Anda di halaman 1dari 38

KELOMPOK 1

AFRIANI YUSLIVIA
REPI RATNADILA
RATNA DEWI FEBRIANI
ROSITA DEWI
YUDHA

MULTIPLE TRAUMA
MULTIPLE TRAUMA

Multipel trauma adalah


istilah medis yang
menggambarkan kondisi
seseorang yang telah
mengalami beberapa luka
traumatis, seperti cedera
kepala serius dan luka bakar
yang serius. terdapat 2 atau
lebih kecederaan secara
fisikal pada regio atau
organ tertentu
KEMATIAN YG DISEBABKAN TRAUMA

Immediate
deaths

Late Early
deaths deaths
Pendekatan umum ?
• Pendekatan umum kepada pasien trauma yang harus di miliki
perawat adalah caring, karena caring merupakan perilaku
manusia Berupa kepedulian fisik, emosi, sosial, spiritual dan
moral (Hunter, 2006).
• Ada beberapa hal yang harus dilakukan perawat :

Niat menolong dari hati perubahasan emosi


Komunikasi cepat merespon
Menjelaskan pelayanan terbaik
Dukungan spiritual kehadian keluarga
peduli
EVALUASI AWAL DAN PENGOBATAN
TRAUMA
• Primary survey
Pada primary survey terdapat beberapa penilaian,
intervensi, dan evaluasi yang berkelanjutan.
Komponenya adalah :
• A : airway (jalan napas)
• B : breathing (pernapasan)
• C : circulation (sirkulasi)
• D : Disability (defisit neurologis)
• E : exposure and enviromental contro (pemaparan
dan kontrol lingkungan)
SECONDARY SURVEY

Pada secondary survey dilakukan pemeriksaan


lengkap head to toe. Hal-hal tersebut di catat dan di
prioritaskan untuk tindakan selanjutnya.
- Mnemonic yang digunakan untuk mengingat survei
sekunder adalah dari huruf F ke I.
F : Faciliation
F : full of vital F : five
Of Family
signs (TTV) interventions
Presence

G : Give H : History I : inspect the


comfort and Head to posterior
measures toe surfaces
INTUBASI PASIEN TRUMA

Ada beberapa cara dalam mengidentifikasi sebanyak


mungkin resiko akan terjadinya kesulitan intubasi dan
laringoskopi yaitu dengan teknik LEMON atau MELON :
• L (Look externally) ( evaluasi permukaan wajah)
• Evaluate (3,3,2 Evaluasi buka mulut )
- Angka 3 yang pertama adalah kecukupan akses oral
- Angka 3 yang kedua adalah kapasitas ruang mandibula untuk
memuat lidah ketika laringoskopi. <3 akan mengalami kesulitan.
- Angka 2 yang terakhir mengidentifikasi letak laring berkaitan
dengan dasar lidah. >2 letak laring lebih jauh dari dasar lidah,
sehingga mungkin menyulitkan dalam hal visualisasi glottis
M (Mallampaty score)
Skor mallampati atau klasifikasi mallampati adalah sistem skor
medis yang digunakan dibidang anestesiologi untuk menentukan
level kesulitan dan bisa menimbulkan resiko pada intubasi
pasien yang sed.ang menjalani proses pembedahan, Hasil
menentukan tingkat yg dibedakan dari I sampai IV
O (Obstruction)
kesulitan jalan napas harus selalu kita pertimbangkan sebagai
akibat adanya obstruksi pada jalan napas. 3 tanda utama adanya
obstruksi yaitu muffled voice (hot potato voice), adanya
kesulitan menelan ludah (karena nyeri atau obstruksi) dan
adanya stridor.
• N (Neck mobility)
Keterbatasan mobilisasi leher harus dipertimbangan sebagai
suatu kesulitan dalam intubasi. Mobilisasi leher dapat dinilai
dengan Ekstensi sendi atlanto - oksipital yaitu posisi leher fleksi
dengan menyuruh pasien memfleksikan kepalanya kemudian
mengangkat mukanya, hal ini untuk menguji ekstensi dari sendi
atlanto - oksipital. Aksis oral, faring dan laring menjadi satu
garis lurus dikenal dengan posisi Magill. Nilai normalnya adalah
35 derajat (Magboul M,2004).
VENTILASI

