seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan dan paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro,1998). Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup. RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan dapat keluar dengan sendirinya. Mati Klinik RJP Mati Biologik ( Reversibel ) 4-6 menit ( Ireversibel ) Keterangan: 1. Mati Klinis Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak. 2. Mati Biologis Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil). 1. Airway (Jalan Nafas) Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. 2. Breathing (Pernafasan) Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan ventilasi buatan. 3. Circulation (Sirkulasi) Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tanda- tanda henti jantung adalah: a. Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung. b.Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakhialis pada bayi). c. Henti nafas atau megap- megap. d. Terlihat seperti mati. e. Warna kulit pucat sampai kelabu. f. Pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung) g. Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering mungkin merupakan tanda utama henti jantung. 1. Henti Nafas (Apneu) Dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas. Berkurangnya oksigen di dalam tubuh akan memberikan suatu keadaan yang disebut hipoksia. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Bila perlangsungannya lama akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot napas akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2, kemudian mempengaruhi SSP dengan menekan pusat napas. Keadaan inilah yang dikenal sebagai henti nafas. Pernapasan buatan diberikan dengan cara : 1. Mouth to Mouth Ventilation 2.Mouth to Stoma 3.Mouth to Mask ventilation 4.Bag Valve Mask Ventilation ( Ambu Bag) 5.Flow restricted Oxygen Powered Ventilation (FROP) 2. Henti Jantung (Cardiac Arrest) Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka oksigen akan tidak ada sama sekali di dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan akibatnya henti jantung (cardiac arrest). Henti Jantung Lokasi titik tumpu kompresi. 1. 1/3 distal sternum atau 2 jari proksimal Proc. Xiphoideus 2. Jari tengah tangan kanan diletakkan di Proc. Xiphoideus, sedangkan jari telunjuk mengikuti 3. Tempatkan tumit tangan di atas jari telunjuk tersebut 4. Tumit tangan satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada tepat di titik pijat jantung 5. Jari-jari tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada korban Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi) 1. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum 2. Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm a. Tekanan tidak terlalu kuat b. Tidak menyentak c. Tidak bergeser / berubah tempat 3. Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik ) 4. Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1) 5. Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas) 6. Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi 1. Penentuan Tingkat Kesadaran ( Respon Korban ) Dilakukan dengan menggoyangkan korban. Bila korban menjawab, maka ABC dalam keadaan baik. Dan bila tidak ada respon, maka perlu ditindaki segera. 2. Memanggil bantuan (call for help) Bila petugas hanya seorang diri, jangan memulai RJP sebelum memanggil bantuan. 3. Posisikan Korban Korban harus dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, long board). Bila dalam keadaan telungkup, korban dibalikkan. 4. Posisi Penolong Korban di lantai, penolong berlutut di sisi kanan korban . 5. Pemeriksaan Pernafasan Yang pertama harus selalu dipastikan adalah airway dalam keadaan baik. 1. Tidak terlihat gerakan otot napas 2. Tidak ada aliran udara via hidung Dapat dilakukan dengan menggunakan teknik lihat, dengan dan rasa, bila korban bernapas, korban tidak memerlukan RJP. 6. Pemeriksaan Sirkulasi 1. Pada orang dewasa tidak ada denyut nadi carotis 2. Pada bayi dan anak kecil tidak ada denyut nadi brachialis 3. Tidak ada tanda-tanda sirkulasi 4. Bila ada pulsasi dan korban pernapas, napas buatan dapat dihentikan. Tetapi bila ada pulsasi dan korban tidak bernapas, napas buatan diteruskan. Dan bila tidak ada pulsasi, dilakukan RJP.