Anda di halaman 1dari 36

Media Massa

1. Media massa cetak meliputi:


a. Surat kabar;
b. Tabloid;
c. Majalah;
d. Jurnal;
e. Buku dan sebagainya
2. Media massa elektronik meliputi:
a. Radio;
b.Televisi;
c. Internet dan sebagainya
FUNGSI MEDIA MASSA

1. Memberi informasi (to inform)


2. Mendidik (to educate)
3. Mempengaruhi (to influence)
4. Menghibur (to entertain)
5. Pengawasan sosial (social control)
Media Massa Cetak

 Sejak 25 tahun terakhir, di Indonesia media massa


cetak telah lebih dahulu berkembang sebagai
kekuatan bisnis
 Sejak itu persaingan antar media massa cetak
semakin tajam, sehingga perlu dikelola berdasarkan
kiat-kiat bisnis yang sungguh2, karena media harus
hidup dari iklan dan atau langganan
 Perbedaan pendapat kerap terjadi antara para
redaktur yang berorientasi pada idealisme dan para
pengelola manajemen industri media yang sering
berorientasi kepada bisnis
Antara Bisnis dan Idealisme

 Dalam kehidupan pers, bisnis dan idealisme


merupakan lingkaran yang tak berujung
(vicious circle)
 Pers berangkat dari idealisme, idealisme
menghasilkan khalayak pembaca, besarnya
khalayak menentukan jumlah dan tarif iklan
 Pada titik tertentu, pada sirkulasi tertentu,
akhirnya yang membiayai surat kabar adalah
iklan (Lihat Ishadi, 1999: 76-88).
Lanjutan:
Antara Bisnis dan Idealisme

 Pada kondisi tertentu sulit ditetapkan mana yang


lebih penting antara idealisme atau bisnis
 Apabila terlalu ideal akan terjadi konflik dengan
dunia bisnis, industri media massa bisa terancam
bangkrut. Sebaliknya, terlalu bisnis dapat
mengganggu idealisme pers
 Lebih bijaksana harus seimbang dan bermain di
tengah antara bisnis dan idealisme
Kebijakan Langit Terbuka
(Open Sky Policy)

 Sejak diberlakukannya kebijakan langit terbuka


(open sky policy) pada tahun 1987 oleh pemerintah,
maka stasiun televisi swasta mulai bermunculan
 Setelah selama 27 tahun TVRI (mulai 1962)
memonopoli siaran tv nasional, maka tahun 1989
lahirlah RCTI dan kemudian SCTV (1989), TPI
(1991), AN-TEVE (1993), Indosiar (1994) dan
seterusnya hingga saat ini ada 11 stasiun tv nasional
 Selain itu masyarakat juga diizinkan menggunakan
antena parabola yang dapat menerima siaran
televisi dari banyak negara
Perubahan Pembagian Iklan

 Munculnya media massa elektronik terutama televisi swasta


nasional telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam
pembagian iklan di Indonesia
 Televisi yang fungsi mempengaruhinya dipandang lebih tajam,
secara langsung dapat menyedot iklan yang banyak dengan
tarif yang amat tinggi
 Kalau media massa cetak memerlukan puluhan tahun untuk
meraup iklan dalam jumlah 70 milyar/setahun, radio
memerlukan puluhan tahun untuk mendapatkan iklan 4-5
milyar/setahun, maka tv seperti RCTI cukup tiga tahun untuk
mendapatkan dana dari iklan dalam jumlah satu triliun lebih
Belanja Iklan Media Digital di Indonesia
Tahun 2012

 Menurut Handi Irawan (CEO Frontier


Consulting Group), pada tahun 2012 belanja
iklan untuk media massa di Indonesia
mencapai 90 triliun rupiah yang dinikmati
oleh media massa seperti tv, koran, majalah,
radio, billboard dan bioskop
 Televisi mendapatkan porsi terbesar berkisar
60 % dari jumlah itu, atau sekitar 54 triliun
rupiah
Waktu Yang Diperlukan Media Elektronik
Untuk Menjangkau 50 Juta Pengguna

Years to reach 50M users:


Radio = 38
Users (Millions)

120 TV = 13
Cable = 10
90
Internet =5
60
Radio Cable Internet
30 TV

0
‘22 ‘30 ‘38 ‘46 ‘54 ‘62 ‘70 ‘78 ‘86 ‘94 ‘02
Source: Morgan Stanley
Rating Akhirnya Menjadi Kiblat

 Rating adalah jumlah penonton televisi pada stasiun,


acara dan jam tertentu yang datanya diperoleh
berdasarkan survey khalayak yang komprehensif
dan mempunyai kredibilitas tinggi
 Semakin tinggi rating satu acara di televisi, maka
akan semakin tinggi pula harga iklan per menitnya,
dan jumlah iklan juga akan semakin banyak
 Dalam kondisi seperti ini permasalahan antara
idealisme versus bisnis mencuat kembali
Lanjutan:
Rating Akhirnya Menjadi Kiblat

 Kasus sering terjadi bahwa karena terlalu


berorientasi pada rating, perencana program di
media massa telah mengabaikan idealisme
 Tingginya pertimbangan antara cost and benefit ratio
telah mendorong para perencana program untuk
menyiarkan paket yang tidak sehat ditonton oleh
masyarakat, terutama paket import dari luar negeri
yang banyak berisi pornografi dan kekerasan
Faktor Munculnya Paket Import

1. Paket lokal bisa lebih mahal 10 kali lipat dibanding


paket import, padahal dari segi kualitas dan daya
tarik, paket import cukup handal
2. Film import sekelas Hollywood durasi 60 menit
sewanya hanya $US 1.500, sementara produksi
lokal paling sedikit 10 kali lipat
3. Paket industri lokal belum mampu memenuhi
kebutuhan 11 stasiun tv nasional yang
melaksanakan siaran 18 – 21 jam sehari semalam
10 Rating Sinetron Terfavorit
Tahun 2012

1. Tukang Bubur Naik Haji (RCTI)


2. Tendangan Si Madun (MNCTV)
3. Si Biang Kerok Cilik (SCTV)
4. Separuh Aku (RCTI)
5. Binar Bening Berlian (RCTI)
6. Fathiyah (MNCTV)
7. Love In Paris (SCTV)
8. Tendangan Si Madun Season 2 (MNCTV)
9. Raden Kian Santang (MNCTV)
10. Tutur Tintular (IVM)
Program Asing

Dalam Peraturan KPI Tentang Standar


Program Siaran (SPS) pasal 57 ayat a
dinyatakan:
Lembaga penyiaran swasta dapat
menyajikan program asing, dengan syarat
tidak melebihi 30 % dari seluruh jam siaran
Lanjutan:

 Masih banyak stasiun TV yg menyiarkan program


asing melebihi 30 %, sedangkan ketentuan KPI
program asing 30 % lokal 70 %, bahkan menurut
Ishadi ada TV swasta membuat terbalik; 70 % asing
dan 30 % lokal dgn berbagai alasan
 Memang ada juga stasiun tv yang memaksakan diri
untuk membeli paket lokal, meskipun tidak laku
dijual slot time nya (seperti program musik dan talk
show), demi untuk menyediakan variasi acara
siarannya, dengan cara subsidi silang
Komentar Jannet Reno (Mantan Jaksa
Agung USA) tentang Sex and Violence

 ‘Sex dan violence di tv Amerika telah melampaui


batas, meskipun para pengelola tv berulangkali
mengatakan bahwa pengaruhnya tidak langsung
berakibat negatif kepada anak2 dan remaja, dan
orangtua harus aktif menjaga, saya punya pendapat
berbeda
 Berdasarkan logika kita pasti ada pengaruhnya pada
anak2 dan remaja
 Kenyataannya juga banyak orangtua tidak mampu
menjaga anak2 karena mereka sibuk bekerja’
Pelanggaran Akibat Abaikan Idealisme
Antara Lain:

1. Menyiarkan tindak kekerasan dan sadisme


2. Menyiarkan pornografi dan porno-aksi yang
melanggar nilai-nilai agama, nilai-nilai
kesopanan dan kesusilaan
3. Siaran-siaran berbau mistik dan
supranatural
Pelanggaran UU Penyiaran No. 32
Tahun 2002 di Televisi

 Dalam satu sampel kajian yang diberikan


oleh KPID-SU pada tahun 2012, dari 18
menit durasi siaran yang dianalisis, didapati
17 kali tindakan pornografi/porno-aksi, dan
40 kali tidakan kekerasan dan sadisme
 Setiap satu menit muncul tiga kali tindakan
kekerasan/sadisme atau pornografi/porno-
aksi
Hasil Analisis Isi
Bahan Evaluasi KPID-SU

Kekerasan/Sadisme Pornografi/porno-aksi Jumlah


Nama Stasiun TV f f f
1. ANTV 8 2 10
2. Indosiar 7 2 9
3. MNC TV 8 0 8
4. TV One 7 0 7
5. SCTV 1 6 7
6. Trans TV 0 6 6
7. Metro TV 5 0 5
8. RCTI 3 0 3
9. Global TV 1 1 2

Total 40 17 57
Bentuk Kekerasan/Sadisme
Yang Muncul

f
1. Kemarahan berlebihan 9
2. Pertengkaran 7
3. Pemukulan 7
4. Hujatan 5
5. Pengrusakan 4
6. Menunjukkan senjata 2
7. Mencekik 2
8. Tawuran 2
9. Meledakkan bom 1
10. Jambak rambut 1

Jumlah 40
Bentuk Pornografi/Porno-aksi

f
1. Menunjukkan bagian tubuh yang dapat merangsang 8
2. Berciuman 4
3. Kata-kata yang merangsang 4
4. Buang air kecil 1

Jumlah 17
Pelanggaran Dari Januari – Juni 2013
Menurut Data KPID-SU

1. Tayangan bermuatan kekerasan = 57 kasus


2. Tayangan bermuatan seks = 40 kasus
3. Tayangan melanggar norma kesopanan dan
kesusilaan = 39 kasus
4. Tayangan yang melanggar nilai-nilai kesukuan,
agama, ras dan antar golongan = 5 kasus
5. Total pelanggaran selama enam bulan untuk 4
(empat) kategori tersebut = 141 kasus
Sumber: Data KPID-SU, Juli 2013
Siaran Yang Banyak Mengandung
Tindak Kekerasan Dan Pornografi

 Tindak kekerasan dan sadisme banyak


muncul pada filem, sinetron dan berita
 Pornografi dan porno-aksi banyak muncul
pada tayangan filem, sinetron dan selebriti
 Sinetron yang bersifat religius dan juga aktor
yang bersifat religius sering memunculkan
tindak kekerasan dan sadisme
Lanjutan:

 Misalnya pada sinetron ‘Tukang Bubur Naik Haji’: H.


Muhidin (RCTI), ‘Islam KTP’: Madit Musyawarah
(SCTV), dll
 Takhayul banyak dijumpai pada infotainmen (misal
tentang Eyang Subur), Silet (RCTI) dsb sehingga
dapat mendorong pemirsa ke arah faham takhayul
dan syirik
Efek Tayangan Tindak Kekerasan Dan
Sadisme

 Tayangan tindak kekerasan secara berulang-ulang


akan membuat pemirsa menjadi terbiasa dengan
adegan tersebut, dan lama kelamaan dapat timbul
kecenderungan untuk mencontoh perilaku dalam
adegan yang disaksikannya (efek negatif)
 Pemirsa merasa kurang aman, sebab banyak terjadi
tindak kejahatan di sekelilingnya (efek negatif)
 Dapat menimbulkan kesadaran bagi pemirsa untuk
lebih berhati-hati dan untuk tidak melakukan
tindakan yang sama (positif)
TAYANGAN MISTIK DAN
SUPRANATURAL

 Tayangan mistik dan supranatural banyak


dijumpai pada sinetron dan infotainmen
 Meskipun acara ini cenderung irrasional,
namun ternyata amat diminati oleh pemirsa
mulai dari anak-anak, remaja hingga
orangtua
EFEK TAYANGAN MISTIK DAN
SUPRANATURAL

 Tayangan mistik dan supranatural dapat mendorong


pemirsa terutama anak-anak dan remaja untuk
semakin dekat dengan hal-hal yang tidak masuk
akal (negatif)
 Mereka ingin mengambil jalan pintas untuk
mencapai apa yang diinginkannya tanpa perlu kerja
keras dan bersusah payah (negatif)
 Semakin suburnya praktik perdukunan (negatif)
 Anak-anak dapat terjadi gangguan kejiwaan seperti
rasa cemas dan takut yang berlebihan (negatif)
 Dapat juga menjadi hiburan bagi pemirsa (positif)
Surat Kabar Pada Era Reformasi

 Pada era reformasi terbuka peluang bagi


masyarakat untuk mendirikan industri surat kabar
tanpa perlu mengantongi SIUP
 Akibatnya terjadi lonjakan jumlah penerbitan surat
kabar sehingga kualitasnya tidak terkontrol
 Penambahan jumlah penerbit surat kabar tidak
sejalan dengan penambahan jumlah wartawan
terdidik dan profesional, sehingga sebahagian surat
kabar terpaksa mempekerjakan wartawan yang
kurang profesional
Lanjutan:
Surat Kabar Pada Era Reformasi

 Banyaknya jumlah penerbit surat kabar telah


menimbulkan persaingan yang amat tajam antar
mereka, sehingga kepentingan bisnis sering
mengalahkan kepentingan idealisme
 Kondisi itu telah melahirkan wartawan dan surat
kabar berselera rendah dan tidak standar
 Banyak partai baru melahirkan surat kabar partisan,
walau pun akhirnya tutup sendiri karena tidak
mampu bersaing
Sistem Kendali Media Massa

1. Perangkat perundang-undangan: Undang2


Pokok Pers, Undang2 Perfilman, Undang2
Penyiaran
2. Perangkat kelembagaan pers: PWI, SPS,
KPI dsb
3. Perangkat Kode Etik: Kode Etik Jurnalistik
PWI, Kode Etik Periklanan, dan Kode Etik
Siaran
DASAR PERUMUSAN DAN
PENETAPAN P3-SPS BAGI KPI

1. Peraturan perundang-undangan yang


berlaku
2. Nilai-nilai agama
3. Norma-norma yang berlaku dan diterima
masyarakat
4. Kode etik
5. Standar profesi dan pedoman profesi yang
dikembangkan masyarakat penyiaran
PELANGGARAN PADA PIHAK
PEMIRSA

 Pelanggaran bisa juga terjadi pada pihak pemirsa,


misalnya walau pun sudah dibuat klasifikasi program
siaran oleh lembaga penyiaran, seperti klasifikasi D
untuk tayangan orang dewasa, namun masih banyak
anak-anak yang menonton tanpa pengawasan dari
orangtua
 Pemirsa juga suka menonton siaran-siaran yang
sudah jelas dilarang oleh UU No. 32 Tahun 2002 dan
P3-SPS
PENGGOLONGAN PROGRAM SIARAN

 Klasifikasi A: Tayangan untuk Anak, yakni khalayak


berusia di bawah 12 tahun;
 Klasifikasi R: Tayangan untuk Remaja, yakni
khalayak berusia 12-18 tahun;
 Klasifikasi D: Tayangan untuk Dewasa, yakni
khalayak di atas 18 tahun dan/atau sudah menikah;
dan
 Klasifikasi SU: Tayangan untuk semua umur
Keterangan: Untuk klasifikasi A & R kadang perlu
dengan Bimbingan Orangtua (BO)
SIARAN YANG IDEAL BAGI
MASYARAKAT

 Siaran yang ideal bagi masyarakat adalah


siaran yang sudah sesuai dengan Undang-
Undang RI No. 32 Tahun 2002 tentang
penyiaran, dan P3-SPS
 Karena dalam perumusan dan penetapan
UU tersebut, sudah pasti melalui kajian dan
pertimbangan yang mendalam dari berbagai
aspeknya
MEWUJUDKAN SIARAN YANG IDEAL

 Lembaga penyiaran sudah semestinya berpedoman


kepada UU RI No. 32 Tahun 2002 dan P3-SPS
dalam setiap aktivitas yang berkaitan dengan
penyiaran
 Semua unsur masyarakat harus turut berpartisipasi
dalam pelaksanaan UU tsb. Misalnya dengan
mematuhi penggolongan program siaran, dan
mengawasi serta mengadukan lembaga-lembaga
penyiaran yang melanggar UU penyiaran
36 WAS SALAM

Anda mungkin juga menyukai