Anda di halaman 1dari 36

ETIKA & HUBUNGAN

ANTAR MANUSIA

Countessha Nicola Pambugdyo Kanugroho


Diasnita Naomi Rizal Maulana
Fahri Muhammad F Shafira Anggraiana A
Mirsya Primandari Uray Shabrina
Mitha Monica Yolanda Frnasisca
KASUS 1

Seorang Dietisien yang bekerja disuatu rumah sakit bekerja di ruang


perawatan intensif (Intensif Care Unit = ICU), memberikan preskripsi makan pasien
yang dirawat dengan makanan sonde (enteral) lewat Naso Gastric Tube (NGT)
disebabkan pasien tersebut asupan makannya hanya 30% dari kebutuhan dan
pasien tidak dapat diberikan makanan) pre-oral (NPO). Dietisien tersebut
menyiapkan sediaan makanan enteral bentuk bubuk untuk 5-6 kali pemberian
dengan pencairan 1500 cc air matang/hari. Pencairan makanan tersebut biasanya
dilakukan oleh pramusaji atas pengawasan Dietisien ruangan dan pemberiannya
dilakukan oleh perawat. Pada hari kedua perawatan, Dietisien terebut izin tidak
masuk bekerja karena anaknya yang berusi 2 tahun menderita demam di rumah.
Karena izinnya mendadak, Dietisien pengganti baru masuk
menggantikan di ruang ICU di siang hari menjelang waktu pulang
kerja, dan makanan enteral sudah dicairkan oleh pramusaji untuk
sediaan makan sore/malam. Karena pramusaji dianggap sudah biasa
melakukan pencairan makanan enteral, Dietisien pengganti tidak
melakukan pengecekan secara seksama komposisi dan prosedur
makanan enteral tersebut. Pada hari ketiga perawatan pasien yang
dirawat di ICU tersebut meninggal dunia dan dokter menyatakan
pasien tersebut meninggal karena ‘overfeeding’ atau ‘refeeding
syndrome’.
Sesuai prosedur Tim Komisi Medis di Rumah Sakit tersebut
melakukan investigasi apakah meninggalnya pasien tersebut
akibat mal praktik atau tidak. Ternyata dari hasil investigasi
diketahui Dietisein pengganti tidak melakukan pengecekkan
sehingga sediaan makanan enteral yang disiapkan pramusaji
melebihi kebutuhan pasien, dan perawat memberikan makanan
NGT pada pasien sesuai jumlah sediaan yan ada waktu itu, dan
akhirnya berakhir fatal.
A. DAFTAR UNCLEAR TERM

1. Intensive Care Unit (ICU)


Intensive Care Unit adalah ruangan
pasien sakit berat dan kritis dirawat secara
khusus, dengan perlengkapan khusus,
dipantau secara ketat dan dilakukan total
care. Pemantauan dilakukan ketat dan
berkelanjutan pada keluhan atau gejala
pasien, tanda-tanda vital, saturasi oksigen,
keseimbangan cairan tubuh dan lain-lain.
KLASIFIKASI PELAYANAN ICU
ICU Primer ICU Sekunder ICU Tersier
Pelayanan ICU primer mampu Pelayanan ICU sekunder memberikan Pelayanan ICU tersier merupakan
memberikan pengelolan resusitatif standar ICU umum yang tinggi, yang rujukan tertinggi untuk ICU,
segera untuk pasien sakit gawat, mendukung peran rumah sakit yang memberikan pelayanan yang tertinggi
tunjangan kardio-respirasi jangka lain yang telah digariskan, misalnya termasuk dukungan / bantuan hidup
pendek, dan mempunyai peran penting kedokteran umum, bedah, multi-sistim yang kompleks dalam jangka
dalam pemantauan dan pencegahan pengelolaan trauma, bedah saraf, waktu yang terbatas. Semua pasien yang
penyulit pada pasien medik dan bedah bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU masuk ke dalam unit harus dirujuk
yang beresiko. hendaknya mampu memberikan untuk dikelola oleh spesialis intensive
tunjangan ventilasi mekanis lebih care.
lama melakukan dukungan/bantuan
hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks.
PELAYANAN ICU HARUS MEMILIKI KEMAMPUAN
MINIMAL SEBAGAI BERIKUT :

1. Resusitasi jantung paru.


2. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
5. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
7. Pelaksanaan terapi secara titrasi
8. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
9. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat
10. Kemampuan melakukan fisioterapi dada
2. Nasogastric Tube (NGT)
Nasogastric tube adalah pipa khusus yang membawa
makanan dan obat ke perut melalui hidung. NGT dapat
digunakan untuk memberi makan atau memberi ekstra kalori
pada seseorang. Tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan
untuk memberikan NGT kepada pasien adalah perawat.
Kewenangan tersebut didapat dari adanya Memorandum of
Understanding yg sebelumnya sudah dibuat oleh organisasi
profesi perawat dengan organisasi profesi tenaga kesehatan
lainnya. Didalam MOU tersebut terdapat pembagian
wewenang yg jelas dan tegas, sehingga tidak terdapat
malpraktik dalam pelaksanaannya.
3. 30 % dari Kebutuhan
Kebutuhan dalam kesehatan pada umumnya didefinisikan sebagai kapasitas untuk
mendapat manfaat. Jika kebutuhan kesehatan harus diidentifikasi maka intervensi yang efektif
harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan ini dan meningkatkan kesehatan. 30% dari
kebutuhan berarti pemberian makanan diberikan sejumlah 30% dari total kebutuhan yang
sudah dihitung. Namun jika hanya 30% dari kebutuhan, hal tsb tidak memenuhi kebutuhan
minimal seorang pasien (80%). Sehingga jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan gizi
kurang pada pasien.
4. Nil – Per Oral (NPO)
Nil – Per Oral (NPO) adalah puasa. Tidak ada yang melalui mulut adalah instruksi
medis yang berarti menahan makanan dan cairan. NPO juga dikenal sebagai nil per os, frase
Latin yang diterjemahkan secara harfiah ke bahasa Inggris sebagai "tidak ada yang keluar dari
mulut".
5. Overfeeding
Overfeeding adalah keadaan seorang mendapatkan terlalu banyak
mendapat asupan makanan sehingga terjadi gangguan metabolisme
dalam pencernaan orang tsb. Gangguan metabolisme ini akan merusak
sistem pencernaan dan mengakibatkan masalah kesehatan akibat
sulitnya menyerap kelebihan asupan energi dan zat gizi.
6.Tim Komite Medis

Komite medis menurut pasal 5 Permenkes baru merupakan organisasi non


struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh direktur utama dan bukan merupakan
wadah perwakilan dari staf medis. Definisi ini bertolak belakang dengan definisi komite
medis pada Kepmenkes sebelumnya yang menyatakan bahwa komite medis adalah
wadah profesional medis yang keanggotaannya berasal dari ketua kelompok staf medis
atau yang mewakili. Menurut pasal 6, 7, dan 8, komite medis dibentuk oleh direktur
rumah sakit, sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan subkomite.
Keanggotaan ditunjuk langsung oleh direktur utama, baik persona maupun jumlahnya.
Ketua komite medik langsung ditunjuk direktur utama dengan memperhatikan masukan
dari staf medis. Sekretaris dan ketua-ketua subkomite ditetapkan direktur utama
menurut rekomendasi ketua komite medik dengan memperhatikan masukan staf medik.
TUGAS KOMITE MEDIS

1. Membantu direktur rumah sakit menyusun standar pelayanan medis dab memantau
pelaksanaanya
2. Melaksanakan pembinaan etika profesi, disiplin profesi dan mutu profesi
3. Mengatur kewenangan profesi antar kelompok staf medis
4. Membantu direktur menyusun medical staff bylaws dan memantau pelaksanaanya
5. Membantu direktur rumah sakit menyusun kebijakan dan prosedur yang terkait dengan
mediko-legal
6. Membantu direktur rumah sakit menyusun kebijakan dan prosedur yang terkait dengan etiko-legal
7. Melakukan koordinasi dengan kepala bidang pelayanan medik dalam melaksanakan pemantauan dan
pembinaan pelaksanaan tugaskelompok staf medis

8. Meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
dalam bidang medis
9. Melakukan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan medis antara lain melalui monitoring dan
evaluasi kasus bedah, penggunaan obat, farmasi dan terapi, ketepatan, kelengkapan dan keakuratan
rekam medis, tissue review, mortalitas dan motdibitas, medical care review/peer review/audit medis
melalui pembentukan sub komite-sub komite.
10. Memberikan laporan kegiatan kepada direktur rumah sakit
7. Fatal
Fatal adalah 1 mematikan; 2 tidak dapat diubah atau diperbaiki lagi
(tentang kerusakan, kesalahan); 3 menerima nasib (tidak dapat diubah lagi);
celaka
B. CUES

Seorang Dietisien dalam menjalankan tugas harus profesional yaitu teliti,


bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan gizi sesuai kebutuhan dan
kondisi pasien, dapat berkomunikasi dengan baik kepada sesame dietisien
atau tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya di lingkungan kerjanya
(hubungan antar manusia) sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadi
kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan sesuai dengan
etika yang berlaku.
C. PROBLEM IDENTIFICATION

1.Apa yang dimaksud dengan profesional?


Profesional adalah orang yang memiliki profesi atau pekerjaan yang dilakukan dengan memiliki
kemampuan yang tinggi dan berpegang teguh kepada nilai moral yang mengarahkan serta mendasari
perbuatan. Atau definisi dari profesional adalah orang yang hidup dengan cara mempraktekan suatu
keterampilan atau keahlian tertentu yang terlibat dengan suatu kegiatan menurut keahliannya. Jadi dapat
disimpulkan profesional yaitu orang yang menjalankan profesi sesuai dengan keahliannya.
2.Apa perbedaan profesi dan profesional?
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari
pelakunya.
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan
keahlian atau keterampilan yang tinggi.
3. Apa yang dimaksud dengan seorang dietisien bekerja secara profesional dalam
memberikan pelayanan gizi?
Seorang dietisien bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan gizi
berarti seorang dietisien yang melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati sesuai dengan
keahlian dan kemampuannya dan juga melakukan semua pekerjaannya dengan semaksimal
mungkin agar mendapatkan feedback yang baik, baik itu feedback dari klien maupun feedback
dari atasan.
4.Apa yang dimaksud dengan kode etik profesi gizi?
Kode etik ahli gizi adalah peraturan yang harus dilakukan ahli gizi dalam berinteraksi dengan
orang lain baik itu klien maupun teman seprofesi. Dalam menerapkan kode etik, ahli gizi wajib
melakukannya sesuai kewajiban yang meliputi kewajiban umum, kewajiban terhadap klien, kewajiban
terhadap masyarakat, kewajiban terhadap teman seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban terhadap
profesi dan diri sendiri.

Contoh kewajiban seorang ahli gizi terhadap klien adalah memelihara & meningkatkan status
gizi klien yang dilayaninya, memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas.
5. Apa yang dimaksud dengan memberikan pelayanan gizi secara dengan prinsip
etika profesi?
Ahli gizi melaksanakan profesi gizi mengabdikan diri dalam upaya memelihara &
memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan & kesejahteraan rakyat melalui upaya
perbaikan gizi, Pendidikan gizi, pengembangan ilmu-ilmu terkait dengan gizi. Ahli gizi dalam
menjalankan profesinya juga harus senantasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi dengan nila-nilai Pancasila, UUD
’45.
6. Bagaimana hak azasi klien yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh tenaga gizi,
tenaga medis/dokter dan tenaga kesehatan?
 Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan gizi atau di
masyarakat umum.
 Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih atau
sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila
diperlukan untuk keperluan kesaksian hukum.
 Menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan menghargai kebutuhan unik setiap klien
yang dilayani dan peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal
suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
 Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
 Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien
mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.
 Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa
berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.
7.Apa yang saudara ketahui tentang perkembangan suatu profesi?
Dimana suatu profesi itu dapat melakukan penelitian di bidang masing-masing profesi.
Seperti membuat teknologi baru, teknologi tepat guna untuk menunjang berjalannya pekerjaan
masing-masing profesi menjadi lebih baik. Intinya perkebmbangan suatu profesi itu adalah saat
suatu profesi dapat melakuakn penelitian dan menemukan suatu hal yang baru demi kemajuan
profesinya teresbut.
Contoh perkembangan suatu profesi sesuai kompetensi disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat adalah dimana zaman sekarang semua serba modern dan semua sudah serba digital,
jadi media social adalah media yang tepat untuk mengedukasi masyarakat. Dan tidak hanya media
social saja, melainkan ada website atau suatu aplikasi untuk melakukan konseling secara online.
7 MENTALITAS PROFESIONAL

1. Mentalitas Mutu
Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik yang mungkin. Dengan
sengaja dia tidak akan menampilkan the second best (kurang dari terbaik)
karena tahu tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi. Seorang
profesional mengusahakan dirinya selalu berada di ujung terbaik (cutting
edge) bidang keahliannya.
Jadi mentalitas pertama seorang profesional adalah standar kerjanya yang
tinggi yang diorientasikan pada ideal kesempurnaan mutu.
2. Mentalitas Altruistik
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik.
Istilah baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Aspek ini melengkapi
pengertian baik dalam mentalitas pertama, yaitu mutu. Baik dalam mentalitas
kedua ini berarti goodness yang dipersembahkan bagi kemaslahatan
masyarakat.
Maka ciri kedua profesionalisme ialah hadirnya motif altruistik dalam sikap
dan falsafah kerjanya.
3. Mentalitas Melayani
Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli
pada sekitarnya. Kaum profesional tidak melakukan onani profesi. Sebaliknya,
kepuasannya muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa
profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
Maka ciri ketiga seorang pekerja profesional adalah sikap melayani secara
tulus dan rendah hati kepada pelanggannya dan nilai-nilai utama profesinya.
4. Mentalitas Pembelajar
seorang pekerja profesional adalah dia yang telah mendapat pendidikan dan
pelatihan khusus di bidang profesinya. Bahkan untuk profesi-profesi yang
sudah mapan, sebelum seseorang diberi hak menyandang status profesional,
dia harus menempuh serangkaian ujian. Bila lulus barulah dia mendapatkan
sertifikasi profesional dari asosiasi profesinya.
Jadi ciri keempat pekerja profesional adalah hati pembelajar yang
menjadikannya terus bertumbuh dan mempertajam kompetensinya kerjanya.
5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan
ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan
ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk
mengabdi di bidang tersebut. Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan
kemampuannya yang digunakannya sebagai kalkulasi peluang suksesnya di sana.
Tetapi kemudian berkembang sebuah hubungan cinta antara sang pekerja dengan
pekerjaannya
Jadi ciri kelima seorang profesional sejati adalah terjalinnya dedikasi penuh cinta
dengan bidang profesi yang dipilihnya.
6. Mentalitas Kreatif
Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya,
berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam
pekerjaannya. Dia akan menghayati estetika dalam profesinya. Mata hatinya terbuka
lebar melihat kekayaan dan keindahan profesi yang ditekuninya. Seterusnya,
perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan memicu kegairahan baru bagi sang
profesional yang pada gilirannya memampukannya menjadi pekerja kreatif, berdaya
cipta, dan inovatif.
Jadi ciri keenam seorang pekerja profesional adalah kreativitas kerja yang lahir dari
penghayatannya yang artistik atas bidang profesinya.
7. Mentalitas Etis
Seorang pekerja profesional, sesudah memilih untuk "menikah" dengan
profesinya, menerima semua konsekuensi pilihannya, baik manis maupun
pahit. Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti wacana moral yang relevan
dengan profesi itu.
Jadi ciri keenam pekerja profesional adalah kesetiaan pada kode etik profesi
pilihannya
D. HIPOTESIS
Akibat Pasien meninggal

Masalah utama Overfeeding

Penyebab
Ketidak
pedulian
Tidak provesionalnya petugas (Ahli Lemahnya terhadap
Gizi, Pramusaji, Perawat management kondisi pasien

