Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

Tuberkulosis Paru pada


Diabetes Melitus

Pembimbing :
dr. Ari Prabowo Sp.P

Yosepha Stephani
I4061171019
PENDAHULUAN

• Pada tahun 2015 TB merupakan salah satu dari


10 penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Sekitar 9,4 juta kasus baru dan 1,7 juta
kematian ditemui per tahun di seluruh dunia.
Indonesia merupakan salah satu dari 6 negara
penyumbang 60% kasus baru TB selain India,
Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan.
1. Khalil NH and Ramadan RA. Study of Risk Factors for Pulmonary Tuberculosis Among Diabetes Mellitus Patients. Egypt. J. Chest Dis.
Tuberc. 2016;6(4):817-823.
2. World Health Orgaizations. Tuberculosis. WHO Global Tuberculosis Report 2016. [Online],2016. [cited 2018 10th October]. Available from:
http://www.who.int/tb/publications/global-report/en/.
DEFINISI

• Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung


yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium
tuberkulosis.
• Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karateristik hiperglikemia kronis
yang terjadi karena kelainan defek sekresi insulin, kerja
insulis, atau kedua-keduanya.
• Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor
risiko paling penting dalam terjadinya perburukan TB.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. World Health Organization. Global tuberculosis report: 2012. France: World Health Organization; 2012.
3. American Diabetes Asociation. Standards of Medical Care In Diabetes. Diab Care. 2014; 37: 14-77.
PRAVALENSI KASUS DIABETES DAN INSEDENS TUBERKULOSIS DI DUNIA

• Delapan dari sepuluh negara dengan insidens tertinggi DM di


dunia juga diklasifikasikan sebagai negara dengan beban TB
paru tinggi (WHO). Prevalensi DM tertinggi yaitu di regio utara
dengan persentase 27,9%, diikuti oleh regio timur dengan
persentase 24,7%, regio sentral yaitu sebesar 23,7%,dan regio
selatan dengan prevalensi terendah yaitu 18,2%.
1. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosisi and Diabetes Melitus: Congvergence of two epidemics. Lancet Infct Dis.2009.9(12):737-46
EPIDEMIOLOGI

• World Health Organization (WHO) Global Surveillance


memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita TB baru per tahun dengan 262.000 BTA
positif atau laju insidens kira-kira 130 tiap 100.000
penduduk dan kematian akibat TB diperkirakan
menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Diperkirakan
jumlahnya akan meningkat dua kali lipat dari tahun
2005 ke tahun 2030 berdasarkan peningkatan harapan
hidup dan urbanisasi.
EPIDEMIOLOGI

• Global survey 2008 yang dilakukan oleh WHO


menunjukkan bahwa penderita DM telah mencapai
347 juta orang, dengan tren yang terus meningkat.
• Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun
2015, jumlah kasus TB adalah 330.910 kasus.
Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan
jumlah kasus pada tahun 2014 yaitu sebanyak
324.539 kasus.
EPIDEMIOLOGI

• Provinsi dengan jumlah kasus Tb terbanyak yaitu


Sulawesi utara (238), Papua Barat (235) dan DKI
Jakarta (222), Aceh menempati urutan ke 17 untuk
jumlah kasus TB dengan jumlah 119 per 100.000
penduduk.
• Angka kejadian TB paru disertai DM lebih banyak
ditemukan pada penderita dengan usia lebih dari
40 tahun. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan
insidens TB paru DM.
EPIDEMIOLOGI

• Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota


tahun 2016 dan laporan Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular Dinas
Kesehatan Provinsi Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2016 Kalimantan
Barat, tercatat jumlah kasus baru TB Paru
sebanyak 3.528 kasus dengan angka insidens
72,57 per 100.000 penduduk.
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2016 dan laporan Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan
Provinsi Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
• Pada tahun 2017 di Kota Singkawang ditemukan 169 penderita
baru TB pada tahun 2016 di Kota Singkawang ditemukan 147
penderita baru TB, pada tahun 2015 di Kota Singkawang
ditemukan 184 penderita baru TB Pada tahun 2014 di Kota
Singkawang ditemukan 168 penderita baru TB sedangkan pada
tahun 2013 ditemukan 203 penderita baru TB. CNR (Case
Notification Rate) Kasus baru BTA + per 100.000penduduk
tahun 2017 sebesar 86,86 mengalami peningkatan dibanding
pada tahun 2016 sebesar 69,50 mengalami penurunan
dibanding pada pada tahun 2015 sebesar 88,63 tahun 2014
yaitu 82,53 dan pada tahun 2013 yaitu 102,05 adapun CNR
penyakit ini dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2017.
Profil Kesehatan Kota Singkawang. Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota ssingkawang.. 2017. Hal 18.
ETIOLOGI

• Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena


defek fungsi sel-sel imun dan mekanisme pertahanan tubuh,
termasuk gangguan fungsi dari epitel pernapasan serta
motilitas silia. Paru pada penderita DM akan mengalami
perubahan patologis, seperti penebalan epitel alveolar dan
lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat sekunder
dari komplikasi mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada
retinopati dan nefropati.
• Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi
sentral dan sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu
penurunan elastisitas rekoil paru, penurunan kapasitas difusi
karbonmonoksida, dan peningkatan endogen produksi
karbondioksida.
FAKTOR RISIKO

Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi sakit TB terg


antung dari:
1. Jumlah kuman yang terhirup
2. Lamanya waktu sejak terinfeksi
3. Usia dan jenis kelamin
4. Tingkat daya tubuh seseorang. Apabila daya tahan tubuh seseora
ng menurun oleh karena sebab apapun, misalnya usia lanjut, ibu
hamil, koinfeksi dengan HIV, penyandang diabetes mellitus, gizi
buruk, keadaan immuno-supressive, bilamana terinfeksi dengan
M.TB, lebih mudah jatuh sakit.DM mempunyai risiko 2-3 kali lip
at untuk terjadi TB dibandingkan dengan pasien TB tanpa DM.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI Nomor 67 tahun 2016. Tentang penanggulangan tuberkulosis. Jakarta.
2016:1-163.
17. Baghaei P, Marjani M, Javanmard P, Tabarsi P, Masjedi MR. Diabetes mellitus and tuberculosis fact and controversies. Journal of
Doabetes & Metabolic Disorder. 2013;12:58-66.
FAKTOR RISIKO

5. Sosio ekonomi rendah


6. Perilaku seperti batuk dan cara membuang dahak pasi
en TB yang tidak sesuai dengan etika dapat meningka
tkan risiko penularan, merokok dapat meningkatkan r
isiko terkena TB 2,2 kali lipat.
7. Faktor lingkungan, perumahan padat dan kumuh aka
n memudahkan penularan TB. Ruangan dengan sirkul
asi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari
akan meningkatkan risiko penularan.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Permenkes RI Nomor 67 tahun 2016. Tentang penanggulangan tuberkulosis. Jakarta.
2016:1-163.
17. Baghaei P, Marjani M, Javanmard P, Tabarsi P, Masjedi MR. Diabetes mellitus and tuberculosis fact and controversies. Journal of
Doabetes & Metabolic Disorder. 2013;12:58-66.
PATOGENESIS

• Sel-sel efektor yang sering berkontribusi terhadap


Mycobacterium Tuberculosis adalah fagosit, yaitu
makrofrag alveolar, perkursor monosit, dan limfosit
sel-T, berperan penting dalam mengeleminasi infeksi
tuberculosis. Pada penderita DM, diketahui terjadi
gangguan kemoktasis, fagositosis dan antigen presenting
oleh fagosit terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis,
kemotaksis monosit tidak terjadi pada penderita DM.
Defek ini tidak dapat diatasi dengan terapi insulin.
1. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: An appraisal. Ind. J. Tub. 2000;47(3):2-7.
2. Rammamurti T. Pathology of mycobacterial infection in diabetes. Int J Diab Dev Countries 1999;19:56-60.
PATOGENESIS

• Beberapa penelitian menunjukkan makrofag alveolar


pada penderita TB paru dengan komplikasi DM
menjadi kurang teraktivasi. Penurunan kadar respons
Th-1, produksi TNF-α, IFN-γ, serta produksi IL-1 β
dan IL-6 juga ditemukan pada penderita TB paru
disertai DM dibandingkan pada penderita TB tanpa
DM. Penurunan produksi IFN-γ lebih signifikan pada
pasien TB paru dengan DM tidak terkontrol
dibandingkan pada pasien TB paru dengan DM
. terkontrol.
7. Wijaya I. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Dept. Penyaki Dalam FKUPH. Tanggerang. 2015:42(6):1-6.
PATOGENESIS

• Produksi IFN-γ ini akan kembali normal dalam


6 bulan, baik pada pasien TB paru dengan DM
terkontrol, tetapi akan terus menurun pada
pasien TB paru dengan DM tidak terkontrol.
Selain itu, terjadi perubahan vaskuler pulmonal
dan tekanan oksigen alveolar yang
memperberat kondisi pasien.

7. Wijaya I. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Dept. Penyaki Dalam FKUPH. Tanggerang. 2015:42(6):1-6.
• Defek imunologi dan fungsi fisiologi pulmonal
pada penderita diabetes melitus
MANIFESTASI KLINIS

• Pada pasien Tuberkulosis dengan DM gejala tidak


berbeda pada penderita TB paru saja. Gejala umum
TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu,
yang disertai:
Gejala Pernapasan Gejala Sistemik
Nyeri dada Demam lebih dari 1 bulan
Sesak napas Tidak nafsu makan
Hemoptisis (batuk darah atau Berkeringat di malam hari
dahak dapat bercampur darah) tanpa kegiatan fisik
Mudah lelah
• Tuberkulosis yang aktif juga dapat memperburuk
kadar gula darah dan meningkatkan risiko sepsis pada
penderita diabetes. Demam, kuman TB paru aktif,
dan malnutrisi menstimulasi hormon stres seperti
epinefrin, glukagon, kortisol, dan hormon
pertumbuhan, yang secara sinergis bekerja
meningkatkan kadar gula dalam darah hingga lebih
dari 200 mg/dL. Kadar IL-1 dan TNF plasma juga
meningkat dan menstimulasi hormon anti-insulin,
sehingga memperburuk keadaan infeksinya.
DIAGNOSIS

• Diagnosis TB paru melalui


1. Anamnesis,
2. Pemeriksaan fisik (suara napas bronkial
melemah, ronki basah, dan retraksi interkostal
atau diafragma), dan
3. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
bakteriologi dan radiologi.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off set
Citra Grafi ka; 2011.
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI

• Diagnosis utama ditegakkan dengan ditemukannya


kuman TB (BTA) melalui pemeriksaan penunjang.
• Pemeriksaan bakteriologi penting untuk menemukan
M.Tb. Pada semua pasien yang dicurigai TB paru
diperiksa 2 spesimen dahak dalam 1 hari, yaitu
sewaktu dan pagi sewaktu.
• Hasil diagnosis positif membutuhkan paling sedikit
5000 batang kuman per mL sputum. Selain sputum,
bahan dapat diambil dari cairan pleura, jaringan
kelenjar getah bening, cairan serebrospinal.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off set
Citra Grafi ka; 2011.
2. Wijaya I. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Dept. Penyaki Dalam FKUPH. Tanggerang. 2015:42(6):1-6.
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI

• Pasien TB paru disertai DM memiliki jumlah basil


yang lebih tinggi dalam sputumnya. Kultur M.TB
positif dan peningkatan BTA +++ dengan odd ratio
(OR).
• Pemeriksaan sputum mikroskopis lebih sering
menunjukkan hasil kultur positif M.TB sampai 2
bulan setelah mulai pengobatan anti-TB, bahkan bisa
sampai 6 bulan setelah mulai pengobatan.

1. Nasution EJS. Profi l penderita tuberkulosis paru dengan diabetes melitus dihubungkan dengan kadar gula darah puasa. 2007.
GAMBARAN RADIOLOGI

• Secara radiologis, TB paru pada penderita DM sering menunjukkan gambaran


dan distribusi radiografi yang atipikal; pada penderita TB tanpa DM kavitas atau
infiltrat banyak ditemukan pada lobus atas, sedangkan pada penderita TB paru
disertai DM, lapangan paru bawah lebih sering terlibat diikuti lobus atas
kemudian tengah. Keterlibatan paru bilateral sebesar 50%, 33% berkaitan efusi
pleura, dan 30% terdapat kavitas. Gambaran radiologi termasuk fibrosis,
konsolidasi, opasitas homogenus dan heterogenus.
1. Bukhary ZA. Rediscovering the association between tuberculosis and diabetes mellitus: A perspective. J T U Med Sc. 2008;3(1):1-6.
2. Wijaya I. Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Dept. Penyaki Dalam FKUPH. Tanggerang. 2015:42(6):1-6.
TATALAKSANA

• Prinsip pengobatan obat anti-tuberkulosis


(OAT) terdiri dari dua fase, yaitu fase intensif
selama 2 sampai 3 bulan dan fase lanjutan
selama 4 sampai 6 bulan. Lini pertama
pengobatan TB paru menggunakan rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin.
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB
PERKENI; 2011.
2. Wulandari DR, Sugiri YJ. Diabetes melitus dan permasalahannya pada infeksi tuberkulosis. J Respir Indon. 2013;33(2):126-34.
TATALAKSANA

• Tatalaksana pengobatan pada penderita TB paru yang


memiliki DM sama dengan penderita TB paru saja,
akan tetapi lebih sulit, terutama karena ada beberapa
hal penting yang harus diperhatikan, yaitu interaksi
antar obat TB paru dengan obat DM dan efek
samping obat.
• International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
(IUATLD) dan WHO memberikan rekomendasi
terapi TB paru pada penderita DM menggunakan
regimen yang sama sesuai standar.
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB
PERKENI; 2011.
2. Wulandari DR, Sugiri YJ. Diabetes melitus dan permasalahannya pada infeksi tuberkulosis. J Respir Indon. 2013;33(2):126-34.
TATALAKSANA

• Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)


menyarankan pemberian OAT dan lama pengobatan
pada prinsipnya sama dengan TB paru tanpa DM,
dengan syarat gula darah harus terkontrol. Apabila
gula darah tidak terkontrol, pengobatan perlu
dilanjutkan hingga 9 bulan.
• Tahun 2011, American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan target HbA1c kurang dari 7% atau
setara dengan gula darah sewaktu sebesar 130 mg/dL.
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB
PERKENI; 2011.
2. Wulandari DR, Sugiri YJ. Diabetes melitus dan permasalahannya pada infeksi tuberkulosis. J Respir Indon. 2013;33(2):126-34.
TATALAKSANA

• Dosis harian rifampisin adalah 8-12 mg/kgBB/hari, maksimal


600 mg. Efek samping rifampisin yang sering yaitu hepatitis
imbas obat (HIO) termasuk mual dan muntah, serta warna
kemerahan pada urin, keringat, dan air mata.
• Obat DM golongan sulfonilurea dan thiazolidinedion (TZD)
dimetabolisme di hati oleh enzim sitokrom P450 dan enzim ini
diinduksi kuat oleh rifampisin, sehingga kadar obat antidiabetik
tersebut jika diberikan bersamaan dengan rifampisin akan
mengalami penurunan (sulfonilurea 22%-30%, TZD 54%-
64%).

1. Alisjahbana B, Sahiratmadja E, Nelwan EJ, Purwa AM, Ahmad Y, Ottenhoff TH, et al. The eff ect of type 2 diabetes mellitus on the
presentation and treatment response of pulmonary tuberculosis. J Clin Infect Dis. 2007;45:428-35.
TATALAKSANA

• Metformin tidak dipengaruhi oleh rifampisin, sehingga bisa


menjadi obat alternatif yang baik, selain itu metformin juga
murah dan menjadi pilihan utama pasien dengan DM tipe 2.
Namun jika dikombinasidengan OAT maka efek samping
gastrointestinal meningkat sampai dengan 30%, sehingga dapat
menurunkan kepatuhan penderita untuk melanjutkan
pengobatan TB atau DM.
• Belum ada rekomendasi khusus untuk pengobatan DM pada
penderita TB, apakah harus menggunakan insulin atau cukup
dengan obat hipoglikemik oral. Tujuan pengobatan DM adalah
kendali glukosa darah.
1. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van derVen AJAM, van Crevel. Implications of the globalincrease of diabetes for tuberculosis
control andpatient care. Trop Med Int Health. 2010;15(11):1289-99
TATALAKSANA

• Belum ada rekomendasi khusus untuk pengobatan


DM pada penderita TB, apakah harus menggunakan
insulin atau cukup dengan obat hipoglikemik oral.
Tujuan pengobatan DM adalah kendali glukosa darah.

1. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van derVen AJAM, van Crevel. Implications of the globalincrease of diabetes for tuberculosis
control andpatient care. Trop Med Int Health. 2010;15(11):1289-99
TATALAKSANA

• Isoniazid (INH) merupakan penghambat P450


sehingga dapat mengurangi efek rifampisin, tetapi
pemberian INH dan rifampisin secara bersamaan
tetap akan meningkatkan enzim hati. Dosis harian
INH adalah 4-6 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg.
Efek samping berupa gejala-gejala saraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di gejala neuropati, maka
perlu diberi vitamin B6 (piridoksin) 100 mg/hari
untuk mencegah neuropati perifer akibat pemberian
INH.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8.
TATALAKSANA

• Rifampisin dan INH diduga tidak berpengaruh


terhadap insulin karena insulin didegradasi di
hati melalui hidrolisis disulfida antara rantai A
dan rantai B oleh insulin degrading enzyme (IDE).
Setelah selesai pengobatan TB paru, dapat
dilanjutkan kembali dengan obat anti-diabetes
oral.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8.
TATALAKSANA

• Dosis harian etambutol 15-20 mg/kgBB/hari.


Pemberian etambutol pada penderita DM
harus hati-hati karena efek sampingnya adalah
penurunan tajam penglihatan, serta buta warna
hijau dan merah, padahal penderita DM sering
mengalami retinopati.

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8
3. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van der Ven AJAM, van Crevel. Implications of the global increase of diabetes for
tuberculosis control and patient care. Trop Med Int Health2010;15(11):1289-99.
TATALAKSANA

• Dosis harian pirazinamid 20-30


mg/kgBB/hari. Efek samping utamanya
adalah hepatitis imbas obat; dapat terjadi nyeri
sendi yang dapat ditanggulangi dengan aspirin.
• Pirazinamid dan etambutol tidak
mempengaruhi kadar obat antiglikemik dalam
darah.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8
3. Ruslami R, Aarnoutse RE, Alisjahbana B, van der Ven AJAM, van Crevel. Implications of the global increase of diabetes for
tuberculosis control and patient care. Trop Med Int Health2010;15(11):1289-99.
TATALAKSANA

• Dosis harian streptomisin 12-18 mg/kgBB/hari


dengan dosis maksimal 1000 mg. Efek samping
utamanya adalah kerusakan nervus VIII (nervus
Vestibularis) yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Kerusakaan alat keseimbangan biasanya
terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda
telinga mendengi (tinitus), pusing, dan kehilangan
keseimbbangan. Keadaan dapat pulih kembali jika
obat dihentikan.
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Off
set Citra Grafi ka; 2011.
2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. J Indon Med Assoc. 2011;61(4):173-8.
PROGNOSIS

• Penderita TB paru dengan DM memiliki risiko


kematian lebih tinggi dibandingkan penderita
TB paru tanpa DM selama terapi dan juga
peningkatan risiko kekambuhan setelah
pengobatan, penularan yang lebih besar dan
gagal dalam pengobatan TB.

1. Khalil NH and Ramadan RA. Study of Risk Factors for Pulmonary Tuberculosis Among Diabetes Mellitus Patients. Egypt. J. Chest Dis.
Tuberc. 2016;6(4):817-823
KESIMPULAN

• Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan


masyarakat dan merupakan negara dengan penderita keenam
terbanyak di dunia.
• Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko
paling penting dalam terjadinya perburukan TB.
• Diagnosis TB paru melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi dan
radiologi.
• Penderita TB paru dengan DM memiliki risiko kematian lebih
tinggi dibandingkan penderita TB paru tanpa DM selama
terapi dan juga peningkatan risiko kekambuhan setelah
pengobatan dan penularan yang lebih besar..
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai