. 2007. pharmaceutical Care untukPenderitaGangguanDepresif. BaktiHusada :Direktorat Bina FarmasiKomunitasdanKlinik.
• García MR, Pearlmutter BA, Wellstead PE, Middleton RH . 2013. A Slow Axon Antidromic Blockade Hypothesis for Tremor Reduction via Deep Brain Stimulation. PLoS ONE. 8 (9): e73456
• Guidelines and Protocols Advisory Committee. (2015). Major depressive disorder in adults: diagnosis & management.Victoria, CB: Bcguidelines. ca; 2013.
• Hollon, S.D. 2005. Psychiatry. J Clin P sychiatry. 66 : 455-468
• Howland, R. H. (2014). Vagus Nerve Stimulation. Current Behavioral Neuroscience Reports, 1(2), 64–73. http://doi.org/10.1007/s40473-014-0010-5
• Joseph Goldberg, MD., 2016 .Tests Used to Diagnose Depressio. Available at. https://www.webmd.com/depression/guide/depression-tests. (Accessed 18 of March 2018)
• Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A.2010. SinopsisPsikiatriJilid 2. TerjemahanWidjajaKusuma. Jakarta: BinarupaAksara
• Kendler KS, Karskowski LM, Presscott CA. 1999. Causal relationship between stressful life events and the onset of major depression. Am J Psychiatry;156: 837-41.
• Kringelbach ML, Jenkinson N, Owen SL, Aziz TZ. 2007. Translational principles of deep brain stimulation. Nature Reviews Neuroscience. 8 (8): 623–635
• Maslim R. 2001. BukuSaku Diagnosis GangguanJiwaRujukanRingkasdari PPDGJ III, Cetakanpertama. Jakarta : PT Nuli Jaya.
DAFTAR PUSTAKA

• Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/73/2015 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
• PIONAS. 2015. Depresi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan
• Retaz, E. 2015. Magnetic Seizure Therapy for Unipolar and Bipolar Depression: A Systematic Review. Available at
• https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4444586/ . [Diakses tanggal 17 Maret 2018]
• Rosita Fontes,et.al., 2013. Reference interval of thyroid stimulating hormone and free thyroxine in a reference population over 60 years old
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3877984/ (Accessed 18 of March 2018)
• Ruhe HG, Mason NS, Schene AH. 2007. Mood is indirectly related to serotonin, norepinephrine, and dopamine levels in human: a meta-analysis
of monoamine depletion studies. Mol Psychiatry; 12:331-59.
• Sikawati, Zullie. 2017. Depression.Yogyakarta: UniversitasGadjahMada
• Silberg J, Pickles A, Rutter M, et al.1999. The Influence of Genetic Factors andLife Stress on Depression among Adolescent Girls.Archives
ofGeneralPsychiatry. 56: 225-32
• Snell. Richard S. 2009. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran
• Stringer. 2005. Basics Concept in Pharmacology : A Student’s Survival Guide 3 th Ed. California : McGraw-Hill Companies, Inc.
• Sukandar, E.Y., Retnosari, A., Joseph, I.S., I Ketut, A., Adji, P.S., dan Kusnandar. 2013. ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta : ISFI.
• W. Lam R, Mok. H, 2000. Depression Oxford Psychiatry Library.Lunbeck Institutes. p. 1-57.
• Wells, Barbara G., Joseph T. Dipiro., Terry L. Schwinghammer., Cecily V. Dipiro. 2015. Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition. US: McGraw-Hill
Education. p. 712.

Anda mungkin juga menyukai