Kurang Kurang Kurang Tidak sesuai Tidak memonitor


pengawasan komunikasi koordinasi prosedur pelayanan asupan dan mengitung
ICU kebutuhan pasient

Asupan 30 % dari
kebutuhan
AKAR MASALAH

1. Ketidak profesionalan ahli gizi pertama


yang tidak memebritahukan tugasnya
kepada ahli gizi pengganti (kurang
koordinasi)
2. Ahli gizi pengganti kurang pengawasan
3. Pramusaji yang kurang komunikasi
PENYEBAB MUNCULNYA MASALAH

1. Faktor Kompetisi
- Kemampuan Tenaga Kesehatan
- Kurang ketelitian
- Kurang pengawasan & koordinasi

2. Faktor Management
Adanya peraturan jika ada karyawan yang tidak
masuk/adanya SOP yang jelas untuk Tenaga Kesehatan
PROSEDUR
Karyawan
Karyawan yang merencanakan Izin/Cuti diwajibkan untuk mengisi pengajuan izin/cuti
sebelumnya sesuai serta alasan meninggalkan kerja.
Karyawan yang karena keperluan atau suatu hal yang mendadak (diluar rencana)
meninggalkan atau tidak masuk kerja sesuai PP, diwajibkan memberitahukan secara lisan dan
atau tertulis kepada atasan langsung yang bersangkutan dan menyerahkan surat keterangan
dari instansi terkait dalam waktu sekurang-kurangnya 48 jam dari hari pertama cuti dan atau
pada hari pertama masuk kerja.
Menyerahkan Surat Permohonan Izin/Cuti dan atau surat keterangan dari instansi terkait
yang telah ditandatangani oleh pimpinan departement.
Pimpinan Departemen
Menandatangani Surat Permohonan Izin/Cuti Karyawan sebagai persetujuan
Berhak membatalkan Surat Permohonan Izin/Cuti Karyawan jika karyawan yang
bersangkutan harus menyelesaikan pekerjaan yang mendesak.
Departemen HRD
Mencatat data terbaru sisa cuti karyawan
Jika sisa cuti tidak mencukupi, Pimpinan Departemen HRD berhak mengurangi
atau menolak jumlah hari cuti yang akan diambil.
CARA PENCEGAHAN

1. Pengawasan. Pengawan perlu ditingkatkan


apalagi kepada pasien yag dirawat di ruang
ICU
2. Koordinasi yang jelas
3. Komunikasi
4. Profesionalisme
5. Evlauasi
E. LEARNING ISSUES

Pelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut adalah bahwa sebagai Dietisien
kita tetap harus bersikap professional dan teliti juga berhati-hati dalam melakukan pekerjaan
apalagi bersangkutan dengan pasien/klien. Walau didalam kasus, pramusaji tetap menjalankan
tugas seperti biasa, dietisien harus tetap melakukan pengawasan/pemantauan terhadap
asupan, komposisi makanan, dsbnya dan tidak lalai dalam mengerjakan pekerjaan atau tugas
walau sudah biasa dikerjakan. Agar tidak terjadi dan terhindar dari mal praktik seperti
dalam kasus tersebut. Dalam bekerja, dietisien juga harus melakukan komunikasi dan
koordinasi yang baik dengan pramusaji, perawat, dokter dan juga tenaga kerja kesehatan
lainnya.
H. DAFTAR RUJUAKAN

 https://today.mims.com/beda-ruang-intensive-care-unit-dan-instalasi-gawat-darurat
 https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000182.htm
 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1113037/#!po=3.33333
 Wikipedia (Inggris)
 https://www.scribd.com/document/355529687/Per-Oral-Dan-Overfeeding
 https://robertusarian.wordpress.com/tag/komite-medik/
 https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/fatal.html
 http://kbbgizi.com/2018/07/06/kode-etik-profesi-gizi/
 http://bankidonk.blogspot.com/p/resume-profesi-kependidikan.html
 https://id.wikipedia.org/wiki/Profesional
 https://dokumen.tips/documents/7-mentalitas-profesional.html

Anda mungkin juga menyukai