Anda di halaman 1dari 38

Asuhan Keperawatan

Klien dengan Anosmia


dan Epistaksis

Kelompok 5:
1. Lailaturohmah Kurniawati 131411131016
2. Desy Indah Nur Lestari 131411131052
3. Kiki Ayu Kusuma 131411131070
4. Elyta Zuliyanti 131411131085
5. Tessa Widya Kosati 131411131103
6. Citra Intan Trisnalia 131411133017
7. Mar’atul Hasanah 131411133035
Anatomi dan Fisiologi
Sistem Penghidu

• Hidu merupakan salah satu organ


pelindung tubuh terpenting terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan,
bagian dalam panjangnya 10 – 12 cm.
1. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2. Sebagai penyaring udara pernafasan yang
dilakukan oleh bulu-bulu hidung
3. Dapat menghangatkan udara pernafasan
oleh mukosa
4. Membunuh kuman-kuman yang masuk,
bersam-sam udara pernafasan oleh
leukosit yang terdapat dalam selaput
lendir.

Fungsi Rongga Hidung :


Bagian dari fungsi penghidu yang
terlibat adalah sebagai berikut:
• Neuroepitel olfaktorius
Neuroepitel olfaktorius terdapat di atap
rongga hidung. Luas area olfaktorius ini ± 5
cm. Neuroepitel olfaktorius merupakan
epitel kolumnar berlapis semu yang
berwarna kecoklatan.
• Bulbus olfaktorius
Bulbus olfaktorius berada di dasar fossa
anterior dari lobus frontal.
• Korteks olfaktorius
Saraf yang berperan dalam sistem penghidu
adalah nervus olfaktorius (N I).
Saraf lain yang terdapat dihidung adalah saraf
somatosensori trigeminus (N V). Letak saraf ini
tersebar diseluruh mukosa hidung.
Saraf lain yang terdapat dihidung yaitu sistem
saraf terminal (N O) dan organ vomeronasal
(VMO).
Anosmia adalah hilangnya indera penghidu
(penciuman), dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau
membau dari indera penciuman. Bisa
bersifat permanen maupun sementara.
Obstruksi saluran
Lesi hidung kelenjar hidung atau
kerusakan syaraf

Proses natural dari


penuaan atau pun
Trauma kepala
kebanyakan influenza

Penyakit sinonasal Infeksi saluran nafas


1. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai
tidak bisa mendeteksi bau.
2. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total
/ tidak bisa mendeteksi seluruh bau.
3. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang
dapat dideteksi.
4. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu /
sejumlah kecil yang dapat dideteksi)
5. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi
rasa dalam makanan yang di makan.
6. Berkurangnya nafsu makan.
• Anosmia terjadi karena kerusakan pada
organ proses penghidu, kerusakan dapat
terjadi pada neuroepitel olfaktorius, bulbus
olfaktorius, dan korteks olfaktorius pada
otak.
• Secara neurogenik indra penciuman dapat
hilang dengan tiga cara yaitu :
1. Oleh adanya sumbatan hidung mencegah
zat volatil dari mencapai reseptor yang
menyebabkan hilangnya penciuman.
2. Dengan penurunan reseptor atau fungsi
saraf kranial menyebabkan hilangnya
penciuman sensorik.
3. Oleh proses patologis yang mempengaruhi
jalur dari olfactory bulb (penghentian dari
saraf kranial pertama) ke korteks
penciuman dan bagian lain dari otak.
A. Pemeriksaan Penunjang
– Biopsi neuroepitelium olfaktorius
– CT scan
– MRI kepala
B. Pemeriksaan Fungsi Hidu
– Anamnesis
– Pemeriksaan Fisik
– Pemeriksaan kemosensoris penghidu
• Tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell
Identification).
• Tes The Connectitut Chemosensory Clinical
Research Center (CCCRC).
• Tes “Sniffin Sticks”.
• Epistaksis merupakan pendarahan yang
keluar dari hidung ( hemoragi dari hidung)
disebabkan oleh rupturnya pembuluh kecil
yang mengalami distensi dalam mebran
mukosa pada area hidung ( Brunner &
Suddarth).
•Epistaksis anterior
Merupakan jenis epistaksis yang paling
sering dijumpai terutama pada anak-
anak dan biasanya dapat berhenti
sendiri.
Perdarahan pada lokasi ini bersumber
dari pleksus Kiesselbach (little area)
•Epistaksis posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari
arteri sfenopalatina dan arteri etmoid
posterior.
Pendarahan biasanya hebat dan jarang
berhenti dengan sendirinya.
Trauma
Kelainan Kelainan
Anatomi Pembuluh
Darah
Tumor
Benda Asing
Infeksi Lokal

Pengaruh Udara
Lingkungan
Kelainan Sistemik
• Mimisan Depan (epistaksis anterior)
– Jika yang luka adalah pembuluh darah pada
rongga hidung bagian depan.
– Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan
jenis ini.
– Mimisan depan lebih sering mengenai anak-
anak, karena pada usia ini selapun lendir dan
pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
• Penyebab Mimisan depan :
– Mengorek – ngorek hidung
– Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya
pada ketinggian atau ruangan berAC.
– Terlalu lama terpapar sinar matahari
– Pilek atau sinusitis
– Membuang ingus terlalu kuat

• Biasanya relatif tidak berbahaya.


• Mimisan belakang (epistaksis posterior)
– Terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang.
– Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif
lebih berbahaya.
– Mimisan belakang kebanyakan mengenai
orang dewasa, walaupun tidak menutup
kemungkinan juga mengenai anak-anak.
• Penyebab Mimisan Belakang :
o Hipertensi
o Demam berdarah
o Tumor ganas hidung atau nasofaring
o Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia,
thalasemia dll.
o Kekurangan vitamin C dan K.
• Pada Epistaksis Anterior
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala
ditundukkan sedikit ke depan.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang
hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan
tindakan ini selama 10 menit
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-
ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat
hidung terlalu kuat
5. Jika belum berhasil, segera bawa ke rumah sakit
•Pada Epistaksis Posterior
– Perdarahan pada mimisan belakang lebih
sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita
harus segera dibawa ke puskesmas atau RS
– Biasanya petugas medis melakukan
pemasangan tampon belakang. Jika
tindakan gagal, petugas medis mungkin
akan melakukan kauterisasi.
– Langkah lain yang mungkin
dipertimbangkan adalah operasi untuk
mencari pembuluh darah yang
menyebabkan perdarahan, kemudian
mengikatnya. Tindakan ini dinamakan
ligase.
• Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang
yang berusia menengah dan lanjut, terlihat
perubahan progresif dari otot pembuluh darah
tunika media menjadi jaringan kolagen.
• Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis
interstitial sampai perubahan yang komplet
menjadi jaringan parut.
• Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya
kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot
tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak dan lama.
• Prinsip penatalaksanaan epistaksis yang
pertama adalah ABC, Airway.
 A (airway) : pastikan jalan napas tidak
tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
 B (breathing): pastikan proses bernapas dapat
berlangsung, batukkan atau keluarkan darah
yang mengalir ke belakang tenggorokan.
 C (circulation) : pastikan proses perdarahan tidak
mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infus intravena (infus)
• Secara garis besar penanganan pada kasus
epistaksis sebagai berikut: (Adam GL,Boies
LR,1997).
1. Perbaiki keadaan umum penderita.
2. Tentukan sumber pendarahan.
3. Kompresi hidung dan menutup lubang hidung
yang bermasalah dengan kassa atau kapas
yang telah direndam dengan dekongestan
topikal terlebih dahulu.
4. Kemudian pasang tampon sementara yang
telah dibasahi adrenalin dan patokain/lidokain.
5. Pada anak-anak yang sering mengalami
epistaksis ringan, pedarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala di tegakkan,
kemudian cuping hidung ditekan kearah septum
selama beberapa menit ( metode Trotter )
6. Pada Epistaksis minor berulang
Biasanya berupa serangan epistaksis ringan
yang berulang beberapa kali, namun serangan
terakhir mungkin menyebabkan pasien menjadi
takut sehingga dia mencari pertolongan.
 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah, lengkap, gula darah.
 Fungsi hemostatis.
 EKG
 Tes fungsi hati dan ginjal
 Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan
nasofaring
 CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk
menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma
 Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, pada
kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari
 Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah
 Gunakan gel hidung larut air di hidung
 Hindari meniup melalui hidung terlalu keras
 Bersin melalui mulut
 Hindari memasukan benda keras ke dalam hidung
 Batasi pengunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan
pendarahan
 Konsultasi kedokter bila alergi tidak bias ditangani dengan
obat alergi biasa
 Berhentilah merokok

Anda mungkin juga menyukai