20174011030
HIFEMA
Hifema adalah keberadaan sel darah Mikrohifema : suspensi eritrosit
merah didalam bilik mata depan tanpa membentuk lapisan darah
(COA) akibat rupturnya pembuluh
darah iris atau badan siliar.
Etiologi
Trauma
Iatrogenik (intraoperatif / postoperatif) :
komplikasi dari proses medis
Spontan
Neovaskularisasi: DM, iskemi, sikatriks
Neoplasma: Rb, melanoma maligna
Hematologi: leukemia, hemofilia, vWD,
Farmakologi: aspirin, warfarin
Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2013 Mar 19.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview
TRAUMATIK
Peningkatan transien
TIO akibat kompresi
anteroposterior +
ekspansi bidang
ekuatorial distorsi
struktur intraokular
pembuluh darah di iris
dan badan silier
mengalami gaya regang
ruptur dan
pembentukan hifema.
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011
Kebanyakan hifema grade I (termasuk
mikrohifema)
40% membentuk bekuan yang menempel
ke stroma iris, 10% kontak dengan endotel
kornea
71% robekan pada pembuluh darah
korpus siliaris bag. anterior
Durasi umum hifema tanpa komplikasi: 5-
6 hari sebelum resoprsi
Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E. Duane’s
ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
Gejala Klinis
Riwayat trauma
Nyeri yang hebat disertai rasa menekan kepala
Mual muntah
Somnolen
Fotofobia
Penglihatan kabur (tergantung jumlah darah
yang mengisi COA)
Tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan
pericorneal
Blefarospasme, edema palpebra, midriasis
Klasifikasi
Oldham GW. Hyphema. [Internet]. Cited: 2013 Mar 19. Available from: http://eyewiki.aao.org/Hyphema
drhem.com
Klasifikasi
• Berdasarkan penyebab
1. Hifema Traumatika perdarahan pada BMD yg disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada segmen
anterior bola mata
2. Akibat tindakan medis kesalahan prosedur operasi mata
3. Akibat Inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar PD pecah
4. Akibat kelainan sel darah/PD, misalnya xanthogranuloma
5. Akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma
• Berdasarkan Waktu
1. Hifema primer timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2
2. Hifema sekunder timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadinya trauma
Klasifikasi
Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011
Glaukoma Traumatik
http://dro.hs.columbia.edu/corblood.htm
Slit-lamp photo illustrating conjunctival injection, corneal edema with Descemet membrane folds, and a 1 mm
hyphema after blunt force trauma from an airbag deployment.
Iris neovascularization in a patient with proliferative diabetic retinopathy with a resultant spontaneous hyphema.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan Hifema :
1. Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan berulang
2. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
3. Mengendalikan Tekanan Bola Mata
4. Mencegah terjadinya inhibisi kornea
5. Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema
6. Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
KONSERVATIF/TANPA OPERASI
1. Anti Inflamasi Topikal
Karena sering disertai dg iritis, Obat AntiInflamasi Topikal harus selalu diberikan.
Anti inflamasi yang diberikan pada umumnya: Steroid Topikal yang memiliki
AntiInflamasi yang besar, ie : Betametason, Deksametason, atau MP asetat. Obat
AntiInflamasi Oral diberikan jika reaksi peradangan sangat berat atau disertai
Perdarahan Vitreus.
2. Anti Fibrinolitik Oral
Dapat diberikan dalam waktu tertentu (hingga menjadi koagulum) untuk mengurangi
risiko perdarahan sekunder.
3. Siklopegik
Dapat diberikan apabila secara klinis terlihat inflamasi hebat.
4. Antiglaukoma
Pada asetazolamid oral, dikontraindikasikan pada pasien dengan sickle cell
terbentuknya sel darah merah abnormal yang menyumbat jaringan trabekulum
tekanan Introkular tetap tinggi
Manajemen
Konservatif:
Limited ambulation, elevasi kepala 30-45o
(VA, evaluasi, cegah kontak dengan endotel
kornea dan trabekula)
Eye patch (pada mata cidera)
Sedasi (hiperaktif / pediatrik)
Analgesik (asetaminofen dan/atau kodein)
Follow up: AV, TIO, regresi hifema
Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E. Duane’s
ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
Manajemen (2)
Kontrol TIO
Antiglaukoma topikal: timolol, latanoprost,
brimonidin
Masih tinggi: CA inhibitor topikal
Masih tinggi: Sistemik CA inhibitor
(asetazolamid 20 mg/kg/hari) terbagi 4, pada
TIO >22 mmHg
Masih tinggi: agen osmotik (manitol IV 1,5 g/kg
in 10% 2dd; atau gliserol oral) pada TIO>35
mmHg
Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E. Duane’s
ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
Manajemen (3)
Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E.
Duane’s ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
Manajemen (4)
Indikasi rawat:
Hifema grade II atau lebih (karena berpotensi perdarahan
sekunder)
Sickle cell
Trauma tembus okuli
Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan
Ada riwayat glaukoma sejak awal
Diharapkan tirah baring dengan posisi semi-Fowler
Perawatann umumnya dilakukan hingga hari kelima untuk
antisipasi masa kritis perdarahan sekunder pada hari ketiga
hingga kelima
Manajemen (5)