Anda di halaman 1dari 32

Apakah Jahe Efektif dalam Mengurangi Morbiditas

Pasca-Tonsilektomi? Uji Klinis Acak Prospektif

Ilker Kocak, Cemil Yucepur, Ozan Gokler .


Clinical and Experimental Otorhinolaryngology Vol. 11, No. 1: 65-70, March 2018

Oleh:
Hendry J. R. Tandra
17014101114
PENGANTAR
Tonsilektomi merupakan salah satu operasi yang
paling sering dilakukan

Pasien sering mengeluh mual, muntah, sakit


tenggorokan, dan penurunan asupan oral
pasca operasi.

Rasa sakit diakibatkan karena penyembuhan dari


tempat luka, peradangan, spasme otot faring dan
iritasi saraf glossopharyngeus dan vagus

Meredakan nyeri, beberapa terapi medis telah


digunakan seperti asam hyaluronic, magnesium,
opioid, asupan madu, dan sukralfat di daerah tonsil.
Jahe (Zingiber officinale)

Shogaols Gingerol Paradols

Anti-inflamasi Analgesik

Menghambat lipoksigenase dan inhibisi


sitokin dengan cara yang mirip betametason
(kortikosteroid)
Penelitian menunjukan jahe efektif dalam
meningkatkan penyembuhan luka, mencegah mual
dan muntah pasca operasi (antiemetik),
menghilangkan rasa sakit karena dismenore,
osteoarthritis, dan rheumatoid arthritis.

Tujuan dari penelitian ini adalah menyelidiki efek


jahe pada nyeri setelah tonsilektomi dan memulai
asupan oral dalam periode waktu yang lebih
pendek setelah operasi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini melibatkan 56 pasien berusia 18-45
tahun, yang diindikasi untuk tonsilektomi karena
tonsilitis berulang, mendengkur karena hipertrofi
tonsil atau tonsilitis kronis yang resisten terhadap
perawatan medis antara September 2015 dan
Februari 2017.

Pasien yang sebelumnya menjalani tonsilektomi,


menjalani operasi lain yang bersamaan dengan
tonsilektomi, mengalami keterbelakangan mental,
harus terus menggunakan obat penghilang rasa
sakit, dan diketahui alergi terhadap jahe
dikeluarkan dari penelitian.
Para pasien dibagi secara acak menjadi dua
kelompok oleh perawat pada hari operasi.
Tonsilektomi dilakukan oleh ahli bedah di bawah
anestesi umum

Kelompok 1 (n=28) Kelompok 2 (n=28)

Amoxicillin/klavulanat (1.000mg) 2x/hari

Parasetamol (500 mg) 3x/hari

Kapsul jahe (500 mg) 2x/hari


Rasa sakit, mual, muntah, keluhan perdarahan , dan
epitelisasi tempat tonsil dievaluasi oleh dokter THT-
KL yang tidak mengetahui prosedur pada hari 1, 4, 7,
dan 10 menggunakan metode yang didefinisikan
sebelumnya dalam literatur.

Rasa sakit diukur berdasarkan skala analog visual (0,


tanpa rasa sakit; 10, nyeri parah).
Tabel 1. Pendarahan dan Mual/Muntah

Variabel Skor
Skor perdarahan
Tidak ada 0
Minimal 1
Moderat 2
Parah 3
Skor mual / muntah
Tidak ada 0
Mual 1
Mulut kering 2
Muntah 3
Tabel 2. Tingkat Epitelisasi Tempat Tonsil

Kelas Tingkat epitelisasi


1 Cakupan fibrin lengkap dari tempat tonsillar
2 Inisiasi epitelisasi (epitel yang mencakup kurang dari
30%)

3 Epitelisasi setengah (epitel mencakup 30% -75%)

4 Epitelisasi hampir lengkap (epitel mencakup lebih dari


75%)

5 Epitelisasi lengkap dari tempat tonsil


Analisis statistik dengan IBM SPSS ver. 22,0

Variabel kuantitatif dinilai dengan ukuran


tendensi sentral dan ukuran dispersi

Tes normalitas Kolmogorov-Smirnov

Mann-Whitney U -test dan t -test independen


perbandingan kelompok untuk data kuantitas

Uji chi-square perbandingan data kualitatif

Nilai- P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.


HASIL
Tabel 3. Karakteristik Dasar Pasien
Ciri Grup 1 (jahe) Grup 2 (kontrol) P- nilai a)
Umur (yr) 29,3 ± 7 27,1 ± 8 0,335
Seks
Wanita 13 11 0,396
Pria 10 15
Indeks massa 25,2 ± 4,0 27,1 ± 4,6 0,143
tubuh (kg / m 2 )
Indikasi untuk
tonsilektomi
Tonsilitis kronis 8 14
Tonsilitis 11 7 0,292
rekuren
Hipertrofi 4 5
tonsiler
Perbandingan skor skala analog visual nyeri pada pasca
operasi (postop) hari 1, 4, 7, dan 10.
Terdapat perdarahan pada dua pasien dalam
kelompok 2 pada hari pasca operasi 3 dan 8, tetapi
tidak ada perbedaan statistik antara kedua kelompok
dalam hal skor perdarahan ( P>0,05).

Tidak ada perbedaan signifikan yang terlihat antara


kedua kelompok pada hari pasca operasi 1, 4, 7, dan
10 sehubungan dengan skor muntah dan mual
(P>0,05).
Tabel 4. Perbandingan derajat epitelisasi pada
hari-hari postop 4, 7, dan 10
Hari Pascaoperasi
Hari Pascaoperasi 4 Hari Pascaoperasi 7
Derajat 10
epitelisasi Tingkat
Tingkat 2 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 3 Tingkat 4
1
Grup 1 5 (22) 18 (78) 4 (17) 18 (79) 1 (4) 6 (26) 17 (74)
(jahe)

Grup 2 12 (46) 14 (54) 11 (42) 15 (58) 0 15 (58) 11 (42)


(kontrol)

P- nilai 0,073 0,041 0,026


Perwakilan tempat tonsillar pada hari ke-10
pasca operasi.
Waktu awal memulai asupan oral

Kelompok 1: 3,2 hari Kelompok 2: 4,6 hari

P <0,001
DISKUSI
Sakit tenggorokan adalah keluhan paling sering
setelah operasi tonsilektomi.

Opioid dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID)


adalah obat yang paling sering digunakan untuk
mengurangi rasa sakit setelah tonsilektomi.

Opioid dapat menyebabkan depresi pernafasan dan


sedasi. Adapun NSAID, penggunaannya masih
kontroversial karena mereka memiliki efek pada
trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan
Jahe dikenal di negara-negara Asia dengan sifat anti-
peradangan dan analgesiknya. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jahe mengurangi rasa sakit
terkait dengan dismenore, osteoarthritis
rheumatoid arthritis, melawan sakit tenggorokan
dan jahe sama efektifnya dengan asam mefenamat
dan ibuprofen sebagai obat penghilang rasa sakit.
Jahe menghambat enzim siklooksigenase dan
lipoksigenase melalui metabolisme asam
arakidonat. Akibatnya, terjadi efek analgesik dan
anti-inflamasi dengan supresi prostaglandin dan
leukotrien. Dalam mekanisme lain, terdapat efek
anti-inflamasi melalui inhibisi sitokin dengan cara
yang mirip dengan betametason.
Dalam penelitian ini, diamati bahwa pasien yang
mengonsumsi jahe setelah tonsilektomi mengalami
lebih sedikit rasa sakit pada hari 1 hingga 10 pasca
operasi dibandingkan dengan pasien yang tidak
menerimanya (hari pasca operasi 1,4,7,10; P
<0,001).

Dilihat dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa jahe


membantu mengurangi rasa sakit yang berkembang
setelah tonsilektomi.
Studi dalam literatur menunjukkan bahwa jahe
efektif melawan mual dan muntah pasca operasi.
Mekanisme aksi di sini tidak sepenuhnya jelas.
Beberapa penelitian menunjukkan efek antiemetik
dengan mengurangi kontraksi lambung dan
meningkatkan aktivitas sistem usus , sementara
yang lain menyatakan memiliki efek penghambatan
pada reseptor serotonin 5-HT dengan cara yang
mirip dengan efek antiemetik.

Pada penelitian ini, tidak didapatkan perbedaan


antara kedua kelompok dalam hal mual dan muntah
pasca operasi ( P > 0,05)
Beberapa penelitian menyelidiki efek jahe pada
koagulasi. Jahe menunjukkan efek antikoagulan
dengan cara yang mirip dengan aspirin. Dalam
penelitian lain, menunjukkan bahwa jahe tidak
memiliki efek pada agregasi trombosit, juga
mengurangi perdarahan menstruasi.
Dalam penelitian ini, tidak ada pasien yang
mengonsumsi jahe yang mengalami pendarahan.
Perdarahan pasca operasi diamati pada dua pasien
dalam kelompok yang tidak mengonsumsi jahe, dan
tidak didapatkan perbedaan antara kedua
kelompok dalam hal perdarahan pasca operasi
(P>0,05). Berdasarkan hasil ini, disimpulkan jahe
tidak memiliki efek samping yang berhubungan
dengan perdarahan.
Sifat lain dari jahe adalah mempercepat
penyembuhan luka. Peran jahe dalam penyembuhan
luka belum sepenuhnya dipahami. Penyembuhan
luka dianggap bisa terjadi karena jahe mendukung
pembentukan pembuluh darah di jaringan dan
meningkatkan tingkat kolagen tipe 1.

Dalam penelitian didapatkan bahwa epitelisasi


tonsillar secara statistik lebih baik pada pasien yang
mengonsumsi jahe pada hari pasca operasi 7 dan 10
(P<0,05). Kita menyimpulkan bahwa jahe
mempercepat penyembuhan di tempat tonsil.
Tertundanya awal asupan oral dan dehidrasi adalah
komplikasi yang mungkin berkembang setelah
tonsilektomi. Awal mulai asupan oral setelah
tonsilektomi adalah penting dalam arti memastikan
bahwa pasien pulih dengan cepat dan
mempersingkat masa inap di rumah sakit.

Dalam studi ini, kami melihat bahwa pasien yang


mengonsumsi jahe mulai mengonsumsi secara oral
pada tahap awal (P<0,001). Hal ini terjadi karena
pasien yang mengonsumsi jahe memiliki lebih
sedikit rasa sakit pasca operasi.
Kapsul jahe ($14 untuk 60 kapsul) tidak lebih mahal
daripada analgesik NSAID ($10 untuk 20 tablet).
Juga, jahe dapat mengurangi rasa sakit pasca operasi
dan biaya pengobatan karena efek samping NSAID
(seperti perdarahan dan masalah pencernaan) atau
lamanya tinggal di rumah sakit karena asupan oral
yang terlambat.
Untuk semua alasan ini, kami berpikir bahwa jahe
dapat hemat biaya untuk manajemen pasca operasi.
Saat ini, kami merekomendasikan pasien yang
menjalani tonsilektomi untuk mengonsumsi jahe
bersama obat analgesik seperti parasetamol untuk
mengontrol rasa sakit dan kami menerima umpan
balik positif.
Salah satu keterbatasan penelitian kami adalah
ukuran sampelnya kecil meskipun secara statistik
memadai. Keterbatasan lain terkait dengan dosis
jahe. Tidak ada konsensus mengenai dosis
maksimum jahe per hari. Dosis jahe dalam
penelitian ditentukan dengan merujuk pada studi
sebelumnya dalam literatur. Juga, keterbatasan lain
dari penelitian ini dapat dikaitkan dengan tidak
adanya plasebo atau pengobatan NSAID lainnya
pada kelompok kontrol.
Studi ini menunjukkan bahwa jahe telah
memfasilitasi manajemen nyeri setelah
tonsilektomi. Selain itu, pasien yang mengonsumsi
jahe memiliki epitelisasi tonsil lebih cepat dan
lebih awal dalam memulai asupan oral. Juga, tidak
ada efek samping yang diamati. Oleh karena itu,
jahe direkomendasikan pada pasien bersama obat
analgesik seperti parasetamol setelah
tonsilektomi. Namun, penelitian dengan ukuran
sampel yang lebih besar dan beberapa pusat
layanan kesehatan diperlukan untuk mendukung
hasil kami.

Anda mungkin juga menyukai