Anda di halaman 1dari 20

Pencegahan vector born

disease
DBD
Pencegahan fase prepatogenesis
A. Health Promotion
B. Specific protection
Health Promotion
1. Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.
2. Memberdayakan kearifan lokal yang ada (gotong royong).
3. Perbaikan suplai dan penyimpanan air.
4. Menekan angka pertumbuhan penduduk.
5. Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan
pemerintah.
Specific protection
• Abatisasi
Program ini secara massal memberikan bubuk abate secara cuma-cuma
kepada seluruh rumah, terutama di wilayah yang endemis DBD semasa
musim penghujan.
• Fogging focus (FF).
Fogging focus adalah kegiatan menyemprot dengan insektisida (malation,
losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per 400
rumah per 1 dukuh
• Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan reguler tiga bulan sekali,
dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Dengan
kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau House Index (HI).
• Penggerakan PSN
Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti bak mandi
atau WC, drum seminggu sekali, menutup rapat-rapat TPA seperti
gentong air atau tempayan, mengubur atau menyingkirkan barang-
barang bekas yang dapat menampung air hujan serta mengganti air
vas bunga, tempat minum burung seminggu sekali merupakan upaya
untuk melakukan PSN DBD.
• Pencegahan gigitan nyamuk
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian
kawat kasa, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk
(bakar, oles), dan tidak melakukan kebiasaan beresiko seperti tidur
siang, dan menggantung baju.
Pencegahan fase klinis
A. Early Diagnosis dan Prompt Treatment
B. Disability Limitation
C. Rehabilitation
Early Diagnosis dan Prompt Treatment
Konsep ini mengutamakan deteksi dini yakni deteksi virus (antigen)
secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau non-structural protein
1) untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan
sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada hari
ke sembilan. Setelah diketahui ada nya virus, penderita diberi antiviral yang
efektif membunuh virus DBD
Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early
Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut:
1. Pelacakan penderita. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis)
yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan
(indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik
dalam radius ±100 m dari rumah indeks
2. Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita
lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan
penanganan kasus termasuk merujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
terdekat
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui jumlah leukosit. Pemeriksaan ini
digunakan untuk mengantisipasi terjadinya leukopenia.
b. Pemeriksaan limfosit atipikal (sel darah putih yang muncul pada infeksi virus). Jika
terjadi peningatan, mengindikasikan dalam waktu kurang lebih 24 jam penderita
akan bebas demam dan memasuki fase kritis.
c. Pemeriksaan trombositopenia dan trombosit. Jika terjadi penurunan jumlah
keduanya, mengindikasikan penderita DBD memasuki fase kritis dan memerlukan
perawatan ketat di rumah sakit
Disability Limitation
Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk
menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu
penyakit. Dampak dari penyakit DBD yang tidak segera diatasi, antara
lain:
1) Paru-paru basah. Hal ini bisa terjadi karena cairan plasma
merembes keluar dari pembuluh, ruang-ruang tubuh, seperti di
antara selaput paru (pleura) juga terjadi penumpukan. Pada anak-
anak sering terjadi bendungan cairan pada selubung paruparunya
(pleural effusion).
2) Komplikasi pada mata, otak, dan buah zakar. Pada mata dapat
terjadi kelumpuhan saraf bola mata, sehingga mungkin nantinya
akan terjadi kejulingan atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai
mata (iris) kalau bukan pada kornea yang berakhir dengan gangguan
penglihatan. Peradangan pada otak bisa menyisakan kelumpuhan
atau gangguan saraf lainnya. Pembatasan kecacatan dapat
dilakukan dengan pengobatan dan perawatan. Obatobatan yang
diberikan kepada pasien DBD hanya bersifat meringankan keluhan
dan gejalanya semata. Obat demam, obat mual, dan vitamin tak
begitu besar peranannya untuk meredakan penyakitnya. Jauh lebih
penting upaya pemberian cairan atau tranfusi darah, tranfusi sel
trombosit, atau pemberian cairan plasma.
Rehabilitation
Setelah sembuh dari penyakit demam berdarah dengue, kadang-
kadang orang menjadi cacat, untuk memulihkan cacatnya tersebut
kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh sebab itu, pendidikan
kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut,
tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat. Rehabilitasi
pada penderita DBD yang mengalami kelumpuhan saraf mata yang
menyebabkan kejulingan terdiri atas:
• Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan
fisik semaksimal-maksimalnya. Misalnya dengan donor mata agar
saraf mata dapat berfungsi dengan normal kembali.
• Rehabilitasi mental, yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri
dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-
kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu
mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali ke dalam masyarakat.
• Rehabilitasi sosial vokasional, yaitu agar bekas penderita menempati suatu
pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang
semaksimalmaksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidak
mampuannya.
• Rehabilitasi aesthesis, perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa
keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri
tidak dapat dikembalikan misalnya dengan menggunakan mata palsu.
MALARIA
Pencegahan Primer
A. Tindakan terhadap manusia
• Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan
kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis.
Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko
terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda
malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat
perindukan.
• Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan
pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
• Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigitan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat
penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
• Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas diluar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya menggigit.
B. Kemoprofilaksis (tindakan terhadap plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan nyamuk cukup efektif mengurangi
paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan
sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan,
yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah
digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat
ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin
(belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan
sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan
pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram
basa.
C. Tindakan terhadap vektor
• Pengendalian secara mekanis, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan
misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam
pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia misalnya memberi kawat
nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
• Pengendalian secara biologis, dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat
parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga
steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan
diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus
thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis
termasuk golongan cacing nematode yang mampu memberantas serangga.
• Pengendalian secara kimiawi, adalah pengendalian serangga menggunakan insektisida. Dengan
ditemukannya berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat
diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.
Pencegahan Sekunder
A. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini
penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan
konfirmasi diagnosis (mikroskopis atau Rapid Diagnosis Test) dan secara
pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus
malaria.
B. Diagnosa dini
• Gejala klinis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita
tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat, dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat
berkunjung dan bermalam1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria,
riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat
minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat tranfusi darah.
• Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa:
• Demam (pengukuran dengan thermometer ≥ 37,50C)
• Anemia
• Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)
• Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan mikroskopis
• Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
Pencegahan Tersier
• Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria pada umunya disebabkan oleh malaria berat karena
infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan
kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme.
Prinsip penanganan malaria berat:
• Pemberian obat malaria sedini mungkin
• Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal,
pemasangan ventilator pada gagal nafas.
• Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah
memburuknya fungsi organ vital.
• Rehabilitasi mental/psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria, memberikan dukungan moril kepada
penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan
rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

Anda mungkin juga menyukai