Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 2 :

IRFAN SAPUTRA
VALENTINO REXY MEIDA
TOTOK PURWANTO
HERU PURNOMO
GUGAH DWIVERDY
HADRYAN ZULFADLY SABTADI
FIRDAUS ALI
MANAJEMEN
KORBAN
MASSAL
Pengertian

Korban akibat kejadian dengan jumlah relatif


banyak oleh karena sebab yang sama dan
perlu mendapatkan pertolongan kesehatan
segera dengan menggunakan sarana,
fasilitas, dan tenaga yang lebih dari yang
tersedia hari-hari.
SISTEM
PENANGANAN
KORBAN
MASSAL
Klasifikasi Korban Massal
Berdasarkan Tingkat
Penanganannya

• Memerlukan petugas dan organisasi

1 gawat darurat setempat untuk menangani


bencana dan setelah bencana secara
efektif.

• Memerlukan usaha dan kegiatan

2 saling bantu ditingkat regional


dari masyarakat sekitarnya.
• Memerlukan Bantuan
3 Secara Nasional

• Memerlukan Bantuan
4 Internasional.
PRE-HOSPITAL ORGANIZATION HOSPITAL ORGANIZATION

• Daerah Penang

> bencana
• Pos
komando
> Kontrol
lalulintas > gulangan
Di RS
Disaster
Viclim
Identification
Pada prinsipnya, disaster victim identification terdiri dari lima fase,
yaitu:

1. Initial Action at the Disaster Site

Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian


peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas
yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa luas
jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus
mengasumsikan komando operasi secara keseluruhan untuk
memastikan koordinasi personil dan sumber daya material yang
efektif dalam penanganan bencana. Dalam kebanyakan kasus,
polisi memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara
keseluruhan. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi
forensik dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP
untuk mengevaluasi situasi.
2. Collecting Post Mortem Data

Pengumpulan data post-mortem atau data


yang diperoleh paska kematian dilakukan
oleh post-mortem unit yang diberi wewenang
oleh organisasi yang memimpin komando
DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai
pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan
untuk memperoleh dan mencatat data
selengkap – lengkapnya mengenai korban.
Pemeriksaan dan pencatatan data jenazah
3. Collecting Ante Mortem Data

Pada fase ini dilakukan pengumpulan data


mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini
biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun
orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang
diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup,
interpretasi ciri – ciri spesifik jenazah (tattoo,
tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi
korban, data sidik jari korban semasa hidup,
sampel DNA orang tua maupun kerabat korban,
serta informasi – informasi lain yang relevan dan
dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi,
misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang
dikenakan korban.
4. Reconciliation

Pada fase ini dilakukan pembandingan data post


mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan
profesional lain yang terkait dalam proses
identifikasi menentukan apakah temuan post
mortem pada jenazah sesuai dengan data ante
mortem milik korban yang dicurigai sebagai
jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti
cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah
tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata
tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan
data post mortem jenazah tetap disimpan sampai
ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan
temuan post mortemjenazah.
5. Returning to the Family

Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi


hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik
kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk
dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi
maka data post mortem jenazah tetap disimpan
sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai
dengan temuan post mortem jenazah, dan
pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab
organisasi yang memimpin komando DVI.
Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal
serta administrative untuk penguburan menjadi
tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.
Fase-fase
Dalam
Operasi
1. Fase TKP

Fase pertama ini dilaksanakan setelah para korban


yang terluka telah dipindahkan dari area TKP dan
area tersebut telah diamankan. Fase TKP
dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP yang terdiri dari
pemeriksa tempat kejadian perkara, fotografer, dan
pencatat kejadian. Ahli patologi dan odontologi
forensik mendukung setiap tim. Tim ini melakukan
pemilahan antara korban hidup dan korban mati
selain juga mengamankan barang bukti yang dapat
mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang
terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah
manusia.
2. Fase Pemeriksaan Postmortem

Fase kedua dalam proses DVI adalah fase


pemeriksaan mayat. Pada fase ini tubuh korban
diradiografi dan diotopsi. Fase ini dapat berlangsung
bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga.
Pada fase ini, para ahli identifikasi, dokter forensik
dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan
untuk mencari data postmortem sebanyak-banyaknya.
3. Fase Pengumpulan Data Antemortem

Fase ketiga adalah fase pengumpulan data


antemortem dimana ada tim kecil yang menerima
laporan orang yang diduga menjadi korban.
4. Fase Rekonsiliasi

Form data antemortem dan postmortem yang telah selesai


selama fase pertama dan kedua dibandingkan selama fase
rekonsiliasi. Perbandingan ini dicapai secara sistematis
menggunakan bagan rekonsiliasi dan masing- masing
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, dan
umur. Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada fase
rekonsiliasi apabila terdapat kecocokan antara data
antemortem dan postmortem dengan kriteria minimal 1
macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary
Identifiers.
5. Fase Debriefing

Setelah selesai keseluruhan proses identifikasi,


dengan hasil memuaskan maupun tidak, proses
identifikasi korban bencana ini belumlah selesai.
Masih ada satu fase lagi yaitu fase kelima yang
disebut fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6 bulan
setelah proses identifikasi selesai. Pada fase
debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses
identifikasi berkumpul untuk melakukan evaluasi
terhadap semua hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik
sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil
identifikasi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai