Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 1

MEGA ELITA WIDYANINGRUM


LILY ELFIRA
YUNIARTI
RIZKY ALFIANIDA
Perkawinan

Secara hukum, dinyatakan dalam Undang-


undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I, Pasal
I bahwa “ Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.(N
& Ronny, 2006).
Tujuan Perkawinan
 Seseorang yang menikah memiliki berbagai macam
tujuan seperti : cinta, kebutuhan fisik, persahabatan,
keinginan memiliki keturunan, keinginan untuk lari
dari situasi yang tidak bahagia. Pada umumnya, secara
keseluruhan seseorang menikah bertujuan untuk
memiliki sebuah keluarga
Kebutuhan dalam Perkawinan
menurut Walgito, 2000, sebagai berikut :
1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis, yaitu kebutuhan
seksual
2. Kebutuhan yang bersifat psikologis, yaitu
mendapatkan perlindungan, kasih sayang, rasa aman,
dihargai dari pasangan
3. Kebutuhan yang bersifat sosial, yaitu manusia
membutuhkan hubungan dengan manusia lain
4. Kebutuhan yang bersifat religi, yaitu adanya dorongan
karena adanya kepercayaan sesuai dengan agama
ataupun kepercayaan yang dianut
Persiapan Perkawinan Ditinjau
dari Aspek Psikologis
Psikologi yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari
dan meneliti tentang tingkah laku manusia, atau ilmu
tentang gejala-gejala kejiwaan atau perbuatan manusia
pada umumnya (Depag RI, 2002: 103).
1. Kepribadian
 Aspek kepribadian ini amat penting agar masing-masing
pasangan mampu saling menyesuaikan diri, kematangan
kepribadian merupakan faktor utama dalam perkawinan,
pasangan kepribadian yang “mature” yang ¬matang dapat
saling menyesuaikan kebutuhan afeksional atau warahmah
(kasih sayang) yang amat penting bagi keharmonisan
keluarga.
Lanjutan…
2. Pendidikan
Latar belakang pendidikan (agama) juga perlu
dipertimbangkan, disamping pengetahuan agama
yang dimiliki oleh masing-masing pasangan,
pengetahuan penghayatan dan pengamalan agama ini
penting dalam keluarga kelak, sebab pada hakekatnya
perkawinan itu sendiri adalah merupakan perwujudan
dari kehidupan beragama bagi masyarakat yang
religius. Perkawinan merupakan upacara keagamaan
ketimbang keduniawian.
Lanjutan…
3. Agama
Faktor persamaan agama ini penting bagi stabilitas
rumah tangga, perbedaan agama dalam satu keluarga
dapat menimbulkan dampak yang merugikan yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan disfungsi perkawinan
4. Latar Belakang Sosial Keluarga
Hal ini perlu diperhatikan apakah salah satu pasangan
berasal dari keluarga baik-baik atau tidak (Broken Home)
sebab latar belakang keluarga ini berpengaruh pada
kepribadian anak yang dibesarkannya, dalam mencari
pasangan usahakan pasangan yang berasal dari keluarga
baik-baik, taraf sosial ekonomi yang setaraf, syukur-syukur
mendapat yang lebih tinggi
Lanjutan…
5. Latar Belakang Budaya
faktor adat istiadat atau budaya ini perlu diperhatikan
untuk diketahui oleh masing-masing pasangan agar dapat
saling menghargai dan menyesuaikan diri.
6. Pergaulan
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagai
dampak mordenisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai
kehidupan, antara lain dalam pergaulan sosial muda-mudi.
Sebagai persiapan menuju perkawinan sudah tentu
masing-masing calon pasangan saling kenal mengenal
terlebih dahulu, dalam pergaulan pernikahan ini
hendaknya tetap diingat dan tetap mengindahkan nilai-
nilai moral, etik dan kaidah-kaidah agama
Lanjutan…
7. Pekerjaan Dan Kondisi Lainnya
Faktor sandang , pangan , dan papan jangan sampai
dilupakan dalam mempersiapkan suatu perkawinan, sebab
suatu perkawinan tidak bisa bertahan hanya dengan ikatan
cinta kasih sayang saja, bila tidak ada materi yang
mendukungnya, adapun kebutuhan materi sifatnya relatif,
disesuaikan dengan taraf pendidikan dan taraf sosial
ekonomi dari masing-masing pihak. Hal tersebut adalah
hal-hal persiapan yang me-nyangkut individu yang
bersangkutan, namun hal yang tidak boleh dilupa-kan pula
dalam masyarakat kita ialah faktor keluarga (orang tua)
restu dan persetujuan kedua belah pihak orang tua
mempunyai peran penting dalam mempersiapkan diri
anak-anaknya untuk menempuh jenjang perkawinan.
TELAAH JURNAL
 Judul : perbedaan tingkat kecemasan
dalam pemilihan pasangan pada wanita
triwangsa dewasa awal di bali yang
ditinjau berdasarkan pola asuh
otoritarian
 Penulis :Ida Ayu Ratih Purnama Adi dan David
Hizkia Tobing
 Alamat pencarian : melalui goggle scholar
dengan keyword “ psikologis wanita
dalam periode perkawinan
Abstrak
1. Issue
Indonesia yang memiliki beragam tradisi, budaya dan
adat istiadat masih mengganggap pemilihan pasangan
merupakan hal yang penting, khususnya bagi masyarakat
Bali. Secara tidak langsung, orangtua akan ikut berperan
dalam menentukan kriteria pasangan hidup untuk anak-
anaknya, terutama terhadap anak perempuan. Peran
tersebut dapat tercermin melalui pola asuh yang
diterapkan. Orangtua dari kategori triwangsa yaitu wangsa
Brahmana, Ksatrya, dan Waisya meyakini bahwa dengan
menerapkan pola asuh otoritarian dapat membuat anak
patuh dan mampu menerapkan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat untuk melestarikan wangsa. Anak
dengan penerapan pola asuh otoritarian cenderung
menggambarkan kecemasan yang disebabkan oleh kontrol
yang tinggi dari orangtua agar anak perempuannya
mencari wangsa yang sepadan atau lebih tinggi
2. Main finding of research
Pola asuh otoritarian dan triwangsa
memberikan kontribusi terhadap tingkat kecemasan
dalam pemilihan pasangan pada wanita triwangsa. Hal
tersebut terjadi karena sistem masyarakat Hindu di
Bali terkait dengan wangsa masih memiliki pengaruh
yang signifikan, sehingga wanita triwangsa akan
mendapatkan kontrol dan tuntutan dari keluarga
untuk mencari pasangan dari wangsa yang sepadan
atau lebih tinggi. Kecemasan dalam memilih pasangan
akan timbul ketika wanita triwangsa tidak memenuhi
tuntutan dari orangtua untuk memilih pasangan dari
wangsa yang sepadan atau lebih tinggi, dalam
penelitian ini yang lebih berpengaruh terhadap
kecemasan dalam pemilihan pasangan adalah pola
asuh otoritarian
Intoduction

1. Purpose
bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan
dalam pemilihan pasangan pada wanita triwangsa dewasa awal
di Bali yang ditinjau berdasarkan pola asuh otoritarian.
2. Place
Kabupaten klungkung dan kabupaten gianyar
3. Time
bulan Desember 2016.
4. Population
wanita triwangsa dewasa awal di Bali
5. Sample
wanita triwangsa dewasa awal di Bali yang belum menikah dan
bersedia menjadi subjek penelitian
Material and methods

1. Variabel
variabel bebas (bukan utama) metrik yang digunakan
sebagai kovariat dalam model, yaitu variabel pola asuh
otoritarian, variabel bebas (variabel triwangsa) dan
variabel tergantung (variabel kecemasan dalam
pemilihan pasangan)
2. Methods
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini dengan menggunakan teknik Analysis Covariance
(ANCOVA) dengan bantuan program analisisstatistik
SPSS versi 23.0
Result

 Berdasarkan kategori skor pola asuh yang disajikan


dalam bentuk tabel, menunjukkan bahwa tidak ada
subjek yang diasuh dengan tingkat pola asuh otoritan
yang rendah, sehingga dalam hal ini menunjukkan
bahwa mayoritas subjek yang diasuh dengan pola asuh
otoritan yang sangat tinggi.
kecemasan dalam pemilihan
pasangan :

Sebanyak 30 subjek memiliki tingkat kecemasan


yang sedang dalam pemilihan pasangan dengan
presentase sebesar 28,5%, sedangkan sebanyak 75
subjek memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dalam
pemilihan pasangan dengan presentase sebesar
71,43%, sehingga dalam hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas subjek memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi.
Discussion

Hasil Analysis Covariance menunjukkan bahwa


terdapat perbedaan tingkat kecemasan dalam
pemilihan pasangan pada wanita triwangsa apabila
ditinjau berdasarkan pola asuh otoritarian.Munculnya
kecemasan dalam pemilihan pasangan memiliki
dampak bagi seseorang, khususnya pada wanita
triwangsa.

Anda mungkin juga menyukai