Anda di halaman 1dari 55

Tinjauan Pustaka

Anemia Hemolitik
Oleh :
Ayudhia Giovanny Halim, S.Ked
1730912320024

Pembimbing:
DR. dr. Muhammad Darwin Prenggono, Sp.PD, KHOM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
2018
Definisi

• berkurangnya kadar
hemoglobin dari nilai
normal akibat
Anemia kerusakan sel eritrosit
Hemolitik yang lebih cepat dari
kemampuan sumsum
tulang untuk
menggantikannya.
Etiologi Anemia Hemolitik

• Pada prinsipnya anemia hemolitik dapat


terjadi karena :
1. Defek molekular : hemoglobinopati atau
enzimopati,
2. Abnormalitas struktur dan fungsi
membran-membran,
3. Faktor lingkungan seperti trauma
mekanik atau autoantibodi.
Klasifikasi Anemia Hemolitik
• Berdasarkan etiologi :
1. Anemia Hemolitik Herediter :
– Karena defek enzim :
a. Defek jalur Embden Meyerhof (defisiensi piruvat kinase,
glukosa fosfat isomerase, atau fosfogliserat kinase)
b. Defek jalur heksosa monofosfat (defisiensi G6PD atau
glutation reduktase)
– Hemoglobinopati : talasemia, anemia sickle cell,
dan tipe lain.
– Defek membran (membranopati) : sferositosis
herediter.
Klasifikasi Anemia Hemolitik

2. Anemia Hemolitik didapat


– Imun : idiopatik, keganasan, obat-obatan,
kelainan autoimun, infeksi, atau tranfusi.
– Mikroangiopati : Trombotik Trombositopenia
Purpura, Sindrom Uremik Hemolitik,
Koagulasi Intravaskular Diseminata,
Preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna,
katup prostetik.
– Infeksi : malaria, babesiosis, atau clostridium
Klasifikasi Anemia Hemolitik

• Berdasarkan keterlibatan imunoglobulin :


1. Anemia Hemolitik Imun
– Keterlibatan antibodi IgG atau IgM
2. Anemia Hemolitik Non-imun
– Karena faktor defek molekular, abnormalitas
struktur membran, lingkungan
(hipersplenisme), kerusakan mekanik
(mikroangiopati atau infeksi)
Anemia Hemolitik Autoimun
(Autoimmune Hemolytic Anemia/AIHA)
Definisi AIHA

Anemia • suatu kelainan di mana


terdapat antibodi terhadap
Hemolitik sel-sel eritrosit sehingga
Autoimun umur eritrosit memendek.
Etiologi

• Etiologi pasti dari AIHA memang belum


jelas, kemungkinan terjadi karena
gangguan central tolerance, dan
gangguan pada proses pembatasan
limfosit autoreaktif residual.
Patofisiologi

• Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantai


antibodi terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu
1. Aktivasi sistem komplemen : klasik dan
alternatif.
2. Aktivitas selular yang menyebabkan
hemolisis ekstravaskular.
3. Kombinasi keduanya
Patofisiologi
Aktifasi
Sistem
Komplemen
Jalur Klasik
Patofisiologi
Aktifasi Sistem
Komplemen
Jalur Alternatif
Patofisiologi
Aktivitas Selular yang Menyebabkan Hemolisis
Ekstravaskular

RBC disentisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan


komplemen/komponen komplemen

Tetapi tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut

RBC dihancurkan oleh sel reticuloendotelial


Intravascular Extravascular

Peripheral smear schistocytes spherocytes

Haptoglobin decrease/absent mild decrease

Free hemoglobin Increased normal

Urine hemosiderin ++ negative

Urine hemoglobin ++ negative

Direct DAT usually negative ++++

LDH increase increase


KLASIFIKASI AIHA

• AIHA tipe hangat idiopatik dan sekunder


1.

2. • AIHA tipe dingin idiopatik dan sekunder

• AIHA paroksismal cold hemoglobin idiopatik dan sekunder


3.

• AIHA atipik
4.

• AIHA diinduksi obat


5.

• AIHA diinduksi aloantibodi rekasi hemolitik transfusi dan Penyakit


6. hemolitik pada bayi baru lahir
Diagnosis Anemia Hemolitik

• Pemeriksaan untuk mendeteksi


autoantibodi pada eritrosit dilakukan
dengan 2 cara :
1. Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s
Test)
2. Indirect Antiglobulin Test (indirect
Coomb’s Test)
• Direct antiglobulin test (Direct coomb’s test) : Sel
eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat
dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi
monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi
komplemen, terutama IgG dan C3D. Bila pada
permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan
C3D, maka akan terjadi aglutinasi.
Direct Antiglobulin Test
(direct Coomb’s Test)

RBC pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan


dengan antiserum/antibodi, maka akan terjadi aglutinasi
• Indirect antiglobulin test (Indirect coomb’s test) :
Mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum,
serum pasien akan direaksikan dengan sel reagen.
Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat
pada sel-sel reagen, dan dideteksi dengan antiglobulin
sera dengan terjadinya aglutinasi.
Indirect Antiglobulin Test
(Indirect Coomb’s Test)

Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen dan melekat pada sel
reagen. Sel reagen selanjutnya dapat dideteksi dengan serum antiglobulin
dan mengakibatkan aglutinasi.
1. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

• 70% kasus AIHA merupakan tipe


Epidemiologi hangat

• Onset penyakit tersamar


Tanda dan • Ikterik, anemia berat,demam, nyeri
abdomen, hepatomegali,
gejala splenomegali, limfadenopati, urin
berwarna gelap

• Hb sering dijumpai dibawah 7 g/dL


Laboratorium • Coomb direct (+)
1. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
• Hanya sebagian kecil mengalami
penyembuhann komplit dan sebagian
besar mengalami perjalanan penyakit
Prognosis yang kronik
• Survival 10 tahun  70%
dan Survival • Anemia, emboli pulmo, infark lien dan
CVS disorder bisa terjadi
• Mortalitas selama 5-10 tahun  15-25%

• Kortikosteroid  2-4 mg/KgBB/hari


• Splenektomi  bila kortikosteroid tidak
adekuat
Terapi • Imunosupresi  azathioprin dengan dosis
50-200mg/hari
• Terapi lain  danazol 600-800mg/hari
• Transfusi darah
2. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

• Terjadinya hemolitik diperantarai oleh


Patofisiologi antibodi dingin, yaitu aglutinin dingin
dan antibodi donath-landstainer

• Aglutinasi pada suhu dingin.


Tanda dan • Hemolisis berjalan kronik.
• Anemia ringan : Hb 9-12 g/dl
gejala • Sering didapatkan akrosianosis dan
splenomegali

• Anemia ringan
• Sferositosis
Laboratorium • Polikromatosia
• Coomb’s test positif
2. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

Prognosis • Pasien dengan sindrom kronik


akan memiliki survival yang baik
dan Survival dan cukup stabil.

• Menghindari udara dingin yang dapat


memicu hemolisis
• Prednison dan Splenektomi tidak banyak
Terapi membantu
• Chlorambucil 2-4 mg/hari
• Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri

• Jarang dijumpai
• Hemolisis terjadi secara masih setelah terpapar
Patofisiologi suhu dingin secara berulang.
• Dahulu berhubungan dengan penyakit siphilis

Tanda dan • Hemolisis paroksismal disertai mengigil, panas,


mialgia, sakit kepala, urtikaria, dan
gejala hemoglobinuria yang berlangsung beberapa jam.

• Hemoglobinuria
• Sferositosis
Laboratorium •

Eritrofagositos
Coomb’s test positif
• Antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari RBC
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria

• Pengobatan terhadap penyakit


yang mendasari akan
Prognosis memperbaiki prognosis
dan Survival • Prognosis pada kasus idiopatik
pada umumnya membaik
dengan survival yang panjang

• Menghindari faktor pencetus


• Glukokorticoid
Terapi • Splenektomi tidak ada
manfaatnya.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Mekanisme

1. Hapten • Obat akan melapisi eritrosit


• Antibodi obat akan terbentuk dan bereaksi
(adsorpsi) dengan obat pada permukaan eritrosit
obat • Didestruksi limpa.

• Antibodi menguatkan ikatan antara obat dan


2. sel target.
Pembentukan • Setelah aktifasi komplemen, maka akan
terjadi hemolisis ekstravaskuler,
kompleks hemoglobinemia, dan hemoglobinuria.
ternary • Obat kinin, kuinidin, sulfonamid,
sulfonylurea, dan thiazide.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
Mekanisme

3. Induksi • Obat memicu pembentukan autoantibodi


autoantibodi yang terhadap RBC.
bereaksi terhadap • Methyldopa menginduksi pembentukan
RBC tanpa autoantibodi terhadap antigen Rh pada
pemicu obat lagi permukaan RBC.

• Hemoglobin yang mengikat oksigen akan


mengalami oksidasi dan mengalami
4. Oksidasi kerusakan karena zat oksidatif.
Hemoglobin • Tanda : methemoglobin, sulfhemoglobin,
Heinz bodies, blister cell, bites cell, dan
eccentrocytes.
4. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat
• Terdapat riwayat pemakaian obat tertentu.
• Hemolisis ringan sampai sedang pada mekanisme autoantibodi
Gambaran atau hapten.
Klinis • Hemolisis berat dan gagal ginjal pada mekanisme ternary

• anemia
• Retikulosis, MCV tinggi, Coomb’s test positif
• Leukopenia, trombositopenia, hemoglobinemia, dan
Laboratorium hemoglobinuria pada mekanisme ternary

• Menghentikan pemakaian obat


• Kortikosteroid dan transfusi darat dapat diberikan pada kondisi
Terapi berat
5. Anemia Hemolitik Aloimun
Karena Transfusi
Disebabkan ketidaksesuaiam ABO eritrosit yang
memicu kompleks imun dan rekasi hemolisis.

Gejala : sesak nafas, demam, nyeri pinggang,


menggigil, mual, muntah, dan syok.

Rekasi lambat terjadi 3-10 hari setelah tranfusi.


Anemia Hemolitik Non-Imun
Patofisiologi Anemia Hemolitik Non-Imun

1. Hemolisis 2. Hemolisis
Intravaskular Ekstravaskuler

Trauma mekanik, fiksasi Eritrosit mengalami perubahan


komplemen, atau infeksi membran

Tidak dapat melalui sistem


Destruksi eritrosit di sirkulasi
retikuloendotelial sistem dan
darah
difagositosis.
Manifestasi Anemia Hemolitik Non-Imun

Diagnosis ditegakkan dari :


1. Anamnesis
– Lemah, pusing, cepat capek, dan sesak nafas.
– Kuning dan urin kecoklatan, meski jarang terjadi.
– Riwayat pemakaian obat dan terpajan zat toksin.
2. Pemeriksaan Fisik
– Icterik dan jaundice.
– Splenomegali.
– Pada anemia berat ditemukan murmur dan
takikardi.
Laboratorium Anemia Hemolitik Non-Imun

• Retikulositosis merupakan indikator


hemolisis.
• Morfologi eritrosit.
• Peningkatan LDH dan SGOT menjadi
bukti percepatan destruksi eritrosit.
• Peningkatan bilirubin indirect.
1. Defisiensi G6PD
• Kelainan gen yang terletak pada
kromosom X sehingga terjadi
Etiologi dan defisiensi G6PD
• Laki-laki sering terkena.
epidemiologi • Wanita hanya sebagai carier dan
asimptomatik

• Obat pemicu : primakuin, pamakui,


vit K, dll.
Manifestasi • Hemolisis bersifat self limited karena
destruksi pada sel yang tua.
Klinis • Hemolisis akut : penurunan Ht,
peningkatan Hb dan bilirubin indirect
1. Defisiensi G6PD
• Terjadi pada laki-laki.
• Pada anamnesis terdapat
riwayat penggunaan obat.
Diagnosis • Pemeriksaan aktivitas enzim
dan diulang 2-3 bulan
setelahnya.

• Karena self-limited, maka tidak


perlu terapi khusus.
• Kecuali terapi untuk infeksi
Terapi yang mendasari dan
menghindari obat-obat yang
menjadi pemicu.
2. Defek Jalur Embden
Meyerhof
• Defisiensi piruvat kinase (95%),
glukosa fosfat isomerase (4%).
Etiologi dan • Diturunkan secara autosomal resesif.
• Kelainan ini mengakibatkan
epidemiologi kekurangan ATP dan ion kalium
keluar sel, serta RBC menjadi kaku.

• Hemolisis berat pada masa kanak-


kanak dengan anemia, icterik, dan
Manifestasi splenomegali.
• Pada perempuan hamil berupa
Klinis pucat.
• Anemia normositik.
2. Defek Jalur Embden Meyerhof

Diagnosis • Pemeriksaan enzimatik.

• Tidak butuh terapi kecuali dengan


hemolisis berat harus diberikan
asam folat 1 mg/hari.
Terapi • Transfusi darah diberikan jika
terjadi krisis hipoplastik.
• Splenektomik untuk meningkatkan
retikulosit di sirkulasi.
3. Paroxysmal Nocturnal
Haemoglobinuria (PNH)
• PNH ditandai dengan :
1. Penurunan RBC (anemia)
2. Darah di dalam urin (hemoglobinuria) dan
plasma (hemoglobinemia)
• Yang terjadi setelah tidur.
• Beresiko tinggi mengalami trombosis
mayor dan kebanyakan mengakibatkan
kematian.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH)

Etiologi

• Defisiensi enzim PIG-A


(phosphatidylinositol
glycan class A).
• Diperlukan untuk
sintesis protein
pengikat sel.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria
(PNH)
Patofisiologi.

• Defisiensi enzim ini


mengakibatkan protein yang
melindungi sel dari
komplemen menghilang.
• Sehingga memudahkan
penghancuran sel darah
merah.
3. Paroxysmal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH)

Manifestasi Klinis dan Laboratorium

• Tiga manifestasi klinis yang sering


dijumpai yaitu : anemia hemolitik,
trombosis vena, dan gangguan
hematopoiesis.
• Hemoglobinuria dan hemosiderinuria.
• Granulositopenia dan
trombositopenia menandakan
gangguan hematopoiesis.
3. Paroxysmal Nocturnal
Haemoglobinuria (PNH)
Diagnosis

• PNH dicurigai jika pasien


dengan anemia hemolitik
yang tidak diketahui
penyebabnya, leukopenia,
dan atau trombositopenia.
• Terdapat tanda hemolisis
intravaskular :
hemoglobinemia,
hemoglobinuria, dan
peningkatan LDH.
3. Paroxysmal Nocturnal
Haemoglobinuria (PNH)
• Terapi :
1. Transfusi darah merupakan terapi terbaik
karena selain meningkatkan Hb, tetapi
juga menekan produksi RBC di sumsum
tulang selama keadaan hemoglobinuria.
2. Hemodialisa disarankan untuk mencegah
peningkatan hemolisis.
3. Glukokortikoid (prednison 60mg/hari)
dapat menurunkan kecepatan hemolisis.
4. Infeksi Mikroorganisme

• Mekanisme :
1. Secara langsung : malaria, babesiosis,
dan bartonellosis.
2. Pengeluaran toksin hemolisis :
Clostridium perfingens, pembentuk
antibodi, atau otoantibodi terhadap RBC.
3. Deposit antigen mikroba atau rekasi
kompleks imun pada RBC.
Malaria
Derajat anemia tidak sesuai dengan jumlah sel yang
terinfeksi, tetapi penyebabnya belum jelas.

Fragilitas pada sel yang terinfeksi atau yang tidak


terinfeksi meningkat.

Penghancuran RBc disebabkan lisisnya RBC akibat


infeksi langsung.

Proses penghancuran sebagian besar terjadi di limpa.


Malaria

• Menemukan parasit pada apus darah


Diagnosis tebal atau ditemukannya sekuens
parasit malaria pada analisis DNA.

• Dengan mengeradikasi parasit


penyebab anemia.
Terapi • Transfusi darah dianjurkan untuk Hb <7
g/dl.
• Pemberian asam folat.
5. Anemia Sel Spur

• Jenis anemia hemolitik dengan bentuk


eritrosit yang aneh.
• Terjadi pada pasien dengan penyakit
hepatoselular terutama sirosis “Laennec”
tahap lanjut.
5. Anemia Sel Spur

• Patogenesis : Hampir 50-70% kolesterol


terdapat di permukaan membran sehingga
menurunkan kadar air dan menyebabkan
perubahan bentuk sel. Dampaknya sel
RBC tidak dapat melewati proses
penyaringan di limpa.
5. Anemia Sel Spur
• Manifestasi klinis :
1. Anemia berat.
2. Splenomegali pada pasien sirosis dengan sel
spur.
3. RBC irreguler dan RBC terfragmentasi.
• Diagnosis melalui apus darah tepi berupa
gambaran akantosit dengan panjang tidak
beraturan.
5. Anemia Sel Spur

• Terapi : transfusi darah hanya


memberikan manfaat untuk sementara
waktu, pemberian obat penurun lemak
tidak membuahkan hasil, dan splenektomi
hanya mencegah perlambatan
penghancuran RBC.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai