Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

DIAGNOSTIK DAN PROTOKOL TERAPI


DALAM PENGOBATAN DEMAM ENTERIK
PADA ANAK-ANAK

Ratna Ningsih G99


M. Fakhri KW G99172104

Pembimbing : Rustam Siregar, dr., Sp.A, M.Kes


1
ABSTRAK
 Pendahuluan

Penelitian ini adalah penelitian retrospektif diagnostik dan protokol


pengobatan untuk manajemen kasus demam enterik yang terjadi pada anak-
anak.

 Metode

Penelitian deskriptif observasional dilakukan pada kasus pasien demam


enterik yang dirawat selama bulan Januari 2015 hingga Januari 2016.
Pada populasi pediatrik dalam kelompok usia 2 hingga 20 tahun di
NKPSIMS, Digdoh, Hingna, Nagpur.

2
 HASIL

Rasio pria dan wanita = 1,3 : 1


(dari kelompok usia yang sama yaitu 11-20 tahun)
41 anak
dengan o 20 kasus dari perkotaan
demam o 13 dari pedesaan
enterik o 8 dari pinggiran kota

o S. typhi ….. kasus Gambaran klinis tidak


o S. paratyphi …… kasus dapat dibedakan

Tak satu pun dari anak-anak diimunisasi untuk


demam tifoid.
3
Lanjutan hasil……
Demam dengan atau tanpa menggigil adalah gejala yang paling
umum.
41 anak
dengan Durasi rata-rata tinggal adalah 6,8 hari dan tidak ada hubungan
demam usia anak dengan rawat inap selama pengobatan kasus demam
enterik tifoid.

Tidak ada relevansi yang penting antara durasi demam pra rumah
sakit dengan waktu tinggal pasien selama di rumah sakit maupun
respon pengobatan antibiotik.

Tidak terlihat adanya Co-morbiditas.

Kultur darah adalah standar emas terutama pada anak-anak dengan


pengobatan antibiotik sebelumnya.

Ceftriaxone sebagai obat tunggal efektif dalam pengobatan sebagian besar


4 pasien demam enterik
 KESIMPULAN

Intervensi kesehatan masyarakat untuk meminimalkan kontak host,


peningkatan sanitasi lingkungan, peningkatan higienitas termasuk
strategi perilaku perawatan kesehatan, vaksinasi tifoid dan pemilihan
antibiotik rasional berdasarkan pola sensitivitas untuk mencegah
resistensi akan membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas
masalah kesehatan global ini.

5
Pendahuluan

 Demam enteric adalah demam yang disebabkan oleh Salmonella


enterica serovar Typhi (S.typhi -80%) dan Salmonella enterica
serovara Paratyphi (S. paratyphi A, B and C).
 Penyakit ditularkan melalui rute feco-oral, melalui makanan & air
yang terkontaminasi.

6
Terapi Antimikroba

Salmonella typhi mulai menunjukan resistensi untuk semua obat


yang digunakan sebagai terapi lini pertama (kloramfenikol,
kotrimoksazol dan ampisilin) ​dan dikenal sebagai Demam Tifoid tipe
multi-obat resisten (MDRTF)

7
Fluoroquinolon
es
• Secara luas dianggap sebagai obat yang paling efektif untuk 1 pengobatan demam tifoid.

• Namun beberapa strain S. 6, 7 typhi telah menunjukkan pengurangan kepekaan terhadap


fluoroquinolones. Organisme ini menunjukkan resistensi asam nalidiksat, dimana hal ini
menandakan berkurangnya kepekaan terhadap fluoroquinolones.

• Ciprofloxacin, ofloxacin, perfloksasin dan erfloxacin adalah fluoroquinolones yang sering digunakan

• Fluoroquinolones sendiri tidak disetujui oleh Pengawas Obat-obatan Umum India untuk digunakan
di bawah 18 tahun, kecuali anak itu tahan terhadap semua antibiotik yang direkomendasikan dan
menderita infeksi yang mengancam jiwa.

• Oflooxacin atau ciprofloxacin digunakan dalam dosis 15 mg / kg bb/r hari hingga 20 mg / kg / hari

• Cefixime oral digunakan dalam dosis 15-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis

• Ceftriaxone dapat digunakan dengan dosis 50-75 mg/kgbb/hari dalam satu atau dua dosis;
sefotaksim dapat digunaka 40-80 mg/kgbb/hari di dua atau tiga dosis dan cefoperazone 50-100
mg/kgbb/hari dalam dua dosis

8
Terapi Antimikroba

Azitromisin
• Terapi yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan demam
tifoid tanpa komplikasi.
• Digunakan dalam dosis 10-20 mg/kgbb/hari dalam sekali sehari

Aztreonam dan
Imipenem
Obat lini ketiga yang potensial untuk digunakan baru-baru ini

9
 Fluoroquinolones adalah obat yang paling efektif untuk
pengobatan demam tifoid.
 Untuk S. typhi sensitif asam nalidiksat (NASST) 7 hari adalah
tempo yang sangat efektif.
 Untuk S. typhi tahan asam nalidiksat (NARST) pengobatan dalam
waktu 10-14 hari dengan dosis maksimal sangat dianjurkan.
 Pengobatan lebih pendek dari tujuh hari seringkali tidak
memuaskan.

10
TUJUAN DAN SASARAN

Penelitian dengan model analisis retrospektif untuk


• Menganalisis protokol diagnostik dan pengobatan untuk manajemen kasus
demam enterik yang dicurigai dan mungkin terjadi pada anak-anak mengaku di
NKPSIMS, Digdoh, Hingna, Nagpur di tahun 2015-2016.
• Untuk mengetahui distribusi populasi usia dan jenis kelamin.
• Untuk mengetahui gejala dan tanda umum.
• Untuk mengetahui tes laboratorium yang digunakan untuk diagnosis
• Untuk mengetahui komplikasi terjadi selama perjalanan penyakit.
• Untuk mengetahui protokol perawatan yang digunakan.
• Untuk mengetahui efikasi protokol pengobatan yang digunakan.
11
BAHAN DAN METODE

 Penelitian deskriptif observasional dilakukan pada data rekam medis kasus


demam Enterik yang dirawat & diobati selama 2015-16 di NKPSIMS, Digdoh,
Hingna Road, Nagpur.
 Rekam medis yang tidak lengkap ditolak dari proyek studi.
 Data yang relevan dimasukkan dalam studi proforma.
 Data Demografi, Klinis, dan Lab dimasukkan dalam MS-Excel.
 Uji statistik deskriptif dan Analitik dilakukan menggunakan MSExcel, SPSS-21
& Minitab.
 Chi sq. Tes untuk data kategori; Tes “t” siswa dan uji koefisien korelasi Pearson
untuk variabel kontinu.
 Nilai p <0,05 dianggap sebagai signifikan.
12
PENGAMATAN DAN HASIL
1. Distribusi usia & jenis kelamin kasus demam enterik

Chi sq. = 0: menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam kelompok

n = jumlah partisipan, M = Mean , SD = Standard Deviasi, % = Percentage


Hasil penelitian menunjukkan 78% kasus Demam Enterik berada di kelompok usia 6-20 tahun.
Pengamatan ini menekankan hubungan antara kebiasaan makan, akses ke makanan luar dan
13 insiden demam tifoid.
2. Perbandingan umur dengan wilayah sampel

 Presentase yaitu 49% berasal dari daerah perkotaan & beristirahat dari daerah
Pedesaan dan Pinggiran Kota.
 Nilai Chi-Sq = 8.883, DF = 4, P-Value = 0,064 (tidak signifikan)
 6 sel dengan jumlah yang diharapkan kurang dari 5.
14
3. Hubungan lama rawat inap dengan umur pasien

 “t” = 0.007 & 0.11; r= 0.004 : menunjukkan tidak ada perbedaan


signifikan dalam kelompok dan menunjukkan tidak ada hubungan
antara umur anak dengan lama rawat inap pada kasus demam tifoid
15
3. Hubungan antara lama demam sebelum rawat inap dengan
lama rawat inap di rumah sakit

 Hubungan antara lama demam sebelum rawat inap dengan


lama rawat inap di rumah sakit dinilai dengan koefisien korelasi.
 Koefisien korelasi Pearson adalah (r) = 0,042
 p-Nilai = 0,796
 Menunjukkan tidak ada relevansi signifikan antara lama demam
sebelum rawat inap dengan lama rawat inap di rumah sakit. Hal
ini karena adanya respon terhadap pengobatan antibioti

16
4. Status Imunisasi

 Jadwal vaksin imunisasi nasional.


 Menerima di usia optimal ada 15 subjek (36%)
 Tidak menerima vaksin sebanyak 26 subjek (64%)
 Vaksin tifoid tidak diterima pada semua 41 subjek.
 Karena itu diperlukan vaksin murah yang hemat
biaya.

17
4. Berat ProPle dan lamanya rawat inap di rumah sakit

• Tabulasi berat proPle pasien dilakukan.


• Kemudian dibandingkan dengan persentil ke-50 dari standar IAP.
• Persentase 50 IAP persentil dihitung.
• Relevansi status gizi dengan pemulihan dari demam enterik dalam bentuk
rawat inap di rumah sakit dihitung.
• Ada hubungan kebalikan dari masa inap di rumah sakit dengan berat
anak. r = -0.13; Namun secara statistik tidak signifikan (p <0,2 dalam one
tailed test)

18
4. Hasil kultur darah dan tes widal

19
4. Antibiotik yang diberikan untuk terdiagnosis demam
enterik

 Antibiotik :
 Mono : Ceftriaxone atau
Cefixime
 Dual : Ceftriaxne + Amikacin atau
Azitromycin
 Multi : Ceftriaxone + Amikacin +
Azitromycin atau Ofloxacin

20
RINGKASAN

 Demam enterik umumnya terjadi pada anak-anak antara 2 hingga 18 tahun. Umur
ditemukan pada 10-20 tahun. Tak satu pun dari anak-anak diimunisasi untuk demam
tifoid.
 Demam terus menerus dengan atau tanpa menggigil adalah gejala yang paling
umum. Komorbid yang signifikan belum terlihat dalam penelitian ini.
 Kultur darah meskipun tes standar emas dalam penggunaannya terbatas terbatas
sumber daya, terutama pada anak-anak dengan pengobatan antibiotik sebelumnya.
 Ceftriaxone sebagai obat tunggal efektif dalam pengobatan sebagian besar pasien
demam enterik.

21
KESIMPULAN

 Demam enterik membawa beban penyakit yang sangat besar di semua


negara berkembang seperti India.
 Peningkatan sanitasi lingkungan dan praktek-praktek higienis dilakukan
untuk mengurangi beban penyakit.
 Intervensi kesehatan masyarakat untuk meminimalkan kontak pembawa
manusia, Peningkatan sanitasi lingkungan, peningkatan tindakan
higienis pribadi termasuk strategi perawatan kesehatan, vaksinasi tifoid
dan pemilihan antibiotik rasional berdasarkan pola sensitivitas untuk
mencegah resistensi akan membantu mengurangi morbiditas dan
mortalitas kesehatan global ini. Namun karena kurangnya infrastruktur,
22 itu menjadi langkah yang sulit.
KETERBATASAN STUDI

Studi retrospektif: Tidak ada kontrol atas variabel yang


akan dipelajari.
Kultur sumsum tulang: Tidak dilakukan (Peninjauan
literatur menunjukkan terbatasnya kemampuan; pada
orang yang dicurigai sebagai ganas & immuno-
compromised).

23
REFERENSI
 1.Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, et al. (2002) Typhoid fever. N Eng J Med 347:1770-1782.

 2.Crump JA, Luby S P, Mintz ED (2004). The global burden of typhoid fever. Bull World Health Organ 82:346-353.

 3.Karkey A, Arjyal A, Anders KL, Boni M.F, Dongol S et al. www.plosone.org Nov 2010;S(11) e 13988.

 4.Punjabi NH. Typhoid fever. In: Rakel RE, editor Conn's Current therapy. Fifty second edition. Philadelphia: WB Saunders; 2000: 161-
165.

 5.Sood S, Kapil A, Das B, Jain Y, Kabra SK. Re-emergence of chloramphenicol sensitive Salmonella typhi. Lancet 1999; 353: 1241-
1242.

 6.Gupta A, Swarnkar NK, Choudhary SP. Changing antibiotic sensitivity in enteric fever. J Trop Ped 2001; 47: 369-371.

 7.Dutta P, Mitra U, Dutta S, De A, Chatterjee M K, Bhattacharya SK. Ceftriaxone therapy is ciproPoxacin treatment failure typhoid fever
in children. Indian J Med Res 2001; 113: 210-213.

 8.Saha SK, Talukder SY, Islam M. Saha S. A highly Ceftriaxone resistant Salmonella typhi in Bangladesh. Pediatr Infect Dis J 1999; 18:
297-303.

 9.Background document: The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and Response,
Vaccines and Biologicals. World Health Organization. May 2003. WHO/V & B/03.07.

 10.Gotuzzo E, Carrillo C. Quinolones in typhoid fever. Infect Dis Clin Pract 1994; 3: 345-351.

 11.Bhutta ZA, Khanl, Molla AM. Therapy of multidrug resistant typhoidal salmonellosis in childhood: A randomized controlled
comparison of therapy with oral ce xime vs IV ceftriaxone. Pediatr Infect Dis J 1994; 13: 990-994.

 12.Girgis N1, Tribble DR, Sultan Y, Farid Z. Short course chemotherapy with ce xime in children with multidrug resistant Salmonella
typhi septicemia. J Trop Ped 1995; 41: 364-365.

 13.Girgis NI, Sultan Y, Hammad O, Farid Z. Comparison of the efficacy, safety and cost of ce xime, ceftriaxone and aztreonam in the
treatment of multidrug resistant Salmonella typhi septicemia in children. Ped Infect Dis J 1995; 14: 603-605.
24
TELAAH KRITIS

25
Validitas

Apakah studi ini membahas sebuah masalah dengan


fokus yang jelas?

• Ya, Penelitian ini berfokus pada tujuan untuk mengetahui


diagnostik dan protokol pengobatan untuk
manajemen kasus demam enterik yang terjadi pada
anak-anak.

26
Validitas
Apakah peneliti menggunakan alat dan
pertanyaan yang sesuai dengan Tujuan
dari studi?
• Ya, untuk mengetahui diagnostik dan protokol pengobatan untuk
manajemen kasus demam enterik yang terjadi pada anak-anak
kasus pasien demam enterik yang dirawat selama bulan Januari
2015 hingga Januari 2016. Pada populasi pediatrik dalam
kelompok usia 2 hingga 20 tahun di NKPSIMS, Digdoh, Hingna,
Nagpur menggunakan alat pengumpul data (tools) primer
berupa rekam medis . Hal ini sudah sesuai dengan jenis
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu penelitian deskriptif
yang menggunakan pendekatan observasional
27
Validitas
Apakah digunakan kriteria outcome yang obyektif
dan tidak berbias?
• Ya. Kriteria Outcome telah dikategorikan secara objektif,
yaitu berdasarkan , distribusi populasi usia dan
jenis kelamin, gejala dan tanda umum, tes laboratorium
yang digunakan untuk diagnosis, komplikasi terjadi
selama perjalanan penyakit, protokol perawatan yang
digunakan, efikasi protokol pengobatan yang digunakan.

28
Validitas

Apakah subjek diikutsertakan dengan cara dan kriteria


yang benar?
• Ya. Penelitian ini menggunakan subjek berupa pasien
demam enterik yang dirawat selama bulan Januari 2015
hingga Januari 2016. Pada populasi pediatrik dalam
kelompok usia 2 hingga 20 tahun di NKPSIMS, Digdoh,
Hingna, Nagpur.

29
Validitas
Apakah data diambil dengan cara yang sesuai dengan
tujuan studi ?
• Ya, data diagnostik dan protokol pengobatan untuk manajemen kasus demam
enterik yang terjadi pada anak-anak kasus pasien demam enterik. Untuk
tujuan tersebut, peneliti menggunakan tools berupa reka medis sebagai
alat yang membantu pengumpulan data primer dari subjek penelitian. Hal ini
sudah sesuai dengan tujuan studi ini, yaitu fdiagnostik dan protokol pengobatan
untuk manajemen kasus demam enterik yang terjadi pada anak-anak kasus
pasien demam enterik. Namun tidak dijelaskan secara terperinci mengenai
kriteria inklusi dan ekslusi yang digunakan serta tidak dilakukannya
pencantuman kuisioner yang digunakan. Studi ini merupakan studi deskriptif,
yang dalam praktik pengambilan datanya memang dapat dilakukan dengan
pendekatan observationall / satu waktu tanpa dilakukannya follow up.
Seperti yang telah dilakukan peneliti dalam studi ini.
30
Validitas

Apakah studi memiliki partisipan yang cukup?


• Ya. Studi ini memiliki subjek sebanyak 41 subjek pada
kelompok usia 2 hingga 20 tahun di NKPSIMS,
Digdoh, Hingna, Nagpur. Pengambilan sample sebanyak
41 responden telah melalui penghitungan jumlah
minimal sampel yang dibutuhkan

31
Validitas

Bagaimana hasil dari uji ini dipresentasikan dan


apakah temuan utamanya?
• Hasil penelitian berupa distribusi populasi usia dan jenis kelamin, gejala dan
tanda umum, tes laboratorium yang digunakan untuk diagnosis, komplikasi
terjadi selama perjalanan penyakit, protokol perawatan yang digunakan,
efikasi protokol pengobatan yang digunakan.

32
Validitas
Apakah analisis yang digunakan dalam studi sudah
sesuai dan dijelaskan dengan jelas?
• Tidak, Analisis data dilakukan dikelompokkan ke dalam
analisis univariat dan bivariat. Variabel yang digunakan
dalam analisis univariat namun tidak dijelaskan
secara jelas

33
Validitas

Apakah terdapat penjelasan yang jelas mengenai


temuan yang didapat ?
• Ya, hasil temuan yang didapat berupa data ddistribusi populasi usia dan jenis
kelamin, gejala dan tanda umum, tes laboratorium yang digunakan untuk
diagnosis, komplikasi terjadi selama perjalanan penyakit, protokol perawatan
yang digunakan, efikasi protokol pengobatan yang digunakan telah disajikan
dalam tabel dan dijelaskan dalam bab pembahasan jurnal in

34
Kepentinga
n

Hasil dari penelitian ini cukup penting. Karena banyak manfaat yang dapat
diambil seperti dari seberan distribusi populasi usia dan jenis kelamin,
gejala dan tanda umum, tes laboratorium yang digunakan untuk diagnosis,
komplikasi terjadi selama perjalanan penyakit, protokol perawatan yang
digunakan, efikasi protokol pengobatan yang digunakan, walaupun hasil
penemuan tidak jauh berbeda dengan guidline menejemen demam enterik
yang berlaku di Indonesia

35
Kemamputerapan

Apakah Penelitian ini dapat diaplikasikan pada populasi lokal?

• Tidak. Hasil penelitian tidak dapat diaplikasikan ke dalam populasi lokal. Karena
dosis obat yang digunakan berbeda dengan standar internasional dan
guideline yang digunakan di Indonesia

36
Penting

LoE

Valid
2B Dapat diterapkan

37
Level Differential diagnosis / symptom prevalence study

1a SR (with homogeneity*) of prospective cohort studies

1b Prospective cohort study with good follow-up****

1c All or none case-series


2a SR (with homogeneity*) of 2b and better studies

2b Retrospective cohort study, or poor follow-up


2c Ecological studies
3a SR (with homogeneity*) of 3b and better studies

3b Non-consecutive cohort study, or very limited population

4 Case-series or superseded reference standards

5 Expert opinion without explicit critical appraisal, or based on physiology, bench


research or “first principles”
38
39

Anda mungkin juga menyukai