Anda di halaman 1dari 53

REFARAT

“ Penanganan Fraktur Terbuka dan Fraktur Tertutup”

Daniel Amos S 17010030


Rara Naomi Noveria T 17010031

Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah Ortopedi & Traumatologi


Murni Teguh Memorial Hospital Medan
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Medan
Bab I. Pendahuluan
FRAKTUR

terputusnya hubungan / kontinuitas struktur tulang


atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet
yang disebabkan oleh gaya yang melebihi
elastisitas tulang.

Fraktur Tertutup

FRAKTUR

Fraktur Terbuka
Di Amerika Serikat diperkirakan jumlah peristiwa patah
tulang antara 3,5 sampai 6 juta kejadian setiap tahun.

India yang memperkirakan lebih dari 4,5 juta fraktur


terbuka terjadi per tahunnya. Angka ini mungkin terlalu
rendah mengingat di pusat-pusat kota besar di India
memiliki jumlah penduduk yang tinggi.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne et al


di Baltimore tahun 2008 mendapatkan pasien fraktur
tertutup sebanyak 291 (56%) orang
Bab II. Tinjauan Pustaka
PENANGANAN FRAKTUR TERBUKA

FRAKTUR
TERBUKA/ OPEN
FRACTURE

fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan


dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus
dari dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan
yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar
hingga kedalam.
Fraktur terbuka
Klasifikasi (Gustilo dan Anderson)
 Tipe I : kulit terbuka < 1 cm, bersih,
biasanya dari luar ke dalam; kontusio otot
minimal; fraktur simple transverse atau
short oblique.
 Tipe II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan
jaringan lunak yang luas, kerusakan
komponen minimal hingga sedang; fraktur
simple transverse atau short oblique
dengan kominutif yang minimal
 Tipe III : kerusakan jaringan lunak yang luas,
termasuk otot, kulit, struktur neurovaskular
seringkali merupakan cidera oleh energy
yang besar dengan kerusakan komponen
yang berat.
 Tipe IIIA : laserasi jaringan lunak yang luas,
tulang tertutup secara adekuat; fraktur
segmental, luka tembak, periosteal stripping
yang minimal
 Tipe IIIB : cidera jaringan lunak yang luas
dengan periosteal stirpping dan tulang
terekspos, membutuhkan penutupan flap
jaringan lunak; sering berhubungan dengan
kontaminasi yang massif.
 Tipe IIIC : cidera vaskuler yg membutuhkan
perbaikan.
Prinsip penanganan fraktur terbuka

1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.


2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain
yang dapat mengancam jiwa.
3. Pemberian antibiotik.
4. Lakukan debridement dan irigasi luka.
5. Lakukan stabilisasi fraktur.
6. Pencegahan tetanus.
7. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami
fraktur.
Komplikasi tersering dari fraktur terbuka yaitu infeksi.
Insidensi terjadinya infeksi luka pada fraktur terbuka memiliki
hubungan secara langsung terhadap kerusakan jaringan

Rata – rata infeksi yang dapat terjadi berdasarkan klasifikasi


fraktur terbuka menurut Gustilo adalah :
• Tipe I : 0 % sampai 2 %
• Tipe II : 2 % sampai 7 %
• Tipe III : 10 % sampai 25 %
• Tipe IIIA : 7%
• Tipe IIIB : 10% sampai 50%
• Tipe IIIC : 15%-50% dengan rata-rata amputasi 50% atau
lebih.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan fraktur terbuka :

a. Penanganan infeksi pada fraktur terbuka


Prinsip penangangan infeksi akut pada fraktur terbuka
adalah:
• Debridement radikal pada jaringan nekrotik dan
tulang yang mati
• Antibiotik yang tepat
• Pemberian antibiotic beads secara lokal
• Menjaga stabilitas fraktur
• Rawat luka terbuka
• Penutupan luka pada hari ke 7 sampai ke 14
• Penundaan cancellous bone grafting
b. Radikal debridement dan irigasi

Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati


sehingga luka menjadi bersih. Untuk melakukan debridement
yang adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan dapat
membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit,
fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati.

Luka harus dibuka lebih lebar dengan melakukan insisi


longitudinal (Henry’s extensile exposure). Pus harus dievakuasi
secara tuntas, jaringan nekrotik dan tulang yang mati harus di
eksisi seluruhnya. Kemudian dilakukan irigasi yang berulang –
ulang tehadap luka dengan menggunakan larutan normal saline
sebanyak 5000 sampai 1000 mL, dan dilanjutkan dengan
pemberian larutan bacitracin-polymyxin 0,1% sebanyak 2000
sampai 3000 mL, pemberian antibiotic beads dan luka dibiarkan
terbuka.
c. Pemberian antibiotik

Antibiotik segera diberikan tanpa harus menunggu hasil


kultur. Beberapa penelitian menunjukan bahwa antibiotik
golongan cephalosporin merupakan pilihan untuk
kebanyakan kasus. Setelah hasil kultur dan tes sensitivitas
ada, diberikan 2 gr inisial dan 1 sampai 2 gr setiap 4
sampai 6 jam tergantung dari luas infeksinya. Antibiotik
intravena diberikan selama 4 sampai 6 minggu.
d. Menjaga stabilitas fraktur

Menstabilkan fraktur untuk mengurangi kemungkinan


terjadinya infeksi dan membantu pemulihan soft tissue.

 Pada kasus infeksi berat pada fraktur, skeletal traksi dapat


digunakan secara temporer untuk mempertahankan stabilitas
fraktur.
 Pin atau pun plaster of paris dapat digunakan apabila
material fiksasi eksternal tidak tersedia.
 Fiksasi internal seperti plate atau nailing harus dihindari,
dan dapat di pasang 4 – 5 hari kemudian setelah tanda –
tanda infeksi menghilang.
E. Penutupan luka

Sebelum dilakukan penutupan luka ada dua hal yang harus


diperhatikan yaitu:
1. Infeksi sudah terkontrol dan tidak dijumpai lagi tanda –
tanda inflamasi lokal seperti eksudat purulen, kemerahan
ataupun bengkak
2. tidak ditemukan lagi tanda dan gejala sistemik dari infeksi
seperti demam, menggigil, atau peningkatan nyeri dan sel
darah putih harus dalam batas normal.
Ada 4 masalah yang ditemukan dalam melakukan
penutupan luka pada infeksi fraktur terbuka yaitu :
1. Penutupan jaringan lunak dan tulang yang adekuat.
2. Penutupan jaringan lunak yang tidak adekuat, ekspos
dari tulang namun tidak ada kehilangan jaringan tulang.
3. Penutupan jaringan lunak yang tidak adekuat, ekspos
dari tulang dan dijumpai adanya kehilangan sebagian
jaringan tulang (gaps) atau defek parsial.
4. Ekspos dari material fiksasi.
F. Cancelleous bone graft
 Menurut Gustilo, fraktur terbuka tipe III dengan kerusakan
jaringan yang luas memiliki komplikasi delayed union atau
non union hingga 60%.
 Cancelleous bone graft dianjurkan diberikan setelah luka
benar – benar sembuh yaitu 4 – 6 minggu setelah prosedur
penutupan luka.
 Pada kasus infeksi open fraktur dengan defek jaringan lunak
yang luas dan bone loss, Cancelleous bone graft dianjurkan
2 – 4 minggu segera setelah jaringan granulasi yang sehat
muncul (papineau et al), dan kemudian dilakukan split-
thickness skin graft.
Perawatan lanjutan dan rehabilitasi fraktur terbuka :
 Hilangkan nyeri.
 Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai
dan flagmen patah tulang.
 Mengusahakan terjadinya union.
 Mengembalikan fungsi secara optimal dengan
mempertahankan fungsi otot dan sendi dan pencegahan
komplikasi.
 Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan
fisioterapi.
Tindakan pembedahan

• Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera


mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak.
• Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode
fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
Luka Kompleks (Complex Wounds)
Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka
kompleks dapat ditutupi dengan menggunakan metode yang
berbeda, yakni :
A. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar
untuk menutupi fraktur. Kemudian diambil sebagian kulit dari
daerah lain dari tubuh (graft) dan ditempatkan di atas luka.

B. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap
jaringan. Jaringan ini sering diambil dari bagian punggung atau
perut. Tindakan ini membutuhkan bantuan dari ahli bedah
mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah terhubung
dan sirkulasi tetap berjalan.
PENANGANAN FRAKTUR TERTUTUP
FRAKTUR
TERTUTUP/
CLOSED
FRACTURE

hubungan fraktur dengan jaringan sekitarnya yaitu


jaringan lunak di sekitar lokasi fraktur
a.Grade 0 : fraktur ringan tanpa kerusakan
jaringan lunak

b.Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau


memar pada kulit dan jaringan subkutan

c.Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan


kontusio di jaringan lunak bagian dalam dan
terdapat pembengkakan

d.Grade 3 : fraktur tertutup terberat dengan


ancaman terdapat sindrom kompartemen.
Secara umum, komponen tatalaksana
untuk fraktur tertutup meliputi :
a. Reduce (Reduksi)
b. Hold (Mempertahankan)
c. Exercise (Latihan).
A. Reduce (Reduksi)

Pembengkakan jaringan lunak selama 12 jam pertama


akan mempersulit reduksi. Akan tetapi, terdapat beberapa
kondisi yang tak memerlukan reduksi, yaitu :

1. Bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada

2. Bila pergeseran tidak berarti (semisal fraktur clavicula)

3. Bila reduksi tampaknya tidak berhasil (semisal fraktur


kompresi vertebrae).
a) Reduksi Tertutup

Penggunaan anestesi dan relaksasi otot yang tepat,


memudahkan proses reduksi melalui tiga tahap manuver
yaitu:

1) Bagian distal ditarik ke garis tulang,

2) Sementara fragmen terlepas, fragmen tersebut direposisi

3) Penjajaran disesuaikan di setiap bidang.


a) Reduksi Terbuka

Reduksi bedah pada fraktur dilakukan atas indikasi :

1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran

mengendalikan fragmen atau karena terdapat jaringan

lunak di antara fragmen-fragmen itu

2) Bila terdapat fragmen artikular yang cukup besar yang

perlu ditempatkan secara tepat

3)Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah.

Biasanya reduksi terbuka merupakan langkah awal

untuk melakukan fiksasi internal.


B. Hold (Mempertahankan
Reduksi)
Metode yang tersedia untuk mempertahankan
reduksi adalah sebagai berikut.
1) Traksi

2) Pembebatan Gips
3) Pemakaian Penahan Fungsional
4) Fiksasi Internal
5) Fiksasi Eksternal
1. Traksi

Traksi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :

a) Traksi terus-menerus

 Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal femur supaya


melakukan tarikan terus menerus pada poros panjang tulang itu.

a) Traksi dengan gaya berat

 Digunakan pada cedera tungkai atas.

a) Traksi kulit

 Traksi dibebankan pada kulit dan jaringan lunak. Dilakukan


bila daya tarik yang diperlukan kecil (sekitar 4-5 kg).
Penggunaannya dengan ikatan elastoplast ditempelkan pada kulit
yang telah dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut.
Beberapa macam traksi kulit adalah :

1) Traksi Bucks (digunakan pada fraktur femur, pelvis, dan


lutut)

2) Traksi Bryants (untuk dislokasi sendi panggul pada anak)

3) Traksi Russells (untuk fraktur femur)

a) Traksi skeletal

 Traksi dibebankan pada tulang pasien dengan


menggunakan pin logam dan atau kawat Kirschner.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
a) pada anak-anak, traksi dan pembalut melingkar
dapat menghambat sirkulasi
b) pada orang yang lebih tua, traksi dapat
menyebabkan cedera saraf peroneus communis
yang menyebabkan drop-foot.
c) Sindroma kompartemen yang terjadi akibat traksi
berlebihan melalui pen kalkaneus.
2. Bebat Gips

 Teknik pemasangan gips :

Setelah fraktur direduksi, pasang kaus kaki pada tungkai


dan tonjolan tulang dilindungi dengan wol. Gips kemudian
dipasang. Sementara gips mengeras, tenaga medis
membentuknya agar tonjolan tulang tidak tertekan.
Pembebatan gips ini tidak boleh dihentikan sebelum fraktur
berkonsolidasi, kalaupun diperlukan perubahan gips,
diperlukan pemeriksaan sinar-X.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut.
a) Cetakan gips yang ketat
 nyeri yang difus
 Pembengkakan
 Tungkai harus ditinggikan untuk mengurangi keluhan
 penanganannya adalah melepas gips
a) Luka akibat tekanan
 nyeri lokal di atas tempat tekanan.
a) Abrasi kulit
 Terjadi bila pelepasan gips tidak dilakukan dengan benar
3. Pemakaian Penahan Fungsional
hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu,
semisal 3-6 minggu setelah traksi atau pemasangan
gips. Adapun penggunaan alat ini harus memenuhi
syarat sebagai berikut.
a) Fraktur dapat dipertahankan dengan baik,
b) Sendi dapat digerakkan,
c) Fraktur menyatu dengan kecepatan normal,
d) Memastikan metode yang dipakai itu aman.
Tehnik pemasangannya adalah dengan menstabilkan
frakturnya terlebih dahulu (dalam gips atau traksi), lalu
dipasang alat ini yang dapat menahan fraktur tapi
memungkinkan gerakan sendi, dan selalu dianjurkan
melakukan aktivitas fisik fungsional termasuk penahanan
beban.
4. Fiksasi Internal

 Fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen, paku


pengikat, plat logam dengan sekrup, paku intramedular
yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci), atau
kombinasinya.

 Bahaya yang mungkin terjadi adalah infeksi yang


dapat menyebabkan sepsis.
 Tindakan ini baru bisa dilakukan atas indikasi :

a) Fraktur yang terjadi tidak dapat direduksi kecuali dengan


operasi

b) Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung


akan bergeser setelah direduksi.

c) Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan,


terutama fraktur leher femur

d) Fraktur patologis dimana penyakit yang mendasarinya


mencegah penyembuhan

e) Fraktur multipel

f) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya


Komplikasi yang sering
terjadi
 Infeksi
 non-union
 kegagalan implan
 dan fraktur kembali
Waktu minimal
yang dibutuhkan untuk
melepas plat logam
tersebut adalah sekitar satu
tahun.
5. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal ini dilakukan atas indikasi :
a) Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah atau saraf
b) Fraktur disertai kerusakan jaringan lunak yang hebat
c) Fraktur dengan keadaan sangat kominutif dan sangat
tidak stabil
d) Fraktur disertai dengan keadaan infeksi
C. Exercise
 suatu tindakan rehabilitatif guna memperbaiki pergerakan
sendi dan kekuatan otot agar bisa kembali menjalankan
fungsi kehidupannya seperti sedia kala.

 Latihan yang dimaksud disini adalah bukan latihan aktif


berat, melainkan latihan aktivitas normal yang tidak
memberatkan. Adapun bila pasien tidak bisa melakukan
tindakan rehabilitatif aktif, bisa digunakan alat rehabilitatif
pasif menggunakan mesin yang dinamakan CPM
(Continuous Passive Motions).
Alat CPM
Bab III. Kesimpulan
Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah
fraktur. Ulasan di atas memberikan kerangka kerja yang dapat dirujuk
oleh dokter ketika merawat pasien dengan fraktur terbuka dan tertutup.
Penatalaksanaan fraktur tertutup dan terbuka berbeda. Manajemen fraktur
terbuka dan tertutup melibatkan kepatuhan pada prinsip-prinsip yang
dibahas sebelumnya. Menggunakan regimen pengobatan berbasis prinsip
dapat membantu meningkatkan hasil pasien sambil menghindari
komplikasi, efek samping dan juga tujuan dari tata laksana fraktur adalah
untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan
restorasi fungsi anggota gerak. Pada akhirnya, ini adalah tujuan dokter
bedah dan pasien akan mendapat manfaat dari pengembalian awal ke
fungsi normal.
Daftar Pustaka

1. Praemer A, Furner S, Rice DP. Musculoskeletal conditions in the United States. Park Ridge, Ill: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 1992.

2. Information about Orthopaedic Patients and Conditions - AAOS. 2008. (4/8/2008)

3. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA. Management of open fractures. St. Louis; London: Mosby; M Dunitz; 1996.

4. Court-Brown CM, Rimmer S, Prakash U, McQueen MM. The epidemiology of open long bone fractures. Injury. 1998;29:529–34. [PubMed]

5. Gustilo RB, Anderson JT. Prevention of infection in the treatment of one thousand and twenty-five open fractures of long bones: Retrospective and
prospective analyses. J Bone Joint Surg Am. 1976;58:453–8. [PubMed]

6. Gustilo RB, Mendoza RM, Williams DN. Problems in the management of type III (severe) open fractures: A new classification of type III open fractures.
J Trauma. 1984;24:742–6. [PubMed]

7. Tscherne H, Oestern HJ. A new classification of soft-tissue damage in open and closed fractures. Unfallheilkunde. 1982;85:111–5. [PubMed]

8. Johansen K, Daines M, Howey T, Helfet D, Hansen ST., Jr Objective criteria accurately predict amputation following lower extremity trauma. J Trauma.
1990;30:568–72. [PubMed]

9. Gustilo RB, Gruninger RP, Davis T. Classification of type III (severe) open fractures relative to treatment and results. Orthopedics. 1987;10:1781–8.
[PubMed]

10. Brumback RJ, Jones AL. Interobserver agreement in the classification of open fractures of the tibia: The results of a survey of two hundred and forty-five
orthopaedic surgeons. J Bone Joint Surg Am. 1994;76:1162–6. [PubMed]

11. Helfet DL, Howey T, Sanders R, Johansen K. Limb salvage versus amputation: Preliminary results of the Mangled Extremity Severity Score. Clin Orthop
Relat Res. 1990;256:80–6. [PubMed]

12. O'Sullivan ST, O'Sullivan M, Pasha N, O'Shaughnessy M, O'Connor TP. Is it possible to predict limb viability in complex Gustilo IIIB and IIIC tibial
fractures? A comparison of two predictive indices. Injury. 1997;28:639–42. [PubMed]

13. Fagelman MF, Epps HR, Rang M. Mangled extremity severity score in children. J Pediatr Orthop. 2002;22:182–4. [PubMed]

14. Sharma S, Devgan A, Marya KM, Rathee N. Critical evaluation of mangled extremity severity scoring system in Indian patients. Injury. 2003;34:493–6.
[PubMed]

15. MacKenzie EJ, Bosse MJ, Kellam JF, Burgess AR, Webb LX, Swiontkowski MF, et al., editors. Factors influencing the decision to amputate or
reconstruct after high-energy lower extremity trauma. J Trauma. 2002;52:641–9. [PubMed]
16. Templeman DC, Gulli B, Tsukayama DT, Gustilo RB. Update on the management of open fractures of the tibial shaft. Clin
Orthop Relat Res. 1998;350:18–25. [PubMed]

17. Patzakis MJ, Wilkins J, Moore TM. Use of antibiotics in open tibial fractures. Clin Orthop Relat Res. 1983;178:31–5.
[PubMed]

18. Apley, A. G dan Louis S. 2018. Buku Ajar Orthopedi & Fraktur Sistem Apley. Edisi 10, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho.
Jakarta: Widya Medika

19. Buckley, R. General Principles of Fracture Care Treatment and Management. Emedicine Drugs, Desease and Procedures.
2012.

20. Dellinger EP, Caplan ES, Weaver LD, Wertz MJ, Droppert BM, Hoyt N, et al., editors. Duration of preventive antibiotic
administration for open extremity fractures. Arch Surg. 1988;123:333–9. [PubMed]

21. Dellinger EP, Miller SD, Wertz MJ, Grypma M, Droppert B, Anderson PA. Risk of infection after open fracture of the arm or
leg. Arch Surg. 1988;123:1320–7. [PubMed]

22. Zalavras CG, Patzakis MJ. Open fractures: Evaluation and management. J Am Acad Orthop Surg. 2003;11:212–9. [PubMed]

23. Sjamsuhidayat, Wim de jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2, EGC, Jakarta.

24. Moesbar Nazar, 2007, Pengendara dan Penumpang Sepeda Motor Terbanyak Mendapat Patah Tulang Pada Kecelakaan Lalu
Lintas, Universitas Sumatera Utara, Medan, Available from www.usu.co.id, (Accessed: 2019, 06 Mar)

25. Naem M.U., Qasim M., Khan M.A., Sahibzada A.S. and Sultan S., 2009, Management Outcome of Closed Femoral Shaft
Fractures by Open Surgical Implant Generation Network (Sign) Interlocking Nails on Journal Ayub Med Coll Abbottabad
2009;21, Available from: http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/21-1/Naeem.pdf, (Accessed: 2019, 07 mar).

26. Saikia KC, Bhattacharya TD, Agarwala V, 2008, Anterior compartment pressure measurement in closed fractures of leg on
Indian Journal of Orthopaedics, Department of Orthopedics, Guwahati Medical College and Hospital, India, Available from:
http://www.ijoonline.com/text.asp?2008/42/2/217/40261, (Accessed: 2019, 08 Mar).

Anda mungkin juga menyukai