Anda di halaman 1dari 52

CASE REPORT SESSION

DISUSUN OLEH
WILDAN 12100118123

Preseptor :
MAYARANI, dr., SpM

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD AL IHSAN BANDUNG
IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn.R
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Usia : 25 tahun
• Alamat : Sukadana Kabupaten Bandung
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Pekerjaan : Montir Bengkel
• Pendidikan : SMA
• Agama : Kristen
• Suku Bangsa : Sunda
• Tanggal Pemeriksaan : 18 Maret 2019
ANAMNESIS
• Keluhan Utama :Mata kanan merah sejak 20 jam SMRS.
Anamnesa Khusus :
Pasien datang ke poliklinik RSUD Al-Ihsan dengan keluhan mata kanan
merah setelah terkena cipratan thinner sejak 20 jam sebelum masuk RS.
Pasien terkena cairan dempul pada saat pasien akan membuka kaleng thinner
tersebut, namun secara tiba-tiba cairan di dalam kaleng menyemprot dan
mengenai mata kanan pasien, seketika itu mata terasa perih, terasa panas
seperti terbakar, menjadi merah, dan pandangan kabur. Pasien juga merasa ada
yang mengganjal pada mata kanannya dan mata menjadi berair terus menerus.
Saat kejadian pasien tidak menggunakan kacamata, dan setelah kejadian itu
pasien segera menyirami mata kirinya dengan air mineral sebanyak 1 botol
(750ml). Setelah itu pasien segera pergi ke RS Al-Ihsan.
• Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien mengaku belum pernah mengalami trauma mata seperti ini
sebelumnya. Gangguan penglihatan (kabur) sebelumnya juga tidak
pernah dialami oleh pasien.
• Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan
pasien.
• Riwayat Alergi
• Riwayat alergi (-).
• Riwayat Pengobatan
• Di RS Al Ihsan, mata kanan pasien dibilas dengan air infusan
RL dengan menggunakan suntikan sebanyak 2000cc. Lalu
pasien boleh pulang dan diberikan obat tetes mata.
STATUS GENERAL

• Keadaan umum : Sakit sedang


• Kesadaran : Compos mentis
• Status Sosial Ekonomi : Menengah
• Vital Sign
• Tek. Darah : 120/90 mmHg
• Nadi : 80 kali/menit
• Laju Napas : 20 kali/ menit
• Suhu : 36,5 ºC
• Berat badan : tidak diukur
• Tinggi badan : tidak diukur
STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
1. Pemeriksaan Visus 0,7 PH 0,9 1,0

2. Posisi Bola Mata


 Hischberg Test Ortotropia

 Cover & Uncover Test Ortoforia

3. Pergerakan Bola Mata:


Duksi Duksi baik ke segala arah Duksi baik ke segala arah

Versi Versi baik ke segala arah


4. Pemeriksaan Eksternal Mata OD OS

Palpebra Superior Koloboma (-) Koloboma (-)


Epikantus (-) Epikantus (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion(-)
Bleparofimosis (-) Bleparofimosis (-)
Ankiloblefaron (-) Ankiloblefaron (-)
Lagofthalmus (-) Lagofthalmus (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Nyeri (-) Nyeri (-)
Panas (-) Panas(-)
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)

Perubahan permukaan (-) Perubahan permukaan (-)


Perubahan warna (-) Perubahan warna (-)
Benjolan(-) Benjolan(-)
OD OS

Koloboma (-) Koloboma (-)


Epikantus (-) Epikantus (-)
Palpebra Inferior Ptosis (-) Ptosis (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion(-)
Bleparofimosis (-) Bleparofimosis (-)
Ankiloblefaron (-) Ankiloblefaron (-)
Lagofthalmus (-) Lagofthalmus (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Nyeri (-) Nyeri (-)
Panas (-) Panas(-)
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)

Perubahan permukaan (-) Perubahan permukaan (-)


Perubahan warna (-) Perubahan warna (-)
Benjolan(-) Benjolan(-)

Cilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Poliosis (-) Poliosis (-)
 Apparatus lakrimalis Alakrimasi (-) Alakrimasi (-)
Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Epifora (-) Epifora (-)
Inversi (-) Inversi (-)
Eversi (-) Eversi (-)
Mucocele (-) Mucocele (-)
Fistula (-) Fistula (-)
 Konjungtiva Tarsal Superior Anemis (-) Anemis (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nodul (-) Nodul (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)
Cobble stone (-) Cobble stone (-)
Membran (-) Membran (-)
Pseudomembran (-) Pseudomembran (-)
Bleeding (-) Bleeding (-)

 Konjungtiva Tarsal Inferior Anemis (-) Anemis (-)


Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nodul (-) Nodul (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)
Cobble stone (-) Cobble stone (-)
Membran (-) Membran (-)
 Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi silier (-) Injeksi silier (-)
Kemosis (-) Kemosis (-)
Lipodermoid (-) Lipodermoid (-)
Selaput (-) Selaput (-)
Benjolan berwarna kekuningan Benjolan berwarna kekuningan (-
(-) )
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Bleeding (-) Bleeding (-)

 Kornea Mikrokornea (-) Mikrokornea (-)


Megalokornea (-) Megalokornea (-)
Buftalmos (-) Buftalmos (-)
Keratokonus (-) Keratokonus (-)
Keratoglobus (-) Keratoglobus (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Keratik presipitat (-) Keratik presipitat (-)
Mutton fat KP (-) Mutton fat KP (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)

 COA Sedang, jernih Sedang, jernih


Sel (-) Sel (-)
Flare (-) Flare (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
Koagulum (-) Koagulum (-)
 Iris Coklat, Sinekia (-) Coklat, Sinekia (-)
Heterochromia (-) Heterochromia (-)
Iris Bombe (-) Iris Bombe (-)
Iris Tremulans (-) Iris Tremulans (-)

 Pupil Bulat, isokor, reguler Bulat, isokor, reguler


Diameter + 5 mm + 5 mm
Reflek cahaya
-Direct (+) (+)
-Indirect (+) (+)
 Lensa Jernih Jernih
RESUME
• Pasien datang ke poliklinik RSUD Al Ihsan dengan keluhan mata kanan
merah setelah terkena cipratan thinner sejak 20 jam SMRS. Kemudian
mata terasa perih, terasa panas seperti terbakar, menjadi merah, ada
rasa mengganjal, pandangan kabur dan mata menjadi berair terus
menerus. Saat kejadian pasien tidak menggunakan kacamata, dan setelah
kejadian itu pasien segera menyirami mata kirinya dengan air mineral
sebanyak 750ml. Dari pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas
normal, pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan injeksi konjungtiva
(+) pada OD.

DIAGNOSIS BANDING

• Trauma Kimia Asam OD Grade I


DIAGNOSIS KERJA

• Trauma Kimia Basa OD Grade I


USULAN PEMERIKSAAN

• Tes Fluoresein
RENCANA TERAPI

• Irigasi
• Cendo LFX 6x OS
• Cendo Eyefresh setiap 1 jam
• Edukasi pasien:
• Mengenai penyakit dan komplikasinya
• Selalu menggunakan alat pelindung saat bekerja supaya kejadian seperti ini
tidak terulang kembali
• Kontrol kembali ke poliklinik mata.
PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam


• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : ad bonam
ANATOMI DAN FISIOLOGI BOLA
MATA

Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang komplek.
Mata terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan
sistem persarafan. Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anatomi bola
mata. Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24
mm. Bagian bola mata paling depan adalah kornea. Bola mata memiliki 2
kelengkungan yang berbeda akibat kornea mempunyai kelengkungan yang lebih
tajam.3
ANATOMI BOLA MATA
• Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu:
• Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.3
• Uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang
potensial dimasuki darah apabila terjadi trauma yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, corpus siliar dan koroid. Corpus siliar yang terletak
dibelakang iris menghasilkan humor aqueous.3
• Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang
terletak paling dalam dan berbatas dengan koroid. Retina terdiri atas 10 lapisan (dari
dalam keluar): (1) membran limitans interna; (2) lapisan serat saraf yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju N II; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan
pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel
bipolar; (5) lapisan nukleus dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal; (6)
lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan
fotoreseptor; (7) lapisan nukleus luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksterna; (9)
lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; (10) epitel pigmen
retina.1
TRAUMA KIMIA PADA MATA
• Definisi
• Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut.
• Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan penglihatan. 5

ETIOLOGI
• Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan
kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi,
durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa
sedikit berbeda.5

• Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan
yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan
bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3

• Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat,
asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar
asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida
dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang
kuat.6,9

• Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur
gamping, semen, tinner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9
PATOFISIOLOGI
• Trauma Asam
• Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul
hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara
denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang
lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang
mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.5
• Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan
jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta
adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai
kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea
terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7
• Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang
mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan
bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.
Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini
dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8
TRAUMA BASA
• Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.Trauma basa akan memberikan iritasi
ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini
mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen
kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5

• Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali
akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat safonifikasi
membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa
akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak
dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea.

• Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel
yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen
aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan
merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea
• Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada
hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma
kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam
bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
MEKANISME PERJALANAN PENYAKIT
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang timbul
setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
• Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh
darah pada limbus.
• Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih.
• Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
• Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa
• Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
• Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
ANTERIOR CAPSULAR
2. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
• Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem cell limbus
• Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen
yang baru.10

KLASIFIKASI DERAJAT KEPARAHAN
• Klasifikasi tingkat keparahan akibat trauma kimia berdasarkan Hughes :
• 1. Ringan : a. erosi kornea
• b. kornea agak keruh
• c. tidak ada iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera
• 2. Sedang : a. kornea keruh , detail iris tak tampak .
• b. iskemia , nekrosis konjungtiva dan sklera minimal
• 3. Berat : a. pupil tak tampak
• b. konjungtiva dan sklera kemosis hebat , pucat (blanching)

DIAGNOSA

• Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan
dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesa singkat.
GEJALA KLINIS
• Visus menurun
• Kelopak mata bengkak , kadang ada luka bakar
• Konjungtiva hiperemia , kemosis , karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemia dan
nekrosis konjungtiva dan sklera tergantung berat ringannya keadaan .
• Kornea edema , tes fluoresin (+) / erosi sampai kekeruhan kornea yang hebat .
ANAMNESA
• Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya
tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya
trauma tersebut.6,12
• Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.8
PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia
sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi
topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif
sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan
dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat
iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi,
peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang.7,12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai
tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp
bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek
juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk
mengetahui tekanan intraocular.7,12
DIAGNOSA BANDING
• Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata,
terutama yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis,
konjugtivitis hemoragik akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.
PENATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama
dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan,
mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata,
mencegah sekuele jangka panjang.Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis
trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti.
Tatalaksana trauma kimia mencakup:
PENATALAKSANAAN EMERGENCY
• Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus
digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi
normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit
2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi
topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik.
• Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
• Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
• Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial
tear (air mata buatan).
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA
• Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-
obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari.
Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.8,10
• Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED
dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
• Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.
Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
• Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas
kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik
dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
• Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara
oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
• Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan
sistemik (doksisiklin 100 mg).
• Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan
mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7
hari setelah trauma.
PEMBEDAHAN
• Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi
limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
• Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
• Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
• Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
• Lanjut. Penanganan bedah pada tahap lanjut dapat menggunakan metode
berikut:
• Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
• Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
• Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
• Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
• Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
KOMPLIKASI
• Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain:10
• Simblefaron, yaitu gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu.
• Kornea keruh, edema, neovaskuler
• Sindroma mata kering
• Katarak traumatika
• Glaukoma sudut tertutup
• Entropion dan phthisis bulbi
PROGNOSIS
• Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan
gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat
terjadi kebutaan.8
• Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.8
PEMBAHASAN
• Pasien mengalami mata kanan merah, buram yang disertai rasa nyeri, rasa
mengganjal dikarenakan trauma kimia yang bersifat basa (cairan Thinner).
Thinner adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan
mudah terbakar, digunakan sebagai bahan tambahan pada proses
pencampuran cat yang berfungsi melarutkan atau mengencerkan cat sesuai
dengan kebutuhan. Thinner dikenal juga sebagai metil isobutyl keton. Resin
polimer yang umumnya digunakan dan yang mudah larut dalam thinner adalah
poliakrilik yang bersifat basa.
• Mata merah pada pasien disebabkan karena iritasi akibat bahan kimia basa.
Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi kemungkinan akibat adanya
kerusakan epitel kormea. Pada kasus ini, dari pemeriksaan kornea dengan
menggunakan senter didapatkan kornea yang jernih. Untuk lebih memastikan
adanya kerusakan epitel kornea sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
fluoresein.
• Mata pasien nampak hiperemis, hal tersebut menandakan belum terjadinya iskemia di
pembuluh darah konjungtiva. Dari pemeriksaan ditemukan injeksi konjungtiva akibat
terdapat inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang tampak sebagai
injeksi konjungtiva. Rasa pedih dan panas seperti terbakar, serta air mata yang keluar terus
menerus pada pasien diakibatkan oleh rangsangan pada ujung-ujung saraf pada kornea dan
konjungtiva. Pandangan yang kabur pada pasien ini dapat diakibatkan karena peningkatan
lakrimasi dan dapat dicurigai adanya defek epitel kornea. Berdasarkan kriteria Hughes,
yakni derajat kerusakan stem sel limbus karena trauma kimia kasus ini digolongkan ke
dalam derajat I, yaitu telah terjadi iskemia limbus yang minimal atau tidak ada.
• Tujuan pasien melakukan pengaliran air (irigasi) pada mata yang terkena bahan kimia
tersebut adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang
dilberikan sebaiknya dilakukan selama 60 menit. Antibiotik yang terdapat di dalam
kandungan Cendo LFX berguna untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
• Setelah dilakukan penatalaksanaan tersebut, pasien harus dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan mata tingkat sekunder untuk pemeriksaan dan
penatalaksanaan lebih lanjut berupa tes fluoresens untuk melihat adanya defek
kornea, tonometri untuk menilai tekanan intra okular, dan tes Schimmer untuk
menilai produksi air mata.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai