Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

KASUS
“ANESTESI UMUM PADA PASIEN NEFROLITHIASIS
MULTIPLE SINISTRA”

DISUSUN OLEH :

Jessica Gracia

406172055

PEMBIMBING:

dr. Rudi, Sp.An

Fa k u l t a s K e d o k t e r a n U n i v e r s i t a s Ta r u m a n a g a r a
Ke p a n i t e r a a n i l m u a n e s t e s i
RSUD CIAWI, BOGOR
R o t a s i K l i n i k P e r i o d e 26 November – 30 Desember 2018
IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. N
• Umur : 53 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Status pernikahan : Sudah menikah
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Alamat : Kp. Kuripan
• Agama : Islam
• Suku : Sunda
• Ruang : Jasmin
ANAMNESA
3 Desember 2018 pk.06.00

Keluhan utama :
Nyeri pada pinggang kiri

Riwayat penyakit sekarang :


• Pasien mengeluh nyeri pada pinggang kiri yang sudah
dirasakan kurang lebih 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai
rasa nyeri sewaktu berkemih. Tidak ada mual dan muntah,
tidak ada kejang. Nafsu makan baik dan BAB dalam batas
normal.
• Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat Penyakit
Keluarga :
• Riwayat keluhan serupa : disangkal
• Riwayat keluhan serupa :
• Riwayat operasi : disangkal disangkal
• Riwayat alergi : disangkal • Riwayat alergi : disangkal
• Riwayat darah tinggi : positif • Riwayat asma : disangkal
• Riwayat kencing manis : disangkal
• Riwayat penyakit jantung : disangkal
• Riwayat asma : disangkal

• Riwayat Pengobatan
• Amlodipine 1 x 5 mg
PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos Mentis, E4 M6 V5
• Tanda Vital
o Tekanan Darah : 130/70 mmHg
o Nadi : 90 x/menit, Reguler, isi Cukup
o Suhu : 36,6 C
o RR : 22 x/menit, Reguler
o SpO2 : 98%
• Data antropometri :
• Berat badan : 48 kg
• Tinggi badan : 150 cm
• IMT : 21,33 kg/m2 (normal)

• Penyulit : asma dan alergi obat disangkal


• Kepala:
- Normosefali, deformitas (-), bengkak (-)

• Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor (d: 3mm), refleks cahaya +/+
• Hidung : Bentuk normal, discharge (-/-), deviasi septum (-)
• Telinga : Bentuk normal, otorrhea (-/-)
• Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
• Thorax :
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula sinistra
Perkusi: Redup, batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal, reguler, Murmur (-), gallop
(-)
 Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Palpasi : Stem fremitus sama kuat, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• Abdomen :
Inspeksi : Tampak datar , distensi (-), jejas (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Perkusi: Timpani (+), pekak hepar (+) , shifting dullnes (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
• Ekstremitas :
Akral hangat,
Edem (-) ,
CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG (3/12)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
A. Hematologi      
Darah Rutin      
Hemoglobin 10,8 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 30,5 35 - 47 %
Leukosit 5,6 4 - 11 10^3/uL
Trombosit 196 150 – 440 10^3/uL
Golongan darah A A/B/AB/O mg/L
Rhesus (+) POS - mg/L
Masa perdarahan 2’00” 1–6 menit
Masa pembekuan 13’00” 8 – 18 menit
A. Kimia      
GD Sewaktu 96 80 – 120 mg/dl
Ureum 52 10,0 – 50,0 null
Kreatinin 0,83 0,60 – 1,30 mg/dl
SGOT 17 0 – 35 U/L
SGPT 13 0 - 35 U/L
SERO IMUNOLOGI Hasil
HbsAg Non Reaktif
Anti HIV Non Reaktif

Hasil Pemeriksaan X-Foto Thorax PA :

Cor dan Pulmo dalam batas normal

Hasil Pemeriksaan ECG


Dalam Batas Normal
RESUME

• Pasien mengeluh nyeri pada pinggang kiri yang sudah


dirasakan kurang lebih 3 bulan yang lalu. Keluhan
disertai nyeri saat BAK. Tidak ada mual dan muntah,
tidak ada kejang. Nafsu makan baik, dan BAB dalam
batas normal
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak sakit sedang, terdapat nyeri ketok CVA pada
pinggang kiri. Pemeriksaan status fisik menurut ASA
didapatkan ASA II.
RESUME
•DIAGNOSA KERJA - Post-operative
–Nefrolithiasis multiple sinistra Ketorolac 30 mg IV
•PENGKAJIAN Tramadol drip 100mg IV
–Rencana Diagnostic dalam 500cc RL
•Nefrolithotomi Ondansentron 4 mg IV
–Rencana Terapi - Airway :
Farmakologis Intubasi – single lumen
•ANESTESI UMUM spiral ETT no. 7 dengan
–Induksi balon
•Fentanyl 100 mcg IV
•Propofol 100 mg IV
•Atracurium 25 mg IV
–Maintenance
•N2O : O2 : Sevoflurane (2:2:2)
•   – KEBUTUHAN CAIRAN :
• M = 2cc/kgBB/jam
– BB 48 kg
– M = 96 cc/jam
• PP = M x jam puasa
– 96 x 5
– PP = 480 cc
• ROI (stress operasi)
– Sedang = 4-6 cc/kgBB
– = 6 x 48 = 288 cc  II dan III = pp + M + ROI
= 480 + 96 + 288
– I = pp + M + ROI
= 120 + 96 + 288
– I = 480 + 96 + 288 = 504 cc
– I = 240 + 96 + 288  
– I = 624 cc IV dan seterusnya
M + ROI
96 + 288 = 384 cc
EVALUASI
Evaluasi
Keadaan umum
– Tanda-tanda vital :
TD 110/60 mmHg, HR
68x/m, RR 17x/m, SpO2
100%
– VAS score : 1-2
– Alderete score  Total 10
( Aktivitas 2, Respirasi 2,
Tekanan darah 2,
Kesadaran 2, Saturasi
Follow upoksigen
post-op2): pasien tidak
mengeluh mual maupun muntah,
pusing dan nyeri kepala, serta sesak
nafas.
EDUKASI
• Menjelaskan kepada pasien resiko
komplikasi dari anestesi umum,
seperti : • Peneumonitis aspirasi
– Nyeri pada luka operasi setelah efek • Hipotermi
anestesi • Kerusakan otak akibat hipoksia
– Mual dan muntah • Trauma saraf
– Trauma pada gigi • Emboli
– Nyeri pada tenggorokan dan laring • Nyeri punggung
– Reaksi anafilaksis akibat obat-obat • Nyeri kepala
anestesi • Iatrogenic
– Kolaps kardiovaskular • Kematian
– Depresi napas
PROGNOSIS

• Ad Vitam : Dubia ad Bonam


• Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
• Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI UMUM
DEFINISI
• Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama
Narkose Umum (NU).
• Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum
yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi
otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
ANALGESIK

RELAKSAS
HIPNOSIS I OTOT

TRIAS
ANESTESI
KLASIFIKASI STATUS FISIK
• Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang ialah yang berasal dari The American Society of
Anesthesiologists (ASA).
– Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia, tidak merokok, BMI < 30
– Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang. Hipertensi / diabetes yang terkontrol obat, merokok,
BMI < 35, hamil
– Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas rutin terbatas. Hipertensi dan diabetes tidak
terkontrol, obesitas, gagal ginjal kronik, hepatitis, dialisis,
memakai alat pacu jantung, angina stabil, terpasang alat
pacu jantung
– Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupan setiap saat. (angina unstable, gagal
jantung)
– Kelas V :Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. ( ruptur
abdomen, aneurisma aorta, perdarahan intrakranial masif.
– Kelas VI : Pasien dengan mati batang otak, atau pasien yang
organnya akan didonorkan untuk transplantasi
STADIUM ANESTESI
• Stadium anestesi yang disusun oleh Guedel :
– Stadium I : Analgesia
• Mulai induksi sampai mulai tidak sadar. Ditandai dengan
hilangnya reflek bulu mata
– Stadium II : Eksitasi, delirium
• Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis.
Pada stadium ini pasien batuk, mual-muntah, henti napas
dan lain-lainnya.
– Stadium III : Anestesia bedah
• Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
• Plana 1. Mulai napas otomatis sampai gerak bola mata
berhenti.
• Plana 3 Mulai napas torakal lemah sampai napas torakal
berhenti.
• Plana 4 Mulai napas torakal berhenti sampai napas
diafragma berhenti.
– Stadium IV : Intoksikasi / overdosis obat anestesia
• Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau
meninggal.
PREMEDIKASI
• Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia diantaranya:
– Meredakan kecemasan dan ketakutan.
– Memperlancar induksi anesthesia.
– Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
– Meminimalkan jumlah obat anestetik.
– Mengurangi mual-muntah pasca bedah.
– Menciptakan amnesia.
– Mengurangi isi cairan lambung.
– Mengurangi refleks yang membahayakan.
•  Penggolongan obat pre-medikasi
– 1. Golongan Narkotika
• analgetika sangat kuat.
• Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
• Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
• Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-
muntah, vasodilatasi pembuluh darah 
hipotensi
• diberikan jika anestesi dilakukan dengan • Morfin adalah obat
anestetika dengan sifat analgesik rendah, pilihan jika rasa nyeri
misalnya: halotan, tiopental, propofol. telah ada sebelum
• Pethidin diinjeksikan pelan untuk: pembedahan
– mengurangi kecemasan dan ketegangan, • mengurangi
– menekan TD dan nafas kecemasan dan
– merangsang otot polos ketegangan
• menekan TD dan
nafas
• merangsang otot
polos
• depresan SSP
• pulih pasca bedah
• 2. Golongan Sedativa & Transquilizer
– Golongan ini berfungsi sebagai obat
penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
– Contoh : luminal dan nembufal untuk
golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan
transquilizer.
– Efek samping: depresi nafas, depresi
sirkulasi. Diazepam
induksi, premedikasi,
– diberikan apabila pasien memiliki rasa
sedasi
sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien
menghilangkan
tampak lebih gelisah
halusinasi karena
ketamin
mengendalikan kejang
menguntungkan untuk
usia tua
jarang terjadi depresi
nafas, batuk, disritmia
Barbiturat
menimbulkan sedasi dan
menghilangkan kekhawatiran
sebelum operasi
depresan lemah nafas dan
sirkulasi
mual muntah jarang
Midazolam
Midazolam sering digunakan sebagai
premedikasi pada pasien pediatrik sebagai
sedasi dan induksi anestesia.
Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi
post operasi.
Memiliki efek antikonvulsan sehingga
dapat digunakan untuk mengatasi kejang
grand mal
Dianjurkan sebelum pemberian ketamin
• 3. Golongan Obat Pengering
– bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva,
keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan efek
parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga
menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.
– Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
– Efek samping: proses pembuangan panas akan
terganggu, terutama pada anak-anak sehingga
terjadi febris dan dehidrasi
– diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika
dengan efek hipersekresi, mis: dietileter atau
ketamin.
INDUKSI ANESTESI
• Induksi Intravena
– Induksi intravena paling banyak dikerjakan. Obat induksi bolus
disuntikan dalam kecepatan 30-60 detik. Selama induksi
anesthesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus
diawasi dan selalu diberikan oksigen.
– Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
– Thiopental dapat diberikan 3-7 mg/kgBB, profopol 2-3 mg/kgBB,
dan ketamine dengan dosis 1-2mg/kg BB
• Induksi Intramuskular
– Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin
(ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis
5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
• Induksi Inhalasi
– Induksi inhalasi dikerjakan dengan halotan (fluotan), enfluran, isofluran,
sevofluran.
– Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
vena atau dewasa yang takut disuntik.
– Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.
Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
– Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang
dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
• Induksi per rektal
– Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau
midazolam.
• Induksi mencuri / sical induction
– Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur.
– Diberikan dengan sungkup yang tidak ditempelkan langsung ke pasien,
melainkan diberikan jarak beberapa sentimeter sampai pasien tertidur baru
sungkup muka kita tempelkan.
ANESTESI RUMATAN

• Adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara


mengatur konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien.
• Rumatan anesthesia (maintenance) dapat dikerjakan dengan
secara intravena (anesthesia intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
• Rumatan anesthesia biasanya mengacu pada trias anesthesia
yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia
cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
• Rumatan intravena
– misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil
10-50 ug/kgBB.
– Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan
analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot.
• Rumatan inhalasi
– biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah
halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4
vol% atau sovofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien
bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan
(controlled).
OBAT-OBAT ANESTESI UMUM
•Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan:
•1. Obat Anestetika gas
•2. Obat Anestetika yang menguap
•3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena

•1. Anestetik gas


–Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan.
–Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.
–Contoh :
–Nitrogen monoksida (N2O)
–Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
lebih berat daripada udara.
–N2O mempunyai efek analgesik yang baik
• 2. Anestetik yang menguap
• Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3
sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu
kamar, mempunyai sifat anestetik kuat pada kadar rendah dan
relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan.
• Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan
untuk mempertahankan stadium tersebut.
• Untuk mempercepat induksi dapat diberikan zat anestetik lain
yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
• Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua
golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan
golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen.
– Eter
• Merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mudah
terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak.
• Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat
memasuki setiap tingkat anesthesia
• Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi
juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
– Isofluran 
• Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.
• Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara
yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan
batuk.
• Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.
• Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC
(minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan
intracranial namun dapat diatasi dengan teknik anestesi hiperventilasi
sehingga banyak digunakan untuk bedah otak
• Sevoflurane
– merupakan halogenasi eter.
– Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isoflurane.
– Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafaas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
– Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia.
– Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik pada hepar.
– Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
• Desflurane
– Merupakan halogenesi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isoflurane.
– Desflurane sangat mudah menguap dan penggunaannya harus
menggunakan alat penguap khusus.
– Desflurane mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan.
– Sifatnya iritatif sehingga menimbulkan batuk, sesak napas, atau bahkan
spasme laring.
• Halotan
– Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak
mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun
dicampur dengan oksigen.
– Efek analgesik halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik.
– Halotan tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati karena hepatotoksik dan dapat menurunkan
aliran darah hepatik, diduga dapat mengakibatkan hepatitis
post halotan.
– Halotan juga tidak dianjurkan pada operasi kraniotomi
karena dapat membuat vasodilatasi pembuluh darah otak
sehingga aliran darah meningkat dan terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.
• MAC (Minimal Alveolar Concentration)
– Merupakan konsentrasi minimal fraksi zat anestesi inhalasi dalam
alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada pasien,
• Halotan : 0,87%
• Eter : 1,92%
• Enfluran : 1,68%
• Isofluran : 1,15%
• Sevofluran : 1,8%
ANESTESI UMUM INTRAVENA
• Opioid
– Ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor opioid sehingga menghasilkan efek seperti morfin. Opioid
disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering digunakan dalam
anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri
pasca pembedahan.
– Cth: fentanyl, morphine, pethidine, sufentanil
• Ketamin 
– Kurang di gemari untuk induksi anestesi, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat
menimbukan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
– Dosis bolus untuk induksi intravena aialah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening
kepekatan 1% (1ml=10), 5% (1ml=50mg) dan 10% (1ml=100mg).
• Diazepam 
– Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran, tidak berefek analgesik.
– Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
• Propofol 
– Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi
lemak berwarna putih susu. Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg,
dosis rumatan untuk anesthesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan
dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
– Mula kerjanya cepat, efeknya adalah hipnotik, tidak ada analgetik /
relaksasi
– Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1 mg/kgBB IV
– Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal.
OBAT PELUMPUH OTOT
• Pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blokade neuro-muskular.
• Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf. Influx ion
kalsium memicu keluarnya asetilkolin sebagai transmitter saraf.
Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik-
kolinergik di otot.
–  Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong
ion tebuka, ion natrium, dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah
kontraksi otot.
• Asetilkolin cepat dihidrolisis oleh asetilkolin-esterase (kolin-esterase
khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong tertutup
kembali terjadilah repolarisasi.
• Contoh pelumpuh otot depolarisasi: suksinilkolin
• Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
– Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan
dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi,
hanya menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak
dapat bekerja.
• Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi
digolongkan menjadi:
– Bensiliso-kuinolinum: d-tubokurarin, metokurin, atrakurium, doksakurium,
mivakurium.
– Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium,
rokuronium.
– Eter-fenolik: gallamin
– Nortoksiferin: alkuronium
• Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot
– Cegukan (hiccup).
– Dinding perut kaku.
– Ada tahanan pada inflasi paru .
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth John F et al. 2013. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology.


Edisi 5. USA: Mc. Graw Hill. Hlm. 153-220; 1261-1271.
2. Latief SA et al. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Hlm. 29-90.
3. Doyle DJ, Garmon EH. American Society of Anesthesiologists Classification (ASA
Class). NCBI. 2018. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441940/
4. Dachlan R, dkk. 2002. PetunjukPraktisAnestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi FK UI. Jakarta
5. Soenarto RF, Chandra S. 2012. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen
Anestesiologi dan Intensive Care FKUI.
Questions ?

Anda mungkin juga menyukai