Anda di halaman 1dari 154

Pemicu 4

Veve
Blok Sistem Reproduksi
2018
Mind mapping
Persalinan

Normal Abnormal

Ibu Prolaps tali pusat Bayi

• Persalinan lama • Distosia


• Retensi plasenta • Malpresentasi
• Inversio uterus • Hipoksia janin
• Perdarahan post partum • Intra-uterine fetal death (IUFD)
• Ruptur perineum • Asfiksia neonatorum
• Ruptur serviks • Hipoglikemia neonatorum
• Ruptur uteri • Hipotermia neonatorum
• Ketuban pecah dini • Infeksi/sepsis neonatorum
• Persalinan preterm
• Persalinan post matur
• Subinvolusio uterus
Learning Issue

• Persalinan lama
• Retensi plasenta
• Inversio uterus
• Menjelaskan persalinan
• Perdarahan post partum abnormal (definisi, etiologi,
• Ruptur perineum klasifikasi, patfis, tanda & gejala,
• Ruptur serviks
• Ruptur uteri
PF, PP, tatalaksana farmakologis

1
• Ketuban pecah dini dan non-farmakologis, prognosis,
• Persalinan preterm dan komplikasi)
• Persalinan post matur
• Subinvolusio uterus
Ruptur perineum
Definisi : Etiologi :
- Kepala janin terlalu cepat;
• luka pada perineum yang - Persalinan tidak dipimpin sebagaimana
disebabkan rusaknya mestinya;
jaringan secara alamiah - Sebelumya pada perineum terdapat
karena proses desakan banyak jaringan parut;
kepala janin atau bahu pada - Pada persalianan dengan distosia bahu
saat persalinan. - Presentasi defleksi (dahi,muka);
• Bentuk ruptur biasanya - Primipara
tidak teratur  penjahitan - Letak sungsang
- Pada obstetri dan embriotomi:
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan
embriotomi

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54798/Chapter%20II.pdf?sequence=4
Laserasi derajat I : robekan superfisial Laserasi derajat II : meluas ke fascia
yang melibatkan mukosa vagina dan / dan otot korpus perineum.
kulit perineal.

Laserasi derajat IV : meluas sampai korpus


Laserasi derajat III : meluas sampai rektum meliputi kerusakan sfingter ani
melalui otot sfingter ani eksternus. eksternus dan internus.
Ruptur perineum tingkat 1-2
• Tatalaksana
– Anestesi lokal  mulai penjahitan 1cm dari ujung laserasi atau
yg terlihat paling distal (polyglactin 910) (fascia rectovaginal
harus terjahit) sampai ke tepi cincin himen  jahit m.
perineum transversus, m. bulbocavernosis (single interrupted
suture).
– Penjahitan kulit biasanya tdk diperlukan (> insiden nyeri
perineal 3 bln setelah melahirkan), tapi jika diperlukan  jahit
subkutikula dimulai dari apex posterior dengan jarak jahitan
3mm dari tepi kulit yang sobek.
– Sitz bath, analgesik (ibuprofen), nyeri hebat  infeksi
perineal ?

Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal lacerations. Am Fam Physician. 2003 Oct 15; 68(8): 1585-90.
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill

Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal lacerations. Am Fam Physician. 2003 Oct 15; 68(8): 1585-90.
Ruptur perineum tingkat 3-4
• = laserasi tingkat tinggi
• Jangka pendek  perdarahan>, nyeri setelah melahirkan, > resiko infeksi
• Jangka panjang  > resiko inkontinensia anal, dispareunia
• Insiden: 0,25 – 6 %
• Faktor resiko : episiotomi medial, nulipara, kala 2 memanjang, posisi occiput
posterior persisten, persalinan per vagina operatif, ras Asia, bayi BB >
• Tatalaksana:
– Penjahitan mukosa rektal (tdk menembus seluruh mukosa/sampai kanal anal  cegah
fistula) dengan polyglactin 910
– Penjahitan m. sfingter ani interna
– Penjahitan m. sfingter ani eksterna (overlapping > end-to-end technique)
– Idem tatalaksana ruptur perineum tingkat 1-2
– Docusate sodium  < rusaknya jahitan akibat tekanan saat defekasi
• Pencegahan:
– Minimalkan penggunaan episiotomi dan persalinan per vagina operatif
– Tindakan vakum lbh baik drpd forsep
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal lacerations. Am Fam Physician. 2003 Oct 15; 68(8): 1585-90.
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill

Leeman L, Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal lacerations. Am Fam Physician. 2003 Oct 15; 68(8): 1585-90.
Perdarahan post
partum Etiologi
tersering
• Bedakan atonia uteri (uterus
lembek, perdarahan saat
massase uterus) dengan laserasi
saluran genitalia (vagina, cervix)
(bisa terjadi bersamaan)
• Bila bukan atonia atau laserasi
saluran genitalia  ruptur
uteri ?
• Etiologi tersering: abruptio
placenta, SC, manual placenta,
hipotoni/atoni uterus,
endometritis, kelainan koagulasi
darah.
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United
States: McGraw-Hill
Zubor P, et al. recurrent secondary postpartum hemorrhages due
to placental site vessel subinvolution and local uterine tissue
coaagulopathy. BMC Pregnancy Childbirth. 2014; 14: 80.
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)
 Definisi  Perdarahan pascasalin primer terjadi dalam
24 jam pertama setelah persalinan, sementara
perdarahan pascasalin sekunder adalah perdarahan
pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24
jam hingga 12 minggu setelah persalinan.
 Diagnosis  Perdarahan pascasalin adalah perdarahan
>500 ml setelah bayi lahir atau yang berpotensi
mempengaruhi hemodinamik ibu.
 Faktor Predisposisi
 Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta,
kehamilan ektopik, mola hidatidosa
Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)
– Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan
per vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau
bagian tengah panggul), bekas SC atau histerektomi
– Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat
badan kurang, preeklamsia berat/eklamsia, sepsis, atau gagal
ginjal
– Gangguan koagulasi
– Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus
overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion
atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen
anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi),
persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan
riwayat atonia uteri sebelumnya

Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)

Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)
•Tatalaksana
Tatalaksana Umum
– Panggilbantuantimuntuktatalaksanasecarasimultan(lihatBAGA
N5)
– Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
– Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan
syok (lihat bab 3.2).
– Berikan oksigen.
– Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau
18) dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu.
(lihat tabel 4.7.1). Pada saat memasang infus, lakukan juga
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)
jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan:
- Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
- Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
- Profil Hemostasis
- Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
- Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
- Prothrombin time (PT)
- Activated partial thromboplastin time (APTT)
- Hitung trombosit
- Fibrinogen
 Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu
Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)
 Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.
 Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika ada,
misal: robekan serviks atau robekan vagina).
 Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
 Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan
yang masuk. (CATATAN: produksi urin normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
 Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis ditemukan keadaan anemia
berat
- 1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat menaikkan hemoglobin 1
g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal.
- Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent ditandatangani untuk
persetujuan transfusi
 Tentukan penyebab dari perdarahannya (lihat tabel 4.7.2) dan lakukan tatalaksana spesifik
sesuai penyebab

Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)

Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Perdarahan Pascasalin (HPP/Hemorargia Post
Partum)

Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2013
Atonia uterus
• = Kegagalan uterus u/ kontraksi stlh bayi dilahirkan dan untuk
menghentikan perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
• Mekanisme Duncan : darah keluar dari tempat implantasi ke vagina
• Mekanisme Schultze : darah tersembunyi di belakang plasenta
• Perdarahan kala 3  palpasi fundus uteri  masase uterus (jika
tdk berkontraksi dg baik)  20 unit oxitosindalam 1000mL kristaloid
diberikan IV 10 mL/menit (200mU/menit)  perdarahan terus
menerus  manual plasenta
• Penarikan plasenta  inversio uteri
• Faktor resiko: overdistensi uterus (bayi besar, kembar, hidramnion),
induksi persalinan dg prostaglandin / oxitosin, riwayat perdarahan
post partum

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Atonia uterus - Tatalaksana:
• Inspeksi u/ menyingkirkan laserasi jalur lahir
• Inspeksi plasenta setelah lahir plasenta  tdk lengkap 
eksplorasi uerus manual, singkirkan fragmen plasenta
• Saat inspeksi uterus dimassage dan beri uterotonika
• Tdk merespon uterotonika
kompresi bimanual  datangkan tim emergensi obstetri; whole
blood / packed red cells; tim anestesi  lanjutkan IV kristaloid dg
oxitosin, masukan kateter foley u/ monitor urine output 
resusitasi volume dg infus kristaloid rapid  sedasi, analgesik, atau
anestesi  eksplorasi manual fragmen plasenta, abnormalitas
uterus (laserasi, ruptur)  inspeksi vagina, cervix (laserasi). Jika ibu
tdk stabil/perdarahan persisten  transfusi darah
Ballon tamponade (dibantu USG)
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
• Pendarahan pascapartum lanjutan : Pemeriksaan
Pendarahan dalam 24 jam sampai 12 - Inspeksi
minggu setelah pelahiran. - Sonografi
• Pendarahan 1-2 minggu uterus 
Penatalaksanaan
karena retensi sisa plasenta 
nekrosis  membentuk polip plasenta - Kuretase
 polip terlepas dari miometrium  I : pendarahan yang banyak dan presisten.
pendarahan aktif. KI : perdarahan awitan lambat 
Karakteristik klinis memperburuk k/ merobek tempat implantasi.
- Pendarahan bisa sebelum dan - Hasil sonografi terlihat uterus kosong 
sesudah keluarnya plasenta oksitosin, ergonovine, methylergonovine,
- Biasanya pendarahan konstan atau anolog prostaglandin, + antimikroba
- pendarahan bisanya moderate  (infeksi).
berkelanjutan  hipovolemia berat. - Hasil sonografi terdapat bekuan darah yang
Diagnosis besar dalam rongga uterus  suction
- Uterus sudah mengeras dan ringan
berkontraksi baik tetapi pendaharahan
Pencegahan
masih berlanjut  Karena laserasi
- Darah berwarna merah terang  - Misoprosol peroral 2-3 tablet 400-600 μg
darah berasal dari arteri akibat segera setelah lahir.
laserasi - Melakukan pemeriksaan kehamilan dengan
rutin.

Sumber : williams ed 23
Partus lama

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Persalinan Lama
• Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan
sebagai persalinan abnormal / sulit.
• Sebab – sebabnya dapat digolongkan sebagai
berikut :
• Kelainan tenaga (kelainan his)  His yang tidak normal
dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan
• Kelainan janin  kelainan letak dan bentuk janin
• Kelainan jalan lahir  ukuran & bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan
Jenis – Jenis Kelainan His
• Inersia Uteri
– Kelainan terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat
dan jarang daripada biasa.
– Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak
seberapa.
– Selama ketuban masih utuh biasanya tidak berbahaya, baik
bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu
lama, dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas anak
baik  keadaan ini disebut inersia uteri primer / hypotonic
contraction.
– Kalau timbul setelah kontraksi his kuat untuk waktu yang lama
 inersia sekunder.
Jenis – Jenis Kelainan His
• His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai
dalam waktu yang sangat singkat.
• Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam  partus presipitatus.
• Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah terjadi perlukaan luas pada
jalan lahir, khususnya vagina dan perineum.
• Bagi bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian
tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
• Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim / lingkaran retraksi
menjadi sangat jelas dan meninggi  lingkaran retraksi patologik /
lingkaran Bandl. Ligamentum rontunda menjadi tegang serta lebih jelas
teraba, penderita merasa nyeri terus – menerus dan menjadi gelisah.
• Apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus
melampaui kekuatan jaringan  ruptur uteri.
Jenis – Jenis Kelainan His
• Incoordinate uterine action
– Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
– Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih keras dan lama bagi ibu, dapat pula menyebabkan hipoksia
pada janin.
– Ada kalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks 
distosia servikalis.
– Distosia servikalis primer  serviks tidak membuka karena tidak
mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate uterine action.
Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku.
– Distosia servikalis sekunder  kelainan organik pada serviks, misalnya
karena jaringan parut / karena karsinoma.
Etiologi
• Kelainan his terutama pada primigravida, khususnya
primigravida tua.
• Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang
bersifat inersia uteri.
• Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan
ganda ataupun hidramnion juga dapat merupakan
penyebab inersia uteri yang murni.
• Gangguan dalam pembentuka uterus pada masa
embrional, misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula
mengakibatkan kelainan his.
Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat
Persalinan Lama atau Persalinan Macet
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan lama
• Pembukaan < 1,2 cm/jam < 1,5 cm/jam
• Penurunan < 1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam
Persalinan Macet
• Tidak ada >2 jam >2 jam
pembukaan >1 jam >1 jam
• Tidak ada
penurunan
Tatalaksana
• Tekanan darah diukur tiap 4 jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih
sering apabila ada gejala preeklamsia.
• DJJ dicatat setiap 30 menit dalam kala I dan lebih sering pada kala II.
• Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya.
• Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara
IV.
• Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan Petidin 50mg yang dapat diulangi.
• Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah
atau belum pecah. Apabila sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan
persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi.
• Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan
apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau persalinan
dapat dibiarkan berlangsung terus.
Retensio Plasenta
Definisi Keadaan ketika plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.

Etiologi Implantasi plasenta abnormal (akreta, inkreta, perkreta)  sukar lepas

Tanda dan Gejala Tummy cramps, heavy bleeding, foul vaginal discharge, fever, lack of breastmilk

Tatalaksana - 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ ringer laktat 60
tetes/menit & 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml ml
larutan NaCl 0,9%/ ringer laktat 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti
- Tarikan tali pusat terkendali
- Bila tidak berhasil  plasenta manual
- Antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan metronidazol 500 mg IV)
- Segera atasi/ rujuk bila terjadi komplikasi perdarahan hebat/ infeksi
Plasenta manual
LO 3: Inversio Uteri
Subinvolusio Uteri
• Menetapnya atau terjadinya
retardasi involusi.
• Etiologi: retensi potongan plasenta,
infeksi
• Tanda & gejala:
- Pemanjangan masa
pengeluaran lokhia
- Perdarahan uterus yang
berlebihan atau iregular &
disertai perdarahan hebat
• Pemeriksaan bimanual  uterus
teraba lebih besar dan lebih lunak
dibanding normal
• Tatalaksana:
-Ergonovin (Ergotrate) atau
Metilergonovin (Methergine) 0,2
mg setiap 3 atau 4 jam selama 24
sampai 48 jam

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
• biasa <0,5cm & jarang membutuhkan perbaikan
(1-2cm). Laserasi serviks
• Insiden: 1,1% nulipara, 0,5% multipara.
• Biasanya tdk bermasalah kecuali menyebabkan
perdarahan / meluas ke 1/3 atas vagina.
• Melahirkan sebelum pembukaan serviks lengkap
dg sisi tajam forsep di atas serviks  laserasi
serviks  bisa sampai ke bagian bawah uterus
(a. uterina)  rongga peritoneal.
• Bibir serviks anterior terjepit di antara kepala
fetus dan simfisis pubis  iskemia  nekrosis
 terpisah dari bagian serviks sisanya.
• Penggunaan forsep  seluruh serviks yg
menonjol ke vagina lepas (jarang).
• Curiga robekan serviks yg dalam jika perdarahan
banyak dan terjadi setelah kala 3, uterus
berkontraksi dg baik, persalinan per vagina
operatif (meskipun tanpa perdarahan kala 3).
• Tatalaksana: penjahitan dg benang yg dpt
diserap.

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
LUKA PADA JALAN LAHIR
RUPTUR SERVIKS RUPTUR PERINEUM
Sering pada pelahiran per vagina Perdarahan setelah bayi dilahirkan
<0.5cm : jarang repair Derajat 1: mukosa perianal
Robekan mencapai segmen bawah uterus dan 2: mukosa perianal, otot dan fascia
a.uterina  perdarahan eksternal masif atau M. Transversus Perinei Superficialis
hematom

Colporrhexis = avulsi serviks dari vagina 3: 1-2 + sfingter ani externa


(kelahiran menggunakan forceps)
Labium serviks vagina -> edem -> iskemia -> 4: 1-3 + mukosa anus -> lumen
nekrosis dan memisah (anular/circular terekspos (kerusakan s.ani eksterna
detachment of servix) dan interna)

Diagnosis: bleeding >> selama dan setelah Kala Diagnosis: bleeding, uterus berkontraksi kuat
III persalinan walau uterus berkontraksi kuat

Talak: - robekan dalam (servix meluas ke Talak: dokter umum  derajat 1 & 2 (jahit)
fornix vaginae)  jahit Derajat 3 & 4  RUJUK !
- laserasi vagina yg menyertai 
tamponade
- koreksi bedah gagal  embolisasi
angiografik (keberhasilan )
PERSALINAN PRETERM
• Persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari HPHT

Medical Mini Notes. Obstetrics. Medical


Mini Notes Production; 2014.
ETIOLOGI PERSALINAN PRETERM
• Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-
adrenal baik pada ibu / janin → e.c. stres pada
ibu / janin
• Inflamasi desidua-korioamnion / sistemik e.c.
infeksi asenden dari traktus genitourinaria /
infeksi sistemik
• Perdarahan desidua
• Peregangan uterus patologik
• Kelainan uterus / serviks
Medical Mini Notes. Obstetrics. Medical
Mini Notes Production; 2014.
DIAGNOSIS PERSALINAN PRETERM
• Kontraksi berulang minimal setiap 7 – 8 menit sekali,
atau 2 – 3 kali dalam 10 menit
• Terdapat nyeri pada punggung bawah
• Perdarahan bercak
• Pemeriksaan serviks → pembukaan minimal 2 cm dan
penipisan 50 – 80%
• Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina
ischiadica
• Selaput ketuban pecah
• Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu
Medical Mini Notes. Obstetrics. Medical
Mini Notes Production; 2014.
TATALAKSANA PERSALINAN PRETERM

• Hambat proses persalinan → tokolitik


– Nifedipin PO 10 mg/oral, diulang 2 – 3 x/jam →
lanjutkan setiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Jika
timbul kontraksi berulang → dapat diberikan
kembali
• Pematangan surfaktan paru janin
– Deksametason 5 mg IM 4x/6 jam selama 24 jam
• Pencegahan infeksi

Medical Mini Notes. Obstetrics. Medical


Mini Notes Production; 2014.
Faktor Predisposisi
Tatalaksana
• Utama  pemberian tokolitik, kortikosteroid dan antibiotika
profilaksis
• Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak
perlu diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau
perabdominam sesuai kondisi kehamilan:
– Usia kehamilan <24 minggu dan >34 minggu
– Pembukaan >3cm
– Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterin), preeklampsia atau
perdarahan aktif
– Ada gawat janin
– Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan
hidupnya kecil
Tatalaksana
• Lakukan terapi konservatif dengan tokolitik,
kortikosteroid dan antibiotika jika syarat
berikut ini terpenuhi:
– Usia kehamilan antara 24-34 minggu
– Dilatasi serviks <3cm
– Tidak ada korioamnionitis (infeksi intrauterine),
preeklampsia atau perdarahan aktif
– Tidak ada gawat janin
Tatalaksana
• Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama
untuk memberikan kesempatan pemberian
kortikosteroid. Obat-obat tokolitik yang
digunakan adalah:
Tatalaksana
• Berikan kortikosteroid  pematangan paru
– Deksameason 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4x, ATAU
– Betametason 12 mg IM setap 24 jam 2x
• Antibiotik profilaksis diberikan sampai bayi lahir 
mencegah infeksi streptokokus grup B
– Ampisilin: 2 g IV setiap 6 jam, ATAU
– Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam, ATAU
– Klindamisin: 3 x 300 mg PO (jika alergi terhadap penisilin
• Antibiotika yang diberikan jika persalinan preterm
disertai dengan KPD  eritromisin 4x400 mg PO
Tatalaksana
• Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
persalinan adalah:
– Lakukan SC  janin lintang
– Periapan resusitasi/konsul dokter anak untuk perawatan BBLR:
• Mencegah hipotermia
• Jaga suhu ruangan  tidak <25 derajat celcius
• Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah
• Letakkan bayi pada dada ibu
• Periksa nafas dan DJJ bayi
• Pakaikan topi dan kaoskaki
• Selimuti ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat
• Lakukan IMD 1jam pertama kelahiran
Tatalaksana
• Untuk menghangatkan bayi  metode
kanguru, dengan syarat:
– Bayi tidak mengalami kesulitan nafas
– Bayi tidak mengalami kesulitan minum
– Bay tidak kejang
– Bayi tidak diare
– Ibu atau keluarga bersedia dan tidak sedang sakit
MASALAH PADA KELAHIRAN PRETERM
• Kematian perinatal
• Sering disertai kelainan pada bayi
– Jangka pendek
• RDS
• Perdarahan intra/periventrikuler
• NEC(necrotizing entero colitis)
• Displasi bronko-pulomal
• PDA (petent ductus ateriosus)
– Jangka panjang
• Kelainan neurologik (celebral palsy)
• Retinopati
• Retardasi mental
• Disfungsi neurobehavioral
• Prestasi sekolah yang kurang baik.
Indikator yang meramalkan
• Indikator klinik  kontraksi dan pemendakan
serviks serta ketuban pecah dini
• Indikator lab  jumlah leukosit dalam air ketuban
(≥20/ml), CRP (>0,7 mg/ml) dan leukosit dalam
serum ibu (>13.000/ml)
• Indikator biokimia
o  kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban  ≥ 50 ng/ml
o  kadar CRH dini atau pada trimester 2
Ketuban Pecah Dini - Definisi
• Keadaan pecahnya selapit ketuban sebelum
persalinan atau dimulainya tanda inpartu
Diagnosis
• Anamnesis
– Penderita merasa keluar cairan yang banyak
secara tiba-tiba
• Pemeriksaan inspekulo
– Untuk melihat adanya cairan yang keluar dari
serviks atau menggenang di forniks posterior
Diagnosis
• Pastikan bahwa :
– cairan tersebut cairan amnion dengan
memperhatikan:
• Bau cairan ketuban yang khas
• Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari
merah menjadi biru.
• Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika
mengamati sekret servikovaginal yang mengering
– Tidak ada tanda-tanda inpartu
Faktor Predisposisi
• Riwayat KPD pada kehamilan sebelumbya
• Infeksi traktus genital
• Perdarahan antepartum
• merokok
Tatalaksana
• Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari
• Rujuk
– ≥34 minggu
• Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi
– 24-34 minggu
• Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta dan kematian janin 
persalinan segera
• Berikan deksametason 6mg IM setiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
• Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu atau di usia kehamilan 32-33
minggu  paru sudah matang  komunikasikan dan sesuaikan dengan
fasilitas perawatan bayi preterm
Tatalaksana
• < 24 minggu
– Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu
dan janin
– Lakukan konseling pada pasien  terminasi
kehamilan
– Infeksi (korioamnionitis)  lakukan tatalaksana
korioamnionitis
Faktor Resiko Terjadinya KPD

• Berkurangnya as. • Inkompetensi serviks (leher


rahim)
askorbik sebagai
• Polihidramnion (cairan
komponen kolagen ketuban berlebih)
• Kekurangan tembaga • Riwayat KPD sebelumya,
dan askorbik yang trauma, Kehamilan kembar
berakibat pertumbuhan • Kelainan atau kerusakan
selaput ketuban
struktur abnormal (co:
• Serviks (leher rahim) yang
merokok) pendek (<25mm) pada usia
kehamilan 23 minggu
• Infeksi pada kehamilan seperti
bakterial vaginosis
Ruptur uterus – etiologi

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Definisi dan etiologi
• Robekan atau diskontinuitas dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miometrium
uteri.
• Penyebab : disproporsi janin dan panggul,
partus macet atau traumatic.
Faktor prediposisi
• Multiparitas / grandemultipara
• Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi
persalinan yang tidak tepat
• Kelainan letak dan implantasi plasenta contoh
pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta
perkreta.
• Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus
bikornis
• Hidramnion
Klasifikasi ruptur uteri berdasarkan cara
terjadinya
• Ruptura uteri spontan
– Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan
– Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
• Ruptur uteri traumatik
– Terjadi pada persalinan
– Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi
forsep, ekstraksi vakum, dll
• Ruptur uteri pada bekas luka uterus
– Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi
pada uterus.
Klasifikasi ruptur uteri berdasarkan robeknya

–Ruptur uteri kompleta


• Jaringan peritoneum ikut robek
• Janin terlempar ke ruangan abdomen
• Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
• Mudah terjadi infeksi
–Ruptura uteri inkompleta
• Jaringan peritoneum tidak ikut robek
• Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
• Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
• Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
Tanda dan gejala
• Biasanya ruptura uteri didahului oleh gejala-gejala
ruptura membakat, yaitu his yang kuat dan terus-
menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian
bawah nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti
ketakutan, nadi dan pernapasan cepat.
• Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala
syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina ataupun
kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus,
pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun.
Prognosis
• Ruptur uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun
janin.
• Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting
dilakukan.
• Setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia,
kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan
operatif pada uterus seperti seksio sesarea, miomektomi dll,
harus diawasi dengan cermat.
• Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan
jika gejala-gejala ruptura uteri membakat, sehingga ruptura
uteri dapat dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.
Penanganan ruptur uteri
• Berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam
fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
• Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta,
fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke
rumah sakit rujukan
• Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan reparasi uterus
• Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkhawatirkan lakukan histerektomi
• Antibiotika dan serum anti tetanus.
Ruptur Uteri
• Klasifikasi
– Komplit
– Inkomplit (peritoneum viseral utuh)
• Diagnosis
– Tonus uterus <, bradikardia pada janin
• Mortality rate fetus 50-75%  immediate
delivery (<18 menit) (laparatomi u/
mengurangi hipoksia)

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 24th ed. 2014. United States: McGraw-Hill
Prolaps Tali Pusat
• Menurunnya tali pusat hingga berdekatan / di
bawah bagian presentasi janin → kompresi tali
pusat antara bagian presentasi dengan pelvis

Vojvodic M, Young A, editors. Toronto notes


2014. Toronto: Toronto Notes for Medical
Students Inc.; 2014.
Klasifikasi
• Tali pusat terkemuka  bila tali pusat berada
di bawah bagian terendah janin dan ketuban
masih intak
• Tali pusat menumbung  bila tali pusat
keluar melalui ketuban yang sudah pecah, ke
serviks dan turun ke vagina
• Occult prolapse  tali pusat berada di
samping bagina terendah janin turun ke
vagina
Etiologi
• Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak
sungsang terutama presentasi kaki
• Prematuritas
• Kehamilan ganda
• Polihidramnion sering dihubungkan dengan bagian teredah janin
yang tidak engage
• Multiparitas predisposisi terjadinya malpresentasi
• Disproporsi janin-panggul
• Tumor di panggul yang mengganggu masuknya bagian terendah
janin
• Tali pusat abnormal panjang (>75cm)
• Plasenta letak rendah
• Solusio plasenta
• Ketuban pecah dini
• amniotomi
Patofisiologi
• Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir
akan mengurangi/mengahalangi sirkulasi plasenta, apabila tidak
dikoreksi  komplikasi kematian janin.
• Obstruksi yang lengkap dari tali pusat  berkurangnya DJJ, bila
obstruksi hilang dengan cepat maka DJJ akan kembali normal.
• Bila obstruksi menetap  hipoksia langsung terhadap miokard 
deselerasi yang lama, jika dibiarkan  kematian janin.
• Penutupan vena umbilikalis mendahului penutupan arteri 
hipovolemi janin & mengakibatkan akselerasi jantung janin.
• Gangguan aliran darah yang lama melalui tali pusat  asidosis
respiratoir & metabolik yg berat, berkurangnya oksigenasi janin,
bradikardia menetap  kematian janin
Diagnosis
1. Melihat tali pusat keluar dari introutus vagina
2. Teraba secara kebetulan tali pusat pada waktu pemeriksaan
dalam
3. Auskultasi terdengar jantung janin yang iregular, sering
dengan bradikardi yang jelas, terutama berhubungan dengan
kontraksi uterus
4. Monitoring denyut jantung janin yang berkesinambungan
memperlihatkan adanya diselerasi variabel
5. Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi
eksterna terhadap PAP menyebabkan menurunnya detak
jantung secara tiba-tiba menandakan kompresi tali pusat
Tatalaksana
• Persalinan pervaginam segera hanya mungkin bila
pembukaan lengkap, bagian terendah janin telah masuk
panggul dan tidak ada CPD.
• Bahaya terhadap ibu dan janin akan berkurang bila
dilakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam
• Bila sebelumnya diberik oksitosin, obat ini harus
dihentikan.
• Sebaiknya jenis apapun dari prolaps tali pusat, ila syarat-
syarat untuk melakukan persalinan pervaginam belum
terpenuhi, sebaiknya dilakukan seksio sesarea untuk
menyelamatkan janin
Prolaps Tali Pusat
• Ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum
janin
• Faktor risiko: multiparitas, kehamilan
multipel, ketuban pecah dini, hidramnion,
tali pusat yang panjang, malpresentasi
• Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila
– Tali pusat tampak/teraba pada jalan lahir lebih
rendah dari bagian terendah janin (tali pusat
terkemuka, saat ketuban masih utuh)
– Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban
pecah (tali pusat menumbung, saat ketuban sudah
pecah)

Tatalaksana Umum
• Tali pusat terkemuka
– Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat
diminimalisasi dengan posisi knee chest/Trendelenburg,
segera rujuk ke fasilitas yang menyediakan layanan seksio
sesarea
• Tali pusat menumbung
– Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak.
Jika tidak berdenyut  janin telah mati
• Jika tali pusat masih berdenyut:
– Berikan oksigen
– Hindari memanipulasi tali pusat
– Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest
– Segera rujuk ke fasilitas yang melayani seksio sesarea
Tatalaksana khusus
• Di rumah sakit, bila persalinan pervaginam tidak dapat segera berlangsung
(persalinan kala I), lakukan seksio sesarea. Penanganan yang harus
dikerjakan adalah sebagai berikut:
– Dengan memakai sarung tangan steril/disinfeksi tingkat tinggi (DTT), masukkan
tangan melalui vagina dan dorong bagian terendah janin ke atas.
– Tangan yang lain menahan bagian terendah di suprapubis dan nilai
keberhasilan reposisi.
– Jika bagian terendah janin telah terpegang kuat di atas rongga panggul,
keluarkan tangan dari vagina dan letakkan tangan tetap di atas abdomen
sampai operasi siap.
– Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara perlahan untuk mengurangi
kontraksi uterus.
• Bila persalinan pervaginam dapat segera berlangsung (persalinan kala II),
pimpin persalinan sesegera mungkin.
Distosia Bahu
• Suatu keadaan di mana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di
bawah simfisis pubis
• Bayi: greater risk  neuromusculoskeletal injury, kematian
• Maternal risk: perdarahan post partum (atoni uterus, laserasi vagina)
Diagnosis
• Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:
– Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
– Kepala bayi tetap melekat erat di vulva/tertarik
kembali (turtle sign)
– Kegagalan paksi luar bayi
– Kegagalan turunnya bahu
• Faktor Predisposisi
Antepartum Intrapartum
• Riwayat distosia bahu sebelumnya • Kala I persalinan memanjang
• Makrosomia (>4500 g) • Secondary arrest
• Diabetes melitus • Kala II persalinan memanjang
• IMT >30 kg/m2 • Augmentasi oksitosin
• Induksi persalinan • Persalinan pervaginam yang ditolong

Tatalaksana dengan:
McRoberts maneuver, delivery of the posterior shoulder maneuver, Woods maneuver,
Rubin maneuver, Zavanelli maneuver, simfisiotomi
McRoberts Maneuver Delivery of The Posterior Shoulder Maneuver

Woods Maneuver

Rubin Maneuver
Distosia Bahu
Upaya Pencegahan
• Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan
persalinan elektif dengan induksi maupun seksio
sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia
kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya
tumbuh normal.
• Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
• Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya
mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi
berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.

http://www.edukia.org/web/kbibu/
Komplikasi pd anak :
• Fraktur ( tulang klavikula &
humerus)
• Cedara plexus brachialis
• Dislokasi tulang servikalis When delivery of the fetal head is
not followed by delivery of the
Komplikasi pd ibu : shoulders, the anterior shoulder
often becomes caught behind the
• Perdarahan akibar laserasi jalan symphysis, as illustrated. The head
lahir may retract toward the perineum,
and desperate traction on the
• episiotomi fetal head is not likely to facilitate
delivery and may lead to trauma.

Ilmu Kandungan, sarwono prawihardjo 2014


Asfiksia neonatorum
• = keadaan gawat bayi yg tdk • Etiologi dan faktor resiko
bernapas spontan & teratur  < – Ibu
O2 & > CO2  akibat buruk dlm • Preeklampsia, eklampsia
• Perdarahan abnormal (plasenta previa, solusio
kehidupan lbh lanjut. plasenta)
• Klasifikasi berdasarkan skor APGAR • Kehamilan >42 mgg
– Berat 0-3 • Partus lama (rigid serviks / atonia / insersi uteri)
• Ruptur uteri yg memberat, kontraksi uterus
– Ringan 4-6
terus menerus  ggg sirkulasi darah ke
– Normal 7-10 plasenta
• Manifestasi klinis – Tali pusat
– DJJ >100x/menit atau <100x/menit • Lilitan tali pusat
dan tidak teratur • Tali pusat pendek
• Simpul tali pusat
– Mekonium dlm air ketuban ibu
• Prolaps tali pusat
– Apnea
– Bayi
– Pucat • Prematur (<37mgg)
– Sianosis • Persalinan dg tindakan (sungsang, kembar,
– Penurunan kedasaran terhadap distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
stimulus • Kelainan kongenital
• Air ketuban bercampur mekonium
– Kejang
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37594/Chapter%20II.pdf;jsessionid=DFAD2412D86C427A1CE495715733954D?sequence=3
• Diagnosis – PP
• Lab: analisis gas darah tali pusat =
– Anamnesis asidosis
• Ggg waktu lahir • PaO2 < 50mmHg
• Cara dilahirkan • PaCO2 > 55mmHg
• Ada/tidaknya napas / menangis • pH <7,3
stlh dilahirkan • Tatalaksana
– PF – Suhu
• Tidak bernafas / menangis • Mengeringkan bayi dari cairan ketuban
• Sinar lampu
• DJJ< 100x/menit
• Bungkus bayi dg kain kering
• Tonus otot menurun
– Pembersihan jalan napas
• Bisa didapatkan cairan ketuban
bercampur mekonium / sisa – Rangsangan u/ menimbulkan
mekonium pada tubuh bayi pernapasan
• BBLR – Resusitasi bayi baru lahir

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37594/Chapter%20II.pdf;jsessionid=DFAD2412D86C427A1CE495715733954D?sequence=3
Persalinan post matur
• WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia ≥ 42
minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir.
• Penyebab : penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal
umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat
turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah hereditas, karena post
matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
• Patofisiologi :
• Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak
menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
resiko kematian dalam rahim.
• Manifestasi Klinis

• Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara
subyektif kurang dari 7 kali/20 menit
• Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui
dengan pemeriksaan USG.

• Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :

• Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

• Stadium II : seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.

• Stadium III : seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan
tali pusat.
• Pemeriksaan :
• Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal,
gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan
USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat
dipastikan usia kehamilan
Tatalaksana
• Sebelum dilakukan induksi, janin dan ibu di evaluasi , serta diukur skor
pelvis ibu. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi
persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin
• Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan
terminasi dengan seksio sesaria.
• Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
• Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
• Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin,
• Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun ,dan kesalahan letak janin.
Tatalaksana
Tindakan yang penting dilakukan adalah:
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya. Dapat menggunakan Prostaglandin E2 (PGE2) gel 
memicu persalinan
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
c. Bila :
1) Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
2) Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
3) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
d. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada.
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin.
3) Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, dan malpresentasi.
https://books.google.co.id/books?
id=mPwa0ARtMtIC&printsec=frontcover&dq=manajemen+persalinan+postterm+william&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiI4IPFgPvLAhVUkY4K
Intrauterine fetal death
Definisi :
Intrauterine death may be defined as retention of a demised of fetus
after a period of viability

Diagnosis :
Absence of fetal heart sound supported by lack of fetal movements &
regression of uterine size

http://www.gfmer.ch/SRH-Course-2010/national-guidelines/pdf/Management-Intra-
Uterine-Death-SLCOG.pdf
Etiology
Fetal Death
The leading causes of infant mortality
were
 congenital malformations,
deformations, and chromosome
abnormalities (21%);
 disorders related to short gestation
and low birthweight, not elsewhere
classified (17%);
 sudden infant death syndrome (8%);
 and maternal complications of
pregnancy (6%).

Relative magnitude of components of fetal and


infant mortality, United States 2006.
(Data from the Centers for Disease Control and
Prevention/National Center for Health Statistics,
National Vital Statistics System, August 2012.)
• suggest that antepartum deaths may be divided into four
broad categories:
o chronic asphyxia
o congenital malformations
o complications of pregnancy, such as Rh isoimmunization, placental
abruption, and fetal infection
o deaths of unexplained cause.
• IUGR the leading causes of fetal death after 28 weeks'
gestation included abruptio placentae and unexplained
antepartum losses.
• Fetal deaths caused by infection, most often associated with
premature rupture of the membranes (PROM) before 28
weeks' gestation

https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-B9780323321082000111?
scrollTo=%23hl0000890
Malpresentasi
Presentasi Dahi
• Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis
• Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih tinggi dari sinsiput, teraba fontanella
anterior dan orbita, bagian kepala masuk pintu atas panggul (PAP) adalah
antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar. Ini adalah diameter yang
PALING besar, sehingga sulit lahir pervaginam
• Tatalaksana: persalinan perabdominal

Presentasi Wajah
• Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah oksiput dan
punggung (sudut Fabre)
• Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan bagian
rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita; kepala janin dalam keadaan
defleksi maksimal
• Tatalaksana: persalinan pervaginam
Presentasi Majemuk
• Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong)
• Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan
maserasi
• Persalinan pervaginam (reposisi), perabdominal (tdk reposisi)
Presentasi Bokong
• Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen
• Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas, bokong pada daerah
pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya lebih tinggi
• Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya
mekonium
• Tatalaksana: persalinan pervaginam bila tdk ada KI: hiperekstensi kepala,
berat bayi <2kg atau >3,5kg
Persalinan Patologis
Persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau
melalui dinding abdomen dengan operasi caesarea

• Malposisi : posisi abnormal dari verteks janin (ubun-


ubun kecil sebagai penanda)

• Malpresentasi : semua presentasi lain dari janin


selain presentasi verteks

MASALAH
Partus Lama atau Partus Macet
• Malposisi  Presentasi belakang kepala dengan
ubun-ubun kecil tidak berada di segmen depan
– Ubun-ubun kecil belakang
– Ubun-ubun kecil kanan belakang
– Ubun-ubun kecil kiri belakang
– Ubun-ubun kecil melintang
• Malpresentasi  Presentasi yang bukan presentasi
belakang kepala
– Presentasi puncak kepala
– Presentasi dahi
– Presentasi muka
– Presentasi bokong
– Presentasi bahu
PRESENTASI
Malpresentasi

http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-18-malposisi-malpresentasi-dan-cpd/
http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-18-malposisi-malpresentasi-dan-cpd/
Malpresentasi

http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-18-malposisi-malpresentasi-dan-cpd/
Malpresentasi

http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-18-malposisi-malpresentasi-dan-cpd/
http://www.edukia.org/web/kbibu/6-4-18-malposisi-malpresentasi-dan-cpd/
Hipotermia Neonatorum
• Bayi terpapar dengan lingkungan:
– Dingin ( suhu lingkungan rendah), permukaan
yang dingin atau basah atau bayi dalam keadaan
basah atau tidak berpakaian  Hipotermia
– Panas (suhu lingkungan tinggi, paparan sinar
matahari atau paparan panas yang berlebihan dari
inkubator atau alat pemancar panas) 
Hipertermia
Prinsip dasar
• Mengeringkan bayi baru lahir
– Bayi lahir dgn badan basah,maka cepat terjadipenuapan dan kehilangan
panas tubuh
– Bayi blm dapat menggigil karena kontrol suhu belum sempurna
– Hipotermi <36 C
– Normal = 36,5 C -37,5 C
– Pnegeringkan bayi dengan lap hangat n kering setelah itu membungkus
bayi
• Menunda memandikan bayi
– Bila bayi cukup bulan, >2500 gr, dan menangis kuat maa memandikan stlh
24 jam dgn air hangat
– Bila bayi lemah, < 2000 gr, maka jangan dimandikan sampai bayi stabil
(suhu stabil,bayi lebih kuat,dpt menyusu dg baik)
Tanda dan gejala
• Bayi baru lahir
– Bayi tidak mau minum / menetek
– Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
– Tubuh bayi teraba dingin
– DJJ menurun
– Kulit bayi mengeras (sklerema)
• Hipotermia Sedang
– Aktivitas berkurang
– Letargi
– Tangisan lemah
– Kulit berwarna tidak rata
– Kemampuan menghisap lemah
– Kaki teraba dingin
Tanda dan Gejala
• Hipotermia Berat
– Bibir & kuku kebiruan
– Pernafasan lambat
– Pernafasan tidak teratur
– DJJ lambat
– Hipoglikemia
– Asidosis metabolik
• Stadium lanjut hipotermia
– Muka, ujung kaki , dan tangan berwarna merah terang
– Bagian tubuh lainnya pucat
– Kulit mengeras merah
– Edema t.u punggung, kaki, tangan
Penanganan
• Hangatkan bayi dalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu
• Hangatkan bayi melalui metode Kanguru
• Gunakan selimut hangat atau kain hangat
• Beri ASI / infus glukosa 10% 60-80 ml/kg per
hari
HIPOGLIKEMIA
• Kadar glukosa <40-45mg/dL  tidak normal
• WHO : hipoglikemi  kadar glukosa/gula
darah <47 mg/dL
• Gejala sering tidak jelas/asimptomatik,
semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai
kemungkinan adanya hipoglikemia
ETIOLOGI
• Berkurangnya persediaan dan menurunnya
produksi glukosa
• Peningkatan pemakaian glukosa
(hiperinsulinisme)
FAKTOR RESIKO
• Bayi dengan IDM
• Neonatus BMK
• Bayi prematur dan lebih bulan
• BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi
penurunan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh
• Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan
metabolisme yang melebihi cadangan kalori
• Neonatus yang sakit atau stress (sindrom gawat
napas, hipotermia)
• Bayi dengan kelainan genetik/gangguan metabolik
(penyakit cadangan glikogen, intoleransi glukosa)
• Neonatus dengan polisitemia
• Neonatus dengan eritroblastosis
• Obat-obat maternal misalnya steroid, beta
simpatomimetik dan beta blocker
DIAGNOSIS
• Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi,
hipertermi, gangguan pernapasan
• Riwayat bayi prematur
• Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan
(BMK)
• Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
• Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
• Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
MANIFESTASI KLINIS
• Tremor • Kesulitan minum
• Sianosis • Gerakan mata
• Apatis berputar/nistag
mus
• Kejang
• Keringat dingin
• Apnea
• Pucat
intermitten
• Hipotermi
• Tangisan
lemah/melengk • Refleks hisap
ing kurang
• Letargi • Muntah
DIAGNOSIS BANDING
• Insufisiensi adrenal
• Kelainan jantung
• Gagal ginjal, penyakit SSP
• Sepsis, asfiksia
• Abnormalitas metabolik
(hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia, hipomagnesemia,
defisiensi piridoksin)
PENATALAKSANAAN
• Memantau kadar glukosa darah
• Pencegahan hipoglikemia
• Perawatan hipoglikemia
TERAPI
• Tanpa kejang  bolus intravena 200 mg/BB (2
ml/kgBB) glukosa 10%
• Kejang  larutan glukosa 10-25%, dosis total 1-2
gr/kgBB, dilanjutkan infus glukosa 4-8 mg/kgBB/menit
• Hipoglikemi berulang  infus glukosa 15-20%, bila
tidak mencukupi beri hidrokortison 2,5 mg/kgBB/12
jam atau prednison 1 mg/kgBB/24 jam
• Pemeriksaan gula darah sampai kadar diatas 40 mg/dl
kemudian pemeriksaan dilanjutkan tiap 4-6 jam
• Bila gula darah normal terapi dihentikan
• Berikan ASI
• Penanganan penyulit
PROGNOSIS
• Dengan pengobatan adekuat kejadian
hipoglikemia masih berulang pada 10-15%
• Hipoglikemia berat dan berlangsung lama,
dapat menimbulkan gejala sisa neurologik dan
kematian
Infeksi/sepsis neonatorum
• Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu:
• 1. Early infection (infeksi dini) dan
• 2. Late infection (infeksi lambat)
• Patogenesis:
• Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara:
• 1. Infeksi antenatal : Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta.Di sini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
• 2. Infeksi intranatal : Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga
amnion setelah ketuban pecah, dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman
yang berasal dari vagina
• 3. Infeksi postnatal : Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap.Sebagian besar
infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada
saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril
Sepsis neonatorum
• 1. Sepsis neonatorum
• Sepsis neonatorum merupakan sindroma klinis yang terjadi akibat invasi
mikroorganisme ke dalam aliran darah dan timbul dalam 1 bulan pertama
kehidupan
• Sepsis neonatal dini : pada 5-7 hari pertama dengan organisme penyebab
didapat dari intrapartum atau melalui saluran genital ibu.
• Sepsis neonatal lambat : terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih, yang
mudah menjadi berat dan sering menjadi meningitis
• Sepsis nosokomial terutama terjadi pada bayi berat lahir sangat rendah atau
bayi kurang bulan dengan angka kematian yang sangat tinggi.
• Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial.
Sepsis primer biasanya disebabkan oleh : Streptokokus Grup B (GBS),
kuman usus Gram negatif terutama Escherisia coli, Listeria
monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk
Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae.
• Penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama
Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas,
Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur.
• Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala: • Letargi, iritabel, •
Tampak sakit, • Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis,
pucat, kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik, • Suhu
tidak stabil demam atau hipotermi
• Pemeriksaan :
• Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung
jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN 1500/µl, Adanya
reaktan fase akut yaitu CRP (tinggi di infeksi bakteri)
• Trombositopeni 1500/µ
• Pengobatan :
 ampisilin 100mg secara intravena
 Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan vankomisin dengan dosis tergantung
umur dan berat badan: <1,2 kg dan umur 0-4 mggu kasih 15mg/kg/24 jam
 >2kg umur 0-7 hari 15mg/kg/12 jam
 >2kg umur >7 hari 15mg/kg/8 jam
Hipoksia Janin
Definisi
• Hipoksia janin adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar oksigen yangrendah dan
meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah janin.
• Keadaan tersebutdapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum.
Etiologi
• Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi secara langsung
mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi talipusat sehingga penyaluran
nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan:
1)Persalinan yang lama ( kala II lama)
2)Penggunaan oksitosin
3)Uterus yang hipertonik (otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat berkontraksi ritmis
dengan benar)
• Infeksi intrauterin
• Perdarahan
• Solusio plasenta
• Tali pusat prolaps
• Hipotensi
Hipoksia Janin
• Penyebab yang paling utama dari hipoksia janin
dalam masa antepartum adalah insufisiensi
uteroplasenta. Hal ini dapat dikarenakan
pengurangan aliran darah ke plasenta, luas plasenta
yang fungsional berkurang, dan ketebalan membran
bertambah. Ketiga faktor ini sering disebut dengan
sindroma insufisiensi uteroplasentar. Pengurangan
jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu, dan
pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai
peranan terhadap ketiga faktor tersebut.
Hipoksia janin
Faktor Resiko
• Wanita hamil usia > 35 tahun
• Wanita dengan riwayat:
– Bayi lahir mati
– Pertumbuhan janin terhambat
– Oligohidramnion atau polihidramnion
– Kehamilan ganda/gemelli
– Inkompabilitas rhesus
– Hipertensi
– Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
– Berkurangnya gerakan janin
– Kehamilan serotinus
Hipoksia janin
• Tanda :
– Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban
pada letak kepala
– Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin.
Untuk mengetahuiadanya tanda-tanda itu dilakukan
pemantauan menggunakan kardiotokografi
– Asidosis janin, diperiksa dengan cara mengambil sampel
darah janin
• Gejala:
– Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan
janin.
Hipoksia Janin
Kriteria diagnosis
1) Pasien umunya termasuk kategori kehamilan risiko
tinggi (high risk pregnancy)
2) Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia,
takikardia, irreguleritas ataupun deselerasi tipe lambat dan
variabel)
3) Berkurangnya aktivitas gerakan janin, yakni 4 kali per 10
menit
4) Dijumpai pertumbuhan janin terhambat
5) Dijumpai mekoneum dalam air keutuban
Hipoksia Janin
Pemeriksaan:
• Kardiotokografi adalah alat elektronik yang
digunakan untuk tujuan memantau atau mendeteksi
adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia
janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut
dan menetukan tindak lanjut dari hasil pemantauan
tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian
pola denyut jantung janin dalam hubungan dengan
adanya kontraksi ataupun aktivitas janin dalam
rahim
Hipoksia janin
Tata Laksana
1. Reposisi pasien
2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus
3. Pemeriksaan vaginal
4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional
5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan
persalinandarurat
6. Monitor denyut jantung janin – dengan monitor janin elektronik atau
auskultasi – di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per abdominal
7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan
neonatus
8. Pemberian oksigen ke ibu

Anda mungkin juga menyukai