Vak Im 13-KIPI-PP
Vak Im 13-KIPI-PP
Latar Belakang
Imunisasi : upaya pencegahan penyakit yg paling efektif
& berdampak thd peningkatan kes masyarakat.
Cakupan imunisasi yg tggi, mk penggunaan vaksin jg
meningkat & sbg akibatnya kejadian yg berhub dg
imunisasi jg meningkat.
Penting diket apakah kejadian tsb bhub dg vaksin yg
diberikan ataukah terjadi scr kebetulan.
KIPI atau reaksi samping atau adverse events
following immunization (AEFI) adalah semua
kejadian sakit yg terj setelah menerima imunisasi.
Mengetahui hub ant imunisasi dg KIPI diperlukan
pencatatan & pelaporan semua reaksi samping yg
timbul stlh pemberian imunisasi (surveilans KIPI).
Surveilans KIPI sgt membantu program imunisasi,
khususnya utk memperkuat keyakinan masy akan
pentingnya sbg upaya pencegahan penyakit yg
paling efektif.
Himbauan WHO thd pemantauan KIPI tertuang pd
pertemuan WHO –SEARO th 1996 dg rekomendasi
sbb:
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) hrs memp
perencanaan rinci & terarah shg dpt mbrk
tanggapan segera pd lap KIPI.
Setiap KIPI berat hrs dlkk analisis oleh tim yg t d :
para ahli epidemiologi & profesi (di Indonesia oleh
Komite Nasional Pengkajian & Penanggulangan
KIPI= KN PP KIPI), dan temuan tsb hrs
disebarluaskan melalui jalur Program
pengembangan Imunisasi (PPI) dan media masa.
Setiap KIPI berat hrs dlkk analisis oleh tim yg t d : para ahli
epidemiologi & profesi (di Indonesia oleh Komite Nasional
Pengkajian & Penanggulangan KIPI= KN PP KIPI ), dan
temuan tsb hrs disebarluaskan melalui jalur Program
pengembangan Imunisasi (PPI) dan media masa.
PPI hrs sgr memberikan tanggapan scr cepat & akurat kpd
media masa perihal KIPI yg terjadi.
Pelaporan KIPI tt mis : Abses, BCG itis, hrs dipantau demi
perbaikan penyuntikan yg benar di kmd hari.
PPI hrs melengkapi petugas lap dg formulir pelaporan kasus,
definisi KIPI yg jelas & instruksi yg rinci perihal jalur
pelaporan.
PPI perlu mengkaji lap kasus KIPI dr pengalaman dunia
internasional shg dpt memperkirakan bsr masalah KIPI yg
dihadapi.
TUJUAN
1. Dapat menemukan kasus KIPI mel jalur lap yg
efektif dan Efisien.
2. Dapat mengetahui jenis dan pola kasus KIPI dg
cepat dan tepat.
3. Dapat menangani kasus KIPI scr komprehensif.
4. Memberikan pengertian ttg KIPI dan
menentramkan lingkungan masy di daerah
sasaran program dan lingkungan sekolah.
5. Menghimpun data KIPI di Indonesia.
KEBIJAKAN
1. Setiap kasus KIPI atau yg dilaporkan sbg KIPI
oleh petugas maupun oleh masy hrs dilacak,
dicatat dan ditanggapi.
2. Setiap kasus KIPI sdpt mungkin diupayakan
pengobatannya di fasilitas pelayanan
pemerintah.
3. Utk setiap kasus KIPI, masy berhak utk mendptk
penjelasan resmi atas hsl penelitian resmi yg
dilakukan pemerintah dan penanggung jawab
program.
4. Pemda turut dlm penanggulangan KIPI
didaerahnya
DIFINISI KIPI
Adalah semua kejadian sakit &kematian yg terjadi
dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
Pd kead ttt lama pengamatan KIPI dpt mencapai
42 hr (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella),
atau bahkan sampai 6bln .
P.u nya reaksi thd obat & vaksin dpt mrpk reaksi
simpang , atau kejadian lain yg bukan terjadi
akibat efek lgs vaksin. Reaksi simpang vaksin ant
lain dpt berupa efek farmakologi,efek samping,
interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi dan
reaksi alergi yg umumnya terjadi krn potensi
vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merup
kepekaan seseorang thd unsur vaksin dg latar
belakang genetik.
Kejadian yg bukan disbbk efek samping dpt terjadi
krn kesalahan tehnik pebuatan, pengadaan &
distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan
prosedur &tehnik pelaksanaan imunisasi, semata-
mata kejadian yg timbul scr kebetulan.
Persepsi awal & jg kalangan petugas kes biasanya
menganggap semua kelainan dan kejadian yg
dihubungkan dg imunisasi sbg reaksi alergi thd
vaksin.
Akan ttp telaah lap KIPI oleh Vaccine Safety
Comittee, Institute of Medicine (IOM) USA
menyatakan bhw sebag bsr KIPI terjadi scr
kebetulan saja (koinsidensi).
Kejadian yg memang akibat imunisasi tersering
adalah akibat kesalahan prosedur & tenik
pelaksanaan (programmatic error).
EPIDEMILOGI KIPI
KIPI akan timbul setelah pemberian vaksin dlm
jumlah bsr.
Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan
mel fase uji klinis yg lazim yi: fase 1,2,3, dan 4.
Uji klinis fase 1 dilakukan pd binatang percobaan
sedangkan fase selanjutnya pd manusia.
Uji klinis fase 2 untuk mengetahui keamanan
vaksin (reactogenicity and savety), sedangkan pd
fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji efektivitas
(imunogenisitas) vaksin.
Uji klinis 4 dg sample besar yg dikenal sbg post
marketing surveillance (PMS). Tujuan PMS adalah
utk mengetahui keamanan vaksin stlh pemakaian
yg cukup luas di masyarakat (program imunisasi).
Telah terbukti pemberian imunisasi dpt menurunkan
angka kejadian suatu peny bahkan melenyapkan
penyakit. Contoh musnahnya peny cacar. Pola
eradikasi cacar dpt diterapkan utk peny lain yg bbhy
yaitu peny yg dpt menimbulkan kematian &
kecacatan.
Pada saat insidens peny msh tinggi (jml kasus byk)
imunisasi blm dilakukan shg KIPI blm menjadi
masalah.
Imunisasi telah menjadi progr makin lama cakupan
makin meningkat yg berakibat penurunan insidens
peny. Meningkatnya kasus KIPI dpt menurunkan
kepercayaan masy thd program imunisasi.
Kepercayaan masy akan timbul kbl apabila
kasus dpt diselesaikan dg baik yi : pelaporan &
pencatatan yg baik, penanganan kasus KIPI
segera, & pemberian ganti rugi yg memadai.,
cak imunisasi yg tg akan tercapai kbl & diikuti
penurunan angka kejadian penyakit.
Keberhasilan imunisasi akan diikuti dg
pemakaian vaksin dlm dosis besar. Namun pd
perjalanan progr imunisasi akan memacu
proses maturasi persepsi masy sehub dg efek
samping vaksin yg mungkin timbul shg
berakibat munculnya kbl peny dlm btk
kejadian luar biasa. (KLB).
ETIOLOGI
Tidak semua kejadian KIPI dsbbk oleh imunisasi krn sbag
bsr ternyata tdk ada hubungannya dg imunisasi.
Krn itu utk mntk KIPI diperlukan ket :
1. Besar frekwensi kejadian KIPI pd pemberian vaksin ttt.
2. Sifat kelainan tsb lokal atau sistemik.
3. Derajad sakit resipien, apakah memerlukan perawatan,
menderita cacat, atau mbbk kematian.
4. Apakah penyebab dpt dipastikan,diduga,atau tdk
terbukti.
5. Apakah dpt disimpulkan bahwa KIPI berhub dg vaksin,
kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur.
Komnas PP-KIPI mengelompokkan etiologi dlm 2
klasifikasi :
1. Klasifikasi Lapangan menurut WHO Western Pasific (1999)
utk petugas kesehatan di lapangan
Memilah KIPI dlm 5 kelompok penyebab:
a. Kesalahan program/tehnik pelaksanaan (programmatic
errors).
Sebag bsr kasus KIPI berhub dg masalah progr & tehnik pelaks
imunisasi yg meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan & tata laksana pemberian vaksin.
b. Reaksi suntikan.
Semua gej klinis yg terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
lgs maupun tdk lgs hrs dicatat sbg reaksi KIPI.Reaksi lgs : rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pd bekas suntikan. Sdg tdk lgs :
rasa takut, pusing, mual sampai sinkope.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin ).
Pd umumnya sdh dpt diprediksi krn merup reaksi simpang
vaksin & scr klinis biasanya ringan. Walaupun bs terjadi
hebat spt reaksi anafilaksis sistemik dg resiko kematian.
d. Faktor kebetulan (koinsiden).
Kejadian yg timbul scr kebetulan saja stlh imunisasi.
Indikator factor kebetulan ini ditandai dg ditemukannya
kejadian yg sama di saat bersamaan pd kelomp populasi
setempat dg karakteristik serupa tetapi tdk mendapat
imunisasi.
e. Penyebab tdk diketahui.
Bl kejadian/ masalah yg dilaporkan blm dpt
dikelompokkan kedlm salah satu penyebab, mk sementara
dimskk kdlm kelomp ini sambil menunggu informasi lbh
lanjut.
2 .Klasifikasi kausalitas menurut Institute of Medicine
(IOM ) 1991 membuat telaah & publikasi ttg KIPI
pertusis & rubella yg serius krn byknya lap KIPI yg
dihub vaksin pertusis & DPT.
Jumlah kasus KIPI akan meningkat sejalan dg peningkatan pemakaian vaksin.Dalam menganalisa hub
antara KIPI dg batch vaksin tertentu, pastikan angka pembanding / denominator yg digunakan akurat, hsl
analisa selalu ratio dan bukan jumlah laporan yg dievaluasi.
2. Hambatan untuk melapor.
Petugas kes di daerah mungkin tdk melapk KIPI krn alasan2 :
– Tdk mempertimbangkan bwh kejadian berhub dg imunisasi.
– Tdk menget ttg system pelaporan dan prosesnya.
– Penundaan, kurangnya perhatian atau waktu, tdk mampu menemukan
formulir laporan.
– Takut bahwa lap akan membawa seseorg pd konsekuen hukuman
perorangan.
– Merasa bersalah telah mbbk bahaya krn merasa btg jwb tgd kejadian
tsb.
– Segan utk mlap KIPI krn merasa tdk yakin dg diagnose yg dibuat.
Evaluasi medis…….??????
Petugas pelaksana perlu mengetahui ttg gejala klinis KIPI yg bervariasi dlm rentang wkt yg
berbeda-beda sesuai pengalaman emperik yg sdh dibakukan atau dikodekan oleh Institute
Of Medicine.
PENYELESAIAN MASALAH KIPI.
A.MEDIKOLEGAL.
1. Dasar hukum dan sifat hukum.
Imunisasi merup tindakan medik dlm aspek preventif dan proteksi spesifik yg
ditujukan kpd org (anak) sehat, bukan thd anak sakit Dg dmk imunisasi
ditujukan kpd Klien atau konsumen dan bukan pasien.
Bahkan dlm kead ttt, sebagaimana risiko tindakan medik lainnya-KIPI yg bersifat
cacat,darurat atau fatal kedudujan pasien tsb berubah menjadi korban ( ketika
dipersoalkan status hk nya yg berpotensi adanya gugatan hukum).
KIPI mencakup side –effect dan atau adverse effect serta after event tindakan
medik berupa imunisasi.
Difinisi dan klasifikasi serta pemastian adanya KIPI di sisi lain jg sbg penerapan
azas praduga tdk bersalah thd dokter dan tenaga kes pelaku imunisasi apbl
terjadi kejadian tsb shg dokter tetap tenang bekerja sesuai profesinya tanpa
dibayangi fobia risiko gugatan hukum.
Berbeda dg program imunisasi masal yg dilaksanakan pemerintah (vaksin dlm
rangka program) beranah hukum publik ( hukum administrasi Negara)
,Imunisasi perorangan oleh dokter swasta (mgnk vaksin non –Program)
memiliki ranah hukum perdata( walaupun bs pula memasuki ranah hk pidana)
& hk disiplin profesi.
Dalam program imunisasi masal tdt unsure kewajiban pemerintah yg mbrk
kewenangan publik kpd Depkes yg scr hk tdk bs dilawan.Dapat mewajibkan
setiap org/ warganegara dlkk imunisasi. (sesuai hak mengatur pd UU tentang
Kesehatan).
2. Analisis Hukum
• Ditinjau dr sisi subyek hukum, imunisasi swasta dlkk oleh :
a) Dokter praktek swasta yg berijin praktek sah.
b) Dokter pengganti.
c) Perawat atau tenaga kes yg bekerja di tempat praktek dokter tsb sbg
penyuntik vaksin ke klien/ pasien.
Bila terjadi gugatan/ pengaduan hukum kasus KIPI akibat
programmatic error yg dsbbk oleh suntikan perawat aatau dokter
pengganti, scr tanggung renteng perdata (vicarious liability) dokter
praktek swasta tsb dpt (ikut) digugat, kec hal itu benar2 akibat
kesalahan bersumber kompetensi mereka.