Magister Teknik Kimia Universitas Riau Surfaktan • Surfaktan dapat berfungsi untuk mereduksi tegangan permukaan dari liquid(cairan) karena kemampuannya untuk memusatkan pada permukaan cairan yang kosong dan pada antarmuka antara cairan tak tercampur (immiscible liquid). • Perubahan pada tegangan permukaan mempengaruhi surfaktan untuk membentuk emulsi, wetting, daya dispersi, penyabunan (detergency) dan sifat melarutkan (solubilizing). • Karena sifat sifat surfaktan tersebut, maka surfaktan digunakan secara luas pada industri, produk rumah tangga, dan juga aplikasi untuk pengolahan minyak bumi (enhanced oil recovery). Surfaktan • Separuh bagian hydrophobic surfaktan dibentuk oleh rantai linear, bercabang, atau bahkan grup alifatik polycyclic atau oleh grup alkylaryl. Sedangkan, grup hydrophilic dari surfaktan non ionic paling banyak terdiri dari rantai ethylene oxide (EO). • Grup hydrophilic lainnya yaitu glycosyl atau residu polyglycosyl. Untuk meningkatkan sifat hydrophilic, panjang dari rantai EO ditambahkan grup –OH. • Surfaktan non-ionic lainnya terbentuk dari rantai alkanolamides primer (-CO-NH2), sekunder (-CO-NHR), dan tersier (-CO-NR1R2). • Surfaktan non-ionic biasanya tidak digunakan sebagai bahan aktif utama dari cleansers (pembersih) karena kapasitas busa yang rendah, kestabilan busa yang rendah, dan kekerasan dari penyabunannya. Jurnal I Pendahuluan - Surfaktan non-ionic termasuk kedalam kelas surfaktan yang tidak mahal (inexpensive) dan memiliki banyak applikasi yang potensial termasuk kosmetik, deterjen, farmasi, ore flotation, cloud point extraction methods, drilling fluid, dan proses enhanced oil recovery. - Alasan utama luasnya penggunaan surfaktan jenis ini adalah dapat dikontrol HLB (hydrophilic-lipophilic-balance) dan sifat antarmuka sistem surfaktan-minyak. • Pada proses enhanced oil recovery (EOR), surfaktan berfungsi untuk mengubah dari satu proses ke proses lainnya. • Pada micellar flooding, surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air. Surfaktan Non-Ionic pada EOR • Pada proses alkali/surfaktan (AS) dan alkali/surfaktan/polimer (ASP), surfaktan non-ionic dikembangkan untuk mempertahankan tegangan antarmuka yg rendah pada salinitas reservoir minyak yang tinggi. • Surfaktan non-ionic memperlihatkan kelarutannya dalam air dengan cara hidrasi rantai polyethylene oxides, sehingga kelarutannya meningkat dengan meningkatnya panjang rantai. • Karena temperature dari larutan surfaktan non-ionic meningkat, maka ikatan hydrogen putus sehingga kelarutan surfaktan dalam air jadi berkurang. Surfaktan Non-Ionic pada EOR • Pada temperature tertentu disebut sebagai titik cloud, dimana molekul surfaktan dipisahkan dari larutan dan kemudian menjadi cloudy (menyerupai awan). • Dengan demikian, larutan surfaktan dipisah menjadi 2 fasa yang tidak tercampur yaitu fasa yang kaya surfaktan (surfactant-rich) dan fasa yang sedikit surfaktan (surfactant-lean). • Pada EOR, titik cloud pada surfaktan non-ionic adalah parameter penting yang menentukan efisiensi dari operasi kinerja EOR. • Titik cloud juga mempengaruhi jumlah surfaktan yang terserap pada batuan reservoir. • Oleh karena itu, untuk meminimalkan formasi yang rusak dan penurunan jumlah surfaktan yang hilang karena penyerapan, seharusnya surfaktan non-ionic yang digunakan pada EOR harus pada temperature dibawah titik cloud (temperature cloud) nya. Tujuan Penelitian : • Untuk menentukan pengaruh dari variasi jenis chemical yang ditemui dalam lapangan minyak pada titik cloud (CP) dari surfaktan non-ionic • Untuk menilai keefektifan dari beberapa zat tambahan (additive) seperti urea, asam, alcohol rantai pendek, dan surfaktan anionic dalam mencapai titik cloud (CP) dari surfaktan non-ionic pada kondisi reservoir minyak tertentu. Bahan Percobaan • Surfaktan non-ionic yang digunakan adalah Etoxylated Octyl Phenyl Alcohol (Triton-X series) • Surfaktan ini memiliki formula R’- C6H4-(OC2O4)n-OH, dimana R’ adalah grup octyl dan n adalah jumlah rata- rata dari grup ethylene oksida. • Berikut ini adalah 4 surfaktan yang akan diuji dan memiliki variasi jumlah grup ethylene oksida yang berbeda. • Jenis bahan kimia yang akan ditinjau dan dicampurkan pada surfaktan non-ionic tersedia pada tabel 2. Prosedur Penelitian • Semua surfaktan disiapkan dan didiamkan hingga setimbang selama 6 jam. • Waktu kesetimbangan yang lebih lama diperbolehkan ketika efek polimer pada titik cloud (CP) ditentukan. • Variasi titik cloud (CP) tergantung pada jumlah grup ethylene oksida pada surfaktan (n). Semakin meningkat jumlah n, kelarutan surfaktan juga meningkat sehingga titik cloud menjadi tinggi. • Surfaktan TX-405 dengann n=40 memiliki titik cloud lebih besar dari 100⁰C, sedangkan TX-45 dengan n=5 memiliki titik cloud lebih kecil dari 0⁰C. • Titik cloud dari surfaktan non-ionic adalah fungsi dari konsentrasi surfaktan. Prosedur Percobaan • Gambar 1 adalah profil dari titik cloud (CP) surfaktan TX-100 sebagai fungsi dari konsentrasi surfaktan. • Titik cloud (temperature cloud) 70,5⁰C pada konsentrasi surfaktan 200 ppm. Temperature cloud menurun karena konsentrasi surfaktan naik pada 500 ppm. • Setelah melebihi 500 ppm, temperature cloud tidak berubah signifikan hingga konsentrasi surfaktan mencapai 20.000 ppm. • Oleh karena itu, konsentrasi surfaktan 20.000 ppm digunakan pada semua percobaan. Hasil dan Diskusi • Pengaruh dari garam inorganic - Pengaruh garam inorganic ditinjau pada surfaktan TX- 100 dan TX-405, sedangkan TX-45 dan TX-114 tidak ditinjau karena temperature cloud dari surfaktan tersebut lebih rendah dari temperature ruang.
- Gambar tersebut menggambarkan pengaruh dari 3
garam klorida dan tetrasodium EDTA pada temperature cloud TX-100.
- EDTA adalah chelating agent yang biasanya digunakan
dalam industry minyak untuk mengontrol pengendapan besi, untuk menghilangkan kerak kalsium sulfat dan menstimulasi reservoir karbonat.
- Temperatur cloud dari TX-100 menurun dengan
penambahan sodium klorida (NaCl), kalsium klorida (CaCl2) dan Aluminum klorida (AlCl3), tapi hanya sampai konsentrasi garam mencapai 5 wt%. Hasil dan Diskusi
• Pengaruh dari garam inorganic
- Pengaruh garam inorganic ditinjau pada surfaktan TX- 405 yaitu temperature cloud surfaktan non-ionic menurun karena kehadiran dari garam didalam reservoir. - Kalsium dan aluminium klorida menyebabkan sedikit perubahan pada temperature cloud daripada ion sodium. Hasil dan Diskusi • Pengaruh asam - Beberapa formula asam digunakan untuk memperbaiki injeksi dan produksi dari sumur yang rusak. - Asam digunakan untuk melarutkan material partikulat yang mungkin tersumbat pada formasi. - HCl digunakan pada reservoir karbonat, sementara kombinasi HCl dan asam hydrofluoric digunakan untuk menstimulasi formasi batuan sandstone. - Pada beberapa kasus, asam organic (asam asetat) digunakan untuk menstimulasi proses. - Penambahan HCl hingga 1 wt% tidak memberikan efek yang signifikan pada temperature cloud TX-100, namun pada konsentrasi lebih dari 1 wt% temperature cloud meningkat dengan meningkatnya koonsentrasi HCl dan melebihi 100oC pada konsentrasi HCl 9.7 wt%. - Pada TX-114, temperature cloud juga meningkat dengan pertambahan konsentrasi asam dan mencapai 80oC pada konsentrasi asam hydrochloric 15 wt%. Hasil dan Diskusi • Pengaruh Alkalis - Secara umum, penambahan alkalis pada setiap jenis surfaktan dapat menurunkan temperature cloud.
- Surfaktan TX-405 dengan n=40 merupakan surfaktan yang paling
berpengaruh dengan penambahan sodium hydroxide.
- Sehingga, rentang batasan alkali diperlukan untuk surfaktan non-
ionic dan harus diperhatikan ketika surfaktan tersebut digunakan pada alkali/surfaktan (AS) flooding untuk memperoleh minyak sisa dari injeksi air. Hasil dan Diskusi • Pengaruh kombinasi pH dan konsentrasi asam
- Penambahan Sodium Klorida (NaCl) menurunkan
temperature cloud untuk semua rentang pH surfaktan.
- Namun, surfaktan TX-405 lebih berpengaruh dari pada TX-
100.
- Penaruh ini harus diperhatikan saat menggunakan surfaktan
non-ionic tertentu pada injeksi alkali/surfaktan (AS) (nilai pH tinggi) atau proses stimulasi (nilai pH rendah). Hasil dan Diskusi • Pengaruh polimer pada kondisi netral dan alkali.
- Pengaruh sodium klorida pada temperature cloud dari
surfaktan TX-100 saat penambahan anionic polymer.
- Temperature cloud menurun pada penambahan konsentrasi
polymer anionic dan konsentrasi sodium chloride dan sodium hydroxide yang semakin tinggi. Hasil dan Diskusi
• Pengaruh penambahan biocides - Biocides ditambahkan pada chemical slug
(polimer, surfaktan, dll) untuk mengurangi degradasi dari bahan tersebut dari bakteri yang ada dalam reservoir.
- Hasil tersebut menunjukkan bahwa 2 biocides
(tipe aldehid) dapat ditambahkan pada surfaktan non-ionic tanpa memberikan pengaruh yang signifikan pada temperature cloudnya. Hasil dan Diskusi
• Pengaruh Scale Inhibitor (penghambat kerak)
Penambahan scale inhibitor hingga konsentrasi
3% tidak memiliki efek pada temperature cloud dari surfaktan TX-100 Hasil dan Diskusi • Pengaruh urea dan alcohol rantai pendek - Penambahan urea meningkatkan temperature cloud dari jenis surfakatan. Tergantung pada jumlah grup ethylene oksida (n) dalam surfaktan dan konsentrasi sodium clorida. - Metanol dapat larut dalam air, sehingga dapat mencapai kelarutan TX-100 dan meningkatkan temperature surfaktan. Hasil dan Diskusi • Pengaruh Surfaktan anionik - Mencampurkan dua surfaktan dengan grup hydrophilic yang berbeda biasa dilakukan untuk meningkatkan sifat (kemampuan) dari surfaktan. - SDS (surfaktan an ionic) dapat mencapai temperature cloud pada kondisi larutan surfaktan yang netral maupun alkali pada konsentrasi sodium klorida rendah. - Dengan demikian, SDS dapat menurunkan temperature cloud point pada konsentrasi sodium klorida yang tinggi. - SDS dapat mencapai temperature cloud pada surfaktan TX-45 (n=5) dengan konsentrasi SDS >0.8%. Hasil dan Diskusi
• Efek dari pelarut yang sama
- Pelarut yang digunakan seperti ethylene glycol
monobuthyl ether yang mengandung grup dengan daya larut yang tinggi seperti alcohol dan ether. - Pengaruh pelarut pada temperature cloud tergantung pada konsentrasi dari pelarut dan jumlah dari ethylene oksida yang ada pada surfaktan. Kesimpulan • Bahan kimia yang terdapat pada lapangan minyak menurunkan temperature cloud dari surfaktan non-ionic. • Beberapa additive yang dapat digunakan untuk mencapai temperature cloud adalah jumlah grup ethylene oksida dari surfaktan, salinitas, dan pH dari larutan surfaktan. Jurnal