Palpasi / FEEL
• pergeseran letak trakhea
• Patah tulang iga
Inspeksi / LOOK • Emfisema kulit
• Sianosis • Dengan perkusi mencari
• Luka tembus dada hemotoraks dan
• Flail ehest pneumotoraks
• Sucking wounds
• Gerakan otot nafas
tambahan
Auskultasi / dengar (LISTEN)

• Suara nafas, detak jantung, bising usus


• Suara nafas meneurun pada pneumotoraks
• Suara nafas tambahan / abnormal.
hemodinamika

Hemodinamika
adalah sesuatu •Nadi
yang berkaitan
dengan volume, •Tekanan darah
jantung dan •Heart reat/ denyut jantung
pembuluh •Indikator perfusi perifer,
darah didalam warna kulit, CRT,
tubuh. Penilaian
sederhana kelembaban dan suhu
hemodinamik tubuh
yaitu :
SYOK PADAPASIEN TRAUMA

• Syok merupakan hasil dari


perdarahan yang tidak terkendali
baik eksternal maupun internal
(dada, perut, panggul, dan beberapa
tulang panjang). Kehilangan
cardiac output juga dapat
disebabkan oleh tension
pneumothorax atau tamponade
jantung. Shock berat menyebabkan
aktivitas listrik pulseless (PEA)
atau henti jantung asystolic
PEMERIKSAAN FISIK
CEDERA OTAK

1. Pemeriksaan kepala :
periksa leher dan tulang
3. Pemeriksaan foto polos
belakang, mencari tanda kepala : kehilangan
adanya cedera pada tulang
servikal dan cedera pada
kesadaran, nyeri,
medula spinalis. jejas,luka tembus, keluar
Pemeriksaan meliputi jejas, cairan/darah dari
deformitas, status motorik,
sensorik dan automatik. hidung/telinga, deformitas.

2. Pemeriksaan
neurologis : -
tingkat kesadaran,
saraf kranial,
fundoskopi,
motorik dan
sensoris, dan
autonomis.
PEMERIKSAAN CT-SCAN

Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera


kepala :
• GCS < 13 setelah resusitasi.
• Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau
lebih, hemiparesis, kejang.
• Nyeri kepala, muntah yang menetap
• Terdapat tanda fokal neurologis
• Terdapat tanda fraktur atau kecurigaan fraktur
• Trauma tembus atau kecurigaan trauma tembus
• Evaluasi pasca operasi
• Pasien trauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)
• Indikasi sosial
PEMERIKSAAN ORBITA

• Prosedur pemeriksaan orbita adalah sebagai berikut :


 Persiapkan Alat dan Assesories radiografi yang dibutuhkan
untuk praktek radiografi Foramen Opticum
 Geser tabung sinar x tepat dipertengahan meja pemeriksaan.
 Atur luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya obyek,
tabung sinar x diatur 90derajat terhadap meja pemeriksaan.
 Posisi Kepala prone/Postero anterior
 Tempatkan orbita yang akan diperiksa dipertengahan kaset,
dengan pipi, hidung dan dagu menempel meja pemeriksaan.
 MSP kepala diposisikan 530 terhadap meja pemeriksaan
(bidang film) dengan menggunakan alat bantu penyudutan.
 OML tegak lurus bidang film.
 Fiksasi kepala dengan menggunakan bantal pasir dan spon
agar tidak berubah posisinya.
Pertengahan kaset diatur tepat pada jatuhnya
sinar X
Letakkan Marker R (kanan) atau L (kiri) sesuai posisi
objek pada tepi kaset yang tercakup luas
lapangan penyinaran.
Pastikan Central Ray (CR) tegak lurus dengan
bidang film tepat dipertengahan film
Central Point (CP) pertengahan orbita yang dekat
dengan film
Jarak pemotretan (FFD) = 90 cm
Berikan faktor eksposi (KV, mA, dan Second) sesuai
dengan tebal objek kepala.
Selesai eksposi, lakukan prosesing film di Kamar
Gelap
EVALUASI RADIOLOGI

Radiologi kepala 2. Radiologi abdomen


1. Foto polos kepala
• Foto polos kepala
MARCUSS GUNN PUPIL

• Dikenal sebagai defek pupil aferen


relatif (RAPD), adalah tanda non-
spesifik pada pemeriksaan fisik yang
menunjukkan disfungsi saraf optik
parsial
NASOORBITOETHMOID COMPLEX

Kompleks nasoorbitoethmoid (NOE) adalah


pertemuan sinus frontal, sinus ethmoid, fossa
kranial anterior, orbit, tulang frontal, dan
tulang hidung
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
- Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin
dan lain-lain
Pengkajian primer
• Airway (jalan nafas)
Pemeriksaan jalan nafas pada pasien multitrauma merupakan
prioritas paling utama. Untuk melancarkan jalan nafas harus
dilakukan dengan cara clin lift atau jaw thrust untuk membuka
jalan nafas.
• Breathing
Semua pasien trauma harus mendapat suplai oksigen yang bagus
kecuali jika terdapat kontraindikasi terhadap tindakan ini. Bantuan
ventilasi harus dilakukan jika usaha pernafasan tidak adekuat.
• Circrulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani dengan melakukan
tindakan pemasangan IV line, dan tentukan status sirkulasi yang akan
diberikan kepada pasien dengan mengkaji nadi.
• Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, serta ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
PENGKAJIAN SEKUNDER

a. Kepala
• Palpasi dan inspeksi kulit kepala: hal ini penting karena kulit
kepal biasanya tidak terlihat karena tertutup rambut.
• Catat adanya perdarahan, laserasi memar atau hematoma.
• Catat adanya darah atau drainase dari telinga.
• Inspeksi adanya memar dibelakang telinga.
• Catat adanya tremor atau kejang.
Wajah
• Inspeksi dan palpasi tulang wajah
• Kaji ukuran pupil dan respon terhadap cahaya.
• Catat adanya darah atau drainase dari mata,
hidung dan mulut.
• Observasi sianosis pada bibir.
• Cek adanya gigi yang tanggal.
• Inspeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma.
Leher
• Observasi adanya bengkak atau deformitas dileher.
• Cek spinal servikal untuk devormitas dan nyeri pada
saat palpasi. Perhatikan pada saat menggerakan
leher atau kepala pasien dengan kemungkinan
trauma leher.
• Observasi adanya deviasi trakea.
• Observasi adanya distensi pada vena jugulasir.
Dada
• Inspeksi dinding dada dan kedalaman pernafasan
untuk kesimetrisan pergerakan dada pada saat
bernafas. Catat adanya segmen flailchest.
• Cek adanya fraktur iga dengan melakukan
penekanan pada tulang iga pada posisi lateral, lalu
anterior dan posterior, menyebabkan nyeri pada
pasien yang mengalami fraktur iga.
• Catat keluhan pasien akan nyeri, dspnea atau sensai
dada terasa berat.
• Catat memar, pendarahan luka atau e,fisema
subkutaneus.
• Auskultasi paru untuk kualitas dan kesimetrisan bunyi
nafas.
Abdomen
• Catat adanya distensi, perdarahan, memar atau
abrasi, khususnya di sekitar organ vital seperti pada
limfa atau hati.
• Auskultai abdomen untuk bisisng usus.
Genetalia dan pelvis
• Observasi untuk abrasi, perdarahan, hematoma,
edema atau discharge.
• Observasi adanya gangguan kemih.
Tulang belakang
• Palpasi tulang vertebra, rasakan adanya deformitas
dan catat lokasi jika terdapat respon nyeri pada
pasien.
• Jangan pernah membalikan untuk memeriksa tulang
belakang sampai trauma spinal sudah dipastikan. Jika
harus membalikan pasien gunakan teknik log-roll.
• Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika
mempalpasi sudut costovertebral melawati ginjal
• Ekstremitas
Cek adanya perdarahan, edema, nyeri atau asimetris
tulang atau sendi mulai pada segmen proksimal pada
setiap ekstremitas dan palpai pada bagian distal.
DIAGNOSA

1. Devisit volume cairan b.d hemoragi spasium ketiga


2. Gangguan pertukaran gas b.d trauma pulmonal,
komplikasi pernafasan dan nyeri.
3. Kerusakan integritas jaringan b.d trauma,
pembedahan, prosedur-prosedur invasif dan
imobilitas.
4. Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan b.d
penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi dan
penurunan pertukaran gas.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b,d trauma dan
prosedur invasif.
6. Ansietas b.d penyakit kritis, ketakutan akan kematian
atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan
sosial dan ketidakmampuan yang permanen.
INTERVENSI

1.Devisit volume cairan b.d hemoragi spasium ketiga


Pantau tekanan darah, frekuensi jantung setiap 1
jam sekali.
Kaji parameter hemodinamik : TDKP, TVS dan curah
jantung.
Pantau elektrolit, HSD dan faktor-faktor koagulasi.
Monitor status cairan masuk intake dan output
cairan.
Monitor tanda-tanda vital.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
cairan IV
INTERVENSI

2. Gangguan pertukaran gas b.d trauma pulmonal, komplikasi


pernafasan dan nyeri
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu.
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
 Kaji bunyi paru, pernafasan, suhu tubuh, sensorium, TVS, gas-
gas darah venous arterial dan campuran.
 Monitor respirasi dan status oksigen.
 Monitor pola nafas: bradipnea, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes dan biot.
 Lakukan fisioterapi dada, drainase postural jika tidak ada
kontraindikasi.
 Catat peregerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal.
INTERVENSI

3. Kerusakan integritas jaringan b.d trauma,


pembedahan, prosedur-prosedur invasif dan imobilitas
Kaji penyembuhan luka, kulit dan integritas jaringan.
Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
Ganti pembalut luka, sesuai anjuran.
Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, dan formasi traktus.
Lakukan teknik perawatan luka dengan steril.
Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka.
Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet TKTP (tinggi
kalori tinggi protein).
INTERVENSI

4. Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan b.d


penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi dan
penurunan pertukaran gas.
Observasi tanda-tanda vital, haluaran urine,
sensorium, curah jantung dan indeks jantung.
Pantau gas-gas darah arteri dan vena.
Pantau BUN, kreatinin, bilirubin dan uji fungsi hepar.
Kaji terhadap ikterik.
Siapkan untuk dialisis juka diperlukan.
Perthanakan keseimbangan cairan yang optimal.
INTERVENSI

5. Resiko infeksi b,d trauma dan prosedur invasif


Kaji tanda-tanda vital dan luka.
Ganti balutan sesuai dengan perintah.
Pantau hemodinamik terhadap tanda-tanda syok
septik: teanan darah, curah jantung dan tahanan
vaskular sistemik.
Siapkan untuk pemeriksan diagnostik,
pembedahan sesuai keperluan.
Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotik
INTERVENSI

6. Ansietas b.d penyakit kritis, ketakutan akan kematian atau


kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan sosial dan
ketidakmampuan yang permanen.
 Gunakan pendekatan yang menenangkan.
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur.
 Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres.
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takutnya.
 Identifikasi tingkat kecemasan.
 Dorong pasien untuk mengungkapan perasaan, ketakutan
dan persepsi.
 Intruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
 Berikan waktu kepada pasien untuk mengekspresikan dirinya.
JURNAL

Anda mungkin juga menyukai