A tern
Gonad
Sel ledig Testosteron
Genitalia
T Bipotensial
DHT Eksterna
O XX
Penis
F Duktus
Wolfii
Regresi
Scrotum
Uretra
I Duktus Uterus
Prostat
Mulleri Tuba
S fallopi
Vagina
Ovarium
I SRY (-) proksimal
O Genitalia Klitoris
Eksterna Labia
L Vagina
O distal
Uretra
G
I
Gejala Klinis[3,5,9,10]
Memiliki genitalia eksterna perempuan ,baik yang
berbentuk normal maupun abnormal
Memiliki genitalia interna yang tidak lengkap
Lubang vagina tampak dangkal,pembesaran
klitoris
Terjadi perkembangan sex sekunder kearah
wanita
Ammenorhea
Ditemukannya testis di daerah inguinal,labia
maupun abdomen
Rambut pubis dan aksila tumbuh dengan tipis,
bahkan hamper tidak ada
Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Anamnesis dilakukan untuk meperoleh informasi tentang kelainan yang dicurgai
penderita. Anak prapubertas dengan kelainan ini sering terdeteksi ketika massa
inguinal terbukti berupa testis atau bila testis secara tidak terduga ditemukan
selama herniorrhafi pada fenotip wanita. Pada bayi, peningkatan kadar
gonadotropin akan menunjukkan diagnosis. Pada orang dewasa, amenorrhea
merupakan gejala yang biasa ada.[5]
2. Pemeriksaan Hormonal, dan Histologi
Kecurigaan adanya CAIS secara klinis adalah tidak adanya organ Mulleri, kadar
serum testosteron normal untuk usia pada perempuan pada kariotipe 46,XY. Rasio
testosteron terhadap androstenedion yang normal setelah uji hCG meningkatkan
probabilitas CAIS. Biopsi testis yang memperlihatkan jaringan normal sudah cukup
memadai untuk menegakkan diagnosis CAIS.[3]
3. Pemeriksaan Molekular
Hampir 86% dari penderita CAIS yang sudah tegak diagnosis klinisnya
memperlihatkan mutasi pada reseptor androgen. Pada penderita PAIS hanya 28%
yang menunjukkan hal tersebut.[3]
4. Adanya riwayat keluarga
Kelainannya mengikuti pewarisan resesif terkait kromosom X.[5]
Pemeriksaan Penunjang[7,9]
Pemeriksaan kadar testosteron
Pemeriksaan kadar FSH
Pemeriksaan USG ( Ultrasonografi)
Pemeriksaan kariotipe
Pemeriksaan molekuler
Penatalaksanaan[4,6,8,9,10]
1. Penggantian Hormon estrogen dan Terapi
Androgen
Biasanya di berikan pada masa puberitas saat
pertumbuhan, sehingga dengan terapi ini
dapat meningkatkan produksi hormon
androgennya.
2. Metode untuk memperbaiki rusak protein
reseptor androgen yang dihasilkan dari
mutasi gen AR saat ini tidak tersedia
Kapasitas virilisasi dapat dinilai dengan
mengukur respon terhadap androgen eksogen
percobaan, beberapa studi telah mengukur
pertumbuhan lingga dalam menanggapi
testosteron eksogen atau dihidrotestosteron,
sementara yang lain telah mengukur perubahan
dalam hormon seks yang mengikat globulin
(SHBG) dalam menanggapi stanozolol androgen
buatan untuk menilai sensitivitas androgen.
Beberapa ahli telah memperingatkan bahwa hal
itu masih harus membuktikan bahwa respon
yang baik terhadap androgen eksogen pada
neonatus adalah prediktor yang baik respon
androgen pada masa pubertas.
3. operasi (gonadectomy)
4. konseling
Komplikasi[6]
Jika tidak segera dioperasi, maka testis yang
tersembunyi memiliki resiko besar untuk
mengalami keganasan seperti kanker testis,
kemandulan, dan masalah psikososial yang
kompleks.
Dapat terjadi hernia inguinalis
Tumor maligna, seminoma, yang biasanya
berkembang pada umur 50 tahun
Hernia inguinalis
Kanker prostat dan payudara
Prognosis[2]
Kondisi psikologis yang sangat ditantang
pada kelainan ini karena kemungkinan
penderita akan mengalami kelainan fungsi
seksual dan infertilitas. Akan tetapi dengan
pengobatan medis dan psikologis, wanita
denngan CAIS dapat luas dengan fungsi
seksualnya. Pada penderita PAIS terdapat
kemungkinan kelainan perilaku seperti
homoseksualitas.
Kesimpulan
Sindrom Feminisasi Testikuler adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
perkembangan seksual sebelum kelahiran dan selama pubertas. Orang
dengan kondisi ini secara genetik laki-laki, dengan satu kromosom X
dan satu kromosom Y dalam setiap sel. Karena tubuh mereka tidak
mampu untuk merespon tertentu hormon seks pria (androgen), mereka
mungkin memiliki sebagian besar karakteristik seks perempuan atau
tanda-tanda perkembangan seksual baik pria dan wanita.
Sindroma Feminisasi Testikuler disebabkan oleh berbagai cacat genetik
pada kromosom X yang membuat tubuh tidak mampu merespon
hormon yang bertanggung jawab untuk munculnya organ laki-laki.
Mutasi yang terjadi pada gen reseptor androgen yang terdiri dari 8exon,
berlokasi pada kromosom X dekat sentromer Xq13 dan Xp 11.
Penegakan diagnosis dari penyakit ini biasanya dengan anamnesis dan
juga beberapa pemeriksaan fisik seperti gejala-gejal yang
khas.Penelitian dari beberapa jurnal menyebutkan beberapa cara atau
menajement dari sindrom feminisasi testikuler ini yaitu terapi androgen,
memperbaiki reseptor androgen, dan operasi serta terapi dari
psikologis.
1. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2008. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dan Funsi
Kelenjar Pineal) dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC
2. Johan HD. Ginekologi Grenhill. 10th Ed. Editor Petrus A. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
3. Tridjaja, Bambang dan Ananis S. Marzuki. 2010. Disorders of Sex Development dalam Buku
Ajar Endokrinologi Anak, Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
4. Batubara, J. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
5. DiGeorge, Angelo M. 2006. Pseudohermafrodisme Laki-Laki dalam Nelson Ilmu Kesehatan
Anak, Edisi 15 Vol. 3. Jakarta: EGC
6. Harry J. Hirsch dkk. 2009. Primary Testicular Dysfunction Is a Major Contributor to
Abnormal Pubertal Development in Males with Prader-Willi Syndrome.di unduh dari
jcem.endojournals.org pada tanggal 24 November 2015.
7. Bertrand Isidor dkk. 2009. Familial Frameshift SRY Mutation Inherited from a Mosaic Father
with Testicular Dysgenesis Syndrom. di unduh dari jcem.endojournals.org pada tanggal 24
November 2015.
8. Arlt, Wiebke. 2006. Androgen therapy in women.di unduh dari European Journal of
Endocrinology pada tanggal 24 November 2015.
9. Simanainen, Ulla.2009. Androgen sensitivity of prostate epithelium is enhanced by
postnatal androgen receptor inactivation. di unduh dari ajpendo.physiology.org pada
tanggal 24 November 2015.
10. Gordon M, Catherine. 2010. Funcitional Hypotalamic amnorrhea. diunduh dari NEJM.org
pada tanggal 24 November 2015.