III Pendahuluan • Setiap jenis surfaktan non-ionic memiliki grup oxyethylene sebagai sisi polar (polar head), sehingga grup oxyethylene dilambangkan sebagai E. Dirumuskan sebagai CmEn, dimana n adalah sisi hydrophilic dan m adalah sisi hydrophobic. • Satu sisi yang diperhatikan pada surfaktan non-ionic dibandingkan dengan surfaktan tipe lain yaitu kelarutannya menurun dengan meningkatkatnya temperature. • Observasi umum dilakukan pada saat larutan surfaktan non-ionic dipanaskan, surfaktan mulai menyebar dengan cepat pada rentang temperature minyak yang telah ditentukan. Setelah itu larutan surfaktan menjadi cloudy. • Wilayah larutan isotropic yaitu dibatasi dengan temperature tinggi oleh kurva cosolute yang rendah, pada wilayah ini terjadi pemisahan fasa menjadi fasa larutan yang kaya surfaktan (surfactant-rich) dan miskin surfaktan (surfactant- poor). Mulanya terjadi pemisahan fasa ditandai oleh larutan yang mulai membentuk cloud. Cloud Point (Cloud temperature) • Temperatur clouding (titik cloud) tergantung pada panjang rantai polyoxyethylene (n) namun juga dipengaruhi oleh ukuran hydrophobe nya. • CP diukur pada konsentrasi larutan tertentu (biasanya 1% berat). • CP dari C12E8 adalah sekitar 80⁰C , 50⁰C untuk C12E6 dan 10⁰C untuk C12E4. • Untuk rantai polyoxyethylene yang pendek, biasanya surfaktan tidak terlarut (insoluble) bahkan temperature beku nya dibawah temperatur air, maka CP adalah dibawah 0⁰C. • Gambar berikut adalah CP pada surfaktan dengan berat tertentu di plotkan sebagai fungsi jumlah unit oxyethylene untuk surfactants C12 Perumusan pertumbuhan miscellar. • Luzzati dan lainnya melakukan penelitian mengenai kondisi micelles (konsentrasi, panjang rantai alkil, garam, temperature) menjadi kecil (spherical) atau besar (rod-like, thread-like, silinder). • Ukuran micelle, aggregasi micelle, pemisahan fasa dan fluktuasi kritikal adalah pengaruh yang penting untuk sistem surfaktan. Non-ionic surfactant self assembly
Struktur surfaktan yang
terbentuk dipengaruhi oleh 2 parameter yaitu : panjang rantai EO dan temperature. Anomali temperature untuk surfaktan non- ionik Beberapa aspek dari surfaktan non-ionic yang dipengaruhi oleh peningkatan temperature. - Penurunan CMC - Peningkatan penyerapan pada permukaan padatan dan cairan dan lapisan yang terserap menjadi lebih padat (compact) - Perubahan interaksi antara permukaan surfaktan dan cover dari repulsive menjadi attractive - Kestabilan koloid hilang - Perubahan struktur mikoemulsi dari minyak dalam air (oil-in-water) menjadi air dalam minyak (water-in-oil) - Penurunan hidrasi - Pada temperature rendah, bentuk emulsi yaitu oil-in-water, sementara water-in- oil dibentuk pada temperature tinggi. Mekanisme interaksi • Mekanisme interaksi surfaktan dimulai dengan meninjau keseimbangan interaksi antara hidrofobik dan hidrofilik supaya EO mengandung molekul yang dapat larut dalam air atau hamper semua larut dalam air. • Efek dari perubahan temperature adalah untuk menyesuaikan interaksi molekul surfaktan dan menurunkan kelarutan pada suhu yang tinggi. • Keseimbangan konformasi dari rantai EO adalah hal yang penting untuk ditinjau. Pada suhu rendah, konformasi yang cenderung untuk EO adalah ikatan C-C “gauche” dan ikatan C-O “anti”. Mekanisme interaksi • Konformasi seperti itu memiliki momen dipol yang besar, berat statistic yang rendah, dan dapat berinteraksi dengan air. • Dengan meningkatnya temperature maka jumlah formasi yang kurang polar lebih meningkat sehingga interaksi dengan air berkurang (tidak larut dengan air). • Clouding dapat terjadi pada PEG (polyethylene glycol), poloxamers, selulosa dan juga turunan selulosa. Clouding sangat tergantung pada kosolut - Tujuan pada bagian ini untuk melihat hubungan antara pengaruh yang teramati pada CP dari sistem yang mengandung EO dan interaksi antarmolekul antara kosolut dan air dan molekul yang mengandung EO. - Mekanisme pengujian yang dilakukan yaitu mengasumsikan bahwa kosolut tidak dapat berdisosiasi menjadi ion. Untuk kosolut jenis tersebut maka ada dua kasus pembatas. - Yang pertama adalah kosolut nya dapat larut baik dalam sistem EO maupun air. Pada kondisi ini akan diamati pengaruh kosolut nya yaitu apakah terjadi perubahan kelarutan karena jumlah kontak EO-air yang berkurangang akibat adanya kosolut. - Karena kosolut berinteraksi baik dengan air dan molekul yang mengandung EO maka kelarutan akan meningkat. Kelarutan yang meningkat menandakan CP juga meningkat. Observasi pengaruh kosolut terhadap clouding • Pengaruh penambahan kosolut netral diilustrasikan dengan pengaruh penmbahan alcohol sederhana. • Alkohol yang larut dalam air menurunkan kepolaran dari pelarut dan meningkatkan CP. CP meningkat dari methanol ke propanol. • Alkohol yang kurang larut dalam air memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap surfaktan, CP menurun dari pentanol ke oktanol. • Pengaruh penambahan elektrolit inorganic pada CP disajikan pada gambar 7. • Pengaruh pada CP terjadi oleh anion, CP meningkat pada anion yang lebih besar dan menurun pada anion yang lebih kecil. Mekanisme yang dianjurkan : Analisa dan Observasi langsung dari aspek molekul • Model pertama yaitu chlorate model dimana model yang mengasumsikan bahwa interaksi antara EO dan air tergantung pada struktur air dan struktur tersebut merubah keefektifan dari interaksi air-EO. • Model kedua yang dianjurkan karena adanya clouding pada surfaktan non- ionic adalah mekanisme berdasarkan perubahan rantai EO ke konformasi ikatan C-C dan C-O ketika temperature diubah dan pelarut diubah. • Pada suhu rendah dan pelarut polar, jumlah konformasi ‘gauche” ikatan C-C lebih tinggi, • Pada suhu tinggi dan kurang pelarut polar, jumlah konformasi ikatan-C-C kurang banyak. • Kriteria tersebut dikategorikan pada komformasi yang memiliki kepolaran local yang tinggi (high local polarity). Jurnal III Pendahuluan • Batuan karbonat terdapat sekitar 20% dari kerak bumi dan memiliki 40% dari cadangan minyak konvensional di dunia, dan hampir 20% nya terdapat minyak berat (heavy oil),minyak ekstra berat (extra heavy oil), dan aspalt (bitumen). • Lebih dari 40% produksi minyak di dunia berasal dari reservoir karbonat (Naturally Fractured