Anda di halaman 1dari 47

Produk Tabungan Dan Simpanan Berjangka

Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang
disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak
boleh dibedakan antara anggota. Akad syariah simpanan pokok
tersebut masuk katagori akad Musyarakah. Tepatnya syirkah
Mufawadhah yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-
sama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan dana dalam
porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang
sama pula.
Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi
sebagaimana simpanan pokok dimana besar kewajibannya
diputuskan berdasarkan hasil Musyawarah anggota serta
penyetorannya dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai
seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan koperasi Syariah.
Simpanan Sukarela
Simpanan anggota merupakan bentuk investasi dari anggota
atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian
menyimpanannya di Koperasi Syariah.

Simpanan Wadiah Yad Dhamanah


Simpanan anggota pada koperasi dengan akad wadiah atau
titipan namun dengan seijin penyimpan dapat digunakan oleh koperasi
jasa keuangan syariah (KJKS) dan unit jasa keuangan syariah (UJKS)
untuk kegiatan operasional koperasi,dengan ketentuan penyimpan
tidak mendapatkan bagi hasil atas penyimpanan dananya,tetapi bisa
dikompensasi dengan imbalan bonus yang besarnya bpnus ditentukan
sesuai kebijakan sesuai kemampuan koperasi.
Simpanan Mudharabah Muthalaqah
Tabungan anggota koperasi dengan akad mudharabah
muthalaqah yang diperlakukan sebagai investasi anggota untuk
dimanfaatkan secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada
anggota koperasi,calon anggota, koperasi-koperasi lain dan
anggotanya secara profesional dengan ketentuan penyimpan
mendapatkan bagi hasil atas penyimpanan dananya sesuai nisbah
(proporsi bagi-hasil) yang disepakati pada saat pembukaan rekening
tabungan.

Simpanan Mudharabah Berjangka


Tabungan anggota pada koperasi dengan akad mudharabah
muthalaqah yang penyetorannya dilakukan sekali dan tentu menurut
perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.
Tabungan Wadiah
Tabungan berakad wadiah merupakan tabungan dengan
skema titipan. Tabungan tersebut sesuai bagi nasabah yang
mengutamakan keamanan dana dan kemudahan transaksi sehari-hari.
ketentuan umum tabungan berdasarkan akad wadiah adalah bersifat
simpanan yang bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesepakatan, dan tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak Lembaga
keuangan Syariah.

Investasi Mudharabah Muqayyadah


Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted
investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan
akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu
Produk Pembiayaan Koperasi Syariah
Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu
membiayai kebutuhan usaha. Sedangkan berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
06/per/M.KUKM/I/2007 tentang petunjuk teknis program
pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro pola syariah bahwa
pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau
kerjasama permodalan antara koperasi dengan anggota, calon
anggota, koperasi lain dan atau anggotanya yang mewajibkan
penerimaan pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang
diterima kepada pihak koperasi sesuai akad dengan pembayaran
sejumlah bagian hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang
dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut
Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Dan secara tehnis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara
dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak kedua menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola.
Jika kerugian akibat dari kelalaian pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik
dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya.
2. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain
mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.

Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada


dua hal, yaitu:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan
jasa
2. Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyadah,
dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal
Ketentuan Pembiayaan Mudharabah:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS (Koperasi Syariah) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang
produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS (Koperasi Syariah) sebagai shahibul maal
(pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha),
sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib
atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(LKS (Koperasi Syariah) dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS (Koperasi
Syariah) tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib)
harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak
untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
3. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
4. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
5. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
6. LKS (Koperasi Syariah) sebagai penyedia dana menanggung semua
kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak
ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, LKS (Koperasi Syariah) dapat meminta
jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS (Koperasi Syariah) dengan
memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS (Koperasi Syariah)) tidak
melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang
telah dikeluarkan.
Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian
di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena
pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali
akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Modal pembiayaan Mudharabah
Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang
diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha
dengan syarat sebagai berikut:
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika
modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus
dinilai pada waktu akad.
3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana
Contoh Pembiayaan mudharabah
Pembiayaan mudharabah sebagai modal kerja untuk usaha
warung bakso. Dalam hal ini mudharib melaksanakan kegiatan
usaha yang menghasilkan perolehan yang dibagikan berdasarkan
nisbah yang disepakati, misalkan 60:40 ( nasabah: koperasi syariah
). Ketika usaha memperoleh keuntungan, maka hasil dibagikan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati ketika kontrak disepakati.
Namun jika usaha mengalami kerugian, maka shahibul maal atau
koperasi syariah akan menanggung seluruh kerugiannya selama
kerugian disebabkan oleh resiko bisnis dan force majeur. Jika
kerugian tersebut akibat dari kelalaian nasabah, maka
nasabah/mudharib lah yang akan menanggung seluruh kerugian
yang dialami.
Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk akad kerja sama perniagaan antara
beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam
suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk
ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut.
Keuntungan dibagi menurut proporsi pernyataan modal atau
berdasarkan kesepakatan bersama. Musyarakah dalat diartikan
pula bsebagai percampuran dana untuk tujuan pembagian
keuntungan
Rukun dan syarat pembiayaan Musyarakah
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan


hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk
melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)


a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali
atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS (Koperasi
Syariah) dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan
bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja
harus dijelaskan dalam kontrak.

c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

4.Biaya Operasional dan Persengketaan


a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Jenis Musyarakah
1. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir
masa akad. Maksud dari musyarakah permanen adalah syirkah uqud yang
terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Inan, yaitu Usaha bersama (kongsi) dimana modal dan keahlian
yang diberikan tidak sama
b. Mufawadhah, yaitu Usaha bersama dimana modal dan keahlian
yang diberikan sama jumlah dan kualitasnya
c. Abdan, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah
keahlian/ tenaga
d. Wujuh, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah
nama baik
2. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah
dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap
kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir
masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut
Penerapan Musyarakah
Pada sisi pembiayaan, akad musyarakah dapat diterapkan pada beberapa
hal, diantaranya adalah:
1. Musyarakah permanen
a. Pembiayaan proyek
b. Modal ventura
2. Musyarakah Mutanaqisah
a. Pembiayaan real estate
Aplikasi akad musyarakah dalam pembiayaan di lembaga keuangan syariah
Indonesia
Koperasi syariah dan nasabah melaksanakan kontrak kerjasama dimana
keduanya sama-sama memberikan kontribusi modal yang sesuai dengan
kesepakatan. Kemudian keduanya juga berkontribusi dalam manajemen
pengelolaan usaha yang dilakukan. Ketika kerjasama tersebut menghasilkan
keuntungan, maka keuntungan akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan yang
tertuang dalam kontrak di awal akad. Sedangkan kerugian yang diderita akan
dibagikan sesuai dengan persentase kontribusi modal dari masing-masing pihak.
Untuk pengembalian pokok atau modal dilaksanakan di akhir masa
kontrak dan tidak boleh diangsur karena sifatnya adalah pembiayaan modal kerja.
Jika sifatnya adalah pembiayaan investasi, maka pokok boleh dikembalikan secara
angsuran. Basis pembagian keuntungan adalah profit-loss sharing.
Pembiayaan Murabahah
Berasal dari kata Ribhu (keuntungan) yaitu jual beli
dimana Koperasi menyebut jumlah keuntungannya, koperasi
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dan Harga jual
adalah harga beli dari pemasok ditambah dengan biaya koperasi
ditambah dengan marjin keuntungan (cost plus profit). Biaya
koperasi tersebut antara lain ekuivalen harapan bagi hasil untuk
deposan, overhead cost dan faktor resiko, Kedua belah pihak wajib
menyepakati akad yang berisikan harga jual dan jangka waktu
pembayaran dan Akad tidak dapat diubah selama masa
berlakunya.
Syarat dan rukun pembiyaan Murabahah
Dalam pembiayaan murabahah, jaminan bukanlah satu rukun atau
syarat yang mutlak dipenuhi karena dalam pembiayaan murabahah yang
menjadi rukun adalah :
1. Ada penjual (Bai’)
2. Ada pembeli (Musytari)
3. Ada obyek / barang yang diperjual belikan (Mabi’)
4. Ada harga yang disepakti (s|aman)
5. Ada perjanjian / sigat (Ijab-qabul)

Dan yang menjadi syarat adalah:


1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian
Ketentuan-ketentuan Umum murabahah dalam Lembaga Keuangan
Syariah (Koperasi Syariah)
1. Koperasi dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam
3. Koperasi membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya
4. Koperasi membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Koperasisendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba
5. Koperasi harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang
6. Koperasi kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
Koperasiharus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak Koperasidapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika koperasi hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip, menjadi milik koperasi
Ketentuan murabahah kepada nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dengan perjanjian pembelian suatu
asset kepada koperasi
2. Dalam perjanjian pesanan ini koperasi dibolehkan meminta nasabah
untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
3. Jika koperasi menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu asset yang dipesannya secara sah dari pedagang yang bonafide
sesuai dengan syarat-syarat dalam perjanjian
4. koperasi kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang
telah disepaktinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut karena barang
tidak sesuai, Koperasimenanggung biaya resiko. Dan apabila nasabah
menolak membeli barang tersebut padahal barang sudah sesuai dengan
pesanan, maka biaya riil Koperasiharus dibayar dari uang muka tersebut
6. Jika kontrak jual beli menggunakan uang muka atau memakai sistim
kontrak (urbun) sebagai alternatif .
Hal-hal yang terkait pembiayaan murabahah
1. Bangkrut dalam murabahah, jika nasabah telah dinyatakan pailit dan
gagal menyelesaikan hutangnya, koperasi harus menunda tagihan hutang
sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan
2. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam
murabahah mengikat tidak dapat dibatalkan. Apabila aktiva murabahah
yang telah dibeli koperasi dalam transaksi murabahah mengikat sebelum
diserahkan kepada pembeli mengalami penurunan nilai maka penurunan
nilai tersebut menjadi beban penjual.
3. Dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga
barang untuk cara pembayaran yang berbeda.
4. koperasi dapat memberikan potongan (muqashah) apabila nasabah
mempercepat pembayaran cicilan, atau melunasi piutang murabahah
sebelum jatuh tempo.
5. Jika salah satu pihak tidak menenuaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Pembiayaan Salam
Salam berasal dari kata As-salaf yang artinya pendahuluan
karena pemesanan barang menyerahkan barangnya dimuka. Para
fuqiha menamainya al-muhawi’ij (barang-barang mendesak)
karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun
barang yang diperjual belikkan tidak ada ditempat.
Salam dapat didefenisikan sebagai transaksi atau akad jual
beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada ketika
transaksi dilakukan dan pembeli melakukan pembayaran di muka,
sedangkan penyerahan barang baru dilakukan dikemudian hari.
Macam Macam Salam
1. Salam Paralel. Salam paralel adalah jual beli salam dengan adanya
perantara. Dalam hal ini dicontohkan Koperasisebagai perantara antara
nasabah dengan pemasok. Dalam salam paralel ini, akad antara
lembaga keuangan syariah dan pemasok, serta akad antara Koperasidan
nasabah harus terpisah.
2. Salam Non-Paralel. Salam Non-Paralel adalah jual beli salam secara
langsung antara penjual dan pembeli, dan tidak dibutuhkannya
perantara.

Rukun Dan Akad Salam


1. Al-aqidayn (dua pihak yang berakad).Pihak yang berakad harus cakap
hukum dan baligh.
2. Sighat. Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho diantara para
pelaku akad, baik verbal, non verbal, maupun dengan cara-cara
modern.
3. Ma’qud Alaih yaitu modal/harga dan barang yang dipesan. Dimana,
modal harus diketahui secara jelas spesifikasinya, dan harus diserahkan
secara tunai pada saat akad
Berakhirnya Akad
1. Barang yang dipesan melewati waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat.
3. Barang berkualitas rendah, sehingga pembeli memilih menolak atau
membatalkan akad.
4. Berkhirnya akad salam adalah saat barang telah diserahkan kepada pembeli
Contoh Akad Salam
Lembaga keuangan syariah (Koperasi Syariah) “A”selaku pembeli membuat
akad salam dengan produsen “X” selaku pemasok (salam ke-2) untuk pemesanan
atau pembelian produk garment. Sebelumnya lembaga keuangan syariah
“A”selaku penjual juga membuat akad salam dengan pembeli akhir “Y” (salam ke-
1).
Prosedur yang demikian ini disebut dengan salam paralel karena lembaga
keuangan dimaksud bertindak selaku pembeli dan penjual pada suatu transaksi
salam. Hal ini dimungkinkan karena Koperasi Syariah “A”semenjak awal tidak
merencanakan untuk menyimpan dan menjadikan garment tersebut sebagai barang
persediaannya, sehingga diperlukan pihak ketiga yamg dapat mengkonsumsi
(membeli) barang- barang tersebut.Dari proses diatas maka kita dapat simpulkan
bawah timbulnya prosses salam ke-2 baru dapat direalisasikan oleh lembaga
keuangan syariah,jika lembaga keuangan syariah telah dapat menemukan dan
memastikan adanya pihak pembeli akhir sebagaimana proses salam ke-1.
Pembiayaan Istishna
Kata istishna berasal dari kata (shana’a) yang artinya membuat
kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta’ menjadi (istashna’a) yang
berarti meminta dibuatkan sesuatu. Istishna’ atau pemesanan secara
bahasa artinya: meminta di buatkan
Akad Istishna menurut Fatwa DSN-MUI no: 06/DSN-
MUI/IV/2000 adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (Pembeli/Mustashni') dan penjual
(Pembuat/Penjual/Shani'). Pembuat barang bisa menyiapkan sendiri atau
juga berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang
menurut spesifikasi yang telah di sepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem
pembayaran di lakukan di muka, melalui cicilan atau di tangguhkan
sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Rukun Istishna
Pelaksanaan bai’ al-istishna’ harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini.
1. Para pihak yang berakad
a. Pembuat dan penjual atau produsen (sani’)
b. Pemesan atau pembeli (Mustasni)
2. Objek yang diakadkan
a. Barang/proyek yang dipesan (masnu’) dengan kriteria yang jelas.
b. Kesepakatan atas harga jual
3. Sighat.
a. Serah
b. Terima
Syarat Istishna.
1. Ba’i istishna mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang
yang dipesan.
2. Ba’i istishna dapat dilakukan pada barang yang bisa di pesan.
3. Dalam ba’i istishna, identifikasi dan deskripsi barang yang dijual harus
sesuai permintaan pemesanan.
4. Pembayaran dalam ba’i istishna dilakukan pada waktu dan tempat yang
disepakati.
5. Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun boleh tawar-
menawar kembali terhadap isi akad yang sudah disepakati.
6. Jika objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
pemesanan dapat menggunakan hak pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau
membatalkan pemesanan
Contoh Istishna
Istisnna paralel dapat diterapkan pada proyek kontruksi,yakni
kontraktor selaku membuat atau produsen (sani ke-2)memerlukan biaya modal
untuk membangun proyek kontruksi milik bohir selaku pemesan atau pembeli
(mustasni),sedangkan lembaga keuangan syariah (koperasi syariah) sebagai
(sani ke-1)membayar biaya untuk kntruksi itu dan kemudiaan menjualnya
kepada bohir.Manfaat yang akan diperoleh lembaga keuangan syariah (koperasi
syariah) adalah selisih antara harga beli dari kontraktor dengan harga jual
kepada bohir.Didalam skim diatas lembaga keuangan syariah (koperasi syariah)
akan meminta mensubkannya kepada kontraktor untuk membuatkan barang
pesanan atau proyek kontruksi sesuai permintaan bohir (akat istisna ke-2),dan
setelah selesai bohir akan membeli barang tersebut dari lembaga keuangan
syariah (koperasi syariah) dengan harga yang telah disepakati bersama.(Akar
istisna ke-1)akat ke-2 dilakukan setelah akat ke-1 sah dan dilakukan secara
terpisah.
Pembiayaan Ijarah
Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai
pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa
didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
Ijarah adalah akad antara lembaga koperasi (mu’ajjir) dengan
nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik
Koperasidan Koperasimendapat imbalan jasa atas barang yang
disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh
nasabah
Rukun Ijarah
1. Pihak yang berakad
2. Objek yang diakadkan
3. Sighat (ijab dan qabul)
4. Upah dan manfaat.

Syarat Ijarah
1. Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
2. Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna
4. Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan
tidak bercacat
5. Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu
yang bisa disewakan
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
7. Upah/sewa dalam akad harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai
harta.
Objek Ijarah
1. objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan
pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
2. manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
3. manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4. pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak
diharamkan);
5. manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
6. spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui
identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
Sifat dan Hukum Akad Ijarah
Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi
boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang
berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan
bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad
ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.Akan tetapi, jumhur ulama
mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang
itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia,
manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian
salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
Berakhirnya Akad Ijarah
1. objek hilang atau musnah,
2. tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir,
3. menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad.
4. menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti
rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak,
maka akad ijarah batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang
boleh membatalkan akad ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau
manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda
banjir.
Contoh Akad Ijarah
Di koperasi syariah, ijarah adalah produk pembiayaan yang
ditawarkan kepada nasabah berupa jasa untuk pembiayaan dana talangan
pendidikan dan haji.koperasi memberikan dana talangan terlebih dahulu
kepada lembaga pendidikan dan haji, dengan syarat lembaga tersebut harus
bekerja sama dengan koperasi tersebut, kemudian nasabah dikenakan ujroh
(upah sewa) dengan cara mencicilnya setiap bulan. Ijarah hampir sama
dengan cicilan, tapi tidak mensyaratkan jaminan apapun.
Meskipun tidak ada jaminan, namun nasabah yang mengajukan
pembiayaan ijarah masih sedikit dibanding pembiayaan murabahah. Hal itu
disebabkan karena mungkin nasabah masih banyak yang belum terlalu
memahami akad ijarah, kegunaan dan manfaat yang didapat dari produk
ijarah tersebut. Selain itu juga kebutuhan nasabah yang tidak terlalu
membutuhkan jasa produk akad ijarah

Selain angsuran pokok/ujroh yang harus dibayar, nasabah juga


dikenakan biaya-biaya lain saat mengajukan permohonan pembiayaan
ijarah, yaitu:
1. Biaya notaries (1% dari plafon)
2. Asuransi jiwa
3. Biaya Administrasi (1% dari plafon)
4. Biaya Materai untuk akad (6 sampai 7 Materai)
Jangka waktu angsuran untuk Pendidikan maksimal 5 tahun,
sedangkan untuk Haji 2 tahun.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi saat mengajukan
permohonan pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut:
1. Surat keterangan dari lembaga pendidikan
2. Surat keterangan pensiun
3. Fotokopi KTP pemohon
4. Fotokopi KK, Surat Nikah (bila menikah)/Surat Cerai
5. Surat Kematian
6. Slip gaji dan Surat Keterangan Pegawai Tetap
7. Fotokopi rekening tabungan 3 bulan terakhir
8. Fotokopi NPWP diatas Rp. 50 juta
Apabila ada nasabah yang melakukan wanprestasi, maka dikenakan
dendasebesar 0,00069 x nominal angsuran x jumlah hari.
Pembiayaan al-Qardh
al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah
lembaga keuangan syariah (koperasi syariah) (muqtarid) bagi yang
memerlukan. Dikatakan Qardhul Hasan karena pinjaman ini merupakan
wujud peran sosial lembaga keuangan syariah (koperasi syariah) untuk
membantu masyarakat muslim yang kekurangan secara finansial.
Disamping itu, karena sifatnya dana sosial, pinjaman ini juga bersifat
lunak. Artinya jika nasabah mengalami kesulitan untuk membayar atau
mengangsur tagihan bulanan, maka pihak LKS (Koperasi Syariah) harus
memberikan dispensasi/keringanan dengan tidak memberikan denda
atau tambahan bunga sebagaimana yang berlaku pada lembaga keuangan
konvensional dan menunggu sampai nasabah mempunyai kemampuan
untuk membayarnya. Bahkan pada kondisi tertentu dimana nasabah
benar-benar pailit pihak LKS (Koperasi Syariah) dapat membebaskan
nasabah dari segala tanggungan hutang
Syarat Sahnya qardh
1. Orang yang memberikan pinjaman(muqridh) benar-benar memiliki
harta yang akan dipinjamkan.
2. Adanya serah terima (akad);
3. Muqridh tidak mengambil manfaat (imbalan) dari akad ini, karena
jika hal ini terjadi maka akan menjadi riba.
4. Akad al-Qardh juga tidak boleh digabungkan dengan akad lainnya
seperti jual beli atau sewa menyewa.

Rukun qardh
1. Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan
dana, dan muqridh (pemberi pinjaman), pihak yang memiliki dana
2. Objek akad, yaitu qardh (dana)
3. Tujuan, yaitu pinjaman tanpa imbalan
4. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Ketentuan Umum Qardh
1. Akad al-Qardh adalah akad tabarru’ atau tolong-menolong
2. Nasabah wajib mengembalikan dana yang dipinjam dari lembaga
keuangan syariah (koperasi syariah)pada waktu yang telah disepakati
3. Jika nasabah tidak mampu mengembalikan dana tersebut sebagian atau
seluruhnya dan pihak Koperasitelah memastikan ketidak mampuannya
tersebut, maka pihak Koperasisyariah dapat:
a. Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

Sumber dana yang dapat digunakan oleh Koperasisyariah untuk


akad al-Qardh adalah:
1. Bagian modal
2. Keutungan yang disisihkan
3. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan infaqnya kepada
Koperasi syariah.
Contoh Qardh
1. Sebagai pinjaman talang haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan
haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2. Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kredit syariah.
3. Sebagai pinjaman bagi pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan
Koperasi akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan
skema jual beli, ijarah atau bagi hasil
4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana Koperasimenyediakan
fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
Pengurus Koperasiakan mengembalikan dana pinjaman itu secara
cicilan melalui pemotongan gajinya.
5. Koperasi syariah disamping memberikan pinjaman qardh, juga dapat
menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan. Qardhul hasan
adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam untuk
menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan
mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang
disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena
kelalaianya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
6. Sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber
dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima Koperasi syariah dari
pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah dan sebagainya),
dana yang disediakan oleh para pemilik Koperasi syariah dan hasil
pendapatan non halal. Sumber dana internal meliputi qardhul hasan

Secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang


yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan memberikan manfaat
tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan
karena pemberian Qard membuat velocity of money (percepatan perputaran
uang) akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi
perekonomian, sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat.
Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan
meningkat pula pendapatannya. Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga
akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian Qard
Pembiayaan Rahn
Istilah rahn secara bahasa berarti “menahan” (al-habsu).
Maksudnya menahan sesuatu untuk dijadikan jaminan. Dengan
kata lain, yang dimaksud rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas harta yang diterimanya.
Rukun dan Syarat
1. Aqidain terdiri dari pihak yang menggadaikan (rahin) dan yang
menerima gadai (murtahin). Agar keabsahan rahn dapat tercapai, maka
para pihak tersebut harus memenuhi syarat sebagai subjek hukum, baik
ditinjau dari segi kecapakan (ahliyah) maupun kewenangan (wilayah).
2. Objek rahn ialah barang yang digadaikan (marhun). Keberadaan
marhun berfungsi sebagai jaminan mendapatkan hutang (mathun bih).
Para fuqaha sepakat, bahwa setiap harta benda (al-mal) yang sah
diperjual belikan, berarti sah pula untuk dijadikan sebagai jaminan
hutang (marhun). Dalam akad rahn, benda yang dijadikan objek
jaminan (marhun) tidak harus diserahkan secara langsung, tetapi boleh
melalui bukti kepemilikan. Penyerahan secara langsung berlaku pada
harta yang dapat dipindahkan (mal al-manqul), sedangkan penyerahan
melalui nukti kepemilikan berlaku pada harta yang tidak bergerak (mal
al-‘uqar). Menjadikan bukti kepemilikan sebagai jaminan pembayaran
hutang (marhun), hukumnya diperbolehkan selama memiliki kekuatan
hukum.
3. Adanya ijab qabul (sighat akad). Lafadz ijab qabul dapat saja dilakukan
baik secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung
maksud adanya akad rahn. Para fuqaha sepakat, bahwa akad rahn mulai
berlaku sempurna ketika barang yang digadaikan (marhun) secara
hukum telah berada ditangan pihak berpiutang (murtahin). Apabila
barang gadai telah dikuasai (al-qabdh) oleh pihak berpiutang, begitu
pula sebaliknya, maka akad rahn bersifat mengikat kedua belah pihak.
Pernyataan ijab qabul yang terdapat dalam aqad rahn tidak boleh
digantungkan (mu’allaq) dengan syarat tertentu yang bertentangan
dengan hakekat rahn.
Hak dan Kewajiban Ar-Rahn
1. Murtahin (penerima barang gadai) mempunyai hak untuk menahan
marhun (barang gadai) sampai semua hutang rahin (yang
menggadaikan barang) dilunasi. Untuk memberikan kemudahan,
marhun dapat memperpanjang batas tempo pelunasan. Namun apabila
hingga batas waktu tertentu rahin tetap tidak melunasi hutangnya,
sesuai kesepakatan sebelumnya, murtahin dapat menjual barang yang
digadaikan (marhun)
2. Hukum asalah pemanfaatan suatu barang menjadi hak miliknya. Pada
dasarnya barang gadai tidak dapat dimanfaatkan baik oleh pemilik
ataupun penerima gadai. Hal ini karena status barang itu sebagai
jaminan utang dan amanat penerimanya. Namun apabila mendapat ijin
dari masing-masing pihak maka barang tersebut dapat dimanfaatkan,
dan hasil dari pemanfaatan itu adalah milik bersama. Pemanfaatan ini
bertujuan agar harta tidak mubazir.
3. Pemeliharaan barang gadai (marhun) pada dasarnya menjadi
kewajiban bagi pemiliknya (rahin), sebagaimana hak untuk
pemanfaatannya. Dengan demikian, meskipun pemeliharaan telah
dilakukan oleh penerima gadai (murtahin)m namun biaya
pemeliharaan telah dilakukan oleh penerima gadai (murtahin), namun
biaya pemeliharaan tetap menjadi tanggung jawab pemiliknya (rahin)

Anda mungkin juga menyukai