Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH HUKUM LAUT

DI INDONESIA
&
UNCLOS 1982
Ordonansi Deklarasi
Hindia Djuanda
Belanda 1957
1939
TERITORIALE ZEEËN EN MARITIEME
KRINGEN ORDONANTIE
(TZMKO) 1939
“Ordonansi Hindia Belanda”
Wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di
sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai
wilayah laut sejauh 3 mil laut dari garis pantai.

Pemerintahan saat itu memperbolehkan kapal asing


dengan bebas melayari laut Nusantara yang
memisahkan pulau-pulau tersebut.

1 mil laut = 1.852 m


1. “de Nederlandsch Indische territoriale zee” (Laut
Teritorial Indonesia).
2. “Het Nederlandsch-indische Zeege bied”, yaitu Perairan
Teritorial Hindia Belanda, termasuk bagian laut
territorial yang terletak pada bagian sisi darat, laut,
pantai, daerah luar dari teluk-teluk, ceruk-ceruk laut,
muara-muara sungai dan terusan.
3. “de Nederlandsch-Indische Binnen Landsche wateren”
yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat laut
territorial Indonesia termasuk sungai-sungai, terusan-
terusan dan danau-danau, dan rawa-rawa Indoneasia.
4. “de Nederlandsch-Indische Wateren “, yaitu laut
territorial termasuk perairan pedalaman Indonesia
Peta Batas Wilayah Indonesia Berdasarkan TZMKO 1939
(sebelum Deklarasi Djuanda)
Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaya pada
tanggal 13 Desember 1957 telah
mengeluarkan keputusan yang dikenal
dengan DEKLARASI DJUANDA
 Merupakan suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan
batas wilayah laut, sehingga wilayah Indonesia merupakan suatu
kesatuan yang utuh dilihat dari berbagai aspek, yaitu aspek politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan
 Secara historis batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah
colonial Belanda, yaitu dalam Territorial Zee Maritieme Kringen
Ordonantie tahun 1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut
Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis rendah di pantai masing-masing
pulau Indonesia.
 Karenanya di antara ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas
yang membahayakan kepentingan bangsa Indonesia sebagai Negara
kesatuan.
 Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang
mempunyai corak tersendiri
 Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah
merupakan satu kesatuan
 Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi Hindia
Belanda, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia
dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
 Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia
yang utuh dan bulat
 Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas
negara Kepulauan
 Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin
keamanan dan keselamatan NKRI
 Demi kesatuan bangsa, integritas wilayah, serta kesatuan
ekonomi, ditarik garis-garis pangkal lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar.
 Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam
garis-garis pangkal lurus termasuk dasar laut dan tanah
dibawahnya serta ruang udara di atasnya, dengan segala
kekayaan didalamnya.
 Laut territorial seluas 12 mil diukur dari pulau yang terluar.
 Hak lintas damai kapal asing melalui perairan Nusantara
dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik
keamanan maupun ketertibannya
 Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia
menganut prinsip-prinsip negara kepulauan
(Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau
merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan
kawasan bebas.
 Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi
UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
 Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia
berganda dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km²
dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun
wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui
secara internasional
Peta Batas Wilayah Indonesia Setelah Deklarasi Djuanda
Pertimbangan pemerintah RI mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan

Indonesia adalah:

A. Bahwa bentuk Geografi Indonesia yang berwujud negara kepulauan, yang terdiri atas

17.480 pulau besar dan kecil yang tersebar di lautan.

B. Demi untuk kesatuan wilayah negara RI, agar semua kepulauan dan perairan (selat)

yang diantaranya merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara

pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, atau antara pulau dengan perairannya.

C. Bahwa penetapan batas perairan wilayah menurut “Teritoriale Zee en Mariteme Kringen

Ordonampie 1939” yang dimuat dalam Staatsblad 1939 No 442 pasal 1 ayat (1) sudah

tidak cocok lagi dengan kepentingan Indonesia setelah merdeka.

D. Bahwa Indonesia setelah berdaulat sebagai suatu negara yang merdeka, mempunyai hak

sepenuhnya dan berkewajiban untuk mengatur segala sesuatunya, demi untuk keamanan

dan keselamatan negara serta bangsanya.


DINAMIKA HAK LAUT INDONESIA
UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE
SEA (UNCLOS 1982)

 UNCLOS 1982 yang selanjutnya disebut Hukum Laut (HUKLA) 1982


kemudian Pemerintahan Indonesia meratifikasi HUKLA 1982
dengan UU Nomor 17 tahun 1985 bahwa Indonesia adalah Negara
Kepulauan
 Upaya mencantumkan wilayah NKRI dalam UU 1945, adalah
sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan haknya ditetapkan dengan aturan hukum
perairan.
 Salah satu hal penting yang diatur dalam UNCLOS 1982 dan terkait
erat dengan Indonesia adalah yurisdiksi dan batas maritim
internasional. UNCLOS mengatur kewenangan sebuah negara
pantai terhadap wilayah laut (laut teritorial, zona tambahan, zona
ekonomi eksklusif, dan landas kontinen). Selain itu diatur juga
tatacara penarikan garis batas maritim jika terjadi tumpang tindih
klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang
bersebelaan (adjacent) maupun berseberangan (opposite).
United Nations Convention on the Law of
the Sea atau UNCLOS, merupakan
perjanjian hukum laut yang dihasilkan
dari konferensi PBB yang berlangsung
dari tahun 1973 sampai dengan tahun
1982 yang diselenggarakan di New
York dan sudah diakui oleh 158 Negara
termasuk Indonesia.
UNCLOS I (1958)
 Tempat di Jenewa dengan peserta 86
Negara.
 Kesepakatan yang dicapai selama UNCLOS I;
 Konvensi tentang High Seas
 Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona
Tambahan
 Konvensi tentang Landas Kontinen
 Konvensi tentang Perikanan dan
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Laut
Tinggi.
UNCLOS II (1960)
Konferensi PBB pada hukum laut diadakan di
Jenewa dari tanggal 17 sampai 26 April, 1960.
UNCLOS II secara khusus dipanggil oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk menyelesaikan masalah lebar laut teritorial,
namun konferensi ini masih belum menemukan
kesepakatan antar negara peserta.
UNCLOS III (1982)
DAMPAK NEGATIF UNCLOS PADA INDONESIA

 Disamping keberadaan Indonesia yang strategis dalam


kegiatan perekonomian dunia, sosial dan budaya, negara
Indonesia pun sangat rawan untuk mengalami konflik
dengan Negara tetangga, baik yang berbatasan langsung
dengan Negara Indonesia, maupun dengan Negara yang
memang mempunyai kepentingan tertentu terhadap
Negara Indonesia.
 Negara-negara tetangga akan mengklaim suatu wilayah
laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai
wilayah kekuasaanya
 Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah
perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh negara lain
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai