Anda di halaman 1dari 32

MANAJEMEN ANESTESI REGIONAL

SPINAL
PADA OPERASI SECTIO CAESARIA
DENGAN INDIKASI EKLAMPSIA

Pembimbing Klinik : dr.Imtihanah Amri Sp.An


Nama : Elfira Madba
Stambuk : N 111 17 066
PENDAHULUAN

Anestesi secara umum adalah suatu tindakan


menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anestesi adalah istilah yang di turunkan dari dua kata


Yunani yaitu "an” dan "esthesia", dan bersama-sama berarti
"hilangnya rasa atau hilangnya sensasi”. Para ahli saraf memberikan
makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara
patologis bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan
pertama kali Oliver Wendell Holmes 1809-1894) untuk proses
"eterisasi" Morton (1846), untuk menggambarkan keadaan
pengurangan nyeri sewaktu pembedahan.
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan
melakukan irisan pada dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk
melahirkan bayi. Proses persalinan dengan cara sectio caesarea dapat
menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi spinal merupakan teknik
anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke bawah.

Pada laporan ini akan membahas tentang pemberian anestesi pada


pasien yang dilakukan tindakan sectio caesarea. Pada kasus ini tindakan
anestesi yang diberikan yaitu Subarachnoid Spinal Block
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Fisiologis Ibu Hamil

1. Berat Badan dan Komposisi


2. Perubahan Kardiovaskular
3. Perubahan Hematologi
4. Perubahan Sistem Respirasi
5. Perubahan pada Sistem Gastrointestinal
Seksio sesarea merupakan lahirnya janin melalui insisi dinding
abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
mencakup pengeluaran janin pada kasus ruptur uteri atau pada kasus
kehamilan abdomen
Indikasi Seksio Sesarea
Indikasi Absolut
Menurut Norwitz (2008), indikasi absolut
seksio sesarea dibagi atas:
a. Berasal dari ibu
i. Induksi persalinan yang gagal b. Uteroplasenta
ii. Proses persalinan tidak maju (distosia i. Bedah uterus sebelumnya
persalinan) ii. ii. Riwayat ruptur uterus
iii. Disproporsi sefalopelvik iii. Obstruksi jalan lahir (fibroid)
iv. Plasenta previa
c. Janin
i. Gawat janin/ hasil pemeriksaan janin tidak
meyakinkan
ii. Prolaps tali pusat
iii. Malpresentasi janin
ANESTESI REGIONAL UNTUK SEKSIO SESAREA

Anestesi Spinal Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block,
terjadi karena deposit obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi
blok saraf yang spinalis yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris,
motoris dan otonom

Indikasi Spinal Anestesi


1. Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau
pembuluh darah.
2. Operasi di daerah perineal: Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan
urologi.
3. Abdomen bagian bawah: Hernia, usus halus bagian distal, appendik,
rectosigmoid, kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis
4. Abdomen bagian atas: Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum.
Tetapi spinal anestesi untuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan
pada semua pasien sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang
hebat.
5. Seksio Sesarea (Caesarean Section).
6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.
Beberapa kontraindikasi absolut dari pemberian anestesi spinal.

1. Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk


pembuluh darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medulla
spinalis.

2. Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.

3. Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila
terjadi kehilangan cairan serebrospinal.

4. Bila pasien menolak.

5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk jarum
spinal.

6.Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernisiosa,


neurosyphilys, dan porphiria.

7. Hipotensi.
 Kontra Indikasi Relatif
Beberapa kontraindikasi relatif dalam pemberian
anestesi spinal.
1. Pasien dengan perdarahan.
2. Problem di tulang belakang.
3. Anak-anak.
4. Pasien tidak kooperatif, psikosis.
Adapun teknik dari anestesi spinal adalah sebagai berikut

 Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita
visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan
adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan
untuk spinal anestesi.
 Posisi Lateral
 Posisi duduk
 Posisi Prone
PERAWATAN PASCA BEDAH

 Posisi terlentang, jangan bangun / duduk sampai 24 jam


pascabedah.
 Minum banyak, 3 lt/hari.
 Cegah trauma pada daerah analgesi.
 Periksa kembalinya aktifitas motorik.
 Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan
pulih.
 Cegah sakit kepala, mual-muntah.
 Perhatikan tekanan darah dan frekuensi nadi karena ada
kemungkinan penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi.
KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

 Sistem Kardiovascular
 Sistem Respirasi

 Sistem Gastrointestinal

 Headache (PSH=Post Spinal Headache

 Chronic Adhesive Arachnoiditis

 Komplikasi Neurologis Permanen

 Retensio Urinae

 Backache
LAPORAN KASUS

Identitas
 Nama : Ny. M
 Umur : 42 Tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Berat Badan : 65 kg
 Agama : Islam
 Pekerjaan : IRT
 Alamat : Donggala
 Tanggal Operasi : 06 November 2018
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang: Pasien rujukan dari RS Kabelota datang ke RSU


Anutapura dengan G3P1A1 usia 42 tahun masuk dengan keluhan kejang saat
perjalanan ke RSU Anutapura. Pasien sebelum mengalami kejang
mengeluhkan sakit kepala, nyeri ulu hati.. Nyeri perut bagian bawah tembus
belakang (-). Pelepasan darah (-), lendir (-), dan air (-). Pusing (+), mual (+),
muntah (-), sakit kepala (+), BAB dan BAK lancar.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit hipertensi(-)
Riwayat penyakit asma (-)
Riwayat alergi obat dan makanan(-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
B3 (Brain):
B2 (Blood): Kesadaran : CM (
B1 (Breath):Airway TD: 170/110 mmHg Compos Mentis )
: Inspeksi: Nadi: 88 x/menit Mata :
Pengembangan Mata cekung (-/-),
dada simetris, Inspeksi: Ictus Conjungtiva anemis
retraksi (-) cordis tidak terlihat (-/-),
Palpasi :Vokal Telinga: Discharge (-
Fremitus kanan=kiri Palpasi :Ictus )
Perkusi: Sonor kiri cordis teraba pada Mulut :
sama dengan kanan SIC V linea Sianosis (-) bibir
Auskultasi midclavicula (S) kering (+), mukosa
:Bunyi membran
napas vesikuler Perkusi :Batas kering (+),
(+/+), Rhonki (-/-), jantung normal pembesaran tonsil (
Wheezing (-/-) -), skor
RR : 20 Auskultasi:S1 dan Mallampati 2.
x/menit. S2 murni regular, Pemeriksaan leher :
bising (-) simetris, tidak ada
deviasi trakea,
Status Obstetri dan Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri: 23 cm Lingkar
Perut: - cm TBJ: - gram
BJF: 132x/menit
Leopold 1: 23 cm
Leopold 2: punggung kanan
Leopold 3: presentasi kepala
Leopold 4: konvergen
Pitting edema : ada pada ektremitas
bawah
Assesment
 Status fisik ASA III (E)
 Observasi urin dan TTV
 Acc. Anestesi
 Diagnosis pra-bedah : G3P1A1 Gravid 32-33
minggu, Belum inpartu, Eklampsia + Calon
akseptor kontap

Terapi
 IVFD RL + MgSO4 40% 28 tetes/menit
 Piracetam 3 gr / 8 jam / iv
 Dexamethasone 5mg/IV/6jam
 Nifedipin tab 3x10 mg
 Pro SCTP CITO
Intra Operatif
Laporan Anestesi Durante Operatif
Jenis anestesi : Anestesi Regional
Lama anestesi : 11.15 – 12.25 (1 jam 10 menit)
Lama operasi : 11.22 – 12.22 (1 jam)
Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarang, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Abdul Faris, Sp.OG (K)
Posisi : Supine
Infus : 1 line di tangan kiri
Terapi Cairan :
BB : 65 kg
EBV : 65 ml/kgBB x 65 kg =4225 ml
Jumlah perdarahan : ±250 ml
% perdarahan : 250/4225 x 100% = 5.9 %
𝐻𝑐𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 − 𝐻𝑐𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑀𝐴𝐵𝐿 = 𝐸𝐵𝑉 ×
𝐻𝑐𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 + 𝐻𝑐𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 / 2
37,5−30 7,5
= 4225 × 37,5+30 / 2 = 4225 × 33,7 = 940 𝑚𝑙
Pemberian Cairan
Cairan masuk :
Pre operatif : Kristaloid RL 300 ml
Durante operatif:
Koloid Gelofusin 500 ml
Kistaloid RL 300 ml
Total input cairan : 1300 ml

Cairan keluar :
Durante operatif
Perdarahan ± 250 ml
Urin ±550 ml
Total output cairan : ± 800 ml
Perhitungan Cairan
Input yang diperlukan selama operasi :
Cairan maintanance (M) : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 45) = 40 + 20 + 45 = 105
ml/jam
Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8 x 105 = 840
ml
Cairan masuk puasa: jumlah infus (TPM) x lama puasa (menit)/20 = 28 x 480 /
20 = 672ml
Cairan defisit puasa – cairan masuk puasa = 840 – 672 = 168 ml
Stress Operasi Besar : 8 ml x 65 kg = 520 ml
Cairan defisit darah selama operasi = 250 ml x 3 = 750 ml
Untuk mengganti kehilangan darah 250 ml diperlukan 750 ml cairan kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 1 jam operasi = maintenance + deficit cairan
selama puasa + stress operasi + jumlah perdarahan + urin= 105 +168 +520 +
750 + 550 = 2093 ml
Cairan masuk :
Kristaloid : 300+ 500 ml = 800 ml
Koloid : 500 ml
Whole blood : -
Total cairan masuk : 1300 ml
Keseimbangan cairan:
Cairan masuk – cairan keluar = 1300 ml – 800 ml = 500 ml
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini, dilakukan tindakan bedah berupa Operasi
seksio sesaria. Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan
pre-op yang meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
untuk menentukan status fisik ASA dan risiko operasi. Pada pasien ini
termasuk ASA III, karena pasien datang dengan penyakit ringan yang di derita,
score mallapati 2.

Proses persalinan dengan cara sectio caesarea dapat menggunakan


anestesi umum dan regional. Jenis anestesi yang dipilih pada pasien ini adalah
regional anestesi teknik SAB. Anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang
aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke bawah. Teknik anestesi
ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan dalam tindakan,
peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,
pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan
analgesia yang minimal.
Obat anestesi lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,
atau bupivakain. Berat jenis obat anestesi lokal mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih
besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.

Pada pasien ini obat anestesi yang digunakan adalah bupivakain


hyperbaric 0,5% dengan dosis 12,5 mg. Bupivakain bekerja menstabilkan
membran neuron dengan cara menginhibisi perubahan ionik secara terus
menerus yang diperlukan dalam memulai dan menghantarkan impuls.

Obat bupivakain segera setelah penyuntikan subarakhnoid akan


mengalami penurunan konsentrasi dengan secara bertahap karena terjadinya:
dilusi dan pencampuran di liquor serebro spinalis, difusi dan distribusi oleh
jaringan saraf, uptake dan fiksasi oleh jaringan saraf, absorbsi dan eliminasi
oleh pembuluh darah.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai