DK 2
NINA DIANA (11161040000002)
PIPIT TINA SARI (11161040000008)
FEBRIYANTI (11161040000014)
DEA PUTRI RAHMADANI (11161040000015)
IKHSANUL AMAL R (11161040000019)
MIA NURJANNAH (11161040000021)
TITANIA NANDA S (11161040000030)
FITRIYANI NUR SYIFA (11161040000081)
TUBERCULOSIS (TBC)
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis)
(Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Smeltzer & Bare, 2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai
oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi
dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cellmediated
hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto, 2014).
Etiologi
• Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena
itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008).
• Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan
pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet (Nurarif dan
Kusuma, 2013), tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun (Depkes RI,
2008).
• Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan
tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis 12 tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TBC terbuka (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Ptofisiologi TBC
TB primer : Mikobakterium Tuberkulosis (MTB) yang
mengalami inhalasi melalui saluran napas mencapai
permukaan alveoli, MTB tumbuh serta berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag dan membentuk sarang tuberkel
pneumonik yang disebut sarang primer atau kompleks primer.
Melalui aliran limfe MTB mencapai kelenjar limfe hilus. Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
primer ditambah limfangitis lokal ditambah limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Wallgreen
membuat suatu skema fase perjalanan dan penyebaran TB
primer yang mengikuti suatu pola tertentu yang meliputi
empat tahapan sebagai berikut :
1. Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8 minggu setelah
masuknya kuman, memberikan test tuberculin yang
positif, disertai demam dan pada fase ini terbentuk
komplek primer.
2. Tahap kedua : berlangasung rata-rata 3 bulan (1-8
bulan) sejak pertama kuman masuk. Pada fase ini sering
terjadi penyebaran milier atau terjadi meningitis TB.
3. Tahap ketiga : terjadi rata-rata dalam 3-7 bulan (1-12
bulan), pada fase ini terjadi penyebaran infeksi ke
pleura.
4. Tahap keempat : rata-rata dalam waktu 3 tahun (1 - 6
tahun), terjadi setelah komplek primer mereda, tahap
ini merupakan periode skeletal. Penyebaran dan
perkembangannya tidak harus mengikuti tiap tahap,
adakalanya dengan cepat menuju tahap lanjut.
TB post primer : Infeksi MTB post primer akan muncul
beberapa bulan atau tahun setelah terjadi infeksi primer
karena reaktivasi atau reinfeksi. Hal ini terjadi akibat daya
tahan tubuh yang lemah. Infeksi tuberkulosis post primer
dimulai denganbsarang dini yang umumnya terdapat pada
segmen apikal lobus superior atau lobus inferior dengan
kerusakan paru yang luas dan biasanya pada orang dewasa.
Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru
merupakan hasil respon imun seluler dan reaksi
hipersensitiviti tipe lambat terhadap antigen kuman
tuberkulosis.
Patofisiologi Meningitis Tuberculosa
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi
secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya
meningitis tuberkulosis melalui 2 tahap yaitu mula-mula
terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil
secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara
hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan
ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi
permukaan di otak) akibat trauma atau proses imunologi,
langsung masuk ke subaraknoid. Meningitis tuberkulosis
biasanya terjadi 3-6 bulan setelah
infeksi primer (Schlossberg, 2011) .
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam
bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen
menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput
meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat
menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi.
Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska
bedah saraf, infeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti
implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering juga kolonisasi
organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Meskipun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput
meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi
yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan
menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat
berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan
intrakranial dan herniasi (Schlossberg, 2011).
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di
leptomeningen (pia mater dan araknoid) dan korteks serebri
di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di
daerah basal otak (Menkes, 2006). Secara patologis, ada tiga
keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis:
1. Araknoiditis Proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa
pembentukan massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis
dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang
akut di leptomeningen ini ditandai
dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di
basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit
dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan.
Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan
mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi.
Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang
paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga
akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II,
maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf
kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang
sifatnya permanen (Frontera, 2008).
2. Vaskulitis
Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh
darah kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada
di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi
dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele
neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri
cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan
apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan
histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi,
dan degenerasi.
Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel
dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya
infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid.
Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,
proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering
terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta cabang-
cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak
dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan
menyebabkan trombosis serta oklusi sebagian atau total.
Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas
tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan
perubahan fibrin (Schwartz, 2005).
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke
sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi
cairan serebrospinalis (Albert, 2011).
Hubungan TBC dan HIV
MTB mempunyai komponen penting yaitu Lipoarabinomannan
(LAM) yang memiliki kemampuan luas menghambat pengaruh
imunoregulator. LAM merupakan kompleks heteropolisakarida yang
tersusun dari pospatidilinositol, berperan langsung dalam
pengendalian pengaruh sistem imun sehingga MTB tetap mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam upaya
mempertahankan kehidupannya tersebut MTB juga menekan
proliferasi limfosit T, menghambat aktivitas makrofag, dan
menetralisasi pengaruh toksik radikal bebas. Di sisi lain LAM
mempengaruhi makrofag dan sebagai induktor transkripsi mRNA
sehingga mampu menginduksi produksi dan sekresi sitokin termasuk
TNF, granulocytemacrophage- CSF, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan IL-10.
Pengaruh sitokin tersebut menghambat peran antimikrobial,
memicu gejala demam, mengakibatkan nekrosis jaringan. Tetapi
LAM tidak menginduksi transkripsi mRNA dari sitokin yang mestinya
diproduksi limfosit seperti limfositokin, IFN-γ, IL-2, IL-3, IL-4.
Struktur yang lebih sederhana dari LAM adalah
Limpomannan (LM) dan phosphatidylinositol mannosides
(PIM). LM tidak memiliki Arabian, sementara PIM memiliki
arabain dan residu mannan. LAM, LM dan PIM menginduksi
transkripsi mRNA sitokin sehingga dapat memicu munculnya
manifestasi klinis tuberculosis seperti demam, penurunan
berat badan, nekrosis jaringan dan kakeksia. Ada tiga
mekanisme yang menyebabkan terjadinya TB pada penderita
HIV, yaitu reaktivasi, adanya infeksi baru yang progresif serta
terinfeksi. Penurunan CD4 yang terjadi dalam perjalanan
penyakit infeksi HIV akan mengakibatkan reaktivasi kuman TB
yang dorman. Data dari Rwanda dan Zaire menunjukkan
bahwa pengidap HIV yang telah pernah terinfeksi TB (Mtx
positif) ternyata 20 kali lebih sering mendapat TB.
Pada penderita HIV jumlah sertafungsi sel CD4 menurun
secara progresif,serta gangguan pada fungsi makrofag dan
monosit. CD4 dan makrofag merupakan komponen yang
memiliki peran utama dalam pertahanan tubuh terhadap
mikobakterium. Salah satu activator replikasi HIV di dalam sel
limfosit TB adalah tumor necrosis factor alfa. Sitokin ini
dihasilkan oleh makrofag yang aktif dan dalam proses
pembentukan jaringan granuloma pada TB. Kadar bahan ini 3-
10 kali lebih tinggi pada mereka yang terinfeksi TB dengan
HIV-AIDS dibandingkan dengan yang terinfeksi HIV saja tanpa
TB.
Tanda dan Gejala
I. Gejala
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala
sistemik.
• Gejala respiratorik
1. Batuk ≥ 3 minggu
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
• Gejala sistemik
1. Demam
2. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
• Gejala sistemik/umum
1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanyadirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadangserangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
• Gejala khusus
1. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju keparu-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yangmembesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemahyang disertai sesak.
2. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapatdisertai dengan keluhan sakit dada.
II. Tanda
• Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik
tergantung luas dankelainan struktural paru. Pada lesi
minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat
ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru.
Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal
fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas
bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru
• Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti :
deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi,
suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya
penebalan pleura.
Pemeriksaan Penunjang TBC
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilaikeberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahakuntuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahakyang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi sewaktu (SPS).
1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang,
suspekmembawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pada pagihari kedua
2) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segerasetelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepadapetugas.
3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua,
saatmenyerahkan dahak pagi hari.
2. Pemeriksaan Bacte
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metoderadiometrik. Mycobacterium tuberculosa
memetabolisme asam lemak yangkemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesinini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secaracepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan ujikepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan
memakai Mycobacteria GrowthIndicator Tube (MGIT)
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator
yang spesifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam
pertama dan jamkedua dibutuhkan. Data inidapat di pakai
sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbanganpenderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatanpenderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
• Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-
macam bentuk.
1. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif 11:
2. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas dansegmen superior lobus bawah paru.
3. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak
berawan ataunodular.
4. Bayangan bercak milier.
5. Efusi Pleura
Dx : Kekurangan volume cairan b/d • Food and Fluid Intake • Pertahankan catatan
Kegagalan mekanisme regulasi Setelah dilakukan tindakan 1. intake dan output yang akurat
keperawatan selama 2x24 jam 2. Monitor status hidrasi (
diharapkan volume cairan teratasi kelembaban membran
dengan kriteria hasil: mukosa, nadi adekuat,
1. Mempertahankan urine tekanan darah ortostatik ), jika
output sesuai dengan usia dan diperlukan
BB, BJ urine normal, 3. Monitor hasil lab yang sesuai
2. Tekanan darah, nadi, suhu dengan retensi cairan (BUN ,
tubuh dalam batas normal Hmt , osmolalitas urin,
3. Tidak ada tanda tanda albumin, total protein )
dehidrasi, Elastisitas turgor 4. Monitor vital sign setiap
kulit baik, membran mukosa 15menit – 1 jam
lembab, tidak ada rasa haus 5. Kolaborasi pemberian cairan
yang berlebihan IV
4. Orientasi terhadap waktu dan 6. Monitor status nutrisi
tempat baik 7. Berikan cairan oral
5. Jumlah dan irama pernapasan 8. Berikan penggantian
dalam batas normal nasogatrik
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal
Ketidakefektifan bersihan jalan Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral /
nafas b/d Eksudat dalam Ventilation, Respiratory status : tracheal suctioning.
alveoli,hyperplasia pada dinding Airway patency, Aspiration Control 2. Anjurkan pasien untuk
bronkus, serta mucus berlebih Setelah dilakukan tindakan istirahat dan napas dalam
keperawatan selama 2x24 jam 3. Posisikan pasien untuk
pasien menunjukkan keefektifan memaksimalkan ventilasi
jalan nafas dibuktikan dengan 4. Lakukan fisioterapi dada jika
kriteria hasil : perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 5. Keluarkan sekret dengan
efektif dan suara nafas yang batuk atau suction
bersih, tidak ada sianosis dan 6. Auskultasi suara nafas, catat
dyspneu (mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, 7. Berikan bronkodilator
bernafas dengan mudah, tidak 8. Atur intake untuk cairan
ada pursed lips) mengoptimalkan
2. Menunjukkan jalan nafas yang keseimbangan.
paten(klien tidak merasa 9. Monitor respirasi dan status
tercekik, irama nafas, O2
frekuensi pernafasan dalam 10. Pertahankan hidrasi yang
rentang normal, tidak ada adekuat untuk mengencerkan
suara nafas abnormal) sekret
3. Mampu mengidentifikasikan 11. Jelaskan pada pasien dan
dan mencegah faktor yang keluarga tentang penggunaan
penyebab. peralatan : O2, Suction,
4. Saturasi O2 dalam batas Inhalasi.
normal
5. Foto thorak dalam batas
normal
Dx : Defisit pengetahuan b/d Kurang •Knowledge : Disease Teaching : Disease Proses
informasi dan sumber pengetahuan Process, Knowledge : Health 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Hehavior pengetahuan pasien tentang
Setelah dilakukan tindakan proses penyakit yang spesifik
keperawatan selama 2x24 jam pasien 2. Jelaskan patofisiologidari
dan keluarga dapat memahami penyakit dan bagaimana hal ini
terkait penyakit yang diderita, berhubungan dengan anatomi
dengan KH: dan fisiologi dengan cara yang
1. Pasien dan keluarga menyatakan tepat.
pemahaman tentang penyakit, 3. Gambarkan tanda dan gejala
kondisi, prognosis, dan program yang biasa muncul pada
pengobatan penyakit, dengan cara yang tepat
2. Pasien dan keluarga mampu 4. Identifikasi kemungkinan
melaksakan prosedur yang penyebab, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada pasien
menjelaskan kembali apa yang tentang kondisi, dengan cara
dijelaskan perawat/tim yang tepat
kesehatan lainnya 6. Hindari jaminan yang kosong
7. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi
dimasa yang akan datang dan
atas proses pengontrolan
penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas local,
dengan cara yang tepat
12. Intruksikan pasien mengenal
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
Nyeri akut b/d Agen cedera Pain Level,pain control, comfort 1. Lakukan pengkajian
level
biologis (infeksi bakteri) Setelah dilakukan tinfakan
nyeri secara
keperawatan selama 2x 24 komprehensif termasuk
jam Pasien tidak mengalami nyeri, lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu kualitas dan faktor
menggunakan tehnik presipitasi
nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
nonverbal dari
ketidaknyamana
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Bantu pasien dan keluarga
berkurang dengan untuk mencari dan
menggunakan manajemen menemukan dukungan
nyeri 4. Kontrol lingkungan yang dapat
3. Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti
(skala, intensitas, frekuensi suhu ruangan, pencahayaan
dan tanda nyeri) dan kebisingan
4. Menyatakan rasa nyaman 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
setelah nyeri berkurang 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
5. Tanda vital dalam rentang untuk menentukan intervensi
normal 7. Ajarkan tentang teknik non
6. Tidak mengalami gangguan farmakologi: napas dala,
tidur relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Dx : hipertermi b/d Penyakit (proses Thermoregulation Fever treatment
Setelah dilakukan askep selama 2x24 1. Monitor suhu sesering mungkin
infeksi) jam diharapkan panas yang diderita 2. Monitor IWL
pasien dapat hilang, dengan Kriteria 3. Monitor warna dan suhu kulit
Hasil: 4. Monitor tekanan darah, nadi dan
1. Suhu tubuh dalam rentang RR
normal 5. Monitor penurunan tingkat
2. Nadi dan RR dalam rentang kesadaran
normal 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
3. Tidak ada perubahan warna 7. Monitor intake dan output
kulit dan tidak ada pusing 8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
10. Kolaborasi pemberian cairan
intravena
11. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
12. Rencanakan monitoring suhu
secara kontiny
13. Monitor warna dan suhu kulit
14. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
15. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
16. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
17. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Nutritional Status : food and Fluid 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Hilangnya nafsu makan Dx: Setelah dilakukan tindakan untuk menentukan jumlah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang keperawatan selama 2x 24 jam kalori dan nutrisi yang
dari kebutuhan b/d Hilangnya nafsu nutrisi kurang teratasi dengan dibutuhkan pasien
makan kriteria hasil : 3. Yakinkan diet yang dimakan
1. Albumin serum mengandung tinggi serat untuk
2. Pre albumin serum mencegah konstipas
3. Hematokrit 4. Ajarkan pasien bagaimana
4. Hemoglobin membuat catatan makanan
5. Total iron binding capacity harian.
6. Jumlah limfosit 5. Monitor adanya penurunan BB
dan gula darah
6. Monitor lingkungan selama
makan
7. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
Kerusakan integritas kulit b/d Deficit Tissue Integrity : Skin and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk
imunologis Membranes menggunakan pakaian yang
Setelah dilakukan tindakan longgar
keperawatan selama2x24 jam 2. Hindari kerutan pada tempat
kerusakan integritas kulit pasien tidur
teratasi dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Integritas kulit yang baik bisa bersih dan kering
dipertahankan (sensasi, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
elastisitas, temperatur, hidrasi, pasien) setiap dua jam sekali
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau minyak/baby
4. Menunjukkan pemahaman oil pada derah yang tertekan
dalam proses perbaikan kulit dan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
mencegah terjadinya sedera pasien
berulanjut 8. Monitor status nutrisi pasien
5. Mampu melindungi kulit dan 9. Memandikan pasien dengan
mempertahankan kelembaban sabun dan air hangat
kulit dan perawatan alami 10. Kaji lingkungan dan peralatan
6. Menunjukkan terjadinya proses yang menyebabkan tekanan
penyembuhan luka 11. Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
Intoleran aktivitas b.d Toleransi 1. Observasi adanya pembatasan
Ketidakseimbangan suplai dan Setelah dilakukan tindakan klien dalam melakukan aktivitas
kebutuhan oksigen keperawatan selama 2x24 jam Pasien 2. Kaji adanya faktor yang
bertoleransi terhadap aktivitas menyebabkan kelelahan
dengan Kriteria Hasil : 3. Monitor nutrisi dan sumber
1. Berpartisipasi dalam aktivitas energi yang adekuat
fisik tanpa disertai peningkatan 4. Monitor pasien akan adanya
tekanan darah, nadi dan RR kelelahan fisik dan emosi secara
2. Mampu melakukan aktivitas berlebihan
sehari hari (ADLs) secara mandiri 5. Monitor respon
3. Keseimbangan aktivitas dan kardivaskuler terhadap aktivitas
istirahat aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
12. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
13. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
14. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
15. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivita
16. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
17. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
18. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
TERIMAKASIH