Carbonate Reservoirs (NFCRs)). • Hasil produksi minyak dengan etode primary dan secondary dalam recovery faktor (RF) tidak lebih besar dari 0,45. Artinya lebih dari 50% OOIP minyak masih terperangkap pada batuan reservoar sebagai sisa dari minyak karena masalah mobilitas dan tekanan kapiler. • Oleh karena itu, implementasi metode tersier Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah metode yang dapat memproduksi sumber minyak yang sangat besar tsb. • Injeksi surfaktan adalah salah satu metode chemical flooding EOR yang bertujuan untuk menurunkan rasio mobilitas dengan mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air sehingga dapat mengalirkan minyak sisa ke sumur produksi. • Proses ini dilakukan dengan cara penyerapan oleh surfaktan pada batuan reservoir. Pendahuluan • Surfaktan dikategorikan pada kelompok yang berbeda berdasarkan sifat ionic dari headgroupnya, yaitu surfaktan anionic, kationik, nonionic, dan zwitterionik. • Surfaktan non-ionic jenis surfaktan yang tidak mudah menguap dan aman sebagai alternative yang sesuai untuk pelarut karena kemampuannya untuk memisahkan komponen organic dari sampel padat. • Sifat ini membuat surfaktan non-ionic sebagai surfaktan yang cocok untuk memisahkan senyawa polar dan non-polar dari material padat yang berbeda seperti pemisahan senyawa aromatic hydrocarbon dari fasa lingkungan padat. • Faktor lain yang mempengaruhi tingkat adsorpsi surfaktan adalah daya permukaan batuan, antarmuka cairan dan struktur surfaktan. Adsorpsi Surfaktan • Adsorpsi surfaktan dalam sistem berpori biasanya terjadi melalui peristiwa kompleks seperti perpindahan massa dan reaksi. • Adsorpsi surfaktan yaitu peristiwa dimana terjadi perpindahan molekul surfaktan dari fasa bulk ke batas fasa antarmuka padat-cair. • Peristiwa ini dapat disebut sebagai surfaktan lebih cenderung pada fasa antarmuka daripada fasa bulk. • Jika konsentrasi surfaktan meningkat, maka monomer surfaktan yang teradsorpsi cenderung menjadi agregat dan membentuk struktur mirip micelle. Tergantung pada jumlah lapisan dari agregat surfaktan, micelles disebut admicelle jika satu lapisan dan hemimicelles jika 2 lapisan. Adsorpsi Surfaktan • Gaudin dan Fuerstenau (1995) menjelaskan bahwa ketika micelle membentuk aggregat pada permukaan padat, laju adsorpsi dapat meningkat hingga antarmuka padatan ditutup semua oleh dua lapisan surfaktan. Dengan menggunakan konsep CMC (critical micelle concentration). • Pada penelitian ini ingin ditinjau mekanisme adsorpsi dari surfaktan Glycyrrhiza Glabra pada permukaan batuan karbonat. • Glycyrrhiza Glabra adalah surfaktan non-ionic baru yang akan diimplementasikan untuk aplikasi EOR pada batuan karbonat. • Data kesetimbangan adsorpsi yang dilakukan berdasarkan model kinetika adsorpsi Langmuir, Freundlich, Temkin, dan linear. • Hasil pemodelan berguna sebagai kriteria dalam memilih surfaktan untuk EOR dan rencana stimulasi reservoir batuan karbonat. Bahan (Surfaktan yang digunakan)
Glycyrrhiza Glabra adalah pohon kecil yang
bercabang dan berduri yang umumnya ditemukan di Yordania, Iran, Irak, dan Mesir.
Konsentrasi saponin pada Glycyrrhiza Glabra
cukup tinggi yaitu 25 wt%. Surfaktan Glycyrrhiza Glabra • Saponin adalah surfaktan alam yang terdapat pada 500 jenis tanaman. • Molekul saponin terdiri dari bagian hydrophobic dan hydrophilic. • Kelompok hydrophobic terbuat dari triterpenoid atau steroid dan bagian hydrophilic mengandung banyak sakarida yang bergabung dengan ikatan hidrofobik melalui ikatan glikosida. • Surfaktan ini memiliki struktur molekul lipofilik dan hydrofilik yang sama dengan surfaktan sintestis lainnya yaitu lipoptida biosurfaktan, alkil poliglikoksida, dan alkil sulfat surfaktan. • Surfaktan diekstrak dari daun tanaman Glycyrrhiza Glabra dengan cara spray dryer. Serbuknya berwarna coklat muda dan dapat larut dalam air dan alcohol. Adsorben • Batuan Karbonat yang diambil dari lapangan minyak Azadegan yang berlokasi di Persian Gulf. • Batuan karbonat dihancurkan menggunakan jaw crusher menjadi partikel partikel yang kecil. • Batuan kecil dikeringkan pada suhu 105oC. • Komposisi mineral dari batuan karbonat diuji dengan XRD yang menghasilkan, calcite (65,38 wt%), dolomite (3,13 wt%), orthoclase (28,89 wt%), clay (1.83 wt%) dan mineral lainnya (0.77 wt%). Metoda Penelitian • Surfaktan Glycyrrhiza Glabra dilarutkan dalam air, dengan konsentrasi yang dibutuhkan 1000, 5000, 10000, 15000, 20000, 40000, 50000, 60000, 70000, and 80000 mg/L. • Batuan karbonat dicampurkan dalam larutan surfaktan dan diukur laju adsorpsinya. Hasil dan Diskusi • Parameter Penting Kuantifikasi (perhitungan) CMC penting untuk mengetahui permukaan kimia yang aktif dari Glycyrrhiza Glabra dalam zat terlarut dan mekanisme adsorpsi surfaktan pada permukaan adsorben. Ketika konsentrasi surfaktan dinaikkan hingga mencapai nilai tertentu, maka molekul dan ion-ionnya akan mendekati reaksi asosiasi dan aggregasi untuk membentuk miselle sebagai perubahan dalam konduktivitas yang diamati.
Pengukuran menunjukkan misel berubah menjadi polidispersi, dan perubahan substansial
dalam aktivitas monomer terjadi pada konsentrasi yang lebih besar dari CMC.
Peningkatan konsentrasi surfaktan menyebakan meningkatnya kemampuan adsorpsi dari
surfaktan pada sampel karbonat. Hal ini karena ada peningkatan pada gradient konsentrasi antara bulk dan permukaan batuan karbonat. Adsorpsi Isotherm • Nilai R2 pada data menyatakan bahwa model adsorpsi yang cocok dengan data eksperimen adalah model isotherm Freudlich dan Langmuir. Glycyrhiza Glabra vs Common Surfactant • Harga surfaktan alkyl poliglikoksida dan alkil sulfat biasanya yang dikembangkan di industry sekitar 3.0 dan 5.0 US$ per kg, sedangkan harga surfaktan glycyrhiza glabra sebagai surfaktan non-ionic baru memiliki harga yang tidak mahal yaitu 1.5 – 2.0 US$ per kg. • Glycyrhiza glabra adalah surfaktan alami, biodegradable, ramah lingkungan dibandingkan dengan surfaktan pada umumnya yang ada di industri perminyakan. • Nilai adsorpsi surfaktan Glycyrhiza glabra berdasarkan titik CMC adalah 4 mg/g, tergolong ke surfaktan yang memiliki nilai adsorpsi yang rendah (3-8 mg/g). • Glycyrhiza glabra dapat mencapai nilai IFT yang lebih rendah. Persentase pengurangan IFT yaitu 69% untuk surfaktan Glycyrhiza glabra sedangkan alkyl poliglikoksida dan alkil sulfat adalah 52% dan 41%. Aspek biaya dan lingkungan • Glycyrrhiza glabra adalah substansi aktif permukaan yang ditemukan pada negara penghasil minyak yaitu iran. • Harganya tidak mahal dan mudah tersedia. • Komponen surfaktan tidak berbahaya karena alami dan sangat ramah lingkungan Potensi Aplikasi Surfaktan Glycyrrhiza glabra untuk EOR • Project EOR ASP (Alkali, Surfactant, Polimer) dan SP (Surfactant- polimer) pada formasi sandstone dan karbonat yang terdpat di Delaware Childers Fields (Oklahoma), Lawrence Field (Illionis), Nowata Field (Oklahoma), Grayburg Carbonate (Texas). • Surfaktan Glycyrrhiza glabra dapat diaplikasikan pada reservoir minyak sandstone dan karbonat di Amerika utara. • TERIMA KASIH