Anda di halaman 1dari 11

Konsep dasar Basic Trauma Life Support

(BTLS)
OLEH
Kelompok 5
Ni Komang Ayu Nopi Savitri 183222928
Ni Komang Megawati 183222929
Ni Luh Ayu Karmini 183222930
Ni Luh Putu Eka Rasnuari 183222931
Ni Luh Putu Very Yanthi 183222932
Ni Luh Sutamiyanti 183222933
A. Konsep dasar Basic Trauma Life Suport (BTLS)
• BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal dari ATLS (Advanced Trauma
Life Suport. Pada BTLS, dokter atau tenaga kesehatan lainnya tidak diminta untuk
memberikan tatalaksana sesuai diagnosis definitifnya tapi hanya memberikan
kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya.
Intinya pada tahap ini, dokter atau pelayan kesehatan lainnya hanya diminta
membantu pasien untuk tetap hidup atau membuat reaksi kimia C6H12O6 + 6O2 -
--> 6CO2 + 6H2O tetap berlangsung. Hal dilakukan adalah Primary Survey. Di sini
dokter diminta menilai secermat mungkin hal apa yang mengancam nyawa
pasien. Beberapa nemonic yang sering membantu antara lain:
• A : Airway with c-spine control
• B : Breathing and ventilation
• C : Circulation with haemorrage control
• D : Disability (neurologic evaluation)
• E : Exposure and Environment
1. Airway with c-spine contol.
• Merupakan hal pertama yang harus diperiksa dalam penyelamatan seorang
pasien. Pelayan kesehatan diharapkan bisa memberikan distribusi oksigen
dalam kurang waktu 8-10 menit. Assessmentnya : pasien sadar, dia mampu
berbicara dengan jelas tanpa suara tambahan. Ini berarti laringnya mampu
dilewati udara yang artinya airway is clear. Jika terjadi obstruksi parsial maka
pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas tambahan. Beberapa bunyi nafas
itu antara lain: Gurgling (kumur-kumur) = obstruksi akibat adanya air dalam
saluran nafas.
• Gurgling (kumur-kumur) = obstruksi akibat adanya air dalam saluran nafas.
• Stridor (crowing) = obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT.
• Snorg (mengorok) = biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat dan pasien dalam
keadaan tidak sadar.
2. Breathing and Ventilation
• Lihat keadaan torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien sadar
maka pasien mampu berbicara dalam satu kalimat panjang. Keadaan dada
pasien yang mengembung apalagi tidak simetris mungkin disebabkan
pneuomotorak atau pleurahemorage. Untuk membedakannya dilakukan
perkusi di daerah paru. Untuk membedakannya dilakukan perkusi di
daerah paru. Suara paru yang hipersonor disebabkan oleh pneumotorak
sementara pada pleurahemorage suara paru menjadi redup. Penanganan
pneumotorak ini antara lain dengan menusukan needle 14 G di daerah
yang hipersonor atau pengguanan chest tube. Jika terdapat henti napas hal
yang dapat dilakukan antara lain Resusitasi Paru, bisa dilakukan melalui :
• Mouth to mouth
• Mouth to mask
• Bag to mask (Ambu bag).
3. Circulation and haemorage control
Penanganan Syok
Pertama kali yang harus diperhatikan adalah kemungkinan pasien mengalami shock. Nilai
sirkulasi pasien dengan melihat tanda-tanda perfusi darah yang turun seperti keadaan pucat,
akral dingin, nadi lemah atau tidak teraba. Bila nati tidak teraba lakukan penanganan dengn
Resusitasi Jantung Paru dengan melakukan 30 kali kompresi dan 2 kali ventilasi kepada
pasien sampai nadi pasien teraba kembali.
Kontrol Perdarahan
Perdarahan dapat secara eksternal (terlihat) dan internal (tidak terlihat).
Pengembalian cairan
Shock yang tersering dialami pasien trauma adalah shock hemoragik. Jadi dalam
penatalaksanaannya yang pertama adalah tangani status cairan pasien dan cari sumber
perdarahan, kemudian atasi perdarahan. Berikan cairan intravena kemudian tutup luka
dengan kain kassa, immobilisasi.
4. Disability
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic pasien. Status neurologic yang dinilai melalui GCS (Glasgow
Coma Scale), keadaan pupil serta kecepatannya dan kekuatan otot motorik. Hal yang dinilai dari GCS antara lain (E-V-M)
Eye:
4 Buka mata spontan
3 Buka mata terdapat suara
2 Buka mata terhadap rangsangan nyeri
1 Tidak ada respon
Verbal:
5 orientasi baik
4 Berbicara bingung
3 Berbicara tidak jelas (hanya kata-kata yang keluar)
2 Merintih/mengerang
1 Tidak ada respon
Motorik:
6 Bergerak mengikuti perintah
5 Bergerak terhadap nyeri dan dapat melokalisir nyeri
4 Berlawanan dengan rangsang nyeri atau withdrawl
3 Fleksi abdomal (dekortikasi)
2 Ekstensi (deserebrasi)
1Tidak ada respon
b. Reaksi pupil dengan senter : isokor atau un-isokor, midriasis, dilatasi, ukuran.
c. Kekuatan otot motorik : bandingkan kedua sisinya
5. Exposure dan Enviroment
• Buka pakaian pasien untuk mengeksplorasi tubuh pasien untuk melihat kemungkinan
adanya multiple trauma. Kemudian selimuti pasien agar mencegah hipothermi.
• Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan kembali
Secondary Survey Pelayan Kesehatan diharapkan memeriksan kembali dari awal,
anamnesis riwayat pasien, lakukan pemeriksaan neurologi yang komplit (tes refleks,
CT-scan, MRI), dan membuat diagnosis spesifik, dan lainnya.
6. Folly Catheter
• Jangan dilakukan bila ada dugaan reptur uretra.
• Laki-laki : ada darah di OUE, hematom di skrotum, RT prostat melayang/ tidak teraba.
• Perempuan : keluar darah dari uretra, hematum perineum
• Bila tidak ada kontra indikasi : pasang kateter, urine pertama dibuang, lalu tampung.
• Periksa pengeluran perjam, normal :
Dewasa : 0,5 CC/kg BB/jam
Anak : 1 CC/kg BB/jam
Bayi : 2 CC/kg BB/jam
7. Gastric Tube
Bila lewat hidung perhatikan kontra indikasi : fraktur tulang basis kranii, bila terdapat faktur lakukan
pemasangan lewat mulut (OGT), perhatikan pula indikasi pemasangan yakni:
Untuk kepentingan selama proses pembedahan karena pasien tidak sadar
Untuk mengurangi distensi abdomen
Untuk mencegah aspirasi
Untuk kuras lambung
Untuk pemberian nutrisi dan terapi obat.
8. Heart Monitor
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita:
Airway : seharusnya sudah diatasi
Breathing : pemantauan laju napas (sekaligus memantau airway), dan kalau ada puls oksimetry
Circulation : nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan jumlah urin setiap jam. Bila ada sebaiknya
terpasang monitor EKG.
Disability : nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan pupil.
Pengkajian Awal dan Penatalaksanaan Awal
1. Prarumah Sakit
Penatalaksanaan awal sering kali menentukan hasil akhir. Fase ini dimulai pada tempat kecelakaan dengan pengkajian
cepat terhadap cedera-cedera yang mengancam keselamatan jiwa.
2.Rumah Sakit
Pengkajian dan perawatan yang dilakukan setibanya di rumah sakit dibagi ke dalam empat fase : evaluasi primer,
resusiitasi, pengkajian skunder, dan perawatan definitive.
3. Pola-pola Cedera
Informasi tentang pola atau mekanisme terjadinya cedera sering kali akan sangat membantu dalam mendiagnosa
kemungkinan gangguan yang diakibatkan. Trauma tumpul terjadi pada kecelakaan kenderaan bermotor (KKB) dan jatuh,
sedangkan trauma tusuk (penetrasi) seringkali di akibatkan oleh luka tembak, atau luka tikam.
4. Lavage periotoneal Diagnostik (LPD)
• Tujuan : untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal
• Indikasi-indikasi :
• Cedera tumpul dengan abdominal
• Perubahan respons nyeri
• Penurunan : cedera kepala atau medula spinalis ; adanya alcohol dan obat-obatan.
• Peningkatan : fraktur pelvik, tulang belakang lumbar atau iga bawah.
• Kontraindikasi :
• Riwayat operasi abdomen multiple
• Kebutuhan laparotomi segera
5. Perawatan definitive

Meskipun perawatan definitif dapat dimulai pada unit gawat darurat atau ruang operasi. Perawatan ini sebagian besar
terdiri atas perawatan yang diberiakan pada unit rawat itensif, dan yang konstan adalah penting dalam memudahkan
penatalaksanaan masalh-masalah yang ada.

Peta Konsep Dalam BTLS


Terimakasih …

Anda mungkin juga menyukai