Anda di halaman 1dari 27

KEHAMILAN

POST-TERM
LYDIA. A. KAINAMA
BAB I PENDAHULUAN
Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung
dari hari pertma haid terakhir.
Kehamilan postterm merupakan kehamilan yang berlangsung lebih dari
42 minggu (294 hari) sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT).
Insiden kehamilan postterm antara 4-19% tergantung pada definisi yang
dianut dan kriteria yang dipergunakan dalam menentukan usia
kehamilan. 1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi Kehamilan Postterm
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, postdate/ post datisme atau pascamaturitas.
Menurut WHO 1977 kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari
pertama siklus haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari.
Insiden Kehamilan
Postterm
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara
4%-14% dengan rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat
tergantung kepada kriteria yang digunakan untuk
mendiagnosis.
Insiden Kehamilan
Postterm

Adapted from Ventura and


Colleagues
Gambar 1. Distribusi Usia
Gestasi
Insiden Kehamilan
Postterm
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain : 8
1. Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu
lengkap 2 – 7 %.
2. Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor :
tingkat pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term,
frekuensi induksi persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif,
pemakaian USG untuk menentuka usia kehamilan.
3. Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika
frekuensi kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan
dan seksio sesaria elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering
untuk menentukan usia kehamilan.
Etiologi Kehamilan
Postterm
1. Teori progesteron
2. Teori oksitosin
3. Teori kortisol/ACTH janin.
4. Teori saraf uterus.
5. Teori heriditer.
Patofisiologi
Kehamilan Postterm
Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan
amnion, plasenta, maupun janin.
1. Perubahan pada Plasenta.
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi
pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu
dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu.
Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol
dan plasenta laktogen.
2. OLIGOHIDROMION Penurunan jumlah cairan amnion
Pada kehamilan postterm terjadi pada kehamilan postterm
perubahan kualitas dan kuantitas berhubungan dengan penurunan
cairan amnion. Jumlah cairan produksi urin janin. Dilaporkan
amnion mencapai puncak pada usia bahwa berdasarkan pemeriksaan
kehamilan 38 minggu, yaitu sekitar Doppler velosimetri, pada
1000 ml dan menurun menjadi kehamilan postterm terjadi
sekitar 800 ml pada usia kehamilan peningkatan hambatan aliran darah
40 minggu. Penurunan jumlah cairan (resistance index/RI) arteri renalis
amnion berlangsung terus menjadi janin sehingga dapat menyebabkan
sekitar 480 ml, 250 ml, hingga 160 penurunan jumlah urin janin dan
ml pada usia kehamilan 42, 43, dan pada akhirnya menimbulkan.
44 minggu. 1
Perubahan pada janin  Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin.
Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin
bertmbah terus sesuai bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat
lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.

Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium: 2


Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat
Diagnosis Kehamilan
Postterm
Riwayat haid

Riwayat pemeriksaan antenatal

Tinggi Fundus Uteri


Pemeriksaan Ultrasonografi
(USG)
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis Kehamilan Postterm
Riwayat haid
Diagnosis kehamilan postterm berdasarkan HPHT (American College of
Obstetricians and Gynecologists  kehamilan yang berlangsung lebih
dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid
terakhir (HPHT).
Jika berdasarkan riwayat haid, diagnosis kehamilan postterm memiliki
tingkat keakuratan hanya ±30 persen.
Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria,
yaitu:
1. ibu harus yakin betul dengan HPHT-nya;
2. siklus 28 hari dan teratur
3. tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir. 2
Diagnosis Kehamilan Postterm
Riwayat pemeriksaan antenatal

Denyut Jantung
Tes kehamilan. Gerak janin.
Janin (DJJ).
Diagnosis Kehamilan
Postterm
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan
sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
2. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
3. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
4. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec.
Diagnosis Kehamilan Postterm
Tinggi Fundus Uteri
Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial
dalam sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan
secara berulang setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri
dapat menentukan umur kehamilan secara kasar. 7
Diagnosis Kehamilan Postterm
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah
banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa
kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan
bahwa penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki
tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan metode HPHT.
Diagnosis Kehamilan Postterm
Pemeriksaan laboratorium

Sitologi cairan amnion

Tromboplastin cairan amnion (ATCA).

Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S).

Sitologi vagina
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Pemantanauan kesejahteraan janin
• Tes Tanpa Beban (Non-Stress Test/NST)
• Pemeriksaan gerakan nafas janin (fetal breathing)
• Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements)
• Pemeriksaan tonus janin
• Pemeriksaan volume cairan amnion

Induksi persalinan

Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion


Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Induksi persalinan  suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara tindakan atau medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi
uterus.
Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa
keadaan sebelum dilakukan induksi, salah satunya dari kematangan serviks
(favorable). Penilainan kematangan  skor Bishop.
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Tabel 3. Pelviks skor menurut Bishop. (Cunningham, et al., 2010)

Skor Bishop >8 memberikan kemungkinan keberhasilan induksi persalinan yang


tinggi. Sementara itu, skor Bishop ≤4 biasanya menunjukkan keadaan serviks yang
belum matang (unfavorable) sehingga membutuhkan pematangan serviks yang
bisa dilakukan secara farmakologis (prostaglandin, nitrit oksida) ataupun teknik
(kateter transervikal, dilator higroskopis, stripping).
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Pada kehamilan postterm, harus diperhatikan nilai pematangan serviks
(Skor Bishop) karena akan mempengaruhi tindakan induksi.
◦ Apabila skor bishop > 5 maka di induksi dengan infus oksitosin,tetapi
◦ Bila skor bishop ≤ 5 maka diberikan misoprostol 25 µg per vaginam.
Dievaluasi 6 jam kemudian, apabila skor bishop sudah >5 maka dilanjutkan
infus oksitosin, namun apabila setelah 6 jam masih sama atau ≤ 5 maka
dilanjutkan misoprostol dengan cara pemberian yang sama. Bila dalam 6 jam
kemudian belum inpartu maka dilanjutkan infus oksitosin.
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Biasanya, kontraksi yang adekuat  dosis oksitosin 20 mU/menit.
Apabila dengan pemberian dosis oksitosin 30-40 mU/menit masih tidak didapatkan his yang adakuat,
maka indusi tak perlu lagi dilanjutkan.
Pemberian dengan dosis yang lebih besar 
• ikatan oksitosin dengan reseptor vasopresin sehingga akan menimbulkan kontraksi yang tetanik atau
hipertonik.
• muncul efek antidiuretik sehingga meningkatkan risiko terhadap keracunan air.
Induksi dianggap berhasil kalau didapatkan kontraksi uterus yang adekuat, yaitu his sekitar 3
kali dalam 10 menit dengan kekuatan sekitar 40 mmHg atau lebih.
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm
Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion
Pada tahap awal, harus dilakukan evaluasi terhadap anomali janin dan
gangguan pertumbuhan.
Pada kehamilan postterm yang diperberat dengan komplikasi
oligohidramnion harus dilakukan pengawasan ketat karena tingginya
risiko morbiditas janin.
Pengelolaan persalinan pada kehamilan postterm mencakup 3:
◦ Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin. Pemakaian
alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
◦ Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
◦ Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan
janin
◦ Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan
penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur
pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium.
◦ Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
Penatalaksanaan
Kehamilan Postterm

Gambar: Skema penatalaksanaan kehamilan postterm. (Cunningham, et al.,


2010
Komplikasi
Kehamilan Postterm
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu seperti korioamnionitis, laserasi
perineum, perdarahan post partum, endomiometritis dan penyakit
tromboemboli.
Komplikasi terjadi pada bayi seperti hipoksia, hipovolemia, asidosis,
sindrom gawat nafas, hipoglikemia, hipofungsi adrenal.3
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai