Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK

OBESITAS

Yoneta Srangenge, M.sc, Apt

NAMA : RESTU ARIYUS


NO BP : 1601042
KELAS : VI.A

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


PADANG
2019
Apa itu obesitas?
Obesitas adalah keadaan simpanan lemak tubuh berlebih,
yang harus dibedakan dari kelebihan berat badan misalnya
kelebihan berat badan relatif terhadap tinggi badan
seseorang

Penimbunan lemak yang berlebih didalam tubuh yang


disebabkan oleh pemasukan jumlah makanan yang lebih besar
dari pada pemakaian nya oleh tubuh sebagai energi.

Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai akumulasi


lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa
sehingga dapat mengganggu kesehatan.
DIPIRO Ed VII HAL : 676
KLASIFIKASI OBESITAS
• Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit sehingga sebagai
penggantinya dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh
(IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.
Disamping IMT, menurut rekomendasi WHO lingkar pinggang (LP) juga
harus dihitung untuk menilai adanya obesitas sentral dan komorbid obesitas
terutama pada IMT 25- 34,9 kg/m2.2

• IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan serta praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat
adipositas, dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak
tubuh.16,17 Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks
Quetelet yaitu berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter
kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya
harus dilakukan dengan teliti
KLASIFIKASI OBESITAS BERDASARKAN
IMT
KATEGORI IMT (Kg/m²) Keterangan

< 18,5 Kg/m² Berat kurang (underweight)

18,5-24,9 Kg/m² Berat normal

25-29,9 Kg/m² Kelebihan berat (overweight)

30-39,9 Kg/m² Obesitas

> 40 Kg/m² Obesitas morbid


FAKTOR PENYEBAB OBESITAS
Faktor genetik tampaknya menjadi penentu utama obesitas pada beberapa individu,
sedangkan faktor lingkungan lebih penting pada faktor lain. Gen spesifik yang
mengkode obesitas tidak diketahui; mungkin ada lebih dari satu gen.

• Faktor lingkungan termasuk berkurangnya aktivitas fisik atau pekerjaan; persediaan


makanan berlimpah dan tersedia, peningkatan asupan lemak, peningkatan konsumsi
gula sederhana halus, dan penurunan konsumsi sayuran dan buah-buahan.
• Asupan kalori yang berlebih merupakan prasyarat untuk menambah berat badan
dan obesitas, tetapi apakah pertimbangan utama adalah asupan kalori total atau
komposisi makronutrien masih dapat diperdebatkan.
• Banyak neurotransmiter dan neuropeptida merangsang atau menekan jaringan nafsu
makan otak, berdampak pada asupan kalori total.
• Aktivitas dianggap berperan dalam obesitas, tetapi penelitian yang dirancang untuk
menguji manfaat peningkatan aktivitas fisik menghasilkan hasil yang tidak
konsisten.
• Peningkatan berat badan dapat disebabkan oleh kondisi medis tetapi ini jarang
terjadi pada penyebab obesitas yang jarang.
• Obat yang berhubungan dengan penambahan berat badan termasuk insulin,
sulfonilurea, dan thiazolidinediones untuk diabetes, beberapa antidepresan,
antipsikotik, dan beberapa antikonvulsan
DIPIRO ed VII Hal : 676
 Salah satu tanda-tanda dari obesitas adalah penimbunan lemak yang
berlebihan dibawah diafragma dan didalam dinding dada yang bisa
menekan paru-paru timbul gangguan pernafasaan dan sesak nafas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.
 Biasanya gangguan pernapasan itu terjadi pada saat tidur dan
menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara (tidur apneu)
 pada siang hari penderita sering merasa mengantuk. Obesitas juga
sering ditemukan pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan masalah osteoritis.
 Sering juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita, seseorang yang
obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan berat badannya  panas tubuh tidak dapat
dibuang secara efesien dan mengeluarkan keringat yang banyak. Pada
obesitas dapat juga ditemukan gejala edema (pembengkakan akibat
penimbunan jumlah cairan) didaerah tungkai dan pergelangan tangan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADME OBAT PADA OBESITAS

Parameter Faktor fisiologik Akibat


Absorbsi Perubahan minor Data terbatas, untuk
propanolol tidak terpengaruh

Distribusi Kenaikan berat tubuh langsing Volume distribusi obat larut


(lean body mass), jaringan lemak (lipofilik) lebih besar,
adiposa, ukuran organ, volume tetapi volume distribusi obat
darah, dan curah jantung hidrofilik relatif tetap
Kenaikan ikatan obat dengan Penurunan fraksi bebas obat
AAG, lipoprotein, asam lemak basa lemah. Kemungkinan
bebas pendesakan obat asam lemah

Metabolisme Kenaikan aliran darah Biasanya mengurangi klirens


splanchnic dan hati, jumlah sel obat dengan rasio ekstraksi
hati, degenerasi sel parensim, hepatik (Eh) tinggi. Aktivitas
infiltrasi lemak, kolestasis, enzim tertentu (metabolisme
fibrosis dan infiltrasi periportal fase-1) berkurang.
Glukuronidasi dan sulfasi
meningkat
Ekskresi Kenaikan ukuran ginjal, Kenaikan klirens renal
kecepatan aliran darah ginjal,
filtrasi glomeruli dan sekresi
tubular
(RITSCHEL & KEARNS, 2004; LEE DKK, 2006;
BLOUIN & ENSOM, 2007)
Rumus Berat Badan Untuk Penetapan Dosis
Penetapan dosis obat pada pasien obesitas dapat berdasarkan:
a. berat badan total (TBW)
b. berat badan langsing yang memperkirakan berat badan tanpa lemak, fat-free
mass (lean body weight, LBW)
c. indeks masa tubuh (body mass index, BMI), atau luas permukaan tubuh
(BSA)tergantung sifat fisiko-kimiawi obat dan tingkat obesitas.

tergantung sifat fisiko-kimiawi obat


dan tingkat obesitas.
Misalnya untuk penetapan loading dose, volume distribusi obat lipofilik dihitung
menggunakan TBW, untuk penatapan dosis maintenance obat yang klirens tidak
terpengaruh oleh obesitas digunakan IBW, sedangkan jika klirens meningkat
digunakan LBW. Karena distribusi obat-obat yang hidrofilik ke dalam jaringan
adipose sangat kecil, sehingga nilai Vd-nya relatif tidak berubah, maka tidak
diperlukan perubahn loading dose pada obesitas. Jadi acuan dosis untuk loading dose
menggunakan IBW
 Untuk pasien dengan tinggi badan ≥ 150 cm :
• IBW pria dewasa = 50 kg + { 0,9 kg x (T – 150)}
• IBW wanita dewasa = 45 kg + { 0,9 kg x (T – 150)}

 Indeks masa tubuh (BMI) juga lazim digunakan untuk menghitung


dosis pada kelebihan berat badan dan obesitas (Shargel dkk, 2005) :

BMI = Berat Badan / Tinggi badan x 10.000

(BMI dengan satuan kg/m², berat badan dalam kilogram, tinggi


badan dalam cm)
Absorbsi obat
Absorbsi dan enzim metabolisme intestinal tidak terpengaruh oleh pasien
obesitas yang mengalami bypass lambung atau jejunoileum, ketika antipirin
digunakan sebagai probe (Blouin & Ensom, 2007)

Proses masuknya obat kedalam tubuh melalui jalur oral , sistem gastrointestinal
memegang peran penting dalam menentukan berapa cepat dan banyak obat
dari dosis yang diberikan yang berhasil masuk kedalam tubuh

Proses masuknya obat kedalam tubuh melalui jalur oral , sistem gastrointestinal
memegang peran penting dalam menentukan berapa cepat dan banyak obat dari
dosis yang diberikan yang berhasil masuk kedalam tubuh
Distribusi obat

a. Kecepatan dan luas distribusi obat tergantung dari berbagai


faktor obat dan fisiologik, sedangkan pada obesitas terjadi
kenaikan curah jantung, volume darah, berat organ, berat tubuh
langsing (lean body mass, LBM) dan kenaikan jaringan adipose.
b. Jadi distribusi obat yang larut lemak (lipofilik) ↑ karena kenaikan
berat badan total sehingga mempengaruhi besar loading dose,
interval pemberian obat, waktu-paro eliminasi dan waktu yang
diperlukan untuk mencapai kadar tunak di dalam darah.
c. Terjadi kenaikan klirens obat pada obesitas karna harga Vd
berkurang  waktu paro eliminasi obat-obat lebih pendek pada
obesitas dibandingkan subyek dengan Bb normal
Pengaruh obesitas dan berat badan normal ( LBM ) terhadap
volume distribusi ( liter )

Obat Obesitas LBM RASIO


OBESITAS/LBM
Amikasin 26,8 18,6 1,4

Diazepam 291,9 90,7 3,2

Digoksin 981 937 1,1

Kafein 69,9 43,6 1,6

Siklosporin 229 295 0,8

Verapramil 71,3 301 2,4

Tabel tersebut menerangkan bahwa harga Vd obat-obat yang relatif hidrofilik


(antibiotik aminoglikosida, digoksin, dan prokainamid) lebih rendah pada
obesitas jika dibandingkan dengan berat badan normal. Sedangkan yang
bersifat lipofilik(diazepam, fentanil,kafein, dan tiopental)lebih besar atau ↑

Perubahan ADME karena obesitas diperlukan kecermatan


pendosisan obat, khususnya obat-obat dengan kisar terapetik
sempit ( jarak antara MTC dan MEC dekat)

Albumin dan protein total yang bertanggung jawab mengikat obat-obat asam
lemah, relatif tidak berubah pada obesitas  ikatannya terhadap obat tidak
berubah.

AAG yang lazim mengikat obat-obat basa lemah, karena kadarnya


didalam serum berkisar 112-136 mg/dL sehingga kadar AAG ↑ maka fraksi
obat bebas lebih rendah dari normal  harga Vd ↓ pada obesitas
Metabolisme obat
Pengaruh obesitas terhadap eliminasi hepatik dan renal :
Enzim hepatik
CYP 2E1 Meningkat
CYP3A4 dan CYP2B6 Berkurang
Glukuronidase dan sulfase Meningkat
Asetilase Tidak berubah

Ekskresi ginjal
GFR dan sekresi tubular Meningkat
Reabsorbsi tubular Berkurang
CYP2E1: Kenaikan aktivitas enzim dibuktikan menggunakan suatu marker yang
selektif untuk enzim CYP2E1, ketika klirens oral obat lebih cepat
padaobesitas dibandingkan subyek dengan BB normal.

CYP3A4: Untuk menerangkan aktifitas enzim CYP3A4, yang masing-masing


dimetabolise menjadi 6ɓ-hidroksikortisol dan N-metileritromisin. Sejumlah
penelitian menemukan bahwa aktivitas enzim ini berkurang pada obesitas.

ALIRAN DARAH HEPATIK: Perubahan hemodinamik pada obesitas ialah


kenaikan kecepatan aliran darah hepatik, namun kenaikan aliran darah hepatik
tidak cukup signifikan, jika dibuktikan melalui obat Eh tinggi  klirens obat pada
pria dan wanita kegemukan tidak berbeda dengan BB normal.
Ekskresi obat
Kegemukan juga mempercepat filtrasi glomeruli (GFR) dan sekresi obat melalui
tubuli ginjal, namun mengurangi reabsorpsi tubuli ginjal. Hasil akhir dari fenomena
ini ialah terjadinya kenaiakan klirens ginjal. Jika eliminasi obat dari tubuh sebagian
besar melalui ginjal, dan sedikit dimetabolisme  maka kenaikan klirens ginjal
dapat diartikan sebagai kenaikan klirens total obat dari tubuh  akibatnya dosis
perlu dinaikan untuk mengimbangi kenaikan klirens tersebut.

Pada obesitas juga terjadi kenaikan ukuran ginjal, dimana kenaikan ini
sebanding dengan kenaikan berat tubuh total dan luas permukaan tubuh.
Kenaikan GFR pada obesitas dibuktikan melalui klirens Cr-EDTA dan klirens
kreatinin
OBAT OBESITAS
• Sibutramine Hydrochloride

 Sibutramine hydrochloride merupakan golongan Obat keras yang


digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat
diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter.
 Sibutramine direkomendasikan untuk pasien obesitas dengan index
massa tubuh ≥ 30 kg/m2, atau ≥ 27 kg/m2 untuk pasien dengan resiko
diabetes, dislipidemia, dan hipertensi.
Mekanisme

a. Sibutramin hydrochloride menghambat reuptake noradrenaline dan


serotonin oleh sel saraf setelah kedua neurotransmiter ini
menyampaikan pesan diantara sel saraf yang ada di otak
dihambatnya reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas
menjelajah di otak, saat itulah keduanya menghasilkan perasaan
penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan
untuk makan.
b. Obat ini terbukti menurunkan asupan makanan dan meningkatkan
thermogenesis. Secara invivo, sibutramine bekerja melalui 2
metabolit aktif yaitu M1 dan M2. Efikasinya untuk menurunkan dan
mempertahankan berat badan telah ditunjukkan pada beberapa
penelitian klinis.
Farmakokinetik Obat Sibutramine Hydrochloride

 Sibutramine diabsorpsi cepat di saluran gastroinestinal (77%).


Sibutramin terdistribusi luas ke jaringan terutama di hati dan ginjal.
Metabolit M1 dan M2 terikat sebanyak 94% pada protein plasma
sedangkan sibutramine terikat 97% pada protein plasma. Hal ini
menunjukkan bahwa volume distribusi (Vd) sibutramin, metabolit
M1 dan M2 kecil didalam tubuh.
 Sibutramin mengalami first pass metabolisme di hati oleh sitokrom
P450 isoenzim CYP3A4 mengahasilkan dua metabolit aktif, M 1 dan
M2. Kedua metabolit ini selanjutnya mengalami konjugasi dan
hidroksilasi menjadi metabolit inaktif, yaitu M 5 dan M6. T1/2 eliminasi
sibutramin adalah 1 jam , M1 :14 jam, M2 : 16 jam. T.maks
sibutramin 1,2 jam. Sibutramin dan metabolitnya dieksresikan
terutama lewat urine (77%) dan feses.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, Joseph T. Et al 2008. Pharmacotherapy A


Phatophysiological Approach.Seventh Edition. Mc Graw Hill
Companies, Inc, New York, USA

Hakim,lukman.2012.Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta : Fakultas


Farmasi Universitas Gajah Mada
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai