Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN JOURNAL READING

Anggita Puspitasari
Eria Nahrani P
Oktavina Dwie F
Definisi
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan
oleh karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina
akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu
tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Terdapat
tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio regmatogen, ablasio traksi, dan
ablasio eksudatif.
Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam 10.000
populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti miopia tinggi,
afakia/pseudoafakia dan trauma. Pada mata normal, ablasio retina terjadi pada
kira-kira 5 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Insidens ablasio retina
idiopatik berdasarkan adjustifikasi umur diperkirakan 12,5 kasus per 100.000 per
tahun atau 28.000 kasus per tahun. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000
kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 %
dari semua ablasio retina yang dilaporkan.
Faktor risiko
• Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:
a. Rabun dekat
b. Riwayat keluarga dengan ablasio retina
c. Diabetes yang tidak terkontrol
d. Trauma
ETIOLOGI
• Terjadi robekan pada retina  vitreus mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina
• Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada
permukaan retina
• Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi
PATOGENESIS
• Ablasi retina regmatogenosa→ robekan retina  cairan masuk
antara sel pigmen epitel dan lapisan sensorik retina 
pendorongan retina  retina lepas
• Ablatio retina eksudatif → kerusakan pada vena retina di lapisan
pigmen epitel retina →cairan akan masuk kedalam ruang subretinal
→ akumulasi cairan dibawah lapisan sensori retina
• Ablasi retina traksi → tarikan pada badan kaca (akibat jaringan
parut)  retina lepas
KLASIFIKASI
NO KLASIFIKASI KETERANGAN GEJALA

1. Ablasio retina primer Ablasi terjadi adanya robekan pada retina  -Floater
(ablasio retina cairan masuk ke belakang antar sel pigmen -Fotopsia
regmatogenesa) epitel dengan retina. -Defek lapang pandang tepi lalu
menjadi sentral
Etiologi : Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air
th
- Usia (40-60 ) (fluid viterus)  masuk melalui robekan/lubang
- Jenis kelamin (Laki:
pada retina ke ringga subretina 
Wanita 3:2)
-Miopi mengapungkan retin dan terlepas dari lapis
- Afakia epitel pigmen koroid.
- Trauma
-Fenile Posterior
Gejala prodormal :
Detachment (PVD)
- Pasca sindrom nekrosis -Gangguan penglihatan, terlihat sebagai tabir
akut retina dan yang menutupi (floaters)
sitomegalovirus (CMV) - Riwayat adanya fotopsia pada lapangan
retinitis pasien AID S
penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya
karena iritasi retina oleh gerakan vitreus
NO KLASIFIKASI KETERANGAN GEJALA KLINIS

2. Ablasio Retina Sekunder (Non Regmatogenosa)


a. Ablasio Retina Akibat penimbunan cairan eksudat di bawah -Tidak adanya photopsia,
Eksudatif retina (subretina) dan mengangkat retina lubang/air mata, lipatan dan
undulasi
Penimbunan akibat ekstravasasi cairan dari -Halus dan cembung
Etiologi : pembuluh retina dan koroid tanpa didahului oleh -Pola pembluh retina terganggu
- Penyakit robekan.  neovaskularisasi
sistemik -Pergeseran cairan  ditandai
(hipertensi, dengan mengubah posisi daerah
poliarteritis terpisah dengan gravitasi
nodosa) -Tes trasillumination satu ablasio
- Penyakit mata sederhana muncul transparan
(koroiditis,
neoplasia)
NO KLASIFIKASI KETERANGAN GEJALA KLINIS

b. Ablasio retina Lepasnya jaringan retina  tarikan jaringan parut -Penurunan visus dan lapang
traksi pada corpus vitreus. pandang
-Tampak adanya vitroretinal bans
Etiologi : Pada ablasio retina tipe regmatogenosa yang
-Post trauma berlangsung lama  retina semakin halus dan tipis
-Diabetic retinopati  terbentuknya proliferative vitreoretinopathy
proliferative (PVR)  epitel pigmen retina, sel glia dan sel
-Retinopathy of lainnya yang berada di luar maupun dalam retina
prematurity  pada badan vitreus akan membentuk membran
-Sickle cell
retinopathy Kontraksi dari membran  retina
trertarik/menyusut  terdapat robekan
baru/berkembang jadi ablasio retina traksi
Diagnosis
Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan
penderita adalah:
1. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying)
2. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya)
3. Penurunan tajam penglihatan
Faktor predisposisi :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak,
pengangkatan korpus alienum inoukler
3. Riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus,
amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik).
4. Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit
serta panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina
(diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan
prematuritas)
Pemeriksaan Oftalmologi:
1. Pemeriksaan visus  terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk
2. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal
3. Pemeriksaan funduskopi tampak sebagai membran abu – abu
merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Pada
retina yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat
pembuluh koroid dibawahnya
4. Electroretinography (ERG)
5. Ultrasonography
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pembedahan adalah untuk menemukan dan
memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi
atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen
dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih
lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan
subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi
vitreoretina
Prinsip:

1. Menemukan semua bagian yang terlepas


2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-
masing daerah retina yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang
permanen pada daerah subretinal.
TEKNIK
1. Sclerar bucking
2. Retinopeksi pneumatic
3. Pars Plana Vitrektomy
PROGNOSIS
• Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula
sebelum dan sesudah operasi serta ketajaman visualnya
• Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit
menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada
sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat
mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50.
KOMPLIKASI

• Kebutaan
• Glaukoma sekunder
• Perdarahan vitreus
PHARMACOTHERAPIES FOR RETINAL
DETACHMENT
Thomas J Wubben, MD, PhD, Cagri G. Besirli, MD, PhD, David N.. Zacks,
MD, PhD
Pendahuluan
Ablasi retina merupakan penyebab penting kehilangan penglihatan. Saat ini, teknik
bedah, termasuk vitrektomi, scleral buckle, dan pneumatic retinopexy, adalah satu-
satunya cara untuk memperbaiki pelepasan retina dan mengembalikan penglihatan.
Namun, tingkat kegagalan bedah mungkin setinggi 20%, dan hasil visual terus
bervariasi sekunder beberapa proses, termasuk edema makula cystoid pasca operasi,
pembentukan membran epiretinal, macula lipatan, dan, akhirnya, kematian
fotoreseptor. Oleh karena itu, farmakoterapi sedang dicari untuk membantu
keberhasilan tingkat teknik bedah modern dan mengurangi atau memperlambat
degenerasi fotoreseptor selama retina detasemen.
Pelepasan retina terjadi ketika retina neurosensori memisahkan dari epitel pigmen
retina yang mendasarinya (RPE). Pengobatan utama untuk rhegmatogenous retinal
detachments (RRD) dan retina detachments adalah bedah dan termasuk pneumatic
retinopexy, scleral buckle, dan vitrectomy. Tingkat keberhasilan anatomi nopexyur ini
telah dilaporkan mendekati 80%-96% setelah operasi awal, dengan tingkat
reattachment yang lebih tinggi setelah intervensi bedah selanjutnya.
Namun, anatomi yang berhasil reattachment tidak selalu sesuai dengan perbaikan
visual, terutama ketika makula terlibat. banyak faktor telah dikaitkan dengan ini:
berkurang ketajaman visual pasca operasi, seperti membran epiretinal, cairan
subretinal persisten, ketebalan lapisan luar nuklir, dan gangguan pada segmenter luar
photoreceptor persimpangan segmen.
Meskipun operasi kemungkinan besar akan tetap menjadi andalan pengobatan dalam
pelepasan retina airansa depan, farmakoterapi mungkin memiliki peran sebagai metode
pengobatan tambahan untuk meningkatkan keberhasilan anatomi dan ketajaman visual
pasca operasi. Secara khusus, farmakoterapi dapat membantu dalam retinal reattach-
ment, dapat mengurangi tingkat reduksi berulang retina oleh membatasi pembentukan
PVR, dan dapat memperpanjang survival fotoreceptor.
Retinal Adhesion
• Akumulasi cairan subretinal terdapat di semua retinal detachment. Tambahan
obat untuk operasi mungkin memfasilitasi penghilangan cairan ini dan sebagai
hasilnya, dapat mengurangi tinggi, durasi, dan tingkat detachment dengan
tujuan meningkatkan hasil visual. Fungsi penting RPE adalah untuk mengangkut
cairan secara aktif di subretinal ke arah koroid, mempertahankan adhesi antara
fotoreseptor dan RPE. Oleh karena itu, mempengaruhi sub eflux cairan retina
dengan farmakoterapi dapat membantu dalam keberhasilan anatomi dari
operasi detasemen retina.
Modulasi Antarmuka Vitreoretinal
• Vitreoretinopathies anak, seperti retinopati prema- turity (ROP) dan
vitreoretinopathy eksudatif familial, dapat hasilkan detasemen retina yang
memiliki eksudatif dan komponen traksional. Tingkat kegagalan reattachment
bedah di kasus-kasus seperti itu telah dilaporkan hingga 100%.
• Demikian, vitreolysis farmakologis mungkin memiliki peran sebagai tambahan
untuk bedah vitreoretinal pediatrik untuk meningkatkan anatomi dan hasil
fungsional.
• Enzim plasma memiliki liquefactive (kemampuan untuk mencairkan vitreous) dan
interfactant (kemampuan untuk mengganggu antarmuka vitreoretinal). Plasmin
autologus enzim telah digunakan sebagai tambahan untuk vitrektomi pada
pasien anak. Selanjutnya, pada tahap 5 ROP, tingkat penyatuan kembali retina
yang lebih tinggi adalah diamati pada vitrektomi yang dibantu
plasmin. ocriplasmin, bentuk rekombinan yang lebih kecil plasmin autologus
yang mempertahankan aktivitas katalitik kunci dari plasmin, mungkin menjadi
alternatif yang menjanjikan. Meskipun ocriplasmin disetujui oleh Makanan dan
Obat-obatan Amerika Serikat Administrasi (FDA) untuk digunakan dalam traksi
vitreomakular dan lubang makula kecil, itu tidak disetujui untuk digunakan dalam
ROP atau vitreoretinopati eksudatif familial.
Proliferative vitroretinopathy
• Kehadiran PVR menyebabkan resiiko terbesar kegagalan operasi perbaikan retina detachment.
• Banyaknya pertumbuhan faktor dan sitokin hadir dalam vitreous menyediakan lingkungan
tempat glial, fibroblast, dan sel RPE bisa bertahan hidup, berkembang biak, bermigrasi, dan
mengatur ke dalam membrane pada permukaan dalam dan luar retina. Membran ini dapat
menempel pada retina dan berkontraksi, menghasilkan kegagalan operasi retinal detachment
yang diperbaiki sebelumnya.
• Saat ini, sebagian besar kasus retina detachment terkait PVR dapat diperbaiki dengan banyak
teknik bedah. Namun hasil visual dari kasus-kasus seperti itu cenderung buruk karena kerusakan
yang timbul dari detachment berulang dan proseas PVR itu sendiri. Akibatnya, ada kebutuhan
yang signifikan untuk terapi adjuvan yang dapat mencegah pembentukan PVR. Banyak uji coba
terkontrol secara acak memeriksa terapi medis yang berbeda untuk pencegahan dan pengobatan
PVR, sebagian besar target inflamasi mekanisme atau proliferasi sel.
Growth Factor Signaling
• Membran viterus dan PVR kaya akan growth factor dan sitokin yang
dapat mendorong proses ini, dimana faktor yang paling banyak
ditemukan yaitu PDGF (platelet derived growth factor) 
memproduksi kinase
• Vascular endithelial growth factor (VEGF)  menghambat
pengeluaran PDGF (PDGFRalfa)
• Protein kinase telah ditargetkan dalam pengobatan PVR karena
perannya pada berbagai kejadian seluler seperti metabolisme,
kelangsungan pertumbuhan apoptosis dan perkembangan sel.
Integrins
• Integrins (reseptor dari protein) juga penting
untuk patogenesis PVR karena diperlukan
untuk migrasi dan kontraksi sel.
• Mengurangi PVR dapat dengan cara
menghambat perlekatan sel melalui integrins.
Oxygen Supplementation
• Sel Muller adalah tipe sel lain yang rentan terhadap
proses PVR.
• Sel Muller akan berproliferasi ke ruang subretinal
dan permukaan retina bagian dalam  terjadi
keadaan hipoksia dan hipoglikemi
• Keadaan yang hiperoxic  penurunan proliferasi
sel muller dan hipertropi  menurunkan
keparahan PVR
PHOTORECEPTOR CELL DEATH
1. Apoptosis
• Kematian sel fotoreseptor adalah penyebab utama
terjadinya ablasio retina
• Apoptosis bekerja dalam jalur kematian sel yang teratur,
dimana caspase diaktifkan  menurunkan volume sel
dengan cara fagositosis
• Apoptosi dapat dipicu secara eksternal melalui
kemantian ligand (Fas) maupun internal melalui
pelepasan sitokrom c dari
• Baik jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik  aktivasi
caspase  menghambat enzim-enzim yang dapat
meningkatkan fotoreseptor
• Rerveratrol, merupakan antioksidan kuar yang
telah terbukti menjadi neuroprotektif pada
kelainan degeneratif  menurunkan caspase
• Minocycline, bekerja sebagai neuroprotektif
melalui mekanisme antiapoptosis atau anti
inflamasi  menurunkan caspase
• Tauroursodeoxycholic acid, bekerja sebagai
sitoprotektif  menurinkan aktifitas caspase dan
mencegah penebalan nuclear layer
2. Necroptosis
 Nekrosis adalah suatu proses kematian sel yang tidak diatur.
Penelitian lebih lanjut mengidentifikasi bahwa proses ini dapat
disebabkan oleh kematian reseptor di retina yang dimediasi oleh
Reseptorinteracting Protein (RIP) Kinase (Murakami, 2013)
 RIP Kinase berperan dalam kematian sel fotoreseptor (Trichonas,
2010)

Z-VAD adalah pan caspase inhibitor yang dapat menekan apoptosis


tetapi tidak dapat mecegah kematian sel fotoreseptor.
Necrosatatin-1 adalah molekul inhibitor RIP Kinase yang dapat
menghambat kematian sel dan dapat memepercepat pemulihan.
3. Autophagy
 Autophagy adalah mekanisme katabolisme yang
melibatkan pemecahan komponen seluler melalui
degradasi lisosom
 Autophagy bersifat fotoreseptor protektor 
mekanismenya perlu dipelajari lebih lanjut
 Rapamicyn sebagai inhibitor m-TOR terbukti
mengurangi kematian sel fotoreseptor  belum di
uji dalam ekperimen model retina detachment, tetapi telah di
uji klinis pada degenerasi makula
4. Inflamation
 Inflamasi berperan dalam kematian sel foto reseptor
 Pada viterous pasien retina detachment, banyak
ditemukan mediator inflamasi (TNF-a, MCP-1). TNF-a
dapat menyebabkan kematian sel fotoreseptor melalui
aktivasi caspase dan RIP kinase

Edaravone menurunkan jumlah TNF-a, MCP-1, and


macrophage infiltration
Kesimpulan
 Pembedahan masih menjadi terapi utama dalam
terapi retina detachment, farmakoterapi sebagai
pengobatan tambahan untuk meningkatkan
keberhasilan perbaikan pasca operasi
 Farmakoterapi diharapkan membantu dalam retinal
reatachment, mencegah PVR (Proliferative
Vitreoretinopathy), melindungi fotoreseptor
 Ketajaman penglihatan harus selalau diobservasi 
tujuan terapi
DAFTAR PUSTAKA
Sinaga T.R, Rares L., Vera S., Indikasi Vitrektomi pada Kelainan Retina di Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Propinsi Sulawesi Utara Periode Januari 2014
– Desember 2014, Jurnal FK Sam Ratulangi Manado.
Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology)
edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
Jalali S., Retinal Detachment, 2003, Journal of Community Eye Health, vol 16 (46): 25-
26.
Kanski, J., Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach sixth edition, 2007, Elsevier.
Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011.
Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.
American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008.
Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
Ghazi N.G., Green W.R., Pathology and Pathogenesis of Retinal Detachment, 2002,
Cambridge Ophthalmological Symposium: Eye 16, 411-421.

Anda mungkin juga menyukai