Anda di halaman 1dari 45

e rp e n

i s a n C
e n u l di
kn i k P no Sup a
T e K a r ko
Putra
Teknik Penulisan
Cerpen
Karkono Supadi
Putra
Ada dua hal utama yang
perlu diperhatikan dalam
menulis cerpen.

1. Teknik penulisan.
2. Apa yang akan ditulis.
Teknik Penulisan
Judul
Judul yang bagus adalah...

Menarik perhatian dan mengundang


rasa penasaran bagi yang
membacanya.
Menyiratkan isi.
Ditulis dengan ejaan yang benar.
Beberapa contohnya....

Jerit Sunyi Bidadari


Ijinkan Bunda Menangis
Benggel
Katastrofa Cinta
Keluhan di Ujung Maut
Sepasang Mata yang Menatap Beku
Kupas
Tuntas
Ejaan
Kutipan 1 :
“Ayah sudah pergi....,” suara ibu serupa
desahan mengalun lembut di telingaku. Aku
tatap mata teduhnya. Mendadak, aku
didekapnya erat. Tangis ibu tumpah. Aku pun
tak kuasa menahan air mataku.

Kutipan 2 :
“Apa? Ayah sudah pergi?” Tanya Andy
serasa tak percaya mendengar apa yang baru
saja di katakan Arman. Arman hanya
mengangguk pelan. Lalu, pandangannya tertuju
pada deretan bunga yang ada didekatnya.
Gegas, Andypun segera masuk ke dalam
rumah.
Kutipan 1 :
“Apa kamu sudah makan?” tanya Rika. “Sudah,” jawab
Santi datar. Lalu, Rika segera mengemasi makanan
yang tersaji di meja makan.

Kutipan 2 :
“Apa kamu sudah makan?” tanya Rika.
“Sudah,” jawab Santi datar.
Lalu, Rika segera mengemasi makanan yang tersaji di
meja makan.
Kutipan 1 :
“Kejam!”
“Lalu harus bagaimana? Aku tak kuasa menentang
kehendak orang tuamu.”
“Orang tuaku bukan menolakmu, mereka hanya
tidak mengijinkan jika kita segera menikah.”
“Tapi, kita tentu sadar, apa artinya jika kita tetap
menjalin percintaan, dan tidak segera menikah bukan?”
Ada mendung dari kedua bening matanya.
“Apa maksudmu, Mas?”
“Apa aku harus mengatakan sesuatu yang
sebenarnya kamu sudah memahaminya, Meta?”
Mendung itu kini berubah menjadi rinai gerimis.
Ada bulir bening menetes dari kedua matanya.
Penulisan judul

Surat Untuk Ayahku Di penjara


Yang Muda Yang Berjaya
Dan Malaikatpun Sujud
Surat untuk Ibu
Yang Memanggilku Putri
Duku di Situ Gintung
Ada Apa dengan Clara?
Kupas
Tuntas
Bahasa
Contoh kata-kata yang biasa :
Aku rindu padamu
Kata-kata dalam Karya Sastra yang
mempunyai rasa bahasa berbeda :
“Degup ini tak pernah menjumpa
kata akhir sebelum engkau hadir.”
Kata-kata tak biasa dari novel
Dr. Zhivago karya Boris Pasternak:

“Aku melihat ladang-ladang itu,


seperti Tuhan baru
menciptakannya hari ini
untukku.”
Contoh Aplikasi dalam Cerpen
Kata-kata biasa:
“Anak kurang ajar. Pergiii!!!” kata ibu dengan
suara keras.

Kata-kata tidak biasa yang mempunyai efek


berbeda :
“Jangan panggil aku ibu! Aku bukan ibumu.
Pergiii!!!” kali ini suara ibu serupa petir
menggelegar dengar keras, merangsek paksa ke
gendang telingaku.
Kutipan 1 :

Namun, tiba-tiba ada suara lain yang aku terlambat


mengenalinya, suara klakson dan rem mobil yang dipaksa
menjerit di telingaku. Aku tertegun. Dan sekonyong-
konyong tubuhku dihantam sesuatu, sangat cepat, sangat
keras, membuat aku melayang terpental sesaat, lalu
mendarat jatuh dengan begitu keras, di tepi sebuah parit
yang lamat-lamat tercium bau lumut. Semua itu terjadi
terlalu terbirit, tanpa sempat hadirkan tanya, sekadar
kata permisi, atau sepenggal ucap sapa. Lalu segalanya
tiba-tiba menjadi pudar. (Aku Ingin Melukis Wajahmu,
Rista Rifia Libiana)
Kupas
Tuntas
Teknik Pembuka
Rata-rata karya penulis pemula:
Kutipan 1.
Matahari begitu garang menyinari bumi.
Suasana yang begitu terik membuat banyak
orang malas untuk keluar rumah. Mereka
memilih mendekam di dalam rumah daripada
harus merasakan sengatan panas yang serasa
membakar kepala. Ditambah lagi debu-ebu
yang liar beterbangan kadang memerahkan
mata dan membuat sesak pernapasan. Belum
lagi asap-asap kendaraan bermotor yang
mengepul hitam. Sungguh siang yang tak
bersahabat.
Kutipan 2.
Sore hari yang sedikit mendung. Angin yang
beberapa waktu lalu bertiup kencang, sekarang sudah
mereda. Suasana di rumahku masih terlihat ramai.
Beberapa orang yang tidak aku kenali dengan pasti
masih berlalu lalang di depan rumah. Sementara Narti,
istriku itu masih berada di dalam kamar. Di sana ada
Joko, Anakku. Anak yang begitu aku banggakan
karena beberapa waktu ini membuat keluargaku
terkenal sampai ke pelosok desa. Namun, kini dia
sedang sakit. Aku kasihan melihat dia. Melihat
tanganya yang terus membengkak. Ah, aku sendiri
tidak tahu, ada apa sebenarnya dengan tangan anakku
itu. Padahal sebelumnya tangan itu juga baik-baik
saja.
Istriku menangis tidak karuan. Istriku sangat
mengkhawatirkan kondisi anak kami. Aku sendiri
bingung harus melakukan apa. Aku benar-benar tidak
tahu, mengapa anakku bisa sakit, padahal bukankah
batu ajaib yang selalu ada digenggaman tangannya itu
bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Tampaknya, keraguanku akan khasiat batu itu kini
mulai terbukti. Ah, aku pusing.
Bandingkan dengan yang ini!
Terlambat, Joko Sakit.
Sudah dua hari berlalu dan Joko tak kunjung sembuh.
Narti terus menemaninya di kamar dan berdoa seperti orang
kesetanan. Berdoa sambil mengelus tangan Joko yang kian
hari terus membengkak. Di tangan itu masih tergenggam
batu yang belakangan ini terkenal sampai ke pelosok desa.
Orang yang lalu lalang di kamar tidak ia pedulikan, hanya
dianggapnya menghina.
“Mereka datang hanya untuk mengolok-olok kita.
Meskipun wajah mereka sok sedih, tetapi sebenarnya
mereka senang Joko sakit.”
Aku memandang hampa wajah istriku itu. Meskipun tidak
setuju dengan ucapannya, aku diam saja. Joko mengerang
kesakitan. Lagi, untuk kesekian kali dalam satu jam ini. Narti
kian menggerung-gerung. Aku tertunduk lemas di tempatku
berdiri. Aku terlambat.
Kutipan 1.
Matahari bersinar cerah. Sinarnya
menyentuh daun-daun. Pagi telah datang. Dia
duduk di depan sebuah rumah yang mungil. Dia
adalah seorang gadis bernama Andini. Andini
telah dua bulan ini bersedih karena ayahnya
memaksanya untuk tidak melanjutkan sekolah.
Andini baru saja menyelesaikan SMU-nya
dengan nilai yang bagus. Tapi semuanya itu
tidak berarti, sebab semalam ayahnya
memaksanya untuk segera menikah dengan
juragan Darmo.
Kutipan 2
Matahari pagi menyentuh pipi Andini.
Cahayanya pucat, seperti juga daun-daun. Sepi.
Jari-jari Andini mengetuk-ngetuk kursi dengan
malas. Napasnya berat, ada bening tiba-tiba
mengalir di pipi. Ingin ia bangkit dan menangis
dengan suara parau kepada ayahnya. Ingin ia
berteriak sambil protes dan bertanya dengan
sedih: lalu apa gunanya lulus SMU dengan nilai
bagus. Tapi langit terlampau sempit bagi
Andini. Tak ada bangku kuliah, tak ada
harapan, dan tak ada lagi pertanyaan.
“Minggu depan juragan Darmo akan
melamarmu!” begitu kata ayahnya tadi malam.
Kutipan 1
Hari masih terlalu pagi tetapi kesibukan
mencetak mimpi sudah dimulai, tubuh tua itu baru
saja menjeda udara subuh yang menusuk lewat
pertemuan yang agung dengan pemilik waktu.
Seperti biasa, Pak Harjo pemilik tubuh tua itu
sudah siap dengan korannya dan kaca mata
bacanya di taman depan rumah. Pak Ming, pelayan
setianya itu sudah mulai memberi makan ikan hias
di kolam, tampak beberapa ikan berlompatan
saling berebut makanan. Dari arah dapur terdengar
suara istrinya yang membahana seperti lonceng
pagi yang berdentang, memerintah para pelayan
untuk menyiapkan aneka hidangan, maklum hari
itu mereka akan kedatangan tamu agung apalagi
kalau bukan calon besan.
Kutipan 2
Pagi yang cerah. Mendadak jantung Pak
Harjo berdegup, saat hendak mendudukkan
tubuh rentanya di kursi depan rumah terdengar
teriakan istrinya dari dalam rumah.Teriakan
bernada perintah pada pembantunya yang
hampir setiap hari didengarnya.
“Pagi Tuan...” sapaan hangat Pak Miing,
salah satu pelayan yang tengah memberi makan
ikan di kolam, membuat pak Harjo tersenyum.
Sebentar saja, lalu asyik dengan koran dan kaca
mata bacanya.
Beda antara cerpen dan novel

Talk (menyebutkan):
Dewi seketika menangis tak terkendali ketika
mendengar kucing kesayangannya digilas
buldoser.

Show (memperlihatkan):
Tetes demi tetes air bening membulir di pipi
Dewi, disambung dengan isakan tertahan dan
gerungan menyayat ketika tiba-tiba suara serak
ibunya merasuk ke dalam gendang telinganya,
“Pussie baru saja digilas buldoser, ibu belum
berani mendekatinya.”
Kupas
Tuntas
Sudut Pandang
Sudut pandang orang pertama.
Sudut pandang orang ke tiga.
Sudut pandangan campuran
Sudut pandang orang pertama

Sudut pandang orang pertama


pelaku utama.

Sudut pandang orang pertama


pelaku sampingan.
Orang pertama pelaku utama
Aku tak mungkin lupa apa yang
sudah dilakukan Rangga padaku tadi
siang. Dari kejadian itu, aku tahu
kalau Rangga sebenarnya tak pernah
mencintaiku. Lebih baik, aku
memang harus menjauh dari Rangga,
jika aku tidak mau terluka lagi.
Orang pertama pelaku
sampingan
Tengah malam, Cinta menelponku.
Diiringi derai tangis, dia menceritakan
apa yang sudah menimpanya. Rangga
memakinya di depan gerbang sekolah.
Aku sendiri tidak bisa berbuat banyak.
Sudut pandang orang ke tiga
Malam telah sempurna terlumuri warna
hitam. Tak ada bias cahaya rembulan atau
bintang menghiasinya. Kelam. Begitu juga
dengan apa yang kini Arman rasakan. Beban
berat yang harus ditanggungnya serasa
menikam dada. Dia berhadapan dengan dua
pilihan: Ibu dan istrinya.
“Mau ke rumah sakit lagi, Man?” suara
lembut Ibu Ani membuat Arman sejenak
menghentikan aktivitasnya menata barang-
barang ke dalam tasnya.
Campuran: pertama dan ke tiga
Sampai larut malam Dhimas dan
Ruben masih asyik menulis cerita
berdua.
***
Dhimas, tidakkah kamu tahu apa
yang kini aku rasa? Aku ingin, apa
yang kita tulis ini, bukan kisah fiktif
semata. Tetapi kisah kita berdua: aku
dan kamu.
Sudut pandang......
Mata teduh itu menatapku lekat. Ada bilur
mulai keluar dari kedua ujungnya. Aku ingin
menghapusnya, menenggelamkan kedukaan
yang mungkin saja menyelindap di baliknya,
menggantikannya dengan serangkum bahgia.
Aku mendekatinya. Ingin aku segera
mendekapnya. Menumpahkan rindu rendam
yang sekian lama menggelora di dalam dada.
Memohon berjuta maaf kepadanya. Mengurai
beragam kata yang tentu tak pernah cukup
untuk melukiskan segala gulana di dalam jiwa.
Kupas
Tuntas
Latar/Setting
Latar Tempat.
Latar Waktu.
Latar Suasana.
Ketika langit jingga menyemburat
di ufuk barat, seorang gadis tengah
duduk menyendiri dengan air
mata berderai di atas sebuah batu,
di tepi pantai yang sepi.
Mataku takjub menatap bangunan megah
yang berdiri di depanku. Sekilas memandang,
memberikan kesan menyenangkan dan
menyejukkan. Dinding-dindingnya merupakan
paduan tembok dan kayu yang tersusun indah.
Beberapa jendela dibiarkan terbuka lebar,
membuat udara begitu leluasa masuk ke
dalamnya, tentu sangat segar. Tirai yang terbuat
dari kain coklat muda dengan hiasan sulaman
bunga-bunga kecil di bawahnya membuat
semakin indah. Menari tertiup angin di tubuh
jendela-jendela itu. Aneka bunga dan tanaman
hijau di sekitarnya sungguh menawan, semuanya
tampak segar dan tertata rapi, menandakan villa
ini benar-benar terjaga kebersihannya dan
dirawat dengan baik.
Malam merambat, memagutku dalam
sepi tanpa gairah. Angin Kemukus mulai
nakal meniup rambutku yang panjang
tergerai. Mataku jalang menusuk rembulan
yang merekah. Purnama yang jumawa.
Namun, indah purnama serasa tak berdaya
merayuku dalam kilaunya. Aku hanya diam,
bergayut di daun jendela. Mengedarkan
pandang ke luar. Pada semburat cahaya yang
memancar dari kedai-kedai yang berjajar di
sepanjang kanan kiri jalan.
Kupas
Tuntas
Ide Cerita
Dekat dengan dunia pembaca.
Perlu untuk dibaca.
Tidak sekadar berupa curahan
hati penulis, tetapi bermanfaat
juga bagi pembaca.
Tema yang menarik untuk saat ini...

Mengandung kritik sosial.


Mengangkat warna lokal.
Jika ingin yang religius, sekalian
saja, tidak tanggung.
Contoh.....
Saat aku tengah mengajar di depan
kelas, mendadak aku dikejutkan oleh
dering dari HP yang ada di dalam saku
celanaku. Sial, aku lupa belum mengubah
deringnya menjadi getar. Hingga, dalam
ketergesaan aku sempat melihat beberapa
mahasiswa yang meringis mendengar
nada dering di HP-ku yang jadul habis.
Aku sedikit malu untuk mengambil
HP. Bagaimana tidak, HP yang aku miliki
saat ini adalah HP kuno yang aku beli lima
tahun lalu. Sementara, rata-rata
mahasiswaku memakai HP yang saat ini
tengah digandrungi, Blackberry.
Kupas
Tuntas
Ending
Lampu menyala begitu terang, menyorot tajam ke
arah Mbak Sumi yang pasrah. Detik-detik selanjutnya
begitu mencekam. Batinku ingin berteriak, jangan bunuh
sahabatku! Namun, ketika belum usai aku meredam
gundah, mendadak suara keras tembakan merangsek
paksa ke gendang teliingaku. Aku terkejut, beberapa
detik selanjutnya mencoba memberanikan diri
mengangkat wajahku.
Dan... kulihat baju putih Mbak Sumi bersimbah
darah di bagian depan. Merah menyala berlatar warna
putih bersih.Kepalanya kini lunglai menunduk. Mulutku
seperti terkunci. Bulu kudukku berdiri. Gemuruh di dada
kian menjadi. Air mata mendadak menderas membasahi
pipi. Sahabatku itu kini sudah benar-benar pergi
menghadap Illahi.
Latihan 1
Bapak tidak bisa menahan amarahnya saat mendengar
pengakuan Mbak Laras. Semua orang yang ada di ruang
tamu ini sama-sama mengekspresikan keterkejutan. Aku
sendiri juga hampir tidak percaya ketika tahu bahwa
ternyata Mbak Laras memang benar-benar hamil di luar
nikah. Lalu harus bagaimana, semua sudah terjadi?
Tangis Mbak Laras ternyata tak cukup untuk membuat
bapak maklum. Sungguh di luar yang aku kira: bapak
mengusir Mbak Laras. Meskipun ibu mengiba pada bapak
untuk tidak mengusir Mbak Laras, tetapi semua tak
membuahkan hasil. Aku sendiri tak bisa berbuat apa-apa.
Dan, aku hanya bisa menangis saat melihat kakakku yang
sangat aku sayangi itu mengemasi barang-barangnya untuk
dibawa pergi.
Jelajahi dunia dan akhirat
dengan membaca, lalu ikat
ilmu yang didapat dengan
menuliskannya!

Anda mungkin juga menyukai