Anda di halaman 1dari 11

WIGATI NURHIDAYAH (312 11 005)

INDRIANI MANGIRI ( 312 11 023)


 Ruang Lingkup Kecelakaan pada Pekerjaan
Konstruksi
 Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan pada
Pekerjaan Konstruksi
 Upaya Mencegah Terjadinya Kecelakaan pada
Pekerjaan Konstruksi
Pada proyek konstruksi, kecelakaan kerja yang terjadi dapat menimbulkan
kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara
alamiah. Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama
program keselamatan dan kesehatan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia
produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard
keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara
lain di kawasan Asia Tenggara.
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan pelatihan, kurangnya pengawasan,
kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang
kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri
konstruksi.

Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang


disediakan untuk merencanakan, melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja
serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda
keseimbangan dinamis.
Di dalam pelaksanaan keamanan kerja konstruksi banyak pihak terlibat

terutama pihak kontraktor yang secara langsung paling bertanggung jawab

dalam pelaksanaan konstruksi sekaligus paling menerima risikonya. Berkaitan

dengan pelaksanaan keamanan kerja konstruksi, kontraktor adalah pihak yang

secara langsung dan lengkap terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian. Pihak konsultan pengawas pekerjaan konstruksi mempunyai

kewajiban melakukan pengawasan terhadap semua langkah dan penerapan

keamanan kerja konstruksi telah dilakukan.


Terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi kemungkinan besar
diakibatkan oleh :

(1) tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode


pelaksanaan yang kurang tepat,
(2) lemahnya pengawasan K3
(3) kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri
(4) kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3

Selain itu, faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi


bangunan tinggi, dapat pula ditinjau dari faktor manusia, factor lingkungan dan alat
kerja, serta faktor peralatan keselamatan kerja. Pelaksana atau pihak manajemen
proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut
saling berhubungan satu sama lain.
Ada beberapa hal yang dianggap dapat berpengaruh terhadap tindakan manusia (faktor
manusia), yaitu pembawaan diri, persoalan atau masalah pribadi, usia dan pengalaman kerja,
perasaan bebas dalam melaksanakan tugas, serta kondisi/keletihan fisik para pekerja.
Sedangkan yang dimaksud dengan factor lingkungan dan alat kerja adalah kondisi lingkungan
yang dapat mempengaruhi atau mendukung kualitas kerja di lapangan, yang juga perlu
diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yang berkaitan dengan factor
lingkungan adalah:

• Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan terganggunya konsentrasi pekerja.

• Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja, sehingga menurunkan efektivitas
kerja.

•Cuaca (panas, hujan).

Peralatan keselamatan kerja adalah salah satu factor penting yang seringkali diabaikan, baik
oleh pihak manajemen proyek maupun dari pihak pekerja atau buruh, akibat kurangnya
kesadaran akan pentingnya menggunakan peralatan keselamatan kerja untuk meminimalisir
angka kecelakaan kerja.
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja).

2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk


mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah
menimbulkan gangguan pada pekerja.

3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja


diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka
tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di
tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar
mereka mentaatinya.

5. Penggunaan pakaian pelindung

6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya


proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian
mesin yang sangat bising.

7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa


dapat dihisap dan dialirkan keluar.

8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang


berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang


kerja sesuai dengan kebutuhan.
 Peristiwa ini dialami oleh salah seorang
pekerja pabrik manufacturing di Semarang.
Pada saat itu sang karyawan memang kurang
memperhatikan kedisiplinan kerja

Anda mungkin juga menyukai