Oleh :
Yolanda Yasinta Ina Tuto, S.Ked
1508010035
Pembimbing :
dr. Candida Isabel L. Sam, Sp. S
Infeksi susunan sistem saraf adalah invasi dan multiplikasi
mikro-organisme di dalam susunan saraf
Infeksi Bakteri
Infeksi Viral
Infeksi Parasit
Infeksi Fungal
3. Infeksi Parasit
1. Infeksi Bakteri
- toxoplasmosis
- meningitis 2. Infeksi Virus
otak 4. Infeksi Fungi
bacterial akut, - Rabies
- malaria - Meningitis
- meningitis - ensefalitis virus
cerebral Kriptokokus
tuberkulosa - meningitis virus
- neurosistiserko
- abses serebri
sis
Infeksi meningitis (infeksi pada meningen) yang terjadi dalam waktu
kurang dari 3 hari dan disebabkan oleh bakteri.
Penyebab paling sering: Neisseria meningitides (meningokokus),
Streptococcus pneumonia (pneumokokus), dan Haemophylus
influenza.
Meningitis bakterial akut merupakan keadaan darurat neurologi
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Penunjang
- Demam, nyeri kepala, dan - Meningeal sign (+): kaku - Darah Lengkap
fotophobia, penurunan kuduk, kernig, brudzinsky - Cairan Serebrospinal
kesadaran, kejang, dan - Papil edema - CT-Scan
hemiparesis. - Hemiparesis atau defisit - Kultur darah
- stadium lanjut: nyeri kepala neurologis yang lain
berat, muntah, kejang, dan Pemeriksaan Lumbal Pungsi:
papiledema. 1. Jumlah sel meningkat,
- Diawali ISPA (demam dan dapat mencapai puluhan
keluhan pernapasan), ribu, dominan PMN
kemudian diikuti gejala- 2. Kadar glukosa CSS rendah,
gejala sistem saraf pusat <30% dari kadar GDS
seperti nyeri kepala dan (<40mg/dl)
kaku kuduk yang nyata. 3. Peningkatan protein
(>200mg/dl)
Parameter css Tipe Meningitis
Protein > 200 mg/dL > 200 mg/dL < 100 mg/dL
Hasil positif pada 80% 60% Tidak ada
Pewarnaan gram
Para-amino salicilyc acid 200mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, maksimal 12g/hari Gangguan nafsu makan
(PAS)
Streptomisin 30-50mg/kgBB/hari diberikan 2 kali seminggu selama 2-3 Ototoksik
bulan sampai CSS normal intra muskuler
Vancomisin 2 x 1g 4 x 60mg/kgbb/hari
Komplikasi Prognosis
Stadium sensoris: nyeri, panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka , gejala cemas,
reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensoris.
Stadium eksitasi: tonus otot dan aktivitas simpatis meninggi, hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. KHAS: muncul macam-macam fobia seperti hidrofobia.
Kontraksi otot faring dan otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsangan sensoris
misalnya dengan meniupkan udara ke muka penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apneu,
sianosis, konvulsan, dan takikardia. Gejala eksitasi terus berlangsung sampai pasien
meninggal.
Stadium paralisis: sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya,
namun kadang ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis
otot yang terjadi secara progresif karena gangguan pada medulla spinalis.
Isolasi pasien: menghindari rangsangan yg menimbulkan spasme otot, untuk mencegah penularan.
Fase awal: Cuci luka gigitan dengan air sabun (detergen) 10-15 menit kemudian dibilas dengan air bersih,
diberikan desinfektan seperti alkohol 40-70%. Jika terkena selaput lendir seperti mata, hidung atau mulut,
maka cucilah kawasan tersebut dengan air lebih lama; pencegahan dilakukan dengan pembersihan luka
dan vaksinasi. Luka tidak boleh dijahit, kecuali jahitan situasi. Golden period cuci luka 12 jam, namun tetap
dilakukan meski terlambat.
Fase lanjut: penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas.
Terapi setelah terpapar virus rabies: memberikan VAR saja atau dengan SAR. VAR diberikan bila ada gigitan
dengan luka yang tidak berbahaya (jilatan, ekskoriasi, lecet) disekitar tangan atau kaki. VAR dan SAR
diberikan bila luka berbahaya, terdapat jilatan atau luka pada mukosa, luka pada bagian tubuh diatas bahu
(muka, kepala, leher), luka pada daerah lengan, tungkai, genitalia, luka dalam atau luka yang banyak.
Pemberian VAR dikenal sebagai post-exposure prophylaxis. VAR 0,5ml IM di otot deltoid atau anterolateral
paha pada hari 0, 7, 21. Khusus hari 1 kunjungan (hari ke-0) diberikan 2 dosis @0,5ml di deltoid kanan
dan kiri. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies 5 tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka
rabies, vaksin cukup diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat vaksin diberikan
lengkap.
Pemberian SAR. Bila serum heterolog (berasal dari serum kuda) dosis 40 IU/kgBB disuntikkan infiltrasi pada
luka sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM. Skin test perlu dilakukan terlebih dahulu. Bila
serum homolog (berasal dari serum manusia) dengan dosis 20 IU/ kgBB, dengan cara yang sama.
Komplikasi Prognosis
Herpes simpleks
Kinidin
Klorokuin
Artemisin
Transfusi Ganti
Sangat efektif untuk semua jenis plasmodium sebagai schizontocidal dan
gametocydal.
Dosis loading: 20mg/kgbb kina HCl dalam 100-200cc cairan dextrose 5% atau
NaCl 0,9% selama 4 jam, dilanjutkan dengan dosis 10mg/kgbb dilarutkan dalam
200cc dekstrose 5% diberikan dalam 4 jam, selanjutnya diberikan dalam dosis yang
sama tiap 8 jam. Apabila pasien sudah sadar dan dapat minum obat, boleh diberikan
per oral dengan dosis 3 kali sehari 10mg/kgbb (3x400-600mg) selama 7 hari dihitung
dari hari pertama pemberian parenteral.
Dapat digunakan dosis tetap 500mg kina HCl dilarutkan dalam dextrose 5% dan
diberikan selama 6-8 jam berkesinambungan tergantung pada kebutuhan cairan
tubuh.
Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan.
Dosis loading 20mg/kgbb diberikan intramuskuler terbagi pada 2 tempat suntikan,
kemudian diikuti dengan dosis 10mg/kgbb tiap 8 jam sampai penderita dapat minum
per oral.
Kinidin Klorokuin
Bila kina tidak tersedia maka kinidin Diberikan bila masih sensitive, pada
kasus demam kecing hitam, pada
cukup aman dan efektif sebagai kasus hipersensitif terhadap kina.
anti-malaria. Dosis loading: klorokuin basah
50mg/kgbb dilarutkan dalam 500ml
Dosis loading:15mg/kgbb dilarutkan NaCl 0,9% selama 8 jam, dilanjutkan
dalam 250ml cairan isotonic dengan dosis 5mg/kgbb per infus
diberikan dalam 4 jam, dilanjutkan selama 8 jam dan diulang sebanyak 3
kali.
7,5mg/kgbb dalam 4 jam, tiap 8 Dapat diberikan secara intramuscular
jam, kemudian dilanjutkan per oral atau subkutan dengan cara:
setelah penderita sadar. 3,5mg/kgbb dengan interval setiap 6
jam atau 2,5mg/kgbb dengan interval
tiap 4 jam
Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat dan dapat diberikan
pada kasus resisten klorokuin maupun kuinin.
Artesunat: 2,4mg/kgbb intravena pada hari pertama dibagi dalam 2 dosis,
dilanjutkan 1,2mg/kgbb dibagi dalam 2 dosis pada hari ke-2 sampai 5.
Artemeter: 3,2mg/kgbb intramuskuler sebagai dosis awal, dibagi dua dosis,
diikuti 1,6mg/kgbb/24 jam selama 4 hari
Artemisin: dosis tunggal 10mg/kgbb, dapat menurunkan parasitemia dalam 24
jam.
Indikasi:
Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat
NSS parenkimal: dapat menyebabkan deficit fokal neurologis yang luas termasuk
hemiplegi, monoplegi, quadriplegia, afasia, hemianopsia, deficit nervus kranialis, vertigo,
nistagmus, hipoestesia.
NSS subaraknoid: disertai tanda peningkatan intra kranial seperti sakit kepala, papil
edema, muntah, kesadaran menurun, atrofi otak, deficit nervus kranialis.
NSS intraventrikuler: sering terjadi sebagai sindrom hidrosefalus yang subakut dan
peningkatan tekanan intracranial.
NSS spinal: sindrom brown-sequard dan cauda equine
*Bila tidak dapat menggunakan ampoterisin-B, dapat digunakan flukonazol saja dengan dosis
800-2000mg per hari selama 12 minggu.
*Setelah fase akut, terapi harus dilanjutkan dengan terapi rumatan dengan flukonazol 200mg per
hari sampai jumlah sel CD4 > 200sel/UL