Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa dapat memahami konsep dasar pemetaan sebagai dasar dalam
mempelajari bab selanjutnya.

1.2 Pendahuluan

Dalam tujuan perencanaan masalah teknis suatu daerah, berawal dari


pengumpulan informasi ataupun data penunjang perencanaan yang lebih dikenal
sebagai data sekunder bagi perencanaan itu. Dalam hal seperti ini, disadari ataupun
tidak, diperlukan pemampatan kenampakan (view) daerah obyek dalam bentuk
secukupnya (sesuai dengan keperluan). Tujuan perencanaan dapat memberikan
masukan berupa harapan ataupun keinginan atas informasi yang berbeda sesuai
dengan kebutuhannya. Ini berarti pula bahwa yang diperlukan satu perencana dengan
lainnya dapat berbeda. Walaupun demikian terdapat sekumpulan data (informasi) yang
dapat menjadi data dasar atas daerah studi (obyek), dimana data tersebut diperlukan
oleh setiap perencana dalam memperkecil keseluruhan daerah. Data yang menjadi
dasar bagi penempatan data lainnya ini dikenal dengan PETA.

Seperti yang diulas diatas, bahwa diperlukan pemampatan dan perkecilan data
daerah studi untuk mempermudah perencanaan. Perbesaran/perkecilan baru dapat
dilaksanakan dengan baik bila seluruh data dinyatakan dalam bentuk numerik.
Pernyataan suatu obyek dalam bentuk numerik, memerlukan pengukuran yang
menyatakan suatu besaran dalam satuan (unit) ataupun dimensi tertentu dengan
menggunakan alat ukur. Aktivitas merubah bentuk data dari tak terukur menjadi
numerik terukur ini, sekarang lebih dikenal dengan istilah KUANTIFIKASI atau juga
Analog to Digital Conversion. Dengan adanya data numerik ini, barulah dapat
dilakukan hitungan-hitungan matematis atas data tersebut. Salah satu masalah yang
dapat ditarik kesimpulannya adalah bahwa:

"Setiap obyek secara matematis diwakili oleh data numerik dalam suatu (unit)
tertentu"

Pendahuluan - 1
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masalah perpetaan merupakan
penggabungan 2 (dua) bentuk ataupun dunia yang berbeda dengan tujuan untuk
memudahkan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Untuk mempermudah
pengertiannya, dapat dilihat Diagram 1.1

Alarm sebagai sumber data


(bentuk analog)
DASAR-DASAR MATEMATIKA

Bentuk-bantuk Geom&trik
*Tltik
* Garis
* EJidang (area)

PENGOLAHAN OATA
nunierik}

Diagram 1.1
Konsep Dasar Pemetaan

Dari Diagram 1.1 dapat dilihat bahwa dasar matematik yang sangat
dipentingkan adalah bentuk geometrik dimana semua obyek alam dinyatakan dalam
bentuk-bentuk geometrik.

1.3 Cakupan Daerah Pemetaan

Seperti yang sudah diketahui bahwa bumi bukan merupakan bidang datar
seperti meja, melainkan merupakan benda lengkung pada permukaannya, mendekati
bentuk bola. Pada permasalahan yang lebih teliti, bumi dikatakan mendekati bentuk
ellipsoida, yaitu bentuk bola dengan "pegepengan" pada kutubnya.

Peta merupakan suatu gambaran atas obyek-obyek (sebagai besar/kecil) unsur


permukaan bumi. Penggambaran tersebut dilakukan pada bidang datar (misal kertas).
Dengan demikian, terdapat beberapa perbedaan yang sangat mendasar, dimana
permukaan bumi yang akan digambarkan berupa bidang lengkung, tetapi harus
digambarkan pada bidang datar, sehingga terdapat permukaan bumi tersebut
di"golong"kan menjadi beberapa katagori.

Pendahuluan - 2
Pembagian kategori atas permukaan bumi ini, berdasarkan asumsi/anggapan,
dimana perbedaan jarak maupun sudut pada bidang lengkung dan bidang datar, dapat
diabaikan. Hal ini berakibat pula pada bentuk ataupun persamaan matematika yang
diterapkan pada hitungan-hitungan tersebut.

Adapun pembagian permukaan bumi adalah sebagai berikut:

1. Suatu daerah dengan jarak terpanjang lebih kecil dari 55 km (< 55 km), dapat
dianggap sebagai bidang datar. Perbedaan jarak di muka bumi dengan
proyeksinya pada bidang datar dapat diabaikan sehingga muka bumi dianggap
sebagai bidang datar. Hitungan yang berlaku disini adalah penerapan persamaan
matematik bidang datar, sehingga ukuran besaran jarak maupun sudut harus
besaran pada bidang datar.
Ilmu Ukur Tanah ataupun "surveying", sebagai ilmu mendasar dalam pemetaan,
merupakan terapan dari anggapan bahwa bumi adalah bidang datar.

2. Suatu daerah dengan jarak terpanjang antara 55 km s/d 110 km, dapat dianggap
sebagai permukaan (kulit) bola, dimana jari-jari bumi dianggap sama di semua
tempat.

Hitungan yang diberlakukan disini, merupakan bentuk matematik bidang lengkung


(kulit bola). Besaran dasar untuk model matematika disini adalah besaran sudut.
3. Suatu daerah dengan jarak terpanjang lebih besar dari 110 km (110 km), dapat
dianggap sebagai permukaan (kulit) ellipsoid, dimana jari-jari bumi di equator
tidak sama dengan jari-jari bumi di kutub.

Anggapan di atas, sebenarnya tidak sesuai dengan bentuk bumi sebenarnya,


tetapi hal tersebut harus ditetapkan agar dapat dilakukan hitungan ataupun
pengolahan data secara matematis.

1.4 Sistem Proyeksi Peta

Seperti telah diulas di atas, bahwa untuk anggapan bahwa permukaan bumi
tidak datar, memerlukan perhitungan tertentu untuk menyatakan besaran-besaran
tersebut pada bidang datar. Hal ini akan berakibat pada timbulnya perbedaan antara
besaran di permukaan bumi dengan besaran tersebut di bidang datar. Perbedaan
tersebut dikenal dengan "distorsi geometrik" yang nilai dan penyebabnya dapat
dinyatakan dalam bentuk matematis.

Mengingat suatu bidang lengkung (kulit bola ataupun kulit ellipsoida) harus
dinyatakan pada bidang datar, maka akan terjadi pergeseran tempat titik-titik dari

Pendahuluan - 3
tempat seharusnya. Materi yang khusus membahas masalah ini adalah "Sistem
Proyeksi Peta".

Terdapat beberapa masalah yang perlu diperhatikan dalam proyeksi peta,


di bawah.

1.4.1 Bidang Proyeksi Peta

Yang dimaksud dengan bidang proyeksi disini adalah bentuk-bentuk


matematika yang dapat dijadikan bidang datar. Terdapat 3 (tiga) macam bentuk, yaitu:
1. Bidang datar
2. Kulit silinder (tabung)
3. Kulit kerucut

Untuk tabung, maupun kerucut, diperlukan "garis potong yang dapat mengubah
kedua bentuk tersebut menjadi bidang datar. (Lihat Gambar 1.1 dan Gambar 1.2)

(a) (c)
Bidang datar kerucut

Gambar 1.1
Bidang Proyeksi Peta

((;)
kcrucut
Gambar 1.2
Perubahan ke Bidang Datar

Pendahuluan - 4
1.4.2 Letak Bidang Proyeksi Terhadap Bumi

Melihat bentuk bidang proyeksi dan bentuk bumi, akan lebih baik bila ditinjau
pula kemungkinan peletakan bidang proyeksi tersebut relatif terhadap bumi.

Untuk ini, terdapat 3 (tiga) kemungkinan yang dikelompokkan secara umum,


yaitu :
1. Normal

2. Tranversal, dan
3. Oblique
Dari ketiga kemungkinan tersebut, dapat dibayangkan proyeksi suatu garis
ataupun titik terhadap/pada bidang proyeksinya.

(bj (c)
Transversal Ob ique
Nornial

Gambar 1.3
Proyeksi Azimuth Bidang Datar

(s] (b)
Normal Transversal Oblique

Gambar 1.4
Proyeksi Silinder

Pendahuluan - 5
<a) (□) (c}
Normal Transversal Oblique

Gambar 1.5
Proyeksi Kerucut

1.4.3 Proyeksi Besaran pada Bidang Proyeksi

Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, maka dapat dimengerti
bahwa akan terjadi perbedaan besaran di bumi dengan besaran yang sama pada
bidang proyeksi. Dalam melakukan proyeksi titik-titik muka bumi ke bidang proyeksi,
dapat beracuan pada beberapa hal, dimana besaran tersebut dapat dibuat sama
dengan pada bidang proyeksi. IVIasalah ini yang menentukan sistem proyeksi yang
digunakan dan mungkin dapat menyebabkan perbedaan pengertian antara pembuat
dengan pembaca peta. Sistem proyeksi yang diterapkan pada pemetaan, terbagi atas :

1. Equidistant ; yaitu jarak pada muka bumi dijaga sama dengan jarak pada
proyeksi. Pengertian ini hanya berlaku pada garis sehingga bidang proyeksi
dengan bumi. Dalam pengertian lain adalah bahwa faktor perbesaran sepanjang
garis singgung bidang proyeksi sebesar satu.

2. Konform ; yaitu besaran sudut yang dibentuk antara dua arah dipertahankan
sama besar baik pada muka bumi ataupun pada bidang proyeksi. Pengertian lain
untuk ini adalah bahwa bentuk suatu daerah dipertahankan sama, walaupun
besarnya mungkin berbeda.

3. Equivalent ; yaitu bahwa luas suatu daerah di muka bumi dengan di proyeksi
dijaga tetap (tanpa perubahan). Untuk ini, mungkin terjadi perubahan bentuk
maupun perubahan panjang garis pada daerah tersebut.

Dalam proyeksi peta suatu daerah, ketiga masalah tersebut tidak dapat
secara bersamaan dipertahankan tetap. Hal inilah yang menimbulkan distorsi

Pendahuluan - 6
geometrik yang menyebabkan perbedaaan besaran di muka bumi dengan di bidang
proyeksi akibat dari persamaan matematika yang diterapkan dalam memproyeksikan
titik-titik tersebut. Distorsi tersebut dapat diperhitungkan, sehingga dalam membaca
peta untuk diterapkan kembali ke muka bumi, perlu diperhitungkan "koreksi" atas
besarnya yang didapatkan dari peta tersebut.

1.4.4 Sistem Proyeksi Peta yang Banyak Dikenal

1. Proyeksi IVIercator

Proyeksi peta yang diterapkan oleh IVIercator untuk pertama kalinya adalah
silinder normal konform dimana equator ini seluruh muka bumi dapat
dipetakan walaupun daerah semakin jauh dari equator, baik ke Utara maupun
ke Selatan, semakin besar pengaruh distorsinya.

Terjadi masalah terbesar pada kutub, yaitu bahwa kutub Utara maupun
Selatan, seharusnya berupa titik, tetapi pada proyeksi Mercator menjadi suatu
garis.

2. Proyeksi Lambert

Seperti juga Mecator Lambert berusaha mengatasi problema pemetaan untuk


daerah kutub, sehingga memilih bidang proyeksi kerucut normal konform.
Masalah yang dapat diatasi adalah titik kutub, tetap berupa titik, walaupun
terdapat kesulitan bahwa tidak dapat menggambarkan seluruh bagian bumi.
Dengan demikian, Lambert menerapkan penempatan 2 (dua) buah kerucut,
yaitu untuk belahan bumi Utara dan Selatan. Ditinjau dari garis singgung
kerucut dengan bumi, maka dapat dikatakan bahwa distrosi jarak cukup besar
untuk pemetaan skala sedang.

3. Proyeksi Polyeder
Sebagai kelanjutan proyeksi Lambert, proyeksi Polyeder menerapkan kerucut
sebagai bidang proyeksi.

Untuk mengatasi distorsi yang besar, maka diterapkan kerucut yang banyak,
yaitu dengan cara menyinggungkan kerucut-kerucut tersebut pada pararel
(garis sejajar equator) bumi yang berbeda-beda. Inilah sebabnya kenapa
dikatakan sebagai Polyeder.

Besar daerah yang dipetakan dengan proyeksi Polyeder ini adalah sebesar
20'x20' (lebar meridian dan lebar pararel). Pembagian daerah proyeksi seperti
ini dikenal dengan Zona Proyeksi.

Pendahuluan - 7
Untuk daerah di luar kawasan tersebut, digunakan kerucut lain yang
disinggungkan pada paralel yang berbeda.

Sistem proyeksi ini banyak digunakan oleh Belanda untuk memetakan


Indonesia

4. Proyeksi Transverse Mercator


Untuk daerah sekitar equator, proyeksi Mercator dapat memberikan jawaban
yang lebih baik agar distorsi yang timbul mengecil. Untuk itu proyeksi Mercator
dikembangkan dalam bentuk silinder transversal konform.

Pada saat awal, sistem proyeksi ini tidak membatasi zona proyeksi, sehingga
untuk beberapa daerah walaupun sepanjang equator, distorsi geometrik
proyeksi tersebut dirasakan masih cukup besar.

5. Proyeksi Universal Transverse IVIercator (UTIVI)

Pengembangan lebih lanjut dari proyeksi Transverse Mercator (TIVI) adalah


Universal Transverse Mercator (TIVI) yang berusaha menyatakan seluas
mungkin daerah dalam satu lembar peta yang sama, dengan distorsi sekecil
mungkin. Untuk tujuan itu, UTM menerapkan prinsip sebagai berikut:
Silinder di"tembus"kan bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik
terhadap meridian sentral).

Silinder ini menembus juga bumi pada paralel tertentu, baik di Utara
maupun di Selatan + 81°

Lebar zona proyeksi sebesar 6 meridian.

Faktor perbesaran pada meridian sentral = 0,9996


Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0004

Dengan demikian, UTM menggunakan lebar zona proyeksi yang cukup lebar
untuk dapat memetakan daerah yang luas.

6. Proyeksi Universal Transverse IVIercator 3°


Salah satu proyeksi peta sebagai pengembangan dari TM dan UTM adalah
proyeksi Transverse Mercator 3°.

Sistem proyeksi ini diterapkan di Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional


(BPN) untuk seluruh kawasan Indonesia.

Sistem proyeksi ini dapat memberikan ketelitian yang lebih tinggi, karena
ditujukan untuk pemetaan BPN dalam skala besar. Oleh karena itu, lebar zona
proyeksi adalah 3° meridian, agar distorsi jarak tidak besar. Distorsi sudut
ditiadakan, karena menerapkan sistem proyeksi konform.

Pendahuluan - 8
Proyeksi TM-3°, menerapkan model sebagai berikut:
Silinder di"tembus"kan bumi dengan meridian potong tertentu (simetrik
terhadap meridian sentral).
Lebar zona proyeksi sebesar 3° meridian.
Faktor perbesaran pada meredian sentral = 0.9999
Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0001

1.4.5 Sistem Koordinat2 Dimensi pada Peta

Dalam perpetaan mengingat masalah utama adalah posisi/letak obyek, maka


sebagai dasar pernyataan posisi secara numerik adalah dengan sistem koordinat.
Perlu diketahui sistem koordinat 2 Dimensi (2D) yang akan sering dijumpai dalam
perpetaan, antara lain :
1. Sistem Koordinat Polar, dengan parameter sudut/arah dan jarak
2. Sistem Koordinat Rectangular (Cartesius), dengan parameter jarak
3. Sistem Koordinat Geografik, dengan parameter sudut.

Bidang acuan/reverensi bagi 2 (dua) sistem koordinat diatas adalah


bidang datar, sedang sistem l�oordinat geografilt adalah kulit ellipsoida
dan dinyatakan dalam istilah Lintang dan Bujur/Meridian ((|),A,)

(t.) (t�)
(a} CartesiuE Geografik
Polar

Gambar 1.6
Sistem Koordinat

Mengingat peta merupakan bidang datar, maka sistem koordinat yang


diterapkan adalah sistem koordinat rectangular (Cartesius) dengan salib sumbu pada
tempat tertentu (sesuai dengan terapan sistem proyeksi peta). Untuk lebih jelasnya,

Pendahuluan - 9
ketentuan sistem proyeksi peta yang terikat dengan sistem koordinat, adalah sebagai
berikut:

1. Sumbu Y adalah garis singgung meridian titik O (0,0) yang dipilih, positif ke arah
Utara. Meridian setiap zona proyeksi, dikenal dengan meridian sentral.
2. Sumbu X adalah garis singgung paralel/equator titik O (0,0) yang dipilih positif
ke arah Timur. Equator ataupun paralel sebagai sumbu X, tergantung pada sistem
proyeksi.
3. Arah Utara geografik suatu titik adalah adalah garis singgung meridian ke arah
Utara pada titik tersebut.
4. Arah Utara peta, suatu titik adalah garis sejajar sumbu Y ke arah Utara (//Y+) pada
titik tersebut

5. Garis "GRID" adalah garis tempat kedudukan titik dengan absis atau ordinat yang
sama. Garis grid ini akan sejajar sumbu Y atau sumbu X.
6. Garis "GRATICULE" adalah garis tempat kedudukan titik-titik dengan lintang atau
bujur/meridian yang sama.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa dalam


membaca peta skala sedang dan kecil, perlu dilakukan koreksi-koreksi untuk
diterapkan di lapangan.

Peta topografi, sebagai peta yang bersifat umum, memuat informasi penting
yang menjelaskan distorsi geometrik akibat sistem proyeksi baik dalam bentuk tertulis
(textual) maupun grafik.

meridian sertral
V

Gambar 1.7
Garis Grid dan Graticule pada Peta

Pendahuluan - 10
Y = meridian sentrai
Up ir,;

I meridian titih

J—� X = equaior
Up' u,

Gambar 1.8
Arah Utara Peta dan Utara Geografik

Perbedaan arah Utara Peta dengan arah Utara Geografik, dil�enal dengan
istilah Konvergensi Grid atau Konvergensi Meridian. Nilai l�onvergensi grid dapat
berbeda di setiap titil< tersebut terhadap salib sumbu.

1.5 Anggapan Dasar llmu Ukur Tanah

Telah diulas diatas, bahwa dalam memetal<an suatu daerah, anggapan yang
penting artinya adalah panjang jarak pada suatu daerah yang dipetakan. Jarak
terpanjang tersebut dapat menentukan perbedaan acuan hitungan secara menyeluruh.

llmu Ukur Tanah, sebagai llmu yang mempelajari masalah perpetaan, tidak
terlepas dari proyeksi peta, karena peta merupakan salah satu hasil yang dibahas
dalam ilmu ini.

Salah satu perbedaan prinsip antara ilmu ukur tanah dengan perpetaan Geodesi
adalah pada acuan hitungan maupun pengolahan data, llmu ukur tanah beracuan
bidang datar, sedang untuk Geodesi secara umum beracuan bidang lengkung (misal
kulit ellipsoida).

Oleh karena itu, ilmu ukur tanah dapat diterapkan di berbagai bidang sepanjang
acuan bidang datar yang diterapkannya masih dapat memungkinkan untuk digunakan.

Untuk itu, sebaiknya ditinjau terlebih dahulu anggapan-anggapan yang


diterapkan pada ilmu ukur tanah secara menyeluruh.

Pendahuluan - 11
1.5.1 Acuan/relefensi Ukuran

Mengingat tujuan dari ilmu ukur tanah adalah tujuan praktis Geodesi, yaitu
pemetaan suatu daerah disertai penerapan dalam berbagai bidang, maka obyek utama
secara umum adalah obyek-obyek muka bumi. Walaupun demikian obyek yang
terletak di dalam kulit bumi, tetap dapat memanfaatkannya.

Seperti telah diperlihatkan pada Diagram 1.1 bahwa untuk menyatakan


besaran-besaran alam dalam bentuk numerik, perlu dilakukan perubahan bentuk data,
yaitu dari bentuk analog ke bentuk digital (Analog to Digital Conversion). Dalam
praktek sehari-hari, kegiatan tersebut merupakan suatu pengukuran dengan
menggunakan alat ukur tertentu, sesuai dengan besaran yang akan dikualifikasikan.

Mengingat keragaman topografi permukan bumi, maka diperlukan suatu acuan


agar hasil ukuran pada setiap tempat dapat digabungkan (di-integrasi-kan). Bidang
acuan ukuran topografi muka bumi adalah GEOID, yang memiliki berbagai pengertian
dan pendefinisian.

Dalam hal ini, geoid didefinisikan sebagai:

"Bidang yang tegak lurus garis gaya berat yang melalui setiap titik dan melalui
muka air iaut dalam keadaan tanpa gangguan"

Berhubung bidang yang melalui muka air Iaut, walaupun tanpa gangguan tidak
dapat dinyatakan secara pasti dalam bentuk persamaan matematik, maka digunakan
bentuk geometrik lain yang dapat dinyatakan dalam bentuk matematika.

Mengingat cakupan pandangan secara konvensional (dengan mata) tidak dapat


terlalu luas dan terpusat pada tempat pengamat, maka acuan dalam ilmu ukur
adalah bidang datar yang merupakan bidang singgung geoid pada tempat
pengamatan/pengukuran.

Sebagai akibat dari anggapan terakhir di atas, maka terdapat beberapa obyek

yang perlu diperhatikan dengan seksama.


1. Garis singgung dari garis gaya berat pada tempat pengamat, dikatakan sebagai

garis tegak (vertikal) yang mengarah ke titik Nadir


2. Garis singgung garis gaya berat yang mengarah keatas tempat pengamat
dikatakan ke arah titik Zenith

3. Bidang yang menyinggung geoid dan tegak lurus garis lurus garis Zenitti-Nadir
disebut dengan Bidang Horizon.

Pendahuluan - 12
4. Seluruh bentuk ukuran, yaitu ukuran jarak dan sudut, dinyatakan pada bidang
horizon atau bidang tegak.

gaya berat di A gsya berat di B

Gambar 1.9
Bidang Acuan Ukuran

1.5.2 Acuan/Reverensi Hitungan

Telah diulas diatas, bahwa secara garis besar pemetaan dapat dibagi menjadi
tiga kategori besar sesuai dengan daerah obyek.

Kategori pertama, dimana bumi masih dapat dianggap sebagai bidang datar,
maka seluruh hitungan atas data pengukuran akan dinyatakan berbasis bidang datar.
Ini berarti bahwa besaran-besaran yang akan diolah harus merupakan besaran bidang
datar. Pada ilmu ukur tanah atau surveying besaran yang dominan adalah sudut dan
jarak.Kedua besaran tersebut harus secara mutlak pada bidang datar. Dengan
demikian jarak merupakan jarak datar dan juga sudut pada bidang datar.

Pengertian bidang datar itu sendiri tidak selalu harus "mendatar" tetapi dapat
juga vertikal (tegak).

Bidang-bidang hitungan pada ilmu ukur tanah merupakan bidang datar yang
dinyatakan sebagai:
1. Bidang datar horizontal (mendatar)
2. Bidang datar vertikal (tegak)

Pendahuluan - 13
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dimengerti bahwa jarak pada
ilmu ukur tanah dikatakan sebagai jarak mendatar dan jarak vertikal/tegak. Untuk sudut
dibagi menjadi sudut mendatar dan sudut vertikal.

Kategori kedua, dimana bumi dianggap sebagai bola, maka seluruh dasar
hitungan untuk jenis ini adalah kulit bola. Hasil ukuran pada muka bumi, seluruhnya
dinyatakan dalam bentuk besaran pada kulit bola. Ini berakibat bahwa besaran
panjang tidak lagi dinyatakan dalam satuan jarak, melainkan dalam bentuk busur
lingkaran (satuan sudut). Pernyataan besaran panjang dalam satuan jarak baru
dilakukan bila telah ditentukan jari-jari bola yang dijadikan tempat hitungan tersebut.

Mengingat hasil ukuran dinyatakan pada bidang datar, maka untuk dapat
memenuhi persyaratan agar dapat digunakan pada bola, hasil ukuran tersebut
di"reduksi" terlebih dahulu ke bola. Apabila besaran seluruhnya telah pada bola,
barulah hitungan dilakukan atas data tersebut.

Jari-jari bola yang digunakan untuk kategori ini adalah jari-jari rata-rata daerah
obyek, yang dikenal dengan jari-jari GAUSS.

Kategori ketiga, merupakan kategori umum, yaitu beracuan ellipsoida. Bentuk


ellipsoida untuk bumi, diambil dengan suatu anggapan bahwa bentuk matematika yang
paling mendekati bentuk bumi adalah ellipsoida.

Berdasarkan perjanjian internasional, ukuran ellipsoida yang sekarang


diterapkan untuk/berlaku seluruh dunia adalah : World Geodetic Systems 1884
(WGS'84).

Walaupun demikian, besaran ellipsoida ini belum tentu terbaik untuk suatu
daerah tertentu, misal suatu negara, sehingga dalam pemetaan nasional, mungkin
menggunakan besaran ellipsoida yang lain. Peta Indonesia yang dibuat oleh Belanda,
menggunakan ellipsoida Bessel. Ukuran memberi gambaran yang lebih jelas atas
besar ellipsoida yang mungkin digunakan, lihat tabel 1.1

Pendahuluan - 14
Tabel 1.1
Besaran Ellipsoida

Nama Tah a(m) 1/f


un
Bouguer,Maupertuis 1738 6397300 216,8

Delambre 1800 6.375653 334,0

Walbeck 1819 6376896 302,78

Everest 1830 6377276345 300,8017

Airy 1830 6378563396 299,324964

Bessel 1841 6377397155 299,152813

Clarke 1858 6378293645 294,26

Pratt 1863 6378245 295,3


Clarke 1880 6378249145 293,4663

Hayford 1906 6378283 297,8

Helmert 1907 6378200 298,3

Hayford 1910 6378388 297,0

Heiskanen 1926 6378397 297,0


Seperti juga pada kategori kedua, hasil
Krasovsky 1936kedua, hasil ukuran lapangan
6378210 298,6 harus
direduksi terlebih dahulu ke ellipsoida.
Krasovky 1940 6378245 298,3

Jeffreys 1948 6378099 297,1


1.5.3 Ruang Lingkup llmu Ukur Tanah
WorldGeodeticSystems 1984 6378137 298,257
Dari uraian di atas, telah dapat diketahui bahwa llmu Ukur Tanah memiliki basis
a=jari-jaridiEquator
yang berbeda dengan Geodesi secara;f=(a-b)/a
matematika b=jari-jaridiKutub umum, yaitu bidang datar.

Meskipun demikian, ilmu ukur tanah mencakup tanah mencakup seluruh


keglatan
1. Dasar keilmuan,
2. Penyiapan dan pengetahuan alat
3. Metoda-metoda pengukuran
4. Pemetaan secara umum

5. Pengolahan data (termasuk perataan = adjustment)


6. Penggambaran peta
7. Penerapan dalam berbagai bidang

Pendahuluan - 15
elal ukur ALAM

beniLk�ecmetlk
mathematlkg
tras � ukuran besaran-cesaran
bidang datar ukuran

PENGUKURAN
pada bidaig datar
i
Metoda Ha&ilukucan
PengLiktirfln Msthgijialk�
pada bidang dataj�
Bidarglengkung

GEOID dianggap Reduksi ke


bidang catar CbOlD

'
r

Redjiisihe Rsdukr�ikf
i
Rsdtiksi kft hiriflng PROVFKfil
l���lfterFiidllkd BOLA ELLIPSOID
Ri:fnnrj [iFifsr zn- S
□als.|iacia BIDANG DATAR y
HIAIIHI IKA
T
Hitunfj PER.ATAAN/
Adjusmsrl hidarig dalar

Hitungan BIDANG DAIAR


t

KARTCGFWFI PLOTTING

'

i KOORDIWAT
TITIK di
PET lapangan

Diagram 1.2
Tujuan Umum Perpetaan

Dari Diagram 1.2, dapat pula diketahui ilmu ataupun pengetahuan apa saja
yang terkait dengan ilmu ukur tanah, sehingga dapat dibayangkan cakupan ilmu
tersebut dalam pemetaan.
Meskipun peran matematika sangat dominan, tetapi dalam pelaksanaan
pemetaan, tidak mungkin terlepas dari faktor kemanusiaan (humaniora) dan seni. Ini
dapat berarti pula bahwa dalam pengukuran, tidak mungkin terlepas dari faktor

Pendahuluan - 16
"Human Erroi" yang melaksanakan pengukuran tersebut, disamping peranan "seni"
seseorang sangat berpengaruh pada penggambaran halus suatu peta, meskipun
simbol peta telah dibakukan.

1.6 Pengertian Dasar llmu Ukur Tanah

Dalam memasuki suatu ilmu maupun pengetahuan, sebaiknya langkah awal


yang dilakukan adalah mengetahui secara umum keseluruhan dasar ilmu dan
pengetahuan tersebut. Tujuan kegiatan ini adalah agar tidak terjadi salah pengertian
maupun penerapan atas ilmu tersebut.

Ilmu ukur tanah itu sendiri, berawal dari suatu dasar pemikiran bahwa :

"Tidak ada 2 titik berbeda yang terletak/berada pada tempat yang sama"

Tersirat suatu penerapan bentuk geometrik matematik yang mendasar, yaitu


titik, dan tempat titik tersebut, atau lebih dikenal dengan posisi atau lokasi.

Dengan demikian, peran matematika akan sangat besar pada ilmu ukur tanah
dan setiap kegiatan yang tercakup didalamnya akan selalu berkaitan dengan
matematika walaupun yang sederhana.

Mengingat obyek kegiatan dan kajian adalah "unsur muka bumi" maka pada
mulanya, seluruh unsur muka bumi, dipisahkan dalam jenis data yang berbeda atas
unsur muka bumi, yang berikutnya lebih mudah dikatakan sebagai obyek kajian, tetapi
tidak terpisahkan dalam menyajikan informasi atas obyek tersebut.

Adapun jenis data suatu obeyek, dipisahkan atas :


1. Data Kuantitatif ; yaitu data atas obyek yang dapat diukur untuk dapat
dinyatakan dalam bentuk numerik.
2. Data Kualitatif ; yaitu data atas obyek yang tidak dapat diukur, sehingga lebih
banyak berupa keterangan ataupun berupa data data textual.

Dalam menyajikan informasi atas suatu obyek, kedua jenis data tersebut di
atas, tidak mungkin saling dipisahkan, karena bila dipisahkan akan memberikan salah
pengertian {mis-information).

Berhubung jenis data kualitatif lebih banyak berkaitan dengan penggunaan


bahasa (berupa istilah dan keterangan lisan maupun tertulis), maka tidak dibahas
dengan rinci. Yang akan dibahas dengan terinci (detailed) adalah data kuantitatif,
dimana pengolahan data didasari oleh penerapan matematika.

Pendahuluan - 17
1.6.1 Pengertian Posisi Obyek

Menyatakan letak posisi suatu obyek, pada dasarnya menggunakan azas


"relatif" terhadap obyek lainnya.

Sebagai contoh : "Sebuah meja terletak di kanan pintu masuk".

Kalimat di atas, menyatakan letak yang relatif, yaitu terhadap pintu yang lebih
mudah ataupun sudah diketahui letaknya. Obyek lain yang dijadikan
"acuan/referensi" posisi suatu obyek adalah obyek yang tetap ataupun tidak mudah
berpindah.

Dalam matematika, posisi suatu obyek dinyatakan relatif terhadap titik tertentu.
Titik yang dijadikan acuan adalah titik yang dipilih/ditentukan oleh suatu perjanjian

Sebagai contoh yang jelas, titik acuan pada sistem kordinat Cartesius adalah
titik pusat salib sumbu yang dikenal dengan titik O (0,0). Parameter yang dijadikan
untuk menyatakan posisi tersebut, berupa jarak atau sudut.

Berdasarkan penggunaan parameter tersebut yang sesuai dengan bidang


acuan, maka dikenal beberapa sistem koordinasi seperti yang telah ditulis sebelumnya.
(lihat gambar 1.6)

Untuk lebih dapat membedakan pernyataan posisi obyek relatif dan tidak, dapat
dilihat pada gambar 1.10

Pada sistem koordinat polar (Gambar 1.10), dapat dilihat bahwa :


1. Relatif terhadap titik sebelumnya :

• titik A dinyatakan relatif terhadap O (0,0) A (Oi, di )

• titik B relatif terhadap terhadap titik A, sebagai B (02, 62) dari A


• titik C relatif terhadap terhadap titik B (a3,d3) dari B

2. Relatif terhadap titik O (0,0) :

• titik A dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai A (Pa, Da)

• titik B dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai B (Pb, Db )

• titik C dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai C (Pc, Dc )

Pada sistem koordinat Cartesius (rectangular), semua titik dinyatakan relatif


terhadap titik pusat salib 0 (0,0) dan dalam satuan panjang (jarak) sepanjang setiap
sumbunya.

• titik A dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai A ( Xa, Ya)


• titik B dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai B (Xb, Yb )

Pendahuluan - 18
• titik C dinyatakan relatif terhadap O (0,0), sebagai C (Xc, Yc )

Gambar 1.10
Pernyataan Relatif Posisi terhadap Titik Lain

Berhubung obyek ilmu ukur tanah adalah unsur muka bumi, yang berbeda
dalam ruang maka dalam menyatakan posisi ruang (3D) obyek dirasakan lebih mudah
menerapkan sistem koordinat Cartesius, mengingat parameter sistem koordinat
dinyatakan dalam bidang datar horizontal vertikal yang sesuai kinerja alat ukur.

Sistem koordinat polar untuk obyek ruang jarang digunakan pada ilmu ukur
tanah, walaupun mungkin saja tetap diaplikasikan. Matematika yang didasari sistem
koordinat polar ini adalah medel hitungan vektor lebih lanjut pada bagian berikutnya.

1.6.2. Pengertian Peta

Dalam mengartikan suatu peta, perlu ditinjau beberapa aspek yang mendasar,
dimana hal tersebut harus terungkap dalam defrinisi peta itu sendiri.

Peta adalah :

"Gambaran sebagian besar/kecil unsur permukaan bumi pada bidang datar,


dengan skala tertentu"

Dapat diperhatikan bahwa dari definisi tersebut, aspek yang perlu mendapat
penekanan adalah :
• Gambaran ;
yang berarti suatu bentuk grafik yang tidak mungkin lepas dari aspek seni
• Sebagian besar/kecil unsur muka bumi ;
yang dapat pula dikatakan bahwa suatu peta tidak mampu memuat seluruh
informasi permukaan bumi, sehingga akan terbagi dalam jenis peta yang berbeda

Pendahuluan - 19
• Bidang datar;

dapat memberikan arti bahwa semua informasi kuantitatif, dinyatakan dalam


besaran bidang datar, sehingga untuk menerapkan kembali di bumi, memerlukan
"penterjemahan" tersendiri

• Skala;

yang berarti pula suatu perbandingan dalam bentuk numerik, sehingga semua
informasi kuantitatif pada peta, baru dapat digambarkan melalui proses matematis.

Berdasarkan tinjauan tersebut diatas, pengertian lebih lanjut atas beberapa hal,

dapat diurakan lebih rinci sebagai di bawah.

1. Gambaran

Penggambaran yang dilakukan pada pemetaan, merupakan penggambaran yang


didasari oleh posisi titik-titik daerah yang dipetakan. Mengingat hal ini, maka
langsung maupun tidak, akan diterapkan beberapa peraturan penggambaran
yang bersirat teknik. Pengertian penggambaran peta yang menerapkan peraturan
tertentu, disebut dengan PLOTTING.

Meskipun demikian, menggambar peta, seseorang tidak mungkin terlepas dari


peran seni, keterampilan, kesalahan peralatan dan kesalahan pelaku itu sendiri.

2. Muatan informasi muka bumi

Berhubung tidak seluruh informasi unsur muka bumi dapat disajikan dalam satu
lembar peta yang sama, maka pada dasarnya peta dapat dibagi atas 2 (dua) jenis,
yaitu :

• Peta Topografi ;

Peta yang bermuatan informasi secara umum dan mampu menyajikan


informasi yang bersifat teknis dengan lebih mendasar.

Peta ini menitikberatkan pada masalah posisi, sehingga informasi tentang


sistem Proyeksi peta harus tercantum di dalamnya. Mengingat peta jenis ini
menyajikan informasi yang mendasar, bersifat umum dan menekankan posisi
obyek, maka peta ini dapat dijadikan acuan posisi bagi peta lainnya, dan
disebut sebagai Peta Induk (base map).

Peta yang memanfaatkan posisi obyek dari peta topografi dan menambahi
informasi dengan yang diperlukan, disebut dengan peta turunan.

• Peta Tematik ;

Peta yang memuat/menyajikan formasi yang terbatas, sesuai dengan tema


ataupun kebutuhan informasi tertentu.

Pendahuluan - 20
Peta ini berjumlah banyak sekali, mengingat setiap profesi memerlukan tema
yang berbeda dan "menayam/can"informasi yang diperlukannya.
Peta tematik dapat berupa suatu peta turunan, yang masalah posisi obyek
didapat dari peta topografi. Peta tematik semacam ini, lebih menel<anl<an pada
informasi yang dibawakan, walaupun mungkin terjadi pergeseran posisi obyek.

3. Skala peta
Skala peta secara langsung akan menetukan rinci (detail) atau tidaknya informasi
yang disajikan. Semakin besar skala, peta semakin terinci (mendetail) informasi
yang dipetakan menjadi semakin sempit.
Hal seperti di atas, akan terjadi untuk sebaiknya (skala semakin mengecil).
Untuk itu terdapat beberapa model pembagian peta ditinjau dari skala, karena
skala dan muatan informasi peta yang digunakan sangat bervariasi. Contoh
pembagian peta menurut skala dapat dilihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2
Pembagian Skala Peta
No. Skala Golongan

1 Lebihkecildari :1.000.000 Atlas(Chart)

2 1:100.000s/d :1.000.000 Petaskalakecil

3 1:25.000sampai :100.000 Petaskalasedang

4 1:10.000sampai :25.000 Petaskalabesar

5 Lebilibesardari :10.000 PetaTeknik(biasanyadigunakanuntuk

perencanaanperencanaanteknik

detaileddesign)
1.6.3 Fungsi Peta

Telah ditulis di atas, bahwa secara tidak langsung, peta merupakan sebagian
bumi yang diperkecil dan menyatakan unsur muka bumi dalam bentuk simbol. Hal ini
dapat juga dikatakan bahwa peta dapat berfungsi untuk segala tujuan sebagai pemberi
informasi daerah obyek dalam skala yang lebih kecil.

Dalam sejarah, peta berkembang dari pertemuan yang telah menerapkan


strategi pertempuran. Untuk dapat mengetahui kekuatan dan alam tempat lawan,
diperlukan divisi tersendiri untuk memetakan daerah lawan. Hal tersebut telah
berkembang sejak zaman dahulu, baik dilakukan melalui darat (secara langsung di
lapangan), ataupun melalui udara dengan balon udara, pesawat terbang, satelit, dsb.

Pendahuluan - 21
Secara singkat, peta berfungsi dalam segala hal baik eksakta maupun non-
eksakta, dimana peta berfungsi sebagai sumber informasi. Ditinjau dari segi teknik
peta dapat berfungsi dalam kurun waktu, dimana belum terjadi perubahan berarti pada
daerah yang diperlukan.

Diagram 1.3
Fungsi Teknis Peta & Kerangka Dasar

1.6.4. Fungsi Kerangka Dasar Pemetaan

Kerangka dasar pemetaan suatu daerah, merupakan syarat mutlak bagi


pemetaan, karena seluruh titik obyek pemetaan diacukan pada posisi titik kerangka
dasar. Ini berarti, bila tidak ada titik kerangka dasar, maka setiap obyek muka bumi
berdiri terpisah dengan lainnya (sendiri-sendiri) tanpa dapat dinyatakan secara
bersamaan, karena posisi relatif satu obyek dengan lainnya tidak ditentukan.

Diagram 1.3, memberikan pula gambaran fungsi kerangka dasar pemetaan,


dimana pada saat kontruksi (pembangunan) dan setelah konstruksi, titik kerangka
dasar tetap besar peranannya baik untuk pemetaan kembali maupun untuk
pemeliharaan dan monitoring (pemantauan) daerah tersebut

Pendahuluan - 22
Dengan demikian fungsi kerangka dasar pemetaan, antara lain adalah :
1. Sebagai acuan/referensi bagi setaiap obyek yang dipetakan

2. Sebagai "pemersatu" obyek-obyek muka ataupun bumi ataupun pemetaan-


pemetaan lokal (masing-masing berdiri sendiri).

3. Sebagai acuan/referensi dalam :

• Pembangunan atau pelaksanaan rencana


• Pemetaan kembali daerah

• Pemeliharaan hasil konstruksi

• Memaniau/monitoring obyek muka bumi

1.6.5 Penerapan llmu Ukur Tanah/Surveying

Pada beberapa jenis profesi, dimana luas daerah yang dikelola tidak terlalu
besar/luas( (misal < 100 km�), maka cakupan daerah tersebut masih dapat dianggap
sebagai bidang datar, peran ilmu ukur tanah maupun surveying sangat besar artinya.
Perbedaan besaran di bumi dengan besaran yang bersangkutan di peta tidak terlalu
jauh (dapat diabaikan), sehingga distrosi geometrik akibat proyeksi belum berarti.

Sesuai dengan sejarah pemetaan maka tujuan pembuatan peta adalah untuk
mengetahui bagaimana dan apa saja unsur permukaan bumi suatu daerah dalam
pendangan yang kecil tanpa mendatangi daerah tersebut. Dengan demikian
sebenarnya ilmu ukur tanah dapat diterapkan pada berbagai bidang profesi atau
keahlian baik eksakta maupun non-eksakta.

Semakin maju teknologi manusia, penggunaan peta semakin berkembang


mengingat unsur muka bumi yang semakin rumit dan padat. Bahkan pada saat
sekarang masyarakat sudah mulai memanfaatkan "denah" atau sketsa untuk
menuntun seseorang agar tidak tersesat. Ini menandakan bahwa tampilan grafis
tentang unsur muka bumi telah besar peranannya di masyarakat, meskipun belum
dalam bentuk peta yang baik.

Walaupun demikian, profesi teknik yang masih memegang dominasi


penggunaan peta baik ditujukan untuk perencanaan, pemeliharaan dan
pengembangan suatu daerah. Dalam hal semacam ini, peta diterapkan sebagai
sumber data, sehingga dapat pula dikatakan bahwa peta merupakan penunjang utama
dalam kegiatan tersebut. Mengingat era sekarang sudah menginjak era informasi maka
ilmu ukur tanah dapat diterapkan pada pengelola data base suatu daerah, dimana
seluruh informasi daerah beracuan pada basis yang sama tersebut.

Pendahuluan - 23
Diagram 1.3, dapat memberikan gambaran tentang peran peta dan titik
kerangka dasar pemetaan yang tetap akan menunjang seluruh kegiatan (terutama
kegiatan teknik) suatu daerah. Peran tersebut akan terus menerus berulang {cyclic).

1.7 Evaluasi Akhir


1. Acuan titik awal sistem koordinat Cartesian (Grid) pada proyeksi Polieder
ditentukan di:
a. Pusat bumi
b. Greenwich
c. Jakarta pada posisi 106° 48' 27,79"
d. Lokal (sembarang tempat di permukaan bumi)

2. Acuan titik awal sistem koordinat Cartesian (Grid) pada proyeksi UTIVI ditentukan
di:
a. Pusat bumi
b. Greenwich
c. Jakarta pada posisi 106° 48' 27,79"
d. Lokal (sembarang tempat di permukaan bumi)

3. Acuan titik awal sistem koordinat Cartesian (Grid) pada proyeksi Mercator
ditentukan di:
a. Pusat bumi
b. Greenwich
c. Jakarta pada posisi 106° 48' 27,79"
d. Lokal (sembarang tempat di permukaan bumi)

4. Konvergensi Meridian harus diperhitungkan pada sistem proyeksi :


a. Proyeksi Polieder
b. Proyeksi UTM
c. Proyeksi Mercator
d. Pada semua proyeksi

5. Untuk pembuatan peta skala besar (untuk keperluan teknik) sebaiknya digunakan
proyeksi :
a. Proyeksi Polieder
b. Proyeksi UTM
c. Proyeksi Mercator
d. Pada semua proyeksi

6. Ellipsoid referensi yang digunakan pada Datum Geodesi Nasional (DGN95)


iaiah:
a. Besssel 1841
b. Everest 1830
c. World Geodetic System (WGS) 1984
d. Geodetic Reference System (GRS) 1967

Pendahuluan - 24
7. Bidang proyeksi yang digunakan pada proyeksi UTM iaiah:
a. Kerucut
b. Bola
c. Datar
d. Silinder yang memotong sumbu bumi

8. Bidang proyeksi yang digunakan pada proyeksi Polieder iaiah:


a. Kerucut
b. Bola
0. Datar
d. Silinder yang memotong sumbu bumi

9. Bidang proyeksi yang digunakan pada proyeksi Mercator iaiah:


a. Kerucut
b. Silinder yang berimpit dengan sumbu bumi
c. Datar
d. Silinder yang memotong sumbu bumi

10. Ukuran lembar peta pada UTM skala 1:50000 yang diterbitkan oleh
BAKORSURTANAL:

a. lO'xIO' c. 15'x15'
b. 30'x30' d. 10'x15'

11. Tujuan Utama pembuatan peta adalah


a. Menyajikan data/unsur topografi dari suatu daerah secara benar, tepat, jelas,
menarik dan ekonomis
b. Menunjang kegiatan-kegiatan yang memerlukan peta yang sesuai
c. Memperlihatkan unsur-unsur permukaan bumi di daerah yang dipetakan
setepat-tepatnya
d. Adanya permintaan dari konsumen

12. Peta dengan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000 digunakan untuk


a. Perencanaan umum
b. Perencanaan lokasi, jalan, irigasi
c. Perencanaan kota
d. Perencanaan lokasi, dam, bangunan

13. Pada luas daerah yang akan dipetakan, jika luasnya lebih besar dari 100 ha
maka digunakan
a. Proyeksi Polieder c. Proyeksi UTM
b. Proyeksi Tranverse d. Proyeksi Mercator

14. Salah satu sifat dari garis kontur topografi adalah

a. Garis kontur akan bercabang


b. Garis kontur selalu tegak lurus arah kemiringan lerengnya
c. Garis kontur merupakan suatu garis lengkung yang terbuka
d. Garis kontur yang memotong sungai akan melengkung ke arah hilir

Pendahuluan - 25
15. Grid adalah

a. Penyajian garis lurus berarah Timur-Barat yang berpotongan tegak lurus


dengan jaringan garis lurus berarah Utara-Selatan pada peta
b. Penyajian garis lurus berarah Utara-Selatan yang berpotongan tegak lurus
dengan jaringan garis lurus berarah Utara-Selatan pada peta
c. Penyajian garis lurus berarah Selatan-Utara yang berpotongan tegak lurus
dengan jaringan garis lurus berarah Utara-Selatan pada peta
d. Penyajian garis lurus berarah Barat-Timur yang berpotongan tegak lurus
dengan jaringan garis lurus berarah Utara-Selatan pada peta

1.8 Daftar Pustaka

1. Cecep Subarya dan Rudolf W. Matindas. 1995. Proposal Datum Indonesia 1995
(DI95) yang Geocentrik, Seminar GPS 95. Jurusan Teknik Geodesi FTSP ITB
dan PT. EInusa : Jakarta.

2. KBK Pemetaan Sistematik dan Rekayasa, (1997), Buku Petunjuk Penggunaan


Proyeksi TM-3 dalam Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Jurusan Teknik
Geodesi FTSP ITB: Bandung.
3. Purwoharjo, U.. 1985. Menghilangkan Kesalahan Sistematik pada Pendapatan
Ukuran serta Penerapan Dalil-dalil Kesalahan dan Peralatan Kuadrat
Terkecil. Jurusan Teknik Geodesi ITB : Bandung.
4. Purwoharjo, U.. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri A - Pengukuran Horizontal,
Jurusan Teknik Geodesi ITB: Bandung, Bab 2
5. Purwoharjo, U.. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri B - Pengukuran Tinggi. Jurusan
Teknik Geodesi ITB: Bandung, Bab 2
6. Purwoharjo, U.. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C - Pengukuran Horizontal
Jurusan Teknik Geodesi ITB: Bandung, Bab 1
7. Purwoharjo, U.. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C - Pengukuran Topografi,
Jurusan Teknik Geodesi ITB: Bandung, Bab 2
8. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, M. (Editor). 1983. Pengukuran Topografi dan
Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramita: Jakarta, Bab 1 dan 7
9. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, M. (Editor),. 1983. Pengukuran Topografi dan
Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramita: Jakarta, Bab 3 dan 4

Pendahuluan - 26

Anda mungkin juga menyukai