Anda di halaman 1dari 57

Case Report Session

GENERAL ANESTESIA PADA LAPAROSKOPI A.I


ADENOMYOSIS

Oleh :
MAYA SARI RAHAYU
G1A217038

1
Pendahuluan

Adenomiosis 1

2
Laparaskopi operatif
salah satu tindakan
medis yang dapat
dilakukan
3
Laparoskopi operatif untuk
pengobatan penyakit
umumnya memerlukan
anestesi umum.

2
Laporan
Kasus

3
ANAMNESIS

1 2
Identitas Pasien
Keluhan Utama

Nama : Ny. H Keluar darah dari kemaluan


Umur : 43 tahun

Jenis kelamin: perempuan


Alamat : RT 12 Talang Banjar

TB/BB : 155 cm /64 kg


Gol. Darah : O (+)
Diagnosa : Adenomyosis
Tindakan : Laparoskopi Operatif + histerektomi total 4
Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluar dari kemaluan


sejak dari kemaluan sejak
±1 bulan SMRS
Darah berwarna merah
segar
Sebanyak ±6 kali ganti
pembalut/hari

Perdarahan disertai dengan


nyeri perut yang menjalar
hingga ke pinggang
Riwayat menstruasi pasien tidak
teratur, siklus 6-7 hari. Mual (-),
muntah (-) penurunan berat
badan (-)

5
Cont…
3 Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Hipertensi : tidak ada
• Riwayat Asma : tidak ada
• Riwayat DM : tidak ada
• Riwayat Batuk Lama : tidak ada
• Riwayat Operasi : tidak ada
• Riwayat Alergi Obat : tidak ada 5
Riwayat Merokok (-)
• Riwayat Penyakit Lain : tidak ada

4 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami


keluhan serupa seperti yang dialami oleh pasien.
Riwayat DM, Hipertensi, Asma, pada keluarga
tidak ada.

6
PEMERIKSAAN FISIK
78 kali/menit

18 kali/menit
120/80 mmHg

Compos mentis
KEADAAN 36,3 °C
UMUM &
Kesadaran TANDA-TANDA
VITAL
7
Mata : SI(-/-), RC (+/+), Kepala : Normocephalic,
pupil isokoCA (-/-), r simetris, deformitas (-)
Mulut : Mukosa tidak anemis,
lidah kotor (-), Mallampati 1

Leher : Pem. KGB (-),


Pembesaran tiroid (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, sikatriks (-), spider
Thoraks: datar,
nevi (-), benjolan (-)
simetris Palpasi : supel, nyeri tekan (+)
Paru : supra pubic
pernapasan regular, Hepar, lien & ginjal: tidak teraba
NT (-), fremitus Perkusi : timpani (+)
ka=ki, sonor, Auskultasi : Bising usus (+) 4x/i
vesikuler

Jantung :
ictus kordis tak
terlihat, batas jantung
: dbn, BJ I/II reguler
8
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (6 November 2018) Kimia Darah Lengkap (6 November 2018)

 WBC: 7.5,65 103/mm3 (4-10 109/L)  Faal Hati


Protein Total : 6,2 g/dl (6,4-8,4)
 RBC : 3,95 106/mm3 (3,5-55, 1012/L)
Albumin : 3,8 g/dl (3,5-5,0)
 HGB : 11,2 g/dl (11-16 g/dl)
Globulin : 2,4 g/dl (3,0-3,6)
 HCT : 32,9 % (35-50%)
SGOT : 13 U/L (<40)
 PLT : 204 103/mm3 (100-300 109/L)
SGPT : 10 U/L (<41)
 Ct/Bt: 1.5’/4,5’  Faal Ginjal

Radiologi Ureum : 14 mg/dl (15-39)

 X-Ray Thorax Kreatinin : 0.9 mg/dl (0,6-1,1)

Kesan : bronchopneumonia STATUS FISIK ASA


1/2/3/4/E
Lain-lain
 EKG : Sinus Rhythm Puasa mulai jam 02.00 WIB 9
LAPORAN ANESTESI

RENCANA TINDAKAN ANESTESI


• Diagnosa pra bedah : Adenomyosis
• Tindakan bedah : Laparoskopi operatif+histerektomi total
• Status fisik ASA :2
• Tindakan anestesi : General Anestesi

Pramedikasi
• Dexametason 10 mg (IV)
• Ondansentron 4 mg (IV)
• Ranitidin 50 mg (IV)
Induksi : Sempurna
Teknik Anestesi : Anestesi Balans
Teknik Khusus :-
Medikasi :
• Fentanil 100 mcg
• Propofol 100 mg;
• Atrakurium 30 mg + 10 mg;
• Sevoflurans + N2O : O2
Cairan/Transfusi :
• Ringer Laktat 500 mL
• Ringer Laktat 500 mL
Keadaan Selama Operasi
• Posisi Penderita : Terlentang
• Penyulit waktu anestesi : Tidak ada
• Lama Anestesi : 2 jam
• Jumlah Cairan
Input :
• RL 500 ml
• RL 500 ml
• Total = 1000 ml
Output :
• Urine : ± 200 ml
• Perdarahan: Suction = 500 cc
• Total = 1700 ml
Kebutuhan cairan pasien ini;
BB = 64 Kg
• Maintenance (M)= 2 cc/kgBB
= 2 cc x 64
= 128 cc
• Pengganti Puasa (P)
P = 6 x M Pasien puasa dari jam 02.00, operasi pukul 08.30 WIB
= 6 x 128 cc
= 768 cc
• Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (Operasi Sedang)
= 64 x 6 cc
= 384 cc
• EBV = 65x bb
= 65x 644.160 cc
• EBL = 20% x EBV
= 20% x 4.160 cc 832 cc
Kebutuhan cairan selama operasi
• Jam I = ½ (P) + M + O
= ½ (768) + 128 + 384
= 896 cc
• Jam II = ¼ (P) + M + O
= ¼ (768) + 128 + 384
= 704 cc
Pra Anestesi
• Penentuan status fisik ASA : 1 / 2 /3/4/5/E
• Mallampati :1
• Persiapan:
• Pemberian Informed Consent
• Puasa 6 jam sebelum operasi
MONITORING PERIANESTESI

Monitoring
TD awal : 110/70 mmHg,
Nadi =76 x/menit,
RR = 20x/menit
Ruang Pemulihan
• Masuk Jam : 10.30 WIB
• Keadaan Umum : Kesadaran CM, GCS:15
• Tanda Vital :
TD (110/80 mmHg),
N (80x/i),
RR (21x/i),
SpO2 (99%)
• Pernafasan : Baik
Scoring Aldrete
• Aktivitas :2
• Pernafasan :2
• Warna Kulit :2
• Sirkulasi :2
• Kesadaran :2
• Jumlah : 10
Instruksi Post Operasi:
• Monitoring tanda vital dan perdarahan tiap 15 menit selama 1
x 24 jam
• Tirah baring tanpa bantal sampai 1 x 24 jam
• Boleh makan dan minum setelah pasien sadar penuh dan
bising usus (+)
• Instruksi lain dan terapi megikuti dr. Ade Permana, Sp. OG (K)
Tinjauan Laporan
Pustaka Kasus

21
Anestesi Umum
(General Anesthesia)

• Anestesi umum  Tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).

• Trias anestesi :
Hipnotik
Analgesi
Relaksasi otot.
Prosedur Anestesi Umum

Persiapan pra anestesi umum


a. Kunjungan Pra Anestesi
Tujuan kunjungan pra anestesi:
- Mempersiapkan mental dan fisik pasien
- Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
- Menentukan klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology)

b. Persiapan pasien (Anamnesis, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium,


Masukan oral)
c. Klasifikasi status fisik
• ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
• ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
• ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
• ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
• ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
d. Klasifikasi Mallapati
Premedikasi

• Meredakan kecemasan dan ketakutan


• Memperlancar induksi anesthesia
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik
• Mengurangi mual muntah pasca bedah
• Menciptakan amnesia
• Mengurangi isi cairan lambung
• Mengurangi refleks yang membahayakan
Persiapan Alat

STATICS:
• Scope : Laringoscope dan Stetoscope
• Tubes : Pipa trakea yang dipilih sesuai usia
• Airway :Orotracheal airway, untuk menahan lidah pasien saat pasien tidak sadar,
untuk menjaga agar lidah tidak menutup jalan nafas.
• Tape : Plaster untuk memfiksasi orotracheal airway.
• Introducer : Mandrain atau stilet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea
mudah untuk dimasukkan
• Conector : Penyambung antara pipa dan alat anesthesia
• Suction : Penyedot lendir.
MEDIKASI

Anestesi Inhalasi
Suatu anestesi yang menggunakan inhalan berupa gas. Obat anestesi inhalasi yang
sering digunakan saat ini adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran,
sevofluran

Mekanisme kerja obat inhalasi ditentukan oleh ambilan paru, difusi gas dari paru
ke darah dan distribusi ke organ. Sedangkan konsentrasi uap obat anestetik dalam
alveoli ditentukan oleh konsentrasi inspirasi, ventilasi alveolar, koefisien gas darah,
curah jantung, dan perfusi.
Anestesi Intravena Propofol
• Barbiturate
Mekanisme kerja diduga menghasilkan efek
• Propofol sedatif hipnotik melalui interaksi dengan
• Ketamin GABA (gamma-aminobutyric acid),
neurotransmitter inhibitori utama pada SSP.
• Opioid
• Benzodiazepin Efek : propofol menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler sistemik dan juga tekanan
darah. Relaksasi otot polos disebabkan oleh
inhibisi simpatik. Efek negative inotropik
disebabkan inhibisi uptake kalsium
intraseluler.
Analgesia
• Penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid

Golongan Opiod :
Morfin
Petidin
Fentanil
Sufentanil
Alfentanil
INTUBASI
EKSTUBASI

• Pengakhiran pemberian anesthesia dilakukan sesaat sebelum operasi berakhir


• FiO2 100% dipasang selama beberapa menit sebelum rencana ekstubasi.
• Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut dan faring.
• Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex perlindungan telah
kembali (antagonisasi dari relaksasi otot).
ADENOMIOSIS

Adenomyosis disebut juga dengan


endometriosis interna.

adenomiosis sebagai invasi jinak jaringan


endometrium ke dalam lapisan miometrium
yang menyebabkan pembesaran uterus difus
dengan gambaran mikroskopis kelenjar dan
stroma endometrium ektopik non neoplastik
dikelilingi oleh jaringan miometrium hipertrofik
dan hiperplastik.
36
FAKTOR RESIKO

Insiden adenomyosis meningkat pada wanita dengan:


• Usia 40-50 tahun
• Menarke dini (< 10 th)
• Riwayat keluarga
• Siklus haid pendek
• Menoragia
• Multiparitas
• Riwayat pembedahan uterus
• Merokok
MANIFESTASI KLINIS

• Gejala Adenomyosis
Dismenore parah (severe dysmenorrhea)
Dispareunia dalam (deep dyspareunia)
Nyeri pelvik kronis
Gejala perimenstruasi atau siklis
Infertilitas
Dyschezia (nyeri saat defaecation)
• Tanda Adenomyosis
Kram menstruasi
Menoragia
Durasi menstruasi lebih lama
Nyeri tekan daerah abdomen
Gejala Klinis Adenomiosis
1. Asimtomatis
Ditemukan tidak sengaja (pemeriksaan abdomen atau pelvis; USG transvaginal atau MRI;
bersama dengan patologi yg lain)
2. Perdarahan uterus abnormal
Dikeluhkan perdarahan banyak, berhubungan dengan beratnya proses adenomiosis
(pada 23-82% wanita dengan penyakit ringan – berat)
Perdarahan ireguler relatif jarang, hanya terjadi pada 10% wanita dengan adenomiosis

3. Dismenorea pada >50% wanita dengan adenomiosis


4. Gejala penekanan pada vesica urinaria & usus dari uterus bulky (jarang)
5. Komplikasi infertilitas, keguguran, hamil (jarang)
40
Penatalaksanaan

Terapi hormonal
• Memberikan efek untuk mengurangi gejala dan efeknya akan berkurang
setelah dilakukan pemberhentian terapi
• Obat hormonal yang paling klasik adalah gonadotrophin releasing hormone
agonist(GnRHa), yang dapat dikombinasikan dengan terapi operatif.
Terapi Operatif
• Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk adenomiosis.
• Indikasi operasi antara lain ukuran adenomioma lebih dari 8 cm, gejala
yang progresif seperti perdarahan yang semakin banyak dan infertilitas
lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal konvensional

41
Laparoskopi Diagnostik

⊷ Teknik operasi laparoskopik melibatkan


insuflasi intraperitoneal dgn CO2
⊷ Teknik pembentukan pneumoperitonium
meliputi tindakan insuflasi stlh insersi jarum
Veress infra-umbilikus, melibatkan deseksi
linea alba & pembukaan peritoneum.

42
Efek fisiologis Laparoskopi

Dampak fisiologi laparoskopi


Berkaitan dgn kombinasi bbrp efek
• Insuflasi CO2 intra peritoneum yg
menimbulkan pneumoperitonium
• Perubahan posisi pasien,
• Efek absorpsi sistemik CO2
• Pengaruh refleks peningkatan tonus vagus yg
dpt berkembang jd aritmia

43
Respon hemodinamik terhadap insuflasi
intraperitoneum
⊷ Faktor penderita ( status kardiorespi dan volume intravaskular )
⊷ Tekanan intra abdomen(pneumoperitoneum)

Peningkatan tekanan intra abdomen berhubungan dgn


penekanan pembuluh darah vena yg awalnya menyebabkan
peningkatan preload sesaat diikuti secara perlahan dgn
penurunan preload. Penekanan pembuluh darah arteri
meningkatkan afterload dan biasanya scr nyata mengakibatkan
peningkatan SVR
Respon hemodinamik terhadap insuflasi intraperitoneum

⊷ Efek dari posisi pasien

Pd posisi anti trendelenburg (head up position)


terjadi penurunan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri, hal ini menunjukkan adanya penurunan aliran
darah balik vena (venous return) atau preload,
cardiac output, dan tekanan arteri rata – rata
Komplikasi laparoskopi

⊷ Trauma gastrointestinal
⊷ Aritmia jantung
⊷ Emfisema subkutis
⊷ Pneumothorax, Pneumomediastinum &
Pneumoperikardium
⊷ Emboli Gas CO2
ANALISA Laporan
KASUS Kasus

47
Pra Anestesi

PRA ANESTESI
• Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien tidak
didapatkan riwayat asma, riwayat DM, HP, Jantung disangkal, namun didapatkan
dari pemeriksaan fisik, maka pasien ini digolongkan ke dalam ASA II.
Lanjutan…

INDIKASI GA dengan Intubasi ETT


• Anestesi untuk tindakan pada pasien ini menggunakan
general anastesi dengan teknik anastesi menggunakan ETT.
Karena operasi baik untuk fungsi diagnostik maupun
terapeutiks sehingga dilakukan membutuhkan dengan
waktu yang lama,
KEBUTUHAN CAIRAN
• Cairan maintenance : 2 x 64 = 128 ml/jam
• Cairan pengganti puasa : 6 x 130 ml = 768 ml
• Cairan stress operasi : 6 x 64 kg = 384 ml
• Kebutuhan cairan selama 1 jam pertama operasi
: ½ (768) + 128 + 384 = 894 cc
Kebutuhan cairan selama 1 jam kedua operasi
: ¼ (768) + 128 + 384 = 704
• Jumlah perdarahan selama operasi ± 500 ml dgn 2 jam 30 menit operasi
pasien membutuhkan lebih kurang 4 kolf RL
 Kebutuhan cairan pada pasien ini belum tercukupi.
Premedikasi

Nama Obat Dosis Dosis yang seharusnya Dosis yang


diberikan diberikan

Ranitidin 1 mg/KgBB 64 mg 50 mg

Ondansentron 0,05-0,2 3,2 – 12,8.8 mg 4 mg


mg/kgBB

Dexametason 8-12 mg IV 8-12 mg 10 mg


• Ranitidine  untuk mengurangi isi cairan lambung sehingga meminimalkan
kejadian pneumositis asam.

• Ondansteron  mengurangi rasa mual muntah pasca bedah

• Dexametason  Selain fungsinya sebagai anti-inflamasi, juga memiliki efek anti


mual & muntah

• Ketoprofen  Analgetik
INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESI

• Pada pasien ini induksi dilakukan secara intravena dengan propofol 100 mg. Dosis
propofol adalah 2-2,5 mg/kgBB. Dosis propofol yang seharusnya diberikan adalah
128-164 mg.
 Dosis propofol pada pasien ini belum tepat.

• Rumatan anestesi (maintenance) dapat dilakukan secara intravena, atau dengan


inhalasi atau campuran intravena inhalasi. Pada kasus ini rumatan anestesi
diberikan secara inhalasi dengan N2O dan O2 ditambah dengan sevofluran 1-2 %.
• Pemilihan propofol sebagai induksi intravena sudah tepat. Induksi standar dengan
propofol aman untuk ginjal.

• Pemilihan anestesi rumatan secara inhalasi sudah tepat. Karena pada anestesi
inhalasi diserap dan dieliminasi di paru, walaupun sebagian besar anastesi inhalasi
mengurangi GFR dan eksresi sodium urin, efek pada aliran darah ginjal masih
merupakan kontroversi.
TINDAKAN INTUBASI

• Sebelum dilakukan insersi ETT, pasien diberikan obat pelumpuh otot. Pada kasus ini,
recuronium di berikan sebanyak 30 mg. Dosis atracurium berdasarkan berat badan
adalah 0,6-1 mg/kgBB/iv yaitu 38,4-60 mg.
 Dosis recuronium pada pasien ini kurang dari dosis

Dosis petidine sebagai analgesia adalah 25-100mg pada pasien ini diberikan 75 mg, 
sesuai dosis terapi
EKSTUBASI
• Pada pasien ini, ekstubasi secara tepat telah dilakukan dimana ekstubasi dilakukan
ketika efek anestesi sudah ringan dan pasien sudah mulai bernafas spontan, serta
tidak ditemukan kesulitan saat ekstubasi.

RUANG PEMULIHAN

Pasien masuk ke ruangan pemulihan pada Jam 13:00 dengan Keadaan Umum cukup,
Kesadaran CM, GCS:15 TD: 110/80 mmHg, N: 80x/I, RR: 21 x/I Pernafasan tidak sesak.
Selama pemantauan pasien dalam keadaan stabil. Skor Alderet pada pasien ini adalah
10. Pasien kemudian dipindahkan ke ruangan kebidanan kelas III
57

Anda mungkin juga menyukai