Kelompok 5 - DL 3 - PSIK A 2016
Kelompok 5 - DL 3 - PSIK A 2016
Kelompok 5 - DL 3 - PSIK A 2016
PSIK 2016 A
DL III KELOMPOK 5
“PPOK”
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya sumbatan jalan napas
secara progresive dan hanya sebagian yang bisa kembali normal, terjadinya inflamasi pada jalan napas, dan berpengaruh terhadap
sistemik (Decramer. 2012)
ETIOLOGI
Pada PPOK terjadi gangguan pada bronkus dan alveolus atau gabungan dari penyakit bronchitis kronis dan emfisema. Bronchitis kronis yaitu
terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan, serta distorsi akibat fibrosis.
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI, 2008).
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini.
TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai berikut :
1. Batuk Kronik
2. Berdahak Kronik
3. Sesak Nafas
Gejala psikologis pasien PPOK :
1. Ganguan emosional/emosi yang tidak stabil
2. Koping strategi yang rendah
3. Gangguan kecemasan
4. Depresi
5. Perasaan tidak berdaya, perasaan tidak mempunyai kekuatan
6. Perasaan kehilangan kebebasan dan aktivitas gerak
7. Gangguan panik
8. Terjadinya isolasi sosial
9. Gangguan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
PATOFISIOLOGI
PPOK merupakan suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati. yang datandai dengan hambatan aliran udara
penapasan yang menetap, biasanya bersifat progresif dan berhubungan dengan adanya respon inflamasi kronik pada
paru yang disebabkan oleh partikel dan gas berbahaya. Pada inflamasi yang terjadi sistemik, terjadi peningkatan
level tumor necrosis /actor alpha (TNF-a), interleukin (IL)-6, dan (IL)-8. Demikian pula terjadi peningkatan marker
inflamasi yaitu protein C reaktif (CRP).
Pada pasien PPOK yang disebabkan karena merokok, terjadi perubahan interaksi antara oksidan dan antioksidan
serta terjadi peningkatan stress oksidatif yang ditandai dengan meningkatnya oksidan. Terjadinya peningkatan
marker oksida seperti hidrogen peroksida dan nitrit oksida terlihat pada cairan lapisan epitel. Peningkatan oksidan
tersebut dipicu oleh zat berbahaya yang terdapat di dalam rokok yang bereaksi dan menybabkan kerusakan
berbagai protein dan lipid kemudian terjadi kerusakan sel dan jaringan paru
• Oksidan juga memperantarai terjadinya respon inflamasi secara langsung dan menghambat aktivitas antiprotease
sehingga mengakibatkan ketidakseirnbangan protease-antiprotease. Beberapa respon yang diakibatkan oleh stress
oksidatif pada paru yaitu aktivasi mediator inflamasi, penginaktifan aniprotease, perangsangan pengeluaran mukus,
dan perangsangan peningkatan eksudat plasma. (Williams & Bourdet, 2014).
• Inflamasi pada PPOK dimulai dengan adanya kontak sel epitel paru dan sel makrofag alveolar dengan gas
berbahaya seperti dari asap rokok atau lainnya. Kemudian makrofag alveolar akan melepaskan sitokin atau
kemokin diikuti dengan pengumpulan neutrofil dan akumulasi makrofag di bronkiolus dan alveolar.
Perubahan patologi pada PPOK terjadi pada saluran napas besar maupun kecil. parenkim paru, dan vaskularisasi paru.
Eksudat basil inflamasi seringkali merupakan penyebab dari meningkatnya jumlah dan ukuran sel goblet juga kelenjar
mucus, sehingga terjadi peningkatan sekresi kelenjar mucus, serta terganggunya motilitas silia. Selain itu. terjadi
penebalan sel-sel otot polos dan jaringan penghubung (connective tissue) pada saluran napas
Apabila terjadi inflamasi kronik maka akan menghasilkan kerusakan berulang yang akan menyebabkan luka dan
terbentuknya fibrosis paru. Penurunan volume ekspirasi paksa (FEV 1) merupakan respon terhadap inflamasi yang terjadi
pada saluran napas sebagai hasil dari abnormalitas perpindahan gas ke dalam darah dikarenakan terjadi kerusakan sel
parenkim paru. Kerusakan sel-sel parenkim paru mengakibatkan terganggunya proses pertukaran gas di dalam paru-paru.
yaitu pada alveoli dan penibuluh kapiler paru-paru.Penyebaran kerusakan tersebut tergantung pada etiologi penyakit,
dimana faktor yang paling ummn karena asap rokok yang mengakibatkan emfisema sentrilobular yang mempengaruhi
terutama pada bagian bronkiolus (Williams & Bourdet, 2014)
Perubahan vaskularisasi yang terjadi pertama kali karena PPOK yaitu terjadi penebalan pembuluh darah paru yang
selanjutnya akan terjadi peningkatan tekanan di dalam paru-paru. Peningkatan tekanan tersebut dikarenakan terjadinya
vasokonstriksi pada arteri pulmonari terutama saat aktivitas berat sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Pada PPOK
yang parah, hipertensi pulmonari dapat berkembang menjadi gagal jantung (Williams & Bourdet, 2014)
Beberapa perubahan patologi paru tersebut akan berakibat pada ketidaknormalan pertukaran gas di paru, dan terganggunya
fungsi protektif paru. Pada akhimya, gejala yang sering terlihat patda pasien PPOK yaitu dispnea dan batuk kronik dengan
produksi sputum aktif. Pada perkembangan penyakit, abnormalitas pada pertukaran gas dapat menyebabkan hipoksemia
dan/atau hiperkapnia (williams & Bourdet, 2o14).
PATHWAY
PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LAB
1. Berhenti Merokok
• Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
• PPOK ditegakkan.
3. Penggunaan Oksigen
• Kapan oksigen harus digunakan.
• Berapa dosisnya.
• Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen.
• Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen.
4.Penilaian Dini Eksaserbasi Akut dan Pengelolaannya.
Tanda eksaserbasi:
• a. Batuk atau sesak bertambah
• b. Sputum bertambah
• c. Sputum berubah warna
B.Terapi farmakologi
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator.
Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu.
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi
derajat berat penyakit.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yangberbeda.
d. Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasiakut
e. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metalprednisolon atau prednison.
f. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin dan kuinolon.
g. Antioksidan
Mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien (menggunakan N–asetilsistein).
h. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous.
i. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati.
c. Terapi oksigen
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ –organ lainnya. Manfaat oksigen adalah:
• Mengurangi sesak.
• Memperbaiki aktivitas.
• Mengurangi hipertensi pulmonal.
• Mengurangi vasokonstriksi.
• Mengurangi hematokrit.
• Memperbaiki fungsi neuropsikiatri.
• Meningkatkan kualiti hidup.
d, Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi
yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
• Penurunan berat badan
• Kadar albumin darah
• Antropometri
• Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
• Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
F. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK.
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai: gejala pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun.
g. Terapi Pembedahan
• Bulektomi
• Bedah Reduksi Volume Paru (BRVP) / Lung Volume
• Reduction Surgey (LVRS)
• Transplantasi paru.
ASKEP
ANAMNESIS
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru,
bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis.
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai berikut:
1. Batuk kronik
2. Berdahak kronik Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
3. Sesak nafas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1
tingkat
A. Inspeksi
1. Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe :
• Normal. Rate dewasa 8 – 16 x/menit dan anak maksimal 44 x /menit
• Tachypnoea.Cepat dan dangkal, penyebab : nyeri pleuritik, penyakit paru restriktif, diafragma letak tinggi karena berbagai sebab.
• Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas, exercise, asidosis metabolik, pada kasus koma ingat
gangguan otak (midbrain/pons).
• Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis metabolik
• Bradypnoea. Napas lambat, karena depresi respirasi karena obat, tekanan intrakranial meninggi.
• Napas Cheyne Stokes. Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe bergantian. Gagal jantung, uremi, depresi napas,
kerusakan otak. Meskipun demikian dapat terjadi pada manula dana anak-anak.
• Pernapasan Biot . Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat diramalkan, acap ditemukan pada kerusakan otak di tingkat
medulla.
• Sighing. “Unjal ambegan”, menggambarkan sindrom hiperventilasi yang dapat berakibat pusing dan sensasi „sesak napas‟,
psikologik juga.
• Ekspirasi diperpanjang. Ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena resistensi jalan napas yang meningkat.
2. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat lapang dada dari kaki penderita, tertinggal, umumnya
menggambarkan adanya gangguan di daerah dimana ada gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal)
3. Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut (atelectasis, fibrosis) pleura mengkerut (schwarte) sedangkan
dada mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo) pleura berisi cairan (efusi pleura)
B. Palpasi
1. Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding dada
2. 2. Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) sekitar dada dan nilai lingkar ekspirasi dan lingkar inspirasi dalam,
yang menggambarkan elastisitas paru dan dada.
3. Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di daerah yang simetris, kemudian dinilai. Pada waktu pasien
bernapas dalam :
- tangan diletakkan di bagian depan dada) maka amati gerakan dada simetriskah,
- (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik turun secara simetris apa tidak,
- (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan tangan ke lateral di bagian bawah atau tidak. Gerakan dinding dada
maksimal terjadi di bagian depan dan bawah
4. Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa fremitus takti
5. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan sembilan puluh sembilan (99) atau satu-dua-tiga dan
rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan saudara.
6. Apabila jaringan paru yang berisi udara ini menjadi kurang udaranya atau padat,suara yang dijalarkan ke dinding dada lewat
cabang bronkus yang terbuka ini melemah. Suara dengan nada tinggi (high-pitched sounds) yang biasanya tersaring terdengar
lebih jelas. Keadaan ini ditemukan di permukaaan dari jaringan paru yang abnormal. Perubahan ini dikenal sebagai : suara
bronchial, bronchophonie, egophony dan suara bisikan (whispered pictoriloqui).
C. Perkusi
1. Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan menentukan kualitas jaringan paru-paru.
2. Perkusi dapat cara : direk : langsung mengetuk dada atau iga - cara klasik Auenbrugger) atau indirek: ketukan pada jari kiri yang
bertindak sebagai plessimeter oleh jari kanan
3. Di bagian depan mulai di fossa supraclav. Terus ke bawah, demikian juga pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi dapat keras
atau lemah. Makin keras makin dalam suara dapat „tertembus‟.
4. Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara :
• Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal (latihlah di paru anda).
• Suara memendek (suara tidak panjang)
• Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
• Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung
• Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.
• Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung, Metallklang
• Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras
5. Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung relatif dan batas jantung absolut. Kepadatan (konsolidasi)
yang tertutup oleh jaringan paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi dengan perkusi
6. Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di punggung sampai terdengar perubahan dari sonor ke redup,
kemudian pasien diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi sampai redup.
7. Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang ada dibawahnya, seperti diketahui paru kanan terdiri dari
lobus superior, medius dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari lobus superior dan lobus inferior .
8. Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari inspeksi dan palpasi) menuju ke bagian yang diduga sakit
9. Pada perkusi efusi pleura dengan jumlah ciran kira-kira mengisi sebagian hemitoraks (tidak terlalu sedikit dan juga
tidak terlalu banyak) akan ditemukan batas cairan (keredupan) berbentuk garis lengkung yang berjalan dari lateral ke
medial bawah yang disebut garis Ellis-Damoiseau.
10. Pada perkusi di kiri depan bawah akan terdengar suara timpani yang berbentuk setengah lingkaran yang disebut
daerah semilunar dari Traube.
d. Auskultasi
1. Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara 2 iga (dalam ruang antar iga). Urutan
pemeriksaan seperti pada perkusi
2. 2. Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi. Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi
mempunyai arti penting. Kita mulai dengan melukiskan suara dasar dahulu kemudian melukiskan suara
tambahannya
3. Suara dasar : Vesikuler: Suara paru normal, inspirium > ekspirium serta lebih jelas
4. Suara tambahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah Airway management
b.d hiperventilasi ketidakefektifan pola nafas teratasi 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria: 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1. RR normal 16-24 3. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
2. Adanya kesimetrisan ekspansi dada 4. Aukultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Tidak menggunakan otot nafas tambahan 5. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
4. Tidak ada pernafasan cuping hidung saat beraktifitas 6. Monitor respirasi dan status O2
5. Tidak ada nafas pendek 7. Berikan bronkodilator bila perlu (amonophilin 1amp/24jam)
2. Berishan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah Airway management intervensi:
efektif b.d adanya mukus bersihan jalan nafas tidak efektif dapat teratasi 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria: 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1. RR normal 3. Berikan minuman hangat kepada pasien
2. Tidak ada kecemasan 4. Anjarkan batuk efektif
3. Mampu membersihkan secret 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
4. Tidak ada hambatan dalam jalan nafas
5. Tidak ada batul
3. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah gangguan Monitoring pernafasan:
ventilasi perfusi pertukaran gas teratasi 1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha pernafasan
Kriteria: 2. Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea
Status pernafasan: pertukaran gas 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
1. Kemudahan bernafas 4. Perkusi dada anterior dan posterior dari apeks sampai bawah
2. Tidak ada sesak nafas dalam istirahat 5. Aukultasi suara pernafasan, catat area yang mengalami penurunan
3. Tidak ada sesak nafas saat beraktivitas ventilasi dan adanya suara tambahan
4. Tidak ada kelelahan 6. Monitor adanya dyspnea dan kejadian yang meningkatkan dan
5. Tidak ada sianosis memperburu keadaan pasien
6. PaCO2 DBN (35-45) 7. Tidur menyamping untuk mencegah aspirasi
7. PaO2 DBN (80-104)
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maslah gangguan 1. Observasi TTV klien
obstruksi jalan nafas oleh secret dan rasa nyaman nyeri berkurang 2. Kaji karakteristik nyeri klien (PQRST)
tumor paru Kriteria: 3. Dorong klien untuk menyatakan perasaan tentang nyeri
1. Klien mengatakan nyeri berkurang 4. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam
2. Klien mengatakan jika batuk jarang muncul 5. Ajarkan klien teknik distraksi
3. Skala nyeri <5 6. Berikan tindakan kenyamanan: sokongan bantal didada klien saat batuk
4. Klien tidak meringis/tenang 7. Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat metyl prednisolone
5. TTV 3x62,5gr
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100x/menit
RR: 16-24x/menit
S: 36,5-37,5ºC
5. Risiko perubahan nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi TTV klien
meningkatnya kebutuhan energy selama 5x24jam masalah keperawatan risiko 2. Kaji adanya mual/muntah
metabolic : dispnea perubahan nutrisi tidak terjadi 3. Kaji masukan makan saat ini
Kriteria: 4. Aukultasi bunyi usus
1. Klien mengatakan peningkatan nafsu 5. Berikan perawatan oral dan buang secret
makan kedalam wadah khusus
2. Mempertahankan/ meningkatkan BB 6. Anjurkan klien untuk makan porsi kecil
3. IMT 18,5-25 tapi sering
4. Porsi maan habis ½ atau 1 porsi 7. Anjurkan klien untuk diet DM
5. Tidak ada mual dan muntah 8. Anjurkan klien untuk menghindari
makanan penghasil gas
9. Anjurkan klien untuk menghindari
makanan yang sangat panas atau sangat
dingin
10. Lakukan timbang BB 3 hari sekali
11. Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi.
DAFTAR PUSTAKA
• Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2013. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ),
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
• Sopiyudin Dahlan. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
• Kemenkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
• Doenges, marilynn e. 2012. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : egec buku kedokteran
• PDPI. 2003. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) pedoman diagnosis & penatalaksaan di
indonesia. Jakarta : Perhimpunan dokter paru indonesia