Anda di halaman 1dari 15

 Berasal dari bahasa Yunani “ethos”, artinya ciri, sifat, atau

kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral,


pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau
bangsa. Etos kerja adalah pancaran dari sikap hidup manusia yang
mendasar terhadap kerja. Allah telah menanggung rezeki bagi setiap
makhluk yang ada dimuka bumi ini, sebagai mana firmannya dalam
surat Hud (11) :6 yang berbunyi :
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya.” Semuanya tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh mahfuzh). Namun disisi yang lain, Allah menyatakan
bahwa Allah tidak akan mengubah kondisi seseorang selama orang
(umat) tersebut tidak mengubahnya sendiri (Q.S. Al-Ra’ad (13)
:11) hal ini bisa diartikan bahwa walaupun Allah telah
menyediakan rezeki bagi manusia dan segenap makhluk yang ada di
dunia ini, rezeki yang telah tersedia itu akan didapatkan lewat jalan
bekerja dan berdo’a. hal ini berhubungan dengan takdir yaitu Takdir ghair
mubram atau takdir mu'alaq yaitu: ketentuan Allah swt. Terhadap
makhluk-makhluknya yang masih bisa diubah dan diusahakan dengan
sungguh-sungguh.
Apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada orang/muslim yang
bekerja itu ditunjukan dengan prinsip-prinsip sebagi berikut.

1) Perintah untuk giat bekerja setelah selesai beribadah. Allah berfirman


dalam surat Al-Jumu’ah (62) :10 yang berbunyi :

“Pertama, setiap selesai ibadah haruslah bekerja untuk mencari


apa yang dianugerakan oleh Allah. Ibadah saja tidaklah cukup,
meminta rezeki tetapi tidak berbuat dan bekerja untuk
mencarinya adalah suatu sikap yang tidak ada tuntutannya.
Kedua, dalam bekerja haruslah didasari dengan ibadah dan ingat kepada
Allah, sehingga banyaknya rezeki dan kesibukan yang tinggi tidak akan
menggoyahkan iman dan menjadi seseorang yang berfikir
materialistis.”
2) Perintah untuk selalu beraktivitas dan dilarang menganggur. Allah berfirman
dalam Al-Qur’an surat Alam Nasyrah (94) :7-8 yang berbunyi :

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah


dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain 1587, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

3) Larangan meminta-minta.

Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya:


“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang dari
engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia
datang di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan
membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu
menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan
wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam
itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada
orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.”
(Riwayat Bukhari)
4) Didalam berusaha seorang muslim tidak boleh berputus asa bila menemui
kegagalan dan kesulitan. Hanya pribadi-pribadi yang menghargai nilai
kerja yang kelak akan mampu menjadikan masyaraklatnya sebagai
masyarakat yang tangguh, dan sebaliknya, pribadi yang malas dan
bermental pengemis hanyalah akan mengorbankan masyarakat bahkan
generasinya sebagai umat yang terbelakang, terjajah, dan
terbelenggu dalam kategori bangsa yang memiliki nilai kerja teri,
tidak mempunyai wibawa,
Gunnar Myrdal dalam bukunya Asian Drama mengemukakan tiga belas sikap yang
menandai etos kerja tinggi pada seseorang :

1) Efisien
2) Rajin
3) Teratur
4) Disiplin/tepat waktu
5) Hemat
6) Jujur dan teliti
7) Rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan
8) Bersedia menerima perubahan
9) Gesit dalam memanfaatkan kesempatan
10) Energik
11) Ketulusan dan percaya diri
12) Mampu bekerja sama, dan
13) Mempunyai visi yang jauh kedepan.
1) Memiliki Jiwa Kepemimpinan (leadership)
Berulang kali kita membaca istilah “khalifah fil Ardhi” yang
berarti pemimpin, subjek, pengambil keputusan atau yang aktif berperan.
Memimpin berarti mengambil peras secara aktif untuk
mempengaruhi orang lain, agar orang lain tersebut dapat berbuat
sesuai dengan keinginannya.
2) Selalu Berhitung
Sebagaimana Rasulullah bersabda dengan ungkapannya yang
paling indah : “Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan engkau akan
hidup selama-selamanya dan beribadahlah untuk akhirat seakan-akan
engkau akan mati besok”. Setiap langkah dalam kehidupannya selalu
memperhitungkan segala aspek dan resikonya (what if principle) dan
tentu saja sebuah perhitungan yang rasional. The most important thing in
doing businesss is trying keeping promises and be in time.
3) Menghargai Waktu
QS. Al-Ashr : 1-3 :

Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar


dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Waktu
baginya adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya
pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang
sangat besar.

4) Dia tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive


improvements)
Dengan semangat, seorang muslim selalu berusaha untuk mengambil
posisi dan memainkan perannya yang dinamis dan kreatif.
5) Hidup berhemat dan efisien
Orang yang berhemat adalah orang yang mempunyai pandangan
jauh kedepan (futureoutlook) Allah berfirman QS. Al-Hasyr : 18

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada


Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dia berhemat bukanlah dikarenakan ingin menumpuk kekayaan,
sehingga melahirkan sifat kikir individualistis. Tetapi berhemat
dikarenakan ada satu reserve, bahwa tidak selamanya waktu itu
berjalan secara lurus, sehingga berhemat berarti mengestimasikan
apa yang akan terjadi dimasa yang akan dating. 6) Memiliki insting
bertanding dan bersaing Semangat bertanding merupakan sisi lain dari
citra seorang muslim yang memiliki semangat jihad. Firman Allah dalam
QS. Al-Baqarah : 148)
Kualitas silaturahmi yang dinyatakan dalam bentuk sambung rasa yang
dinamis dapat memberikan dampak yang sangat luas. Apabila dunia
bisnis afalah dunia relasi, sebuah jaringan yang membutuhkan
lebih banyak informasi dan komunikasi. Sebab itu tidak ada alas
an sedikitpun bagi seorang muslim untuk mengisolasi diri dari tatanan
pergaulan sosial. Apabila dikaitkan dengan dunia usaha, silaturahmi yang
dihayati dengan kesadaran ibadah serta keahlian komunikasi buakn
saja menghasilkan pengalaman tetapi juga secara gradual dapat
menciptakan lingkaran pengaruh serta melahirkan sebuah ikatan
kepentingan yang saling menguntungkan dengan jaringan sosial yang
bertambah luas.
1. Meletakkan kerja sebagia amal shaleh yang dilakukan dalam konteks dan tahapan
yang runtut ats iman, ilmu dan amal. Karena itulah, kerja akan bernilai
ibadah. Pertama, sebagai sebuah aktivitas yang bernilai ibadah, kedua, sebagai
sebuah aktivitas untuk memperoleh keuntungan finansial.
2. Menunaikan kerja sebagai suatu penunaian amanah yang harus dilakukan secara
profesional. Diaktakan sebagi amanah karena pada hakikatnya setiap waktu,
kesempatan, dan aktivitas, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
3. Melakukan kerja dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi.
Artinya, dalam melakukan kerja seseorang harus mengingat kepentingan hari
depannya, sehingga dalam bekerja tidak hanya menggunakan kesempatan untuk
mencari keuntungan pribadi sebanyak mungkin dengan melupakan apa
kelanjutannya di masa depan, kerugian dan resikonya. Sementara itu, yang
dimaksud dengan bekerja dengan wawasan ukhrawi adalah bahwa dalam
melaksanakan setiap, seorang muslim harus merasakan semua akibat di
akhiarat nanti Melanggar hal itu sama saja dengan menyengaja dirinya untuk
terjerumus dalam api neraka. Hal ini bisa dibaca dan disimpulkan dari ayat Allah
QS. Al- Hayr (59) :18 yang berbunyi :
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dari uraian tentang etos kerja
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konsepp islam, bekerja
merupakan sebuah aktivitas yang bukan hanya bersifat duniawi, melainkan juga
bersifat ukhrawi

1. Takdir mubrom
Takdir mubram merupakan ketentuan Allah swt. Terhadap makhluknya yang tidak
bisa diubah lagi, contohnya adalah kematian. Apabila ajal telah tiba kepada
seseorang, maka seorangpun tidak akan ada yang bisa menolaknya.
Firman Allah swt: "sesungguhnya perintahnya dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: "JADILAH!" maka terjadi". (QS yaasin ayat
82). Kematian pasti datang kepada seseorang, waktunya tidak bisa diundurkan
dan tidak bisa pula dimajukan. Firman Allah swt: "dan setiap umat
mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat
meminta penundaan atau percepatan sesaatpun." (QS. Al A'raf ayat 34).
2. Takdir mu’alaq
Takdir ghair mubram atau takdir mu'alaq yaitu: ketentuan Allah
swt. Terhadap makhluk-makhluknya yang masih bisa diubah dan
diusahakan dengan sungguh- sungguh.

Anda mungkin juga menyukai