Anda di halaman 1dari 15

BERFIKIR MATEMATIS

( THINK MATEMATICALLY )

Oleh Kelompok 2 :

Intan Anggi Saputri (1723021006)


Maiya Haejelia (1723021026)
Prapti Utami (1723021035)
Putra Herdiyansyah (17230210)
Khuzniyyatus Saadah (1723021027)
Nurmayani (17230210)
Berfikir merupakan suatu kegiatan mental yang
dialami seseorang bila mereka dihadapkan
pada suatu masalah atau situasi yang harus
dipecahkan. Surya brata (dalam
Mamik,2014:44) berfikir merupakan proses
yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut
proses atau jalannya. Proses berfikir itu pada
pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu
pembentukan pengertian, pembentukan
pendapat, dan penarikan kesimpulan.
Berfikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu
memformulasikan atau memecahkan suatu masalah,
membuat suatu keputusan, memenuhi hasrat keingintahuan
(fulfill a desire to understand). The (2003) memberi batasan
bahwa berfikir kreatif (pemikiran kreatif) adalah suatu
rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan
menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pikiran
baru dari kumpulan ingatan yang berisi dengan ide,
keterangan, konsep, pengalaman dan pengetahuan.

Kemudian Listiana (2013: 5) berpendapat bahwa berpikir


dianggap suatu proses kognitif dan aktivitas mental untuk
memperoleh pengetahuan. Keterampilan berpikir akan
selalu berkembang dan dapat dipelajar
Suriasumantri (dalam Firmansyah:2015
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar
sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan.

Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut
dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang
membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada
langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa
penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan
kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir
ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah,
logika dan matematika, logika dan statistika ( Tim Dosen Filsafat Ilmu. 1996:
68). Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah
kepada orang lain. Logika dan matematika mempunyai peran penting dalam
berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya.
Sedangkan logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir
induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk
membedakan dengan makhluk lain. Maka dengan dasar
berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh
akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses
bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia
berakal. Ciri utama dari berpikir adalah adanya
abstraksi. Dalam arti yang luas, berpikir adalah bergaul
dengan abstraksi-abstraksi, sedangkan dalam arti
sempit berpikir adalah mencari hubungan atau pertalian
antara abstraksi-abstraksi ( Puswanti, 1992 : 44). Secara
garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
: berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Dalam proses
berpikir alamiah, pola penalaran didasarkan pada
kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya.
Di sisi lain, dalam proses berpikir ilmiah, pola penalaran
didasarkan pada sasaran tertentu secara teratur dan
sistematis.
Berfikir

adalah suatu kegiatan mental yang


melibatkan kerja otak yang dimulai
ketika muncul keraguan dan
pernanyaan untuk dijawab atau
masalah masalah yang memerlukan
pemecahan yang dapat
membuahkan pengetahuan.
Kemampuan berpikir matematis
adalah kemampuan seseorang untuk mampu
erpikir logis dan sistematis dalam menghadapi
berbagai masalah baik dalam matematika
maupun dalam menyelesaikan masalah
kehidupannya. Kemampuan ini berhubungan
dengan daya matematis yaitu kemampuan
seseorang untuk mampu menghubungkan fakta
dan bukti sehingga memungkinkan sampai pada
suatu kesimpulan yang tepat.
Mason, Burton, dan Stacey (2010; 144)

membedakan antara pemikiran matematis dan


berfikir matematis. Pemikiran matematis adalah
sebuah proses dinamis yang memungkinkan kita
untuk meningkatkan kompleksitas ide dan
memperluas pemahaman matematika.
Komponen yang digunakan adalah spesialisasi,
generalisasi, conjecturing dan meyakinkan
dengan melalui tahap entri-Attack dan review.
Sedangkan Berfikir matematis merupakan
kegiatan yang dilakukan dengan mengungkap,
mengemukakan dan membawa seseorang kepada
proses menuju kesadaran akan berfikir.
Alan H. Schoenfeld (1992)
Pemikiran Matematis, membahas matematika
sebagai tindakan pembuatan rasa, dibangun
secara sosial dan ditransmisikan secara sosial. Ia
berpendapat bahwa siswa mengembangkan rasa
matematika mereka dari pengalaman mereka
yang sebagian besar didapatkan kelas. Sehingga
matematika dikelas haruslah mencerminkan
sebuah aktivitas yang menjadikan siswa
memahami dan menggunakan matematika
dengan cara yang berarti.
Menurut siswono (2009:1)
“Berfikir matematis adalah
merupakan suatu kegiatan
mental yang dialami
seseorang bila mereka
dihadapkan dari suatu
masalah atau situasi yang
harus dipecahkan”.
Berfikir matematis merupakan
interpretasi dari kemampuan
untuk melakukan kegiatan
penalaran, mengembangkan,
menemukan suatu ide, dan
mengemukakannya hingga
terbentuk sebuah pola pemikiran
matematis.
menyatakan bahwa “Many children are trained to do
mathematical calculations rather than being educated
to think mathematically”. Dalam pembelajaran
matematika, banyak siswa dilatih untuk melakukan
perhitungan matematika dibandingkan dengan didik
untuk berpikir matematis. Terdapat perbedaan antara
“melakukan matematika” dengan “berpikir
matematis”. Untuk memahami perbedaan keduanya,
kita bisa melihat matematika dari tiga sudut pandang,
yaitu: (1) posisi matematika, (2) aspek matematika,
dan (3) jenis pengetahuan matematika.
 Penempatan matematika sebagai objek
merupakan akibat dari pandangan matematika
sebagai suatu ilmu tentang atau “a science of”.
Ketika memandang matematika sebagai ilmu
tentang, maka kita cenderung hanya bekerja di
dalam matematika saja. Kita menempatkan
matematika sebagai tujuan akhir pendidikan
dengan kemampuan melakukan matematika (do
mathematics) sebagai focus utama
pembelajaran. Kita seharusnya memposisikan
matematika tidak hanya sebagai objek, tetapi
juga sebagai alat. Matematika bukanlah sekedar
“objek belajar” atau “ilmu tentang”, tetapi juga
sebagai “ilmu untuk” atau “a science for”.
Wijaya (dalam Geost:2015)
menarik kesimpulan mengenai pemikiran
matematis sebagai suatu kemampuan berpikir yang
berkaitan dengan kemampuan dalam
menggunakan penalaran untuk membangun
argument matematis, kemampuan
mengembangkan strategi atau metode,
pemahaman konten matematika, serta kemampuan
mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan berpikir
matematis perlu ditempatkan sebagai tujuan
pembelajaran dan sekaligus sebagai suatu cara
untuk pembelajaran matematika (a way of learning
mathematics).

Anda mungkin juga menyukai