Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 7

1. FATIMATUS ZAHROH 21801012044


2. ACHMAD SYARIFUDDIN 21801012067
3. MUHAMMAD ZULQIFLI AKBAR 21801012056
4. A. RIDHO MAULANA AZIZ 21801012051
LATAR BELAKANG
Pada sejarahnya, pengambilan hukum dengan menggunakan ijtihad
merupakan fase yang panjang. Hingga datang fase di mana ijtihad
tidak lagi gencar dilakukan, yakni fase di mana para ulama merasa
cukup puas dengan hanya mengikuti imam madzhab mereka tanpa
perlu melakukan ijtihad sendiri.
Fase ini biasa disebut dengan fase taqlid. Jika pada fase-fase
sebelumnya yang dilakukan dalam pengambilan hukum adalah
merujuk langsung pada al-Quran dan sunnah, maka pada fase ini
yang dilakukan adalah merujuk hukum dari kitab-kitab fiqh yang
disusun oleh para imam yang dianggap berkompeten.
PENGERTIAN MUQOLLID
Taqlid menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu qalada,
yuqalidu, taqlidan, yang berarti mengulangi, meniru dan mengikuti.

Para ulama ushul memberikan defenisi taqlid dengan “mengikuti


pendapat seseorang mujtahid atau ulama tertentu tanpa
mengetahui sumber dan cara pengambilan pendapat tersebut.
Orang yang bertaqlid disebut MUQOLLID.
TAQLID MENURUT IMAM Al-GHAZALI
dalam Al-Mustasyfa :

‫التّقليد قبول بغير ح ّجة وليس طريقا للعلم الفى ا ْالصول والفى الفروع‬

Taqlid adalah menerima suatu perkataan dengan tidak ada hujjah.


Dan tidak ada taqlid itu menjadi jalan kepada pengetahuan
(keyakinan), baik dalam urusan ushul maupun dalam urusan furu’
TAQLID MENURUT Dja’far Amir DALAM
BUKUNYA USHUL FIQH III

Taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain, mengikuti perkataan


orang lain, dengan tidak mengetahui dari mana asal
pengambilannya, entah orang lain tadi benar atau salah, pokoknya
asal mengikuti saja tanpa mengetahui dasar-dasar pengambilannya,
hanya mengikuti saja tanpa berfikir. Dan orang yang bertaqlid
disebut MUQALLID (‫)مقلد‬.
SEJARAH PADA MASA MUQOLLID

Periode taqlid ini dimulai dari abad 10-11 M


(310 H)

Periode ini adalah periode di mana semangat ijtihad mutlak


para ulama sudah pudar dan mandek

Mereka hanya mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan


oleh imam-imam mujtahid terdahulu.
PENYEBAB YANG MENJADIKAN TERTUTUPNYA PINTU
IJTIHAD PADA PERIODE INI

Munculnya sikap fanatisme madzhab terhadap imamnya di


kalangan pengikut madzhab

Dipilihnya para hakim yang hanya bertaklid pada suatu


madzhab oleh pihak penguasa untuk menyelesaikan
persoalan, sehingga hukum fiqih yang diterapkan hanyalah
hukum fiqih madzhabnya

Munculnya buku buku fiqih yang disusun oleh tiap tiap


madzhab
Taqlid yang dilakukan oleh mujtahid kepada mujtahid lain. Dalam hal ini
terdapat beberapa pendapat, yaitu:
 Kebanyakan ulama sepakat mengatakan haram hukumnya seorang mujtahid melakukan
taqlid secara mutlak, karena ia mampu melakukan ijtihad dengan sendirinya.
 Ahmad bin hanbal, Abu ishak bin al-rawahaih dan sofyan al-tsauri mengatakan boleh
mujtahid melakukan taqlid kepada mujtahid lain secara mutlak.
 Imam syafi’i dalam qaul qadimnya (waktu di iraq) berpendapat boleh mujtahid bertaqlid
kepada mujtahid lain dalam level shahabat nabi dan tidak boleh kepada mujtahid lainnya.
 Muhammad bin hasanal syaibani berpendapat boleh mujtahid bertaqlid kepada mujtahid
lain yang lebih alim dari dirinya.
 Ulama lain berpendapat bahwa boleh mujtahid bertaqlid kepada mujtahid lain, tatapi
hanya untuk diamalkannya sendiri dan tidak untuk difatwakannya.
 Ibn sureij berpendapat bolehnya mujtahid bertaqlid kepada mujtahid lain bila ia
menghadapi keterbatasan waktu untuk berijtihad sendiri.
 Ulama lain berpendapat bolehnya seseorang mujtahid taqlid kepada mujtahid lainn bila
ia seorang yang sedang bertugas sebagai qadhi.
Hukum taqlid yang dilakukan oleh al-Muttabi’ atau alim. Dalam hal ini
ulama juga berbeda pendapat sebagai berikut:

 Tidak boleh seorang alim bertaqlid kepada mujtahid karena ia mempunyai


kemampuan untuk mendapatkan hukum dengan sendriinya. Walaupun ia
belum mencapai kemampuan mujtahid.

 Boleh seorang alim bertaqlid kepada mujtahid lain dengan syarat ia dapat
mengetahui kekuatan dalil yang digunakan mujtahid yang diikutinya itu.
Hukum bertaqlid yang dilakukan orang awam kepada seorang mujtahid.
Hal ini juga menjadi tempat perbedaan pendapat. Yaitu:

Menurut al-Baidhawiy dari kalangan Syafi’iyah dan kebanyakan ulama


lainnya berpendapat bahwa beleh orang awam dan orang yang tidak
memiliki kemampuan berijtihad untuk bertaqlid. Bahkan ada yang
mewajibkannya.

Golongan mu’tazilah baghdad berpendapat tidak boleh orang awam


bertaqlid, tetapi ia wajib mencapai hukum melalui ijtihadnya dan untuk itu
ia harus belajar.

Al-Jubba’iy berpendpat boleh seorang awam bertaqlid dalam bidang


ijtihadiyah dan tidak boleh dalam hal –hal yang ada nashnya yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai