C STROKE NON
HEMORAGIK
dr. Ammal Pasha Tamtama
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi :Batas kanan : parasternal line ICS III Dextra
Batas kiri : midclavicular line ICS V Sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk flat, kulit normal, tidak ada hernia atau
pembesaran kel limfe
Palpasi : Turgor dan tonus normal, tidak ada nyeri tekan dan
organomegali
Perkusi :Timpani, Shifting dullness (-)
Auskultasi :Peristaltik usus : BU (+) normal
Ekstremitas
Superior : oedem (-/-), akral hangat, tremor (-)
Inferior : oedem (-/-), akral hangat, tremor (-)
Status Psikiatri
Cara Berpikir, tingkah laku, kecerdasan, perasaan hati, dan
ingatan sulit di evaluasi
Status Neurologi
Kepala : bentuk normal, bulat, simetris, nyeri tekan (-)
Leher : Pergerakan (+) simetris, kaku kuduk (-)
Jenis Nervus Jenis Pemeriksaan Kanan Kiri
NI Subjektif TD TD
Olfaktorius
NI Subjektif TD TD
Olfaktorius Objektif TD TD
N II Tajam Penglihatan TD TD
Optikus Lapangan pandang (tes konfrontasi) TD TD
Melihat Warna TD TD
N III Pergerakan bola mata + +
okulomotorius Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Besar pupil (diameter) 4 mm 4mm
Bentuk pupil bulat Bulat
Refleks cahaya + +
N IV Pergerakan bola mata (lateral TD
Trochlearis bawah)
Melihat Kembar TD
NV Membuka mulut +
Trigeminus Mengunyah -
-
Menggigit
Sensibilitas wajah TD
Memperlihatkan gigi +
NX Bicara -
Vagus Menelan Sukar
N XI Mengangkat bahu +
Accesorius Memalingkan kepala +
Ht 48 % - - 39
Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko
stroke.
Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko
seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnya.
Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat
membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit),
hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia
darah, gas, elektrolit, Elektrokardiografi (EKG).
Terapi
Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemik (ischemic penumbra), antara lain:
Anti-edema otak:
Gliserol 10% perinfus, 1gr/kgBB/hari dalam 6 jam
Kortikosteroid, yang banyak digunakan deksametason dengan bolus 10-20mg i.v., diikuti
4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu tapering off, dan dihentikan setelah fase akut
berlalu.
Anti-Agregasi trombosit
Asam asetil salisilat (ASA) seperti aspirin, aspilet dengan dosis rendah 80-300
mg/hari
Antikoagulansia, misalnya aspirin
Lain-lain:
Trombolisis (trombokinase) masih dalam uji coba
Obat-obat baru seperti pentoksifilin, sitikolin, kodergokrin-mesilat, pirasetam,
dan akhir-akhir ini calcium-entry-blocker selektif
Afasia
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan
serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau
proses penyakit.
Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai
lokasi lesi.
Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam
pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam
derajat berbeda-beda.
Etiologi
Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit.
Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologis pada
area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur
kemampuan berbahasa yaitu area broca, area Wernicke dan jalur yang
menghubungkan antara keduanya.
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan
oleh stroke, cedera otak traumatic, perdarahan otak, dan
sebagainya.
Sekitar 80% afasia disebabkan oleh infark iskemik,
sedangkan hemoragik frekuensinya jarang terjadi dan lokasinya
tidak dibatasi oleh kerusakan vaskularisasi.
Afasia dapat muncul perlahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia
juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, yaitu
suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.
Klasifikasi
Afasia Wernicke (sensorik)
Afasia Broca (motorik)
Afasia global
Afasia Anomis
Afasia Konduksi
Afasia Transkortikal Motorik
Afasia Transkortikal Sensorik
Afasia Transkortikal Campuran
Ciri klinik afasia Broca (motorik):
bicara tidak lancar
tampak sulit memulai bicara
kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
pengulangan (repetisi) buruk
kemampuan menamai buruk
Kesalahan parafasia
Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami
kalimat yang sintaktis kompleks)
Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
Irama kalimat dan irama bicara terganggu
Gambaran klinik afasia Wernicke (sensorik):
Keluaran afasik yang lancar
Panjang kalimat normal
Artikulasi baik
Anomia (tidak dapat menamai)
Parafasia fonemik dan semantik
Komprehensi auditif dan membaca buruk
Repetisi terganggu
Menulis lancar tapi isinya "kosong"
Afasia global.
Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat.
ditandai oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau
berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya :
"iiya, iiya, iiya", atau: "baaah, baaaah, baaaaah" atau: "amaaang,
amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat terbatas,
misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah
kata. Repetisi (mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti
bicara spontan. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar
atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah
oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada
pangkalnya.
Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia
yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.
Bina wicara (speech therapy)
Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien
sudah memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan
pertama sejak awal sakit mempunyai hasil yang paling baik.
Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).
Program terapi yang dibuat oleh terapis sangat individual dan tergantung
dari latar belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.
Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk
mau belajar (re-learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi
supaya pasien metnberikan tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa
verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah dikuasai pasien perlu
diulang-ulang(repetisi).
Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi
kelompok dengan pasien afasi yang lain.
Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.
Pemeriksaan Afasia
TADIR (Tes Afasia untuk Diagnosis Informasi Rehabilitasi)
DAFTAR PUSTAKA
1. J Langham, C Goldfrad, G Teasdale, D Shaw, K Rowan. Calcium channel blockers for acute
traumatic brain injury. The Cochrane Database of Syst Rev 2003;(4):CD000565.
2. Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. 2007. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Second
Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.
3. Joseph V, dkk. Intracranial pressure/ head elevation. Diambil 02 Januari 2012.
http://pedscm.wustl.edu/all_net/English/Neuropage/Protect/icp-Tx-3.htm
4. North American Nursing Diagnosis Association. 2007. Nursing Diagnosis : Definition and
Classification 2007-2009. NANDA International. Philadelphia.
5. McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. 2007. Nursing Intervention Classifications (NIC). Second
Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.
6. UNC Hospital. Intracranial Pressure Monitoring. Diambil 02 Januari 2012.. www.
intracranial pressure monitoring.
7. Vincent Thamburaj. Intracranial Pressure. Diambil 02 Januari 2012.
http://www.Rhamburaj.com/assited_ventilation-in-neurosurgery.htm.
TERIMA